Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Di tahun 2003, virus polio menyebar di enam Negara, yaitu Nigeria, Niger,
Pakistan, Mesir, Afganistan, dan India. Pada musim panas 2003, para
pemimpin Nigeria bagian utara menghentikan penyuntikan vaksin polio
setelah mendengar rumor yang beredar bahwa vaksin dapat menyebabkan
AIDS dan infertile. Kemudian pada tahun 2008, 1.625 anak dari ke enam
Negara tersebut menderita acute flaccid paralysis. Presentasinya meningkat
150% dibandingkan dengan kasus yang dilaporkan pada tahun 2007. Dari
kasus tersebut, polio dinyatakan sebagai salah satu infeksi yang mematikan.
Pada tahun 2008, virus polio dideteksi di 14 negara dan di tahun 2009 virus
tersebut menetap di India, Pakistan , dan Afganistan. (Warraich, 2009). Para

perawat dituntut untuk waspada terhadap kasus tersebut.


1.2.
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan Poliomyelitis?
Apa saja gejala klinis dari poliomyelitis?
Bagaimana dengan etiologi dan patofisiologi poliomyelitis?
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Poliomyelitis?
1.3.
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari Poliomyelitis.
Untuk mengetahui gejala klinis dari poliomyelitis.
Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi poliomyelitis
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
poliomyelitis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Poliomielitis ialah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan
inti motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf pusat
tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.
Tahun 1840 Heine untuk pertama kali mengumpulkan beberapa kasus
poliomielitis di jerman. Tahun 1890 Medin di Stockholm mengemukakan
gambaran epidemi poliomielitis. Atas jasa - jasa penemuan kedua sarjana ini
maka penyakit tersebut juga disebut penyakit Heine dan Medin.
Tahun 1908 Landsteiner dapat menimbulkan kelumpuhan pada kera dengan
penyuntikan intraperitoneal jaringan sumsum tulang belakang penderita yang
meninggal akibat penyakit poliomyelitis
2.2 Etiologi
Virus poliomielitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel.

Dapat

diisolasi 3 strain virus tersebut yaitu :


1. Tipe I (Brunhilde)
2. Tipe 2 (Lansing)
3.

Tipe 3 (Leon)

Infeksi ini dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut, yang dapat
dibuktikan dengan ditemukannya 3 macam zat anti dalam serum seorang
penderita. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe
1, epidemi yang ringan oleh tipe 3 sedangkan tipe 2 kadang - kadang
menyebabkan kasus yang sporadik.
Virus ini dapat hidup dalam air untuk berbulan - bulan dan bertahun tahun dalam deep freeze. Dapat tahan terhadap banyak bahan kimia termasuk
sulfonamida, antibiotika (streptomisin, penisilin, kloromisetin), eter, fenol dan
gliserin. Virus dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau dengan
2

pemberian zat oksidator yang kuat seperti peroksida atau kalium


permanganat. Reservoir alamiah satu - satunya ialah manusia, walaupun virus
juga terdapat pada sampah atau lalat. Masa inkubasi biasanya antara 7-10
hari, tetapi kadang -kadang terdapat kasus dengan inkubasi 3-35 hari.
2.3 Patogenesis
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring, berkembang
biak dalam traktus digestivus, kelenjar getah bening regional dan sistem
retikuloendotelial. Dalam keadaan ini timbul :
1. Perkembangan virus.
2. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi spesifik.
Bila pembentukan zat anti tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasi, sehingga timbul gejala klinis yang ringan atau tidak terdapat
sama sekali timbul imunitas terhadap virus tersebut. Bila proliferasi virus
tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka akan timbul viremia dan
gejala klinis, kemudian virus akan terdapat dalam feses untuk beberapa
minggu lamanya.
2.4 Patologi
Berlainan dengan virus-virus lain yang menyerang susunan saraf, maka
neuropatologi poliomielitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang
sel-sel dan daerah tertentu susunan saraf. Tidak semua neuron yang terkena
mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali, dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3 - 4 minggu sesudah timbul gejala.

Daerah yang biasanya terkena pada poliomielitis ialah :


1.

Medula spinalis terutama komu anterior

2.

Batang otak pada nukleus vestibularis dan inti - inti saraf kranial serta

3.
4.

formasio retikularis yang mengandung pusat vital.


Serebelum terutama inti - inti pada vermis.
Midbrain terutama masa kelabu, substansianigra dan kadang - kadang

5.
6.
7.

nukleus rubra.
Talamus dan hipotalamus.
Palidum.
Korteks serebri, hanya daerah motorik.
Pathway :
Virus Polio
Tertelan melalui mulut
Berkembang biak di faring

Aliran darah

Memasuki saluran pencernaan


Mual, muntah, anoreksia, malaise

Sistem Saraf Pusat


Kerusakan motor
neuron

Kelenjar Limfe
Adanya serbukan Limfosit
dalam keadaan akut

kematian neuron

sel neuron mati diganti jaringan ikat

batas sel tidak jelas

medula spinalis mengecil

akson terputus

paralisis asimetris dan atropi otot

2.5 Gejala Klinis


Dapat berupa :
1. Asimtomasis (silent infection)
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka
tidak terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan

terdapat pada 90-95 penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus


tersebut.
2. Poliomielitis abortif
Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemi,
terutama yang diketahui kontak dengan penderita poliomielitis yang jelas.
Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul
mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa
infeksi virus, seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya dapat
dibuat dengan menemukan virus dibiakan jaringan.
3. Poliomelitis non paralitik
Gejala klinis sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala,
nausea dan muntah lebih berat. Gejala - gejala ini timbul 1-2 hari, kadang
kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau
masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah
adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dangan
hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal
dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia
akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan menunjang ke
belakang pada tempat tidur (tanda Tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal
oleh spasme. Kuduk kaki terlihat secara pasif dan Kerning dan Brudzinsky
yang positif. "Head drop" yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan
menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang.
Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka
kemungkinan terdapat poliomielitis paralitik.
4.

Poliomielitis paralitik
Gejala yang terdapat pada poliomielitis non paralitik disertai
kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul
paralisis akut. Pada bayi, ditemukan paralisis vesika urinaria dan atonia
usus.

Secara klinis dapat dibedakan beberapa bentuk sesuai dengan


tingginya lesi pada susunan saraf :
a. Bentuk spinal
Dengan gejala kelemahan atau paralisis atau parasis otot leher,
abdomen, tubuh, diafragma, toraks dan terbanyak ekstermitas bawah.
Tersering otot besar, pada tungkah bawah otot kuadriseps femoris, pada
lengan otot deltoideus. Sifat paralisis asimetris. Refleks tendon
mengurang atau menghilang. Tidak terdapat gangguan sensibilitas.
Pseudoparalisis non neurogen : tidak ada kuduk kaku, tidak ada
pleiosotitis. Disebabkan oleh trauma atau kontusio, demam reumatik
akut, osteomielitis.
Polineuritis : gejala paraplegi dengan gangguan sensibilitas, dapat
dengan paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mata.
Poliradikuloneuritis (sindrom Guillan-Barre), bedanya ialah :
1. Sebelum paralisis pada lebih 50% sindrom Guillin-Bare terdapat
demam tinggi.
2. Paralisis tidak akut seperti poliomielitis tetdpi perlahan lahan.
3. Topografi paralisis berbeda, karena pada sindrom Guillaind-Barre
terjadi kelumpuhan bilateral simetris.
4. Likuor serebrospinalis pada stadium pemulaan polimomielitis adalah
pleiositosis

sedangkan

pada

sindrom

Guillain-Barre

protein

meningkat.
5. Prognosis sindrom Guillain-Barre sembuh tanpa gejala sisa.
6. Pada sindrom Guillain-Barre terdapat gangguan sensorik.
b. Bentuk bulber.
Gangguan motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulpospinal.
Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk
bulbar.

d. Bentuk ensefalitik
Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor,
dan kadang kadang kejang.
2.6 Pemeriksaan Labolatorium.
Virus poliomielitis dapat diisolasi dan dibiakan secara biakan jaringan
dari bahan hapusan tenggorok, darah, likuor serebrospinalis dan feses.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukan pleiositosis biasanya
kurang dari 500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorlonukleus dari
limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit lebih banyak
daripada polimurfonukleus. Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normak
kembali. Pada stadium permulaan kadar protein normal atau meninggi sedikit,
kemudian pada minggu ke dua dapat naik sampai 100 mg%, dengan jumlah
sel

menurun

sehingga

disebut

dissociation

cytoalbuminique.

Pada

pemeriksaan darah tidak didapatkan hasil kelainan yang mencolok.


2.7 Kekebalan
Kekebalan aktif diperoleh dengan infeksi alami yaitu didaerah dengan
sanitasi buruk mungkin mendapat infeksi yang sangat ringan pada umur yang
masih muda atau dapat pula karena artificially acquired dengan pemberian
vaksin.
Kekebalan pasif dapat didapat dengan pemberian globulin gama yang
cukup mengandung antibodi terhadap 3tipe virus. (diperoleh dari darah orang
dewasa yang sudah pernah menderita poliomielitis) atau naturally acquired
dari ibu yang imun secara transplasental.
2.8 Pengobatan
Silenc infection : istirahat.
poliomielitis abortif : istirahat 7 hari, bila tidak terdapat gejala apa - apa,
aktifitas dapat dimulai lagi. Sesudah 2 bulan dilakukan pemeriksaan lebih
teliti terhadap kemungkinan kelainan muskuloskeletal.

Poliomielitis paralitik/non paralitik : istirahat mutlak sedikitnya 2 minggu,


perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis
pernapasan. Terapi kausal tidak ada.
Pengobatan simtomatik tergantung pada :
1. Fase akut.
Analgetik untuk rasa nyeri otot. Lokal diberi pembalut hangat.
Sebaik nya diberi foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar
kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Antipiuretik untuk
menurunkan suhu. Bila terdapat retensi urin yang biasanya berlangsung
hanya beberapa hari, maka harus dilakukan kateritasi. Bila terjadi paralisis
pernapasan seharusnya dirawat diunit perawatan khusus karena penderita
memerlukan bantuan pernapasan mekanis. Pada poliomielitis tipb bulber
kadang kadang reflek menelan terganggu dengan bahaya pnemonia
aspirasa. Dalam hal ini kepala anak diletakan lebh rendah dan
dimiringkan ke samping salah satu.
2. Sesudah fase akut : kontraktor, atrofi dan antomh otot dikurangi dengan
Fisioterapi.
Tindakan ini dilakukan stelah 2 hari demam ilang. Akupungtur
yang d ilakukan sedini dininya, yaitu segera setelah diagnosis dibuat
agaknya memberi hasil yang memuaskan.
2.9 Prognosis.
Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung
kepada bagian yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernapasan dapat
ditolong dengan bantuan pernapasan mekanik. Tipe bulber prognosis buruk,
kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi
sekunder pada jalan napas. Otot otot lumpuh dan tidak pulih kembali
menunjukan paralisis tipe flasid dengan atonia, arefleksi dan degenerasi.
Komplikasi residual paralisis tersebut ialah kontraktur terutama sendi,
subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi
yang kurang sempurna sehingga hingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan
ini diberikan pengobatan secara ortopedik.
8

2.10 Pencegahan
1. Jangan masuk daerah epidemic.
2. Dalam daerah epidemi jangan melakukan stress yang berat seperti
tonsikektomi, suntikan dan sebagainya.
3. Mengurangi aktivitas jasmani yang berlebihan (tidak boleh terlalu lelah).
4. Imunisasi aktif.
2.11 Diagnosa Keperawatan
a. Kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d hilang nafsu makan, mual
dan muntah.
b. Hipertermi b.d proses infeksi.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d paralysis.
2.12 Intervensi Keperawatan
N Diagnosa

Intervensi

Kriteria Hasil

o Keperawatan
1 Kurangnya
nutrisi

dari

1. Bantuan Pemeberian Asi :


Mempersiapkan ibu baru untuk
menyusui bayinya
2. Manajemen Gangguan Makanan

kebutuhan
tubuh

b.d

hilang

nafsu

makan, mual
dan muntah

mencegah

dan

menangani

pembatasan diet yang sangat ketat


dan

aktivitas

berlebihan

atau

1. Selera makanan:
Keinginan untuk
makanan

ketika

keadaan sakit atau


sedang menjalani
pengobatan
2. Pembentukan

memasukan makanan dan minuman

pola

dalam jumlah banyak kemudian

bayi:
Bayi melekat dan

berusaha mengeluarkan semuanya


3. Manajemen
Elektrolit:
meningkatkan

keseimbangan

elektrolit

dan

komplikasi

akibat

pencegahan
dari

kadar

menyusu

mengisap
payudara

ibu

untuk
memperoleh

elektrolit serum yang tidak normal

nutrisi selama 3

atau di luar harapan.

minggu

pertama

4. Pemantauan

Elektrolit:

mengumpulkan dan menganalisis


data

pasien

untuk

mengatur

keseimbangan elektrolit
5. Pemantauan
Cairan

pengumpulan dan analisis data


pasien

untuk

mengatur

6. Manajemen Cairan/Elektrolit :
mengatur dan mencegah komp
likasi akibat perubahan kadar cairan
dan elektrolit
7. Konseling Laktasi : menggunakan
proses gangguan interaktif untuk
mempertahankan

keberhasilan menyusui
8. Manajemen nutrisi : membantu
atau menyediakan asupan makanan
dan cairan diet seimbang
9. Terapi Nutrisi : pemberian
makanan

dan

mendukung
pasien

yang

cairan

proses

untuk

metabolic

malnutrisi

atau

beresiko tinggi terhadap malnutrisi


10. Pemantauan
Nutrisi
:
mengumpulkan dan menganalisis
data pasien untuk mencegah dan
meminimalkan kekurangan gizi
11. Bantuan Perawatan Diri

dan

kimia cairan tubuh


yang
mengindikasikan

makanan

dan cairan yang di


konsumsi

tubuh

selama waktu 24
jam
5. Status gizi:
Tingkat
ketersediaan
gizi

zat
untuk

memenuhi
kebutuhan
metabolik
6. Perawatan
diri(makan):
Kemampuan
untuk
mempersiapkan
mengingesti

makanan

dan

cairan

secara

mandiri
Berat

dan

cairan:
Jumlah makanan

dan

-Makanan : Membantu individu


untuk makan
12. Bantuan
Menaikan

biokimia:
Komponen

status nutrisi
4. Asupan

keseimbangan cairan

membantu

menyusui
3. Pengukuran

atau

dengan

tanpa

Badan : memfasilitasi pencapaian

10

alat

kenaikan berat badan

bantu
7. Asupan gizi:
keadekuatan pola
asupan

zat

gizi

yang biasanya
8. Massa tubuh:
Tingkat
kesesuaian

berta

badan, otot, dan


lemak

dengan

tinggi

badan,

rangka

tubuh,

jenis kelamin, dan


usia
2 Hipertermi
b.d
infeksi

proses

1. Terapi demam:
Penatalaksaan
mengalami

1. Termoregulasi
pasien

yang

hiperpireksia

akibat

factor selain lingkungan


2. Kewaspadaan
hipertermi
maligna:
Pencegahan atau penurunan respons
hipermetabolik terhadap obat-obat
farmakologis

yang

di

gunakan

selama pembedahan
3. Perawatan bayi baru lahir:
Penatalaksanaan neonates selama
transisi dari kehidupan di luar
Rahim

dan

periode

stabilisasi

berikutnya.

:
Keseimbangan
antara produksi
panas,
peningkatan
panas,

dan

kehilangan
panas
2. Termoregulasi
neonatus:
Keseimbangan
antara produksi
panas,
peningkatan

4. Regulasi suhu:
Mencapai atau memepertahankan
suhu tubuh dalam rentang normal
5. Pemantauan tanda vital:

panas,

dan

kehilangan
Panas selama
28

hari

11

Mengumpulkan dan menganalisis


data kardiovaskuler, pernapasan,
dan suhu tubuh untuk menentukan
serta mencegah komplikasi

pertama
kehidupan
3. Tanda-tanda
vital:
Nilai

suhu,

denyut

nadi,

frekuensi
pernapasan,
dan

tekanan

darah

dalam

rentang normal
3 Gangguan
mobilitas fisik
b.d paralysis

1. Promosi mekanika tubuh


Memfasilitasi penggunan

1. Ambulansi
postur

dan pergerakan dalam aktivitas


sehari-hari
keletihan

untuk
dan

mencegah

ketegangan

atau

cedera muskuluskeletal
2. Promosi latiha fisik
Memfasilitasi pelatihan otot resistif
secara rutin untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan otot
3. Terapi latihan fisik
Meningkatkan
dan
membantu
dalam

berjalan

mempertahankan
mengembalikan

untuk
atau

fungsi

tubuh

autonom dan volunteer selama


pengobatan dan pemulihan dari
kondisi sakit atau cedera
4. Terapi latihan keseimbangan
Menggunakan aktivitas postur, dan
gerakan

tertentu

untuk

mempertahankan , meningkatkan
atau memulihkan keseimbangan

kemampua
untuk berjalan
dari

satu

tempat

ke

tempat

lain

secara mandiri
dengan

atau

tanpa

alat

bantu
2. Ambulansi
kursi roda :
kemmapuan
untuk
berpindah dari
satu tempat ke
tempat

lain

meggunakan
kursi roda
3. Keseimbanga
n

12

5. Terapi latihan mobilitas sendi


Menggunakan gerakan tubuh aktif
dan pasif untuk mempertahankan
atau mengembalikan fleksibilitas
sendi
6. Terapi latihan pengendalian otot
Menggunakan aktivitas tertentu
atau protocol latihan yang sesuai
untuk

meningkatkan

mengembalikan

gerakan

atau
tubuh

yang terkendali
7. Pengaturan posisi
Mengatur posisi pasien atau bagian
tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan

kesejahteraan

fisiologis dab psikologis

kemampuan
untuk
mempertahank
an
keseimbangan
tubuh
4. Performa
mekanika
tubuh

tindakan
personal untuk
mempertahank
an kesejajaran
tubuh

yang

tepat dan untuk


mencegah
ketegangan
otot skeletal
5. Pergerakan
terkoordinasi
:

kemampuan

otot

untuk

bekerja
bersama secara
volunteer
dalam
menghasilkan
gerakan

yang

bertujuan
6. Pergerakan
sendi : rentang
pergerakan

13

sendi

aktif

dengan
pergerakan atas
inisiatif sendiri
7. Mobilitas
:
kemampuan
untuk bergerak
secara
bertujuan
dalam
lingkungan
sendiri

secara

mandiri dengan
atau tanpa alat
bantu
8. Fungsi
skeletal

kemampuan
tulang

untuk

menyompang
tubuh

dan

memfasilitasi
pergerakan
9. Performa
berpindah

kemmapuan
untuk merubah
letak

tubuh

secraa mandiri
atau

dengan

tanpa

alat

14

bantu.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Poliomielitis ialah penyakit menular akut yang disebabkan oleh
virus dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang
belakang dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian
susunan saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.

15

Virus poliomielitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel.


Dapat diisolasi 3 strain virus tersebut yaitu tipe I (Brunhilde), tipe 2
(Lansing), tipe 3 (Leon). Infeksi ini dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe
tersebut, yang dapat dibuktikan dengan ditemukannya 3 macam zat anti
dalam serum seorang penderita. Epidemi yang luas dan ganas biasanya
disebabkan oleh virus tipe 1, epidemi yang ringan oleh tipe 3 sedangkan
tipe 2 kadang - kadang menyebabkan kasus yang sporadik.
Gejala klinisnya dapat berupa : Asimtomasis (silent infection),
Poliomielitis abortif, Poliomelitis non paralitik, Poliomielitis paralitik.
3.2.

Saran
Saran yang dapat kami berikan kepada masyarakat agar terhindar
dari penginfeksian penyakit poliomeilitis yang disebabkan oleh virus yang
disebut dengan polio virus ini adalah: Jagalah sanitasi lingkungan anda,
sanitasi lingkungan merupakan hal yang sepele namun sangat penting.
Apabila sanitasi lingkungan kita tidak dijaga, maka dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit tidak hanya penyakit poliomielitis, Jagalah
makanan ataupun minuman yang akan dikonsumsi karena hal ini sangat
penting dimana makanan atau minuman menjadi tempat perantara
penyebaran penyakit poliomielitis. Untuk pencegahannya yaitu diberikan
vaksin polio idealnya pada anak-anak agar dapat diantisipasi penyakit
poliomielitis ini.

Referensi
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1985. Ilmu Kesehatan Anak.
Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

16

Anda mungkin juga menyukai