Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya

Masyarakat

(UKBM)

yang

dikelola

dan

diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam


penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita
(Depkes, 2006).
Partisipasi

masyarakat

dalam

pemanfaatan

posyandu

ditunjukan dengan tingginya jumlah kunjungan balita yang datang


dan ditimbang berat badannya sekurang kurangnya satu kali
dalam sebulan berdasarkan jumlah seluruh balita yang menjadi
tanggung jawab pelayanan disuatu wilayah posyandu Djoko
Wiyono, 2009.
Pelayanan kesehatan yang ada di posyandu meliputi
Pelayanan

pemantauan

pertumbuhan

berat

badan

balita,

Pelayanan Imunisasi, Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak,


Pencegahan dan penanggulangan Diare (Arali, 2008). Sedangkan
sasaran posyandu yaitu Pasangan Usia Subur, Ibu Hamil, Ibu
Menyusui, Bayi dan Balita (Shakira, 2009).

Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu dapat


menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan
balita. Balita yang tidak ditimbang berturut-turut beresiko keadaan
gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan
(Depkes RI, 2006).
hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan secara nasional
cakupan penimbangan balita (anak yang pernah ditimbang di
posyandu sekurangkurangnya satu kali selama sebulang terakhir)
di posyandu sebesar74,5%. Frekuensi kunjungan balita ke
posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur
anak. Sebagai gambaran proporsi anak umur 6 11 bulan yang
ditimbang di posyandu 91,3%, pada anak usia 12 23 bulan turun
menjadi83,6%, dan pada usia 24 35 bulan turun menjadi 73,3%.
Berdasarkan laporan dari dinas kesehatan provinsi tahun 2009
cakupan penimbangan balita di posyandu sebesar 63,9%. Masalah
yang berkaitan dengan kunjungan posyandu antara lain : dana
operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan
posyandu; tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas
dalam

pemantauan

pertumbuhan

dan

konseling;

tingkat

pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu;


serta pelaksanaan pembinaan kader.
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan bahwa alasan
utama rumah tangga tidak memanfaatkan posyandu walaupun

sebenarnya membutuhkan adalah karena; pelayanan tidak lengkap


(49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak tersedianya posyandu
(24%) (Sistem Kesehatan Nasional, 2009).

Tabel 1
Data D/S posyandu provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2008, 2009 dan 2010
Tahun

Persentase

Target

2008

171.532

312.546

54.9 %

90 %

2009

175.361

327.393

53.56%

90 %

2010

166.244

429.883

38.7 %

90 %

Sumber : Dinkes Provinsi Kaltim, 2011


Keterangan :
D : Jumlah balita yang datang dan di timbang berat badannya setiap
bulan.
S : Jumlah seluruh balita di suatu wilayah posyandu.

Tabel 2
Data D/S posyandu kabupaten Kutai kartanegara
Tahun 2008, 2009 dan 2010
Tahun

Persentase

Target

2008

28.767

61.661

46.7 %

80 %

2009

26.295

62.620

41.99 %

80 %

2010

26.643

61.723

48.03 %

80 %

Sumber : Dinkes kabupaten Kutai Kartanegara, 2011


Keterangan :
D : Jumlah balita yang datang dan di timbang berat badannya setiap
bulan.
S : Jumlah seluruh balita di suatu wilayah posyandu.

Tabel 3
Data D/S posyandu Puskesmas Kecamatan Muara Kaman
Tahun 2008, 2009 dan 2010
ahun

Persentase

Target

2008

1.273

3.608

35.3 %

70 %

2009

1.921

3.828

50.2 %

70 %

2010

1.510

3.828

39.4 %

70 %

Sumber : bagian gizi Puskesmas Muara Kaman, 2011


Keterangan :
D : Jumlah balita yang datang dan di timbang berat badannya setiap
bulan.
S : Jumlah seluruh balita di suatu wilayah posyandu.

Tabel 4
Data D/S posyandu desa Sedulang kecamatan Muara Kaman
Tahun 2008, 2009 dan 2010
Tahun

Persentase

Target

2008

71

146

48.6 %

2009

60

158

37.9 %

2010

71

173

41 %

Sumber : Posyandu desa Sedulang, 2011


Keterangan :
D : Jumlah balita yang datang dan di timbang berat badannya setiap
bulan.
S : Jumlah seluruh balita di suatu wilayah posyandu.

Menurut Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007) ada tiga


faktor yang memberi kontribusi seseorang melakukan tindakan atau
prilaku yaitu faktor Predisposisi, misalnya pengetahuan ibu,

pekerjaan ibu dan jumlah balita dalam keluarga, pendidikan ibu.


Faktor

pendukung,

penyelenggaraan

misalnya

posyandu,

jarak

posyandu,

ketersediaan

sumber

waktu
daya,

keterjangkauan sumber daya, motivasi. Faktor penguat misalnya


keluarga, kelompok, tokoh masyarakat.
Dari data diatas secara umum terlihat adanya tren
penurunan kunjungan balita ke posyandu dari tahun 2008 hingga
tahun 2010 walaupun berbanding terbalik terhadap peningkatan
jumlah sasaran balita.
Desa Sedulang Kecamatan Muara Kaman merupakan desa
terpencil dengan jarak tempuh sekitar 2-3 jam perjalanan baik
melalui darat maupun sungai. Di desa ini terdapat satu buah
posyandu dengan tipe pratama dan jumlah kader aktif sekitar 4
orang yang dibina oleh satu orang tenaga kesehatan yang berada
di puskesmas pembantu didesa tersebut. Rata-rata pendidikan
masyarakat didesa Sedulang adalah menengah kebawah dan tidak
sekolah, selain itu pendidikan dan promosi kesehatan tentang
posyandu hampir tidak pernah dilakukan. Faktor-faktor lain seperti
jadwal pelaksanaan kegiatan posyandu serta jauhnya jarak ke
posyandu

memungkinkan

penyebab

rendahnya

partisipasi

masyarakat terhadap pelayanan di posyandu di desa Sedulang


kecamatan Muara Kaman. Hal ini ditunjukan oleh rendahnya jumlah
balita yang berkunjung ke posyandu dan ditimbang berat badannya

minimal satu kali dalam sebulan yang berbanding terbalik dengan


jumlah seluruh sasaran yang menjadi tanggung jawab pelayanan di
suatu wilayah posyandu (tabel 4). Sehingga hal inilah yang
mendorong peneliti untuk menggali lebih mendalam tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku ibu balita umur 0-5 tahun
yang tidak membawa balitanya ke posyandu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat maka
Rumusan Masalah yang dibuat adalah :
1. Bagaimana Pengetahuan ibu terhadap posyandu di desa
Sedulang kecamatan Muara Kaman.
2. Bagaimana Sikap ibu terhadap posyandu di desa Sedulang
kecamatan Muara Kaman.
3. Bagaimana Motivasi ibu terhadap posyandu di desa Sedulang
kecamatan Muara Kaman.
4. Bagaimana Akses ibu terhadap posyandu di desa Sedulang
kecamatan Muara Kaman.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui atau menggali informasi tentang faktor
faktor yang berhubungan dengan prilaku Ibu balita umur 0-5
tahun yang tidak membawa Balitanya ke Posyandu.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penelilitian ini adalah :
a. Menggali informasi tentang pengetahuan ibu terhadap
pelayanan, kegiatan, tujuan, sasaran, alur pelayanan, strata
dan kepemilikan posyandu.
b. Menggali informasi tentang sikap ibu yang berkaitan dengan
kepercayaan atau keyakinan, dan pendapat tentang kader
posyandu/ petugas kesehatan serta akibat terhadap balita
jika tidak dibawa ke posyandu.
c. Menggali informasi tentang motivasi ibu yang berkaitan
dengan arti posyandu bagi ibu balita, penyebab ibu yang
tidak membawa balitanya ke posyandu dan faktor dukungan/
dorongan bagi ibu untuk membawa balitanya ke posyandu.
d. Menggali informasi tentang akses yang berkaitan dengan
jarak

dan

keterjangkauan

pelayanan di posyandu.

ibu

terhadap

sarana

dan

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Manfaat penelitian bagi Pelayanan Kesehatan adalah sebagai
bahan masukan dalam penyusunan dan pengembangan serta
peningkatan program di Posyandu.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penelitian bagi Perguruan Tinggi adalah sebagai dasar/
acuan bagi Peningkatan, Penyusunan dan Pengembangan
Kurikulum dan Keahlian yang peka terhadap kebutuhan
lapangan/ pasar serta sebagai Advokator, promotor, motivator
sekaligus sebagai Evaluator penerapan keilmuan ditingkat
pengambil/ pembuat kebijakan.
3. Bagi Mahasiswa
Manfaat Penelitian bagi Mahasiswa adalah sebagai acuan
pengalaman keilmuan dan keahlian dalam melakukan penelitian
terhadap berbagai macam kesenjangan/ permasalahan yang
terjadi dibidang kesehatan.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tinjauan Teori
1. POSYANDU
1.1 Pengertian
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang
dikelola dan selenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat
kesehatan,
memperoleh

dalam
guna

penyelengaraan

memberdayakan

pelayanan

pembangunan

masyarakat

kesehatan

dasar

dalam
untuk

mempercepat angka kematian Ibu, Balita dan Bayi (Depkes


RI, 2006).
Surat Edaran Mendagri dan Otonomi daerah dalam
Djoko Wiyono, 2009 Posyandu adalah unit pelayanan
kesehatan dasar (termasuk pelayanan pemenuhan gizi dan
KB) terutama ditujukan untuk para ibu dan anak Balita, yang
pengelolaannya dilakukan dengan prinsip dari, oleh untuk
dan bersama masyarakat dengan dukungan teknis petugas
puskesmas dan instansi pemerintah lainnya (Depkes,
Dpdagri, BKKBN, dan PKK) serta dapat difasilitasi unsur
LSM maupun unsure swasta atau dunia usaha yang

10

mempunyai misi dan minat terhadap pelayanan kesehatan


ibu dan anak.

1.2 Tujuan Posyandu


a. Tujuan Umum
Adalah menunjang penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui
pemberdayaan masyarakat.
b. Tujuan Khusus :
1).

Meningkatnya

peran

masysarakat

dalam

penyelenggaran upaya kesehatan dasar, terutama


yang berkaitan denganAKB dan AKI.
2).

Meningkatnya

peran

lintas

sector

dalam

penyelenggaraan posyandu, terutama berkaitan


dengan penurunan AKB dan AKI.
3).

Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan


kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan
AKB dan AKI (Depkes RI, 2006).

1.3 Sasaran Posyandu


Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya :
a. Bayi
b. Balita

11

c. Ibu Hamil, Ibu Melahirkan, Ibu Menyusui dan Ibu Nifas


d. Pasangan usia subur (Depkes RI, 2006).
Balita merupakan kelompok umur rawan gizi. Kelompok ini
merupakan umur yang paling menderita akibat gizi (KKP)
dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi yang
menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan
antara lain sebagai berikut:
a. Anak balita berada dalam masa transisi dari makan bayi
ke makanan orang dewasa.
b. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau
ibunya sudah bekerja sehingga perhatian ibu sudah
berkurang
c. Anak balita sudah main ditanah dan sudah dapat main
diluar

rumah

sendiri

sehingga

terpapar

dengan

lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan


untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit
d. Adanya posyandu yang sasaran utamanya adalah anak
balita adalah sangat tepat untuk meningkatkan gizi dan
kesehatan anak balita ( Soekidjo Notoatmodjo, 2007).

12

1.4 Kegiatan Posyandu


a. Lima Kegiatan Posyandu ( Panca Krida Posyandu ),
yaitu:

KIA,

KB,

Imunisasi,

Peningkatan

gizi

dan

Penanggulangan Diare ( Depkes RI, 2006)


b. Tujuh Kegiatan Posyandu ( Sapta Krida Posyandu ), yaitu
: KIA, KB, Imunisasi, Peningkatan Gizi, Penanggulangan
Diare, Sanitasi Dasar, dan Penyediaan obat esensial
(Nasrul Effendy, 1998).

1.5 Prinsip Dasar Posyandu


Pos Pelayanan Terpadu merupakan usaha masyarakat
dimana terdapat perpaduan antara pelayanan professional
(petugas kesehatan) dan non professional (masyarakat).
a. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB,
Gizi, Imunisasi, Penaggulangan Diare) maupun lintas
sektoral (Depkes, Depdagri/Bangdes, dan BKKBN).
b. Kelembagaan masyarakat (Pos Desa, Pos Tumbuh
Kembang, Pos Imunisasi, Pos Kesehatan dam lain-lain).
c. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1
tahun, Balita 1-5 tahun, Ibu hamil, Ibu Melahirkan, Ibu
Nifas, Ibu Menyusui dan PUS).
d. Pendekatan yang dibutuhkan adalah pengembangan dan
PKMD/PHC (Nasrul Effendy, 1998).

13

1.6 Sistem Pelayanan


Penyelenggaraan pelayanan di posyandu adalah dengan
system lima meja, yaitu :
a. Meja I : pendaftaran, pencatatan bayi, balita, ibu hamil,
ibu menyusui dan PUS.
b. Meja II : Penimbangan balita dan ibu hamil
c. Meja III : Pengisian KMS
d. Meja IV : penyuluhan peorangan
e. Meja V : pelayanan oleh tenaga profesional, meliputi
pemberian

imunisasi,

pemeriksaan

kehamilan,

pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, pelayanan


kontrasepsi (Nasrul Effendy, 1998).

1.7 Klasifikasi Posyandu


Posyandu diklasifikasikan menjadi empat tingkatan, yaitu :
a. Posyandu Pratama (Warna Merah)
Pelaksanaan masih belum mantap, kegiatan belum bisa
rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Frekuensi
penimbangan kurang dari delapan kali dalam setahun.
Posyandu dinilai gawat.
b. Posyandu Madya (Warna Kuning)
Dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali
dalam setahun, jumlah kadernya kurang lebih 5 orang,

14

cakupan program utama yaitu KB, KIA, Gizi, Imunisasi


masih rendah yaitu kurang dari 50%.
c. Posyandu Purnama ( Warna Hijau)
Dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali
dalam setahun, jumlah kader lima orang atau lebih,
cakupan lima program utama lebih dari 50%, sudah ada
program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana
sehat yang mesih sederhana.
d. Posyandu Mandiri (Warna Biru)
Kegiatan teratur, cakupan lima program utama sudah
baik, ada program tambahan, dan dana sehat telah
menjangkau lebih dari 50 KK. Dana Sehat menggunakan
prinsip Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM) serta mampu berswasembada (Depkes RI,
1997).

1.8 Pokok Kegiatan Posyandu


Dengan berpedoman pada dasar pemikiran UPGK, maka
dapat ditetapkan pokok-pokok kegiatan posyandu sebagai
berikut:
a. Pengawasan Gizi Anak Balita
Melalui penimbangan berat badan secara teratur dan
terus menerus setiap bulan dengan menggunakan Kartu

15

Menuju Sehat (KMS). maka apabila anak ditimbang berat


badannya secara teratur setiap bulan dan ika titik-titik
yang

menunjukan

berat

badan

anak

pada

KMS

dihubungkan akan tergambar dengan apa yang disebut


dengan Garis Pertumbuhan Anak. Garis pertumbuhan
anak

tersebut

dapat

dibandingkan

dengan

garis

pertumbuhan tubuh baku yang tertera dalam KMS.


Apabila berat badan angka sewaktu penimbangan tidak
menunjukan kenaikan maka ini berarti anak tidak tumbuh
yang berarti pula sebagai tanda awal tidak terpenuhinya
kebutuhan gizi anak (Sjahmien Moehjie, 2002).
b. Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu
singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang lama.
Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering
terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare infeksi
saluran pernapasan atau karena kurangnya makanan
yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan
yanga berlangsung dalam waktu yanglama dapat terlihat
pada hambatan pertumbuhan tinggi badan (Depkes RI,
2004).

16

c. Pemberian bimbingan dan nasehat kepada ibu sangat


penting dalam usaha menumbuhkan perilaku gizi yang
positif yang diperlukan dalam kegiatan posyandu.
d. Pelayanan

pertolongan

menanggulangi

gizi

penderita

diberikan

gangguan

gizi

untuk
terutama

penderita defisiensi Vitamin A, penderita Anemia gizi dan


pencegahan

terjadinya

dehidrasi

pada

anak

yang

menderita Diare.
e. Motivasi dan pelayanan KB untuk menunjang kegiatan
posyandu.
f. Kegiatan

rujukan

Puskesmas

penderita

terdekat

atau

penyakit
Rumah

infeksi

Sakit

ke

sebagai

pelengkap kegiatan posyandu.


g. Pemanfaatan
mendorong

pekarangan
tumbuhnya

guna

swadaya

membantu
keluarga

dan
untuk

perbaikan gizi (Sjahmian Moehjie, 2000).

1.9 Tujuan dan Sasaran Kegiatan Posyandu


Tujuan dari kegiatan posyandu adalah meningkatkan
dan membina gizi seluruh anggota masyarakat melalui
partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan tingkah laku
yang mendukung tercapainya perbaikan gizi, termasuk gizi
anak balita. Sedangkan Sasaran dari diadakanya kegiatan

17

Posyandu adalah seluruh masyarakat dengan prioritas anak


0-5 tahun, wanita hamil, ibu menyusui, golongan pekereja
terutama yang berpenghasilan rendah dan golongan
penduduk di daerah rawan pangan (Suharjo, 2005).

2. Pemantauan Partisipasi Masyarakat dan Pertumbuhan


Balita melalui posyandu.
Pemantauan partisipasi masyarakat melalui posyandu
adalah dilakukan dengan melihat cakupan data D/S yaitu jumlah
balita yang datang dan ditimbang berat badannya dibandingkan
dengan jumlah seluruh balita yang menjadi tanggung jawab
pelayanan di suatu wilayah atau posyandu.
Setiap wilayah posyandu dapat mencakup dusun, desa
atau suatu kelompok penduduk yang diharapkan dapat
melayani 60 100 balita. Dengan kata lain, jumlah posyandu
dalam satu desa dapat ditentukan berdasarkan jumlah balita.
Jika satu desa dengan jumlah penduduk 3000 orang (dengan
proporsi rata rata balita sekitar 10 persen terhadap jumlah
penduduk), maka jumlah posyandu balita pada desa dimaksud
adalah

10% x 3000 = 300 anak, seharusnya desa tersebut

mempunyai 3 5 posyandu.
Sampai saat ini jumlah posyandu yang ada sekitar
240.000 tersebar di 60.000 desa seluruh wilayah Indonesia;

18

atau dapat diartikan hampir 90% dari seluruh desa yang ada
sudah mempunyai posyandu. Akan tetapi pada kenyataannya
posyandu yang ada masih di jumpai berbagai kelemahan,
seperti :
a. Tidak

semua

wilayah

desa

tercakup

dalam

wilayah

posyandu.
b. Cakupan balita dalam posyandu relatif belum terpenuhi.
c. Rendahnya jumlah balita yang secara rutin mengikuti
penimbangan bulanan di posyandu.
Oleh karena itu partisipasi masyarakat terhadap posyandu
sangat berpengaruh terhadap upaya pemantauan pertumbuhan
Balita mulai lahir sampai usia lima tahun dengan menggunakan
Kartu Menuju Sehat (KMS).
Dari hasil kegiatan bulanan di posyandu dapat di peroleh
informasi

tentang; Jumlah seluruh balita yang menjadi

tanggung jawab pelayanan di suatu

wilayah posyandu (S),

Jumlah seluruh balita yang mempunyai KMS (K), jumlah balita


yang datang ke posyandu dan ditimbang berat badannya (D),
jumlah balita yang ditimbang naik berat badannya (N), jumlah
balita yang tidak di timbang bulan lalu (T), jumlah balita yang
pertama kali ditimbang (B), dan jumlah balita yang berat
badannya berada dibawah garis merah/ titik titik (BGM / BGT)
serta informasi lainnya, seperti :

19

a. Jumlah balita yang ada dibedakan bayi (0-12 bulan, anak


balita (13-36 bulan) dan anak balita (37-60 bulan).
b. Jumlah anak balita (13-60 bulan) menerima kapsul vitamin A
periode Februari dan Agustus.
c. Jumlah ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah (Fe).
d. Jumlah

ibu

menyusui/nifas

yang

memperoleh

kapsul

vitaminA.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memantau pertumbuhan
balita disuatu wilayah antara lain :
a. Mengusahakan supaya balita rutin dating ke posyandu untuk
ditimbang dan memberikan penyuluhan kepada orang tua
dan pengasuh balita.
b. Mengusahakan agar jumlah balita yang ditimbang mendekati
angka S, sehingga gambaran yang dihasilkan merupakan
situasi yang mewakili balita di wilayah tersebut.
c. Perhitungan prosentase (%) N/D harus dilakukan pada anak
yang datang dan diukur 2 bulan berturut-turut. Nilai D yang
pakai adalah yang sudah dikoreksi dengan O (tidak
ditimbang bulan lalu) dan B (baru ditimbang bulan ini) === D
= D - O B.
d. Meningkatkan mutu atau kualitas data melalui latihan
penyegaran kader (LADER) dalam hal penimbangan dan

20

pengisian data BB ke dalam KMS, serta melakukan


pemeriksaan ketelitian alat timbang (DACIN)
e. Pemantaun hendaknya dilakukan secara teru menerus dan
tepat waktu, sehingga bila terdapat masalah dapat diketahui
secara cepat dan penanggulangannya dapat dilakukan
dengan segera.

3. PERILAKU
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap

organisme,

dan

kemudian

organisme

tersebut

merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau


Stimulus Organisme Respon.

21

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka


perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) :
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert/Fasif).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka (overt/aktif). Respon terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.

3.1 Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007)
adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau
penyakit, sistim pelayanan

kesehatan, makanan, dan

lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok yaitu

22

Respon dan Simulus/rangsangan. Respon atau reaksi


manusia berupa respon fasif/covert dan respon overt/aktif,
sedangkan stimulus disini terdiri atas 4 unsur pokok, yakni
Sakit,

Penyakit,

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

dan

kesehatan lingkungan. Dengan demikian Perilaku Kesehatan


itu mencakup :
a. Perilaku terhadap sakit dan Penyakit yaitu respon
manusia

baik

Fasif

(mengetahui,

bersikap

dan

mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada


dirinya dan diluar dirinya) maupun Aktif (tindakan) yang
dilakukan

sehubungan

dengan

sakit

dan

penyakit

tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan


sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni :
1). Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan

kesehatan

(health

promotion

behaviour), misalnya makan makanan bergizi, olah


raga dan sebagainya.
2). Perilaku pencegahan penyakit (health prevention
behaviour) merupakan respon untuk melakukan
pencegahan penyakit, misalnya tidur menggunakan
kelambu untuk mencegah penyakit malaria.

23

3). Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan


(health

seeking

melakukan

dan

behaviour)
mencari

yaitu

respon

pengobatan,

untuk

misalnya

berusaha mengobati sendiri penyakitnya dan mencari


pengobatan ke pelayanan kesehatan modern.
4). Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan
(health rehabilitation behaviour) yaitu merupakan
respon yang berhubungan dengan usaha-usaha
pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit,
misalnya mematuhi anjuran dokter dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
b. Perilaku

terhadap

system

pelayanan

kesehatan

merupakan respon seseorang terhadap sistem pelayanan


kesehatan

modern

maupun

tradisional,

hal

ini

menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara


pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya yang
tewujud

dalam

pengetahuan,

persepsi,

sikap

dan

penggunaan fasilitasp pelayanan, petugas dan obatobatan.


c. Perilaku

terhadap

merupakan

respon

makanan
terhadap

(nutrition
makanan

behaviour)
sebagai

kebutuhan vital bagi kehidupan, perilaku ini meliputi


pengertahuan, persepsi, sikap dan praktik terhadap

24

makanan
didalamnya

serta
(zat

unsure-unsur
gizi),

yang

pengolahan

terkandung

makanan,

dan

sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.


d. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan environmental
health behaviour) adalah respon sesesorang terhadap
lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan
itu sendiri.

3.2 Domain Perilaku


Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2007),
membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini
dilakukan untuk kepentingan

tujuan

pendidikan,

yaitu

mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku


tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain),
ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor
(psicomotor domain). ketiga domain itu diukur dari:
a. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang

25

tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan


menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pengetahuan

seseorang :
1). Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya
intelegensia, minat, kondisi fisik.
2). Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya
keluarga, masyarakat, sarana.
3). Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar,
misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :
1). Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall)
terhadap

suatu

materi

yang

telah

dipelajari

sebelumnya.
2). Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


3). Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi
yang sebenarnya

26

4). Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi dan ada
kaitannya dengan yang lain.
5). Sintesa
Sintesa

menunjukkan

meletakkan

atau

suatu

kemampuan

menghubungkan

untuk

bagian-bagian

dalam suatu bentuk keseluruhan baru.


6). Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi / objek.
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga
komponen pokok :
1). Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu
objek
2). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu
objek
3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

27

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai


tingkatan :
1). Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2). Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap.
3). Menghargai (valuing)
Mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan

atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi


sikap tingkat tiga.
4). Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
yang paling tinggi.
c. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

28

antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support)


praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1). Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan

tindakan

yang

akan

diambil

adalah

merupakan praktik tingkat pertama.


2). Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan
indikator praktik tingkat kedua.
3). Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu
sudah

merupakan

kebiasaan,

maka

ia

sudah

mancapai praktik tingkat tiga.


4) . Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutipNotoatmodjo


(2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

29

perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses


berurutan yakni :
a. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus, sikap subjek
sudah mulai timbul.
c. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang

terhadap

baik

dan

tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap


responden sudah lebih baik lagi.
d. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan,

kesadaran

dan

sikapnya

terhadap

stimulus.

3.3 Asumsi Determinan Perilaku

Menurut Spranger membagi kepribadian manusia


menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang

30

ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada


diri

orang

sebenarnya

tersebut.

Secara

merupakan

rinci

refleksi

dari

perilaku

manusia

berbagai

gejala

kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat,


motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.

Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau


dideteksi gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor
lain

diantaranya

adalah

pengalaman,

keyakinan,

sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya.

4. MOTIVASI
Motif

seringkali diartikan

dengan

istilah dorongan.

Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan


jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu
driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkahlaku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan
tertentu.Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di
mulai dengan motivasi (niat).
Berikut adalah beberapa definisi motovasi menurut beberapa
ahli :
1. Menurut Wexley & Yukl (dalam Asad, 1987) motivasi adalah
pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal
atau keadaan menjadi motif.

31

2. Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili


proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya,
diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan
sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
3. Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan
sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi
seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan
kegiatan- kegiatan tertentu.
4. Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan
tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari
motivasi.

Ketiga

hal

tersebut

adalah:

keadaan

yang

mendorong tingkah laku ( motivating states ), tingkah laku


yang di dorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ),
dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of
such behavior ).
5. McDonald, Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam
diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald :
1950).
6. Menurut Suprihanto (2003)Motivasi merupakan masalah
kompleks

dalam

organisasi,

karena

kebutuhan

dan

keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan

32

yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu


organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis,
dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda
pula.
7. Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi
sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan.
Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi
kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di
dalam diri seseorang.
8. Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan
dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman :
2000)
9. Motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang
mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan
cara yang khas (Davies, Ivor K : 1986)
10. Motivasi adalah usaha usaha untuk menyediakan kondisi
kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu (Prof.
Drs. Nasution : 1995)

33

11. Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso


Gomes, menerangkan bahwa pengertian motivasi adalah
tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar
suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan
perfoman pekerjaan.
12. T. Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah
keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan.
13. A. Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian
motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan
dengan lingkungan kerja.
14. H. Hadari Nawawi mendefinisikan motivasi sebagai suatu
keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang
melakukan

sesuatu

perbuatan

atau

kegiatan

yang

berlangsung secara sadar.


15. Henry Simamora, pengertian motivasi menurutnya adalah
Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya
tertentu akan menghasilkan tingkat kinerja yang pada
gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang
dikehendaki.

34

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi


adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal, yang
menyebabkan
persistensi

timbulnya,

kegiatan-

diarahkanya,

kegiatan

sukarela

dan

terjadinya

(volunter)

yang

diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau


eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan persistensi.

A. TEORI MOTIVASI
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak

menentukan

terhadap

kualitas

perilaku

yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun


dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah
sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan
kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun
(2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:

35

1. durasi kegiatan
2. frekuensi kegiatan
3. persistensi pada kegiatan
4. ketabahan,

keuletan

dan

kemampuan

dalam

mengahadapi rintangan dan kesulitan


5. devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6. tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan
yang dilakukan
7. tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan
8. arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan


beberapa teori tentang motivasi, antara lain :

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)


Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a. kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa
lapar, haus, istirahat dan sex
b. kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual

36

c. kebutuhan akan kasih sayang (love needs)


d. kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya

tercermin

dalam

berbagai

simbol-simbol

status; dan
e. aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah
menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan
(fisiologis)

dan

diklasifikasikan

kedua
dengan

yang

disebut

(keamanan)
cara

lain,

pertama

kadang-kadang

misalnya

dengan

menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan


yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan
sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan
manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan
yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik.
Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat
materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin


banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di

37

masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang


unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori
klasik Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami
tersebut

koreksi.

terutama

Penyempurnaan

diarahkan

pada

atau

koreksi

konsep

hierarki

kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah


hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki
suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan
tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan
tingkat

pertama

yaitu

sandang,

pangan,

dan

papan

terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan


sebelum

seseorang

merasa

aman,

demikian

pula

seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang


berbagai

kebutuhan

manusia

makin

mendalam

penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya tepat,


akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan
manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil

38

memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang


bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat


apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai
rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat


mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang
b. Pemuasaan

berbagai

kebutuhan

tertentu,

terutama

kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif


menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik
jenuh dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini


tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan
fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang
lebih bersifat aplikatif.

39

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)


Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray
sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan
akan prestasi tersebut sebagai keinginan : Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik,
manusia,

atau

ide-ide

melaksanakan

hal-hal tersebut

secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi


yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar
tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Menurut

McClelland

karakteristik

orang

yang

berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum


yaitu :
a. sebuah

preferensi

untuk

mengerjakan

tugas-tugas

dengan derajat kesulitan moderat


b. menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul
karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya

40

c. menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan


kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang
berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG .
Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan
akan

eksistensi),

Relatedness

(kebutuhanuntuk

berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan


akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak
dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat
persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena Existence dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori
Maslow; Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan
ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan Growth
mengandung makna sama dengan self actualization
menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa
berbagai

jenis

kebutuhan

manusia

itu

diusahakan

pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer


disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :

41

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,


makin besar pula keinginan untuk memuaskannya
b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih
tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih
rendah telah dipuaskan
c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya

pandangan

ini

didasarkan

kepada

sifat

pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari


keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada
kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin
dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)


Ilmuwan

ketiga

yang

diakui

telah

memberikan

kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg.


Teori yang dikembangkannya dikenal dengan Model Dua
Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor
hygiene atau pemeliharaan.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya

42

intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang,


sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau
pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik
yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor
motivasional

antara

lain

ialah

pekerjaan

seseorang,

keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan


dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktorfaktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang
individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan
rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan
oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi
dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang
berlaku.
Salah

satu

tantangan

dalam

memahami

dan

menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan


tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah
yang bersifat ekstrinsik.
5. Teori Keadilan

43

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia


terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha
yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai,
dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
a. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih
besar, atau
b. Mengurangi

intensitas

usaha

yang

dibuat

dalam

melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai


biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding,
yaitu :

a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya


layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti
pendidikan,

keterampilan,

sifat

pekerjaan

dan

pengalamannya
b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi
yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama
dengan yang bersangkutan sendiri
c. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain
di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis

44

d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai


jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para
pegawai.

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini


berarti bahwa

para pejabat

dan

petugas di bagian

kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi


ketidak adilan timbul, apalagi meluas di kalangan para
pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai
dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat

kemangkiran

yang

tinggi,

sering

terjadinya

kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para


pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing,

pemogokan

atau

bahkan

perpindahan

pegawai ke organisasi lain.

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)


Edwin

Locke

mengemukakan

bahwa

dalam

penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme


motivasional yakni :
a. tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b. tujuan-tujuan mengatur upaya
c. tujuan-tujuan meningkatkan persistensi

45

d. tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencanarencana kegiatan.


7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work
And

Motivation

mengetengahkan

suatu

teori

yang

disebutnya sebagai Teori Harapan. Menurut teori ini,


motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin
dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya

itu.

Artinya,

apabila

seseorang

sangat

menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk


memperolehnya,

yang

bersangkutan

akan

berupaya

mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan
sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup
besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika
harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen
sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya
tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian

46

kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan


hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu.
Penekanan

ini

dianggap

penting

karena

pengalaman

menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui


secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas
di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi
karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh
berbagai

konsekwensi

ekstrernal

dari

perilaku

dan

tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri


seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah
perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan
hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia
cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan

47

perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan


timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik
yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam
waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari
atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji
yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya
bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan
berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan
belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya
semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang
datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari
atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan
sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut
berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat
pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara
yang

digunakan

untuk

modifikasi

perilaku

tetap

memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus

48

selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh


dengan gaya yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu
model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi
yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan
model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya
terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang
mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
a. persepsi seseorang mengenai diri sendiri.
b. harga diri
c. harapan pribadi
d. kebutuhaan
e. keinginan
f. kepuasan kerja
g. prestasi kerja yang dihasilkan.

49

Sedangkan

faktor

eksternal

mempengaruhi

motivasi

seseorang, antara lain ialah :


a. jenis dan sifat pekerjaan
b.kelompok kerja dimana seseorang bergabung
c. organisasi tempat bekerja
d. situasi lingkungan pada umumnya
e. sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

(disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang


P.

Siagian,

286-294;

Indriyo

Gitosudarmo

dan

Agus

Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)

5. Kerangka Teori
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2009)
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
Faktor Predisposisi :
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan
Persepsi
Nialai-nilai

Faktor Pendorong :
Lingkungan Fisik
Fasilitas/ sarana kesehatan

Faktor Penguat :
Sikap dan Perilaku petugas
Kesehatan atau petugas lain
Dukungan Keluarga, Toma

Kunjungan
Posyandu

50

BAB III
METODOLOGI PENELITAN

A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian
ini adalah Metode Kualitatif dengan pendekatan Indepth Interview
untuk

menggali

Informasi

tentang

Faktor

factor

yang

berhubungan dengan Prilaku pada Ibu yang tidak membawa


Balitanya ke Posyandu.

B. Waktu dan Tempat Penelitan


Penelitian ini dilakukan pada April Minggu ketiga sampai Mei
minggu ketiga tahun 2011 di Desa sedulang di Desa Sedulang
Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur.

C. Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

April

Mei

Minggu

Minggu

III
1.

Observasi

pendahuluan

data

lapangan.
2.

Menentukan sarasaran/ informan

3.

Menentukan rencana kunjungan

4.

Melakukan

kunjungan

dan

IV

II

III

51

pengumpulan

data

kepada

informan.
5.

Mereduksi data/ mengelompokan


data.

6.

Mereduksi data/ mengelompokan


data.

7.

Verifikasi

data/

membuat

kesimpulan awal data


8.

Melengkapi data/ validasi data

9.

Melakukan validasi data tentang


partisipasi masyarakat terhadap
informan kunci (kepala desa dan
ketua PKK)

10. Membuat

kesimpulan

hasil

pengumpulan data.
11. Membuat laporan hasil penelitian

D. Tehnik Pengambilan Data

Tehnik pengambilan data pada penelitian ini adalah


menggunakan indepth interview yang dicatat pada Matriks Data
dan direkam melalui tape recorder, yaitu mengambil data melalui
wawancara mendalam kepada informan dan informan kunci tentang
faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu yang tidak
membawa dan tidak rutin membawa 2 kali beturut turut balitanya
usia 0 5 tahun ke posyandu. Jawaban informan dan informan
kunci dicatat pada Matriks Data serta direkam melalui tape
recorder.

52

E. informan
Jumlah Informan pada penelitian ini berdasarkan pada
tingkat kejenuhan informasi yang di peroleh dari Informan kunci dan
informan dengan menggunakan Tehnik Furposive sampling yaitu
menggali informasi dari informan kunci serta informan yang
memenuhi kriteria.
1. Kriteria informan kunci
Kriteria informan kunci disini adalah orang yang dianggap
mengetahui tentang program posyandu di desa : Kader
Posyandu.
2. Kriteria informan :
a. Ibu yang mempunyai balita umur 0 5 tahun yang tidak
membawa balitanya ke posyandu.
b. Ibu yang mempunyai balita umur 0 5 tahun yang 2 kali
berturut turut tidak membawa balitanya ke posyandu.
c. Ibu yang mempunyai balita umur 0-5 tahun yang rutin
membawa balitanya ke posyandu.

53

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah menggacu pada Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo
(2007).

Pengetahuan

Sikap

Kunjungan
Posyandu

Motivasi

Akses

Definisi Konsep :
1. pengetahuan merupakan hal hal yang berkaitan dengan
pengetahuan informan tentang kegiatan, manfaat, tujuan,
sasaran, alur pelayanan, strata dan kepemilikan posyandu.
2. sikap merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan
atau keyakinan, pendapat, akibat, dan pengalaman informan
terhadap posyandu dan petugas kesehatan termasuk kader
posyandu.

54

3. Motivasi

merupakan

hal-hal

yang

berkaitan

dengan

dukungan/dorongan informan untuk memanfaatkan pelayanan


di posyandu.
4. Akses merupakan hal-hal yang berkaitan dengan jarak dan
keterjangkauan informan terhadap sarana dan pelayanan di
posyandu.
5. Kunjungan posyandu merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
respon

informan

dalam

memanfaatkan

pelayanan

yang

diberikan di posyandu.

G. Instumen penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan
mengunakan pedoman wawancara dan perekam tape recorder.

H. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan

Metode

Kualitatif

melalui

Indepth

Interview/

wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara


untuk menemukan informasi dari Informan dalam hal ini ibu yang
mempunyai balita usia 0 5 tahun yang tidak membawa balitanya
ke posyandu serta ibu yang mempunyai balita usia 0 5 tahun
tidak membawa balitanya 2 kali berturut turut keposyandu. Serta
Informan Kunci dalam hal ini adalah kepala desa dan ketua PKK.

55

Jawaban dari informan dan informan kunci dicatat pada Matriks


Data dan di rekam melalui tape recorder.

I. proses Analisa Data


analisa data telah di mulai sejak merumuskan dan
menjelaskan

masalah,

sebelum

terjun

kelapangan,

dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. (Nasution,


1998).
Analisis dalam penelitian kualitatif dilaksanakan dengan :
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya, karena data yang diperoleh
dari lapangan cukup banyak, dengan demikian data yang telah
di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.
2. Penyajian data
Dengan menyajikan data maka akan mudah memahami apa
yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah di pahami tersebut.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat , bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya. (Miles dan Huberman, 1984).

56

Untuk mempermudah melihat pola-pola jawaban informan,


maka data dianalisa dengan cara mencari persamaan dan
perbedaan jawaban informan, mengelompokan antara jawaban
yang sama dan berbeda, mengutip ungkapan lisan dari informan
yang menggambarkan tiap sudut pandang informan yang
berbeda.
3. Verifikasi
Menurut Miles dan huberman langkah ketiga dalam analisa data
kualitatif

adalah

penarikan

kesimpulan

dan

verifikasi.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab


rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin
juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah
dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersipat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada
dilapangan.

Kesimpulan

merupakan

temuan

baru

yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi


atau ganbaran, hipotesis atau teori.

J. Pengujian validitas Penelitian


Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi terdapat

57

triangulasi

sumber,

triangulasi

data

dan

triangulasi

waktu.

(Sugiyono, 2009).
Triangulasi

berarti

cara

terbaik

untuk

menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam


konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai
kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain
bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat mengecek temuannya
dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber,
metode, atau teori. (Moleong, 2006).

58

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2009.

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/definisi-

motivasi-dan-teori-teori-motivasi/. Diakses tanggal 17 maret 2010.


Anonim. 2010. Permenkes Nomor 155. http://Typecot.com/PERATURANMENTERI-KESEHATAN-REPUBLIK-INDONESIA-Nomor-155.
Diakses tanggal 15 Maret 2011.
Anonim.

2010.

Buku

Profil

Kesehatan

Indonesia

tahun

2010.

http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 5 Maret 2011


Anonim, 2010. SKN 2009. http://www.pppl.depkes.go.id. Diakses tanggal
1 Maret 2011.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.

Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni.

Jakarta: Rhineka Cipta


Wijono, Djoko. 2009. Manajemen Perbaikan Gizi Masyarakat. Surabaya :
Duta Prima Airlangga.
Wijono, Djoko. 2008. Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. Surabaya :
2008.
Moleong, J Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitataif. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Muliyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Rosdakarya.

59

Soeryoto. 2002. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan


Penimbangan Di Posyandu. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. 2001. Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Pemantauan Balita, Ditjen BINKES, Jakarta : Direktorat
Gizi Masyarakat.
A.Burn August, dkk. 2000. Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Oktaviani, W.L. 2009. Skripsi Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan
Dengan

Pendekatan Upacara Belian

di Kampung MUUT

Kecamatan Nyuatan Kabupaten Kutai Barat. Samarinda : FKM


Universitas Mulawarman.

Anda mungkin juga menyukai