Makalah Otonomi Daerah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan kasih sayang, serta shalawat dan salam semoga
tercurah pada baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengenalkan kita
ilmu pengetahuan.
Saya bersyukur dapat menyelesaikan makalah tentang Otonomi Daerah tanpa
hambatan.Shalawat serta salam tak lupa kami sanjungkan

kepada

Nabi

Muhammad SAW yang telah ,menjadikan kita sebagai umat yang baik.
Dan saya berharap makalah ini bisa menambah bacaan bagi pembaca tentang
Otonomi Daerah yang dikaji dalam mata pelajaran PKN tersebut.Meskipun
singkat namun semoga bermanfaat dan bisa memberi inspirasi dan menambah
wawasan bagi pembaca. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu,saya bersedia menerima kritik dan saran
dari pembaca.

Palangka raya, Desember 2014

Penulis

Daftar isi
Kata pengantar...........................................................................................................

Daftar isi .....................................................................................................................

ii

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................

BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Otonomi Daerah ......................................................................
2.2 Dasar Hukum dan Landasan Teori Otonomi Daerah ..................................
2.3 Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah ..........................................................
2.4 Implementasi Otonomi Daerah di Indonesia .............................................
2.5 Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia .................................
2.6 Perubahan Budaya Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah ...........................
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan .................................................................................................
3.2 Saran ...........................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................

5
5
14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG

Keadaan geografis indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap


mekanisme pemerintahan negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa
kepulauan ini menyebabkan pemerinyah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di
daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan, maka diperlukan
adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat nerjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap
terawasi dari pusat.Di era revormasi ini, sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang
memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah
pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat dibutuhkan karena mulai munculnya
ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah
yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada kenyataannya,
otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain
diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusankeputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakan sudah sesuai dengan tujuan
nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah republik Indonesia berdasarkan
pada sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tiga tahun sebelum menginjak abad XXI, terjadi peristiwa besar di Indonesia
mengawali abad yang dinantikan oleh seluruh masyarakat dunia. Gerakan Reformasi yang
terjadi pada pertengahan tahun 1997 demikian dahsyat sehingga mampu menggulingkan
pemerintahan Orde Baru, yang dianggap sudah tidak populer untuk memjalankan
pemerintahan Indoesia. Sejalan dengan terjadinya gerakan Reformasi marak pula isu-isu
heroik yang berkaitan dengan penegakan demokrasi, upaya menghindari disintegrasi, upaya
pembentukan pemerintahan yang baik dan bersih, kredibilitas pemimpin, pemberantasan
KKN (korupsi, kolusi

dan nepotisme), pemberdayaan masyarakat,

pembangunan

berkelanjutan, pembentukan otonomi daerah , dan masih banyak isu-isu lainnya.


Gerakan Reformasi yang gencar dan luas merupakan akumulasi dari carut-marut
pemerintahan yang sudah tidak sesuai dengan harapan masyarakat, ditambah dengan krisis
ekonomi yang parah. Akar kekacauan tersebut di atas adalah pemerintah Orde Baru yang
dianggap melaksanakan pemerintahan sentralistik, otoriter dan korup. Dengan jatuhnya
pemerintahan Orde Baru semakin gencar pula tuntutan masyarakat, baik di tingkat elite pusat
maupun daerah untuk memberlakukan otonomi daerah secara lebih luas .
Otonomi daerah sebagai suatu sistim pemerintahan di Indonesia yang desentralistis
bukan merupakan hal yang baru. Penyelenggaraan otonomi daerah sebenarnya sudah diatur

dalam UUD 1945. Walaupun demikian dalam perkembangannya selama ini pelaksanaan
otonomi daerah belum menampakkan hasil yang optimal. Setelah gerakan Reformasi
berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, wacana untuk mengoptimalkan pelaksanaan
otonomi daerah terdengar kembali gaungnya, bahkan lebih keras dan mendesak untuk segera
dilaksanakan. Tuntutan masyarakat untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah
disambut oleh presiden Habibie sehingga kemudian ditetapkan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan disahkannya
kedua undang-undang tersebut, maka terjadi perubahan paradigma, yaitu dari pemerintahan
sentralistis ke pemerintahan desentralistis. Berdasarkan undang-undang otonomi daerah
tersebut, pemberlakuan undang-undang tersebut efektif dilaksanakan setelah dua tahun sejak
ditetapkannya. Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid Undang-undang
Otonomi Daerah mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2001.

1.2

1.3

RUMUSAN MASALAH
1.

Apa pengertian otonomi daerah ?

2.

Apa dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah ?

3.

Apa prinsip dan tujuan otonomi daerah ?

4.

Bagaimana implementasi otonomi daerah di indonesia ?

5.

Apa dampak dari pelaksanaan otonomi daerah di indonesia ?

6.

Apa perubahan budaya pada pelaksanaan otonomi daerah ?

TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah,prinsip dan tujuan,serta dari dampak

pelaksanaan otonomi daerah.Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun
Tingkat II mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH


Otonomi berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti sendiri,nomos berarti rumah tangga atau

urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan


mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah mengurus rumah tangga sendiri
mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan
rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.

Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan


bahwa :
1.

F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.


2.

Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau

kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu
terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3.

Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah

daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.


Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah
adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara
informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983)
mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai
kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsifungsi yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan
yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola
dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan
suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat
berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan
pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta
kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi
di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi
daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi,

dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah


ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam
kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada
prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.
2.

Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di

atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.


3.

Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan

kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber


pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan
pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan,
pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong
pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya
kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri,
perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.

Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun
2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1.

Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan

sendiri.
2.

Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.

3.

Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.

4.

Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2.2

DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH


1 . DASAR HUKUM

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan
otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga
menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah
otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat
bersain dengan daerah otonom lainnya.
2 . LANDASAN TEORI
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .

1.Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
Asas tertib penyelenggara negara
Asas Kepentingan umum
Asas Kepastian Hukum
Asas keterbukaan
Asas Profesionalitas
Asas efisiensi
Asas proporsionalitas
Asas efektifitas
Asas akuntabilitas
2.Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa
dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena
dengan
adanya
desentralisasi
sekarang
menyebabkan
perubahan
pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan
untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan
dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat

menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
3.Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun
1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada
pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan baik dari perimbangan ini
adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang
akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa
Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah
melepaskan diri sebesarnya dari pusat bukan membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua sasi itu adalah masalah perimbangan. Artinya,
peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang
dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
2.3

PRINSIP DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH


Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal

sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi
daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang
dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan
demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi
daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi
secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan
pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu
dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.

Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih
banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain,
pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan
kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan
bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999,
dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih

menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan


keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas
yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang
lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi
maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b.

Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung

jawab.
c.

Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten

dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.

Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap

terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom,

dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
f.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan

legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.
g.

Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya

sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.

h.

Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah

kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987)
mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a.

Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada rakyat

diseluruh tanah air Indonesia.


b.

Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang

perekonomian.
2.4

IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI INDONESIA


Otonomi yang berasal dari kata autonomos (bahasa Yunani) mempunyai pengertian

mengatur diri sendiri. Pada hakekatnya otonomi daerah adalah upaya untuk mensejahterakan
masayarakat melalui pemberdayaan potensi daerah secara optimal. Makna otonomi daerah
adalah daerah mempunyai hak , wewenang dan kewajiban untuk mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku (Pusat Bahasa , 2001 :
805). Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 14 menyebutkan bahwa kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan . Aspek prakarsa sendiri dalam otonomi daerah memberikan roh pada
penyelenggaraan pembangunan daerah yang lebih participatory. Tanpa upaya untuk
menumbuh-kembangkan prakarsa setempat, otonomi daerah yang diharapkan dapat
memberikan nuansa demokratisasi pembangunan daerah, akan kehilangan makna
terpentingnya.
Otonomi yang luas sebenarnya merupakan penjabaran dari desentralisasi secara
utuh. Idealnya pelaksanaan otonomi yang luas harus disertai pula dengan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, pemerataan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, penggalian
potensi dan keanekaragaman daerah yang difokuskan pada peningkatan ekonomi di tingkat
kabupaten dan kotamadia.
Implementasi otonomi daerah dapat dilihat dari bebagai segi yaitu pertama, dilihat
dari segi wilayah (teritorial) harus berorientasi pada pemberdayaan dan penggalian potensi
daerah. Kedua, dari segi struktur tata pemerintahan berorientasi pada pemberdayaan

pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimilikinya secara


bertanggung jawab dan memegang prinsip-prinsip kesatuan negara dan bangsa. Ketiga, dari
segi kemasyarakatan berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam
pembangunan di berbagai daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Undang-undang dan peraturan tentang otonomi daerah sudah disusun sejak
Indonesia merdeka .Hal ini menunjukkan bahwa para pemimpin negara dari jaman Orde
Lama, Orde Baru sampai pemimpin negara saat ini sudah memikirkan betapa penting
otonomi daerah mengingat wilayah Indonesia yang demikian luas yang menjadi tanggung
jawab pemerintah. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya merupakan upaya
pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya. Daerah diharapkan
sedikit demi sedikit mampu melepaskan ketergantungannya terhadap bantuan pemerintah
pusat dengan cara meningkatkan kreativitas, meningkatkan inovasi dan meningkatkan
kemandiriannya. Bila pelaksaan otonomi daerah sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang telah disusun, maka harapan indah untuk mewujudkan daerah membangun
(bukan membangun daerah), dapat segera tercapai. Otonomi daerah memberikan harapan
cerah kepada daerah untuk lebih meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka memberikan efektifitas pelayanan kepada masyarakat .Hal lain
yang tidak kalah penting adalah daerah dapat melaksnakan fungsi-fungsi pembangunan serta
mengembangkan prakarsa masyarakat secara demokratis , sehingga sasaran pembangunan
diarahkan dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang ada di daerah.
Pada kenyataannya sangat ironis bila pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah
sejak Orde Lama, Orde Baru dan sampai saat ini tidak pernah tuntas. Berbagai faktor
penyebab pelaksanaan otonomi daerah yang tidak mulus adalah karena distorsi kepentngankepentingan politik penguasa yang menyertai penerapan otonomi daerah sehingga penguasa
cenderung tetap melaksanakan pemerintahan secara sentralistik dan otoriter. Selain itu
kepentingan-kepentingan politik para pemimpin negara untuk memerintah dan berkuasa
secara absolut dengan mempolitisir otonomi daerah mengakibatkan otonomi daerah semakin
tidak jelas tujuannya. Suatu contoh yaitu pada masa pemerintahan presiden Suharto telah
ditetapkan proyek percontohan untuk menerapkan otonomi daerah di 26 daerah tingkat II
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tetapi tidak ada hasilnya.
Penerapan otonomi daerah melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 saat ini
masih mencari bentuk, karena sikap pemerintah yang masih mendua . Di satu pihak
pemerintah sadar bahwa otonomi daerah sudah sangat mendesak untuk segera dilaksanakan
secara tuntas, tetapi di lain pihak pemerintah juga berusaha tetap mengendalikan daerah
secara kuat pula. Hal ini terlihat pada kewenangan-kewenangan yang cukup luas yang masih
ditangani pemerintah terutama yang sangat potensial sebagai sumber keuangan. Selain itu

kewenangan pemerintah yang lain , yang juga dapat mengancam pelaksanaan otonomi daerah
adalah otoritas pemerintah untuk mencabut otonomi yang telah diberikan kepada daerah.
Selama kurang lebih empat tahun sejak dicanangkannya otonomi daerah di Indonesia,
pemberdayaan daerah yang gencar diperjuangkan pada kenyataannya belum dilaksanakan
secara optimal. Pembangunan di daerah kurang memperhatikan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Keputusan-keputusan pemerintah serta program-program pembangunan tidak
menyertakan masyarakat, sehingga program-program pembangunan di daerah cenderung
masih bersifat top down daripada bottom up planning .
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar otonomi daerah dapat terwujud.
Pertama, harus disadari bahwa otonomi daerah harus selalu diletakkan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan suatu subsistem dalam
satu sistem pemerintahan yang utuh. Kedua, perlu kemauan politik (political will) dari
semua pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Kemauan politik
dari semua pihak dapat memperkuat tujuan untuk membangun masyarakat Indonesia secara
keseluruhan melalui pembangunan-pembangunan daerah. Kemauan politik ini diharapkan
dapat membendung pemikiran primordial, parsial, etnosentris dan sebagainya. Ketiga,
komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yang berkepentingan sangat dibutuhkan agar
pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai tujuannya .

2.5

DAMPAK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA


Selama kurang lebih 60 tahun Indonesia medeka, otonomi daerah turut mengiringi

pula perjalanan bangsa Indonesia. Pada masa Orde Lama otonomi daerah belum sepenuhnya
dilaksanakan, karena pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin cenderung
bersikap otoriter dan sentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya. Demikian pula pada
masa pemerintahan Orde Baru dengan demokrasi Pancasilanya, pelaksanaan pemerintahan
masih cenderung bersifat sentralistis dan otoriter . Selain itu pada kedua masa tersebut
banyak terjadi distorsi kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah. Tentu saja kita belum
dapat melihat dampak dan pengaruh dari pelaksanaan otonomi daerah pada kedua masa itu,
karena pada kenyataannya otonomi daerah belum dilaksanakan sepenuhnya, walaupun sudah
banyak Undang-undang dan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan otonomi daerah
tersebut.
Pada masa Reformasi tuntutan untuk melaksanakan otonomi daerah sangat gencar
sehingga pemerintah secara serius pula menyusun kembali Undang-undang yang mengatur
otonom daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Setelah 2 tahun memalui masa transisi dan sosialisasi untuk melaksanakan kebijakan otonomi

daerah tersebut,maka otonomi daerah secara resmi berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001, pada
masa pemerintahan presiden Abdurachaman Wachid. Setelah kurang lebih 4 tahun otonomi
daerah diberlakukan, dampak yang terlihat adalah muncul dua kelompok masyarakat yang
berbeda pandangan tentang otonomi daerah.

Di satu sisi ada masyarakat yang pasif dan

pesimis terhadap keberhasilan kebijakan otonomi daerah, mengingat pengalamanpengalaman pelaksanaan otonomi daerah pada masa lalu. Kelompok masyarakat ini tidak
terlalu antusias memberikan dukungan ataupun menuntut program-program yang telah
ditetapkan dalam otonomi daerah. Di sisi yang lain ada kelompok masyarakat yang sangat
optimis terhadap keberhasilan kebijakan otonomi daerah karena kebijakan ini cukup aspiratif
dan didukung oleh hampir seluruh daerah dan seluruh komponen.
Antusiasme dan tuntutan untuk segera melaksanakan otonomi daerah juga
berdatangan dari kelompok-kelompok yang secara ekonomis dan politis mempunyai
kepentingan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu masyarakat yang masih
dipengaruhi oleh euforia reformasi menganggap otonomi daerah adalah kebebasan tanpa
batas untuk melaksanakan pemerintahan sesuai dengan harapan dan dambaan mereka.
Masyarakat dari daerah yang kaya sumberdaya alamnya, tetapi tidak menikmati hasil-hasil
pembangunan selama ini, menganggap otonomi daerah memberikan harapan cerah untuk
meningkatkan kehidupan mereka. Harapan yang besar dalam melaksanakan otonomi daerah
telah mengakibatkan daerah-daerah saling berlomba untuk menaikan pendapatan asli daerah
(PAD). Berbagai contoh upaya gencar daerah-daerah untuk meningkatkan PAD dengan cara
yang paling mudah yaitu dengan penarikan pajak dan retrebusi secara intensif. Contoh lain,
tidak jarang terjadi sengketa antar daerah yang memperebutkan batas wilayah yang
mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Perebutan sumber pendapatan daerah sering juga
terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemikiran yang bersifat regional,
parsial, etnosentris, primordial , seringkali mewarnai pelaksanaan otonomi daerah sehingga
dikhawatirkan dapat menjadi benih disintegrasi bangsa.
Selain dampak negatif dari pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas, juga
ada dampak positif yang memberikaan harapan keberhasilan otonomi daerah. Suasana di
daerah-daerah dewasa ini cenderung saling berpacu untuk meningkatkan potensi daerah
dengan berbagai macam cara. Seluruh komponen masyarakat mulai dari pemerintah daerah
dan anggota masyarakat umumnya diharapkan dapat mengembangkan kreativitasnya dan
dapat melakukan inovasi diberbagai bidang . Pengembangan dan inovsi bidang-bidang dan
sumberdaya yang dahulu kurang menarik perhatian untuk dikembangkan, sekarang dapat
menjadi potensi andalan dari daerah. Selain itu otonomi daerah memacu menumbuhkan
demokratisasi dalam kehidupan masyarakat, memacu kompetisi yang sehat, pendstribusian
kekuasaan sesuai dengan kompetensi .

2.6

PERUBAHAN BUDAYA PADA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH


Pelaksanaan otonomi daerah di berbagai daerah

di Indonesia telah menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif seperti
beberapa contoh yang telah penulis sebutkan di atas. Selain itu otonomi daerah juga telah
membawa perubahan-perubahan budaya dalam masyarakat Indonesia.
Pengertian budaya atau kebudayaan dalam arti luas menurut E.B.Tylor adalah
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan
kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai
anggota masyarakat melalui proses belajar (Tylor dalam Soekanto , 1969 : 55). Dalam
pengertian sempit, kebudayaan diartikan sebagai hasil cipta, karya dan karsa manusia untuk
mengungkapkan hasratnya akan keindahan . Jadi pengertian kebudayaan dalam arti sempit
adalah berupa hasil-hasil kesenian.
Perubahan kebudayaan yang akan dibahas dalam tulisan ini difokuskan pada
bahasan kebudayaan dalam arti luas, dalam arti perubahan perilaku pemerintah dan
masyarakat yang terkait dengan bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial dan
sebagainya, walaupun bahasannya secara umum dan tidak mengupas seluruh aspek dari
bidang-bidang tersebut.
Sejalan dengan tekat pemerintah untuk melaksanakan otonomi daerah, maka telah
terjadi perubahan-perubahan paradigma (Warseno dalam Ambardi dan Prihawantoro, 2002 :
181), yaitu antara lain :

Paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi

Paradigma kebijakan tertutup ke kebijakan terbuka (transparan)

Paradigma yang menjadikan masyarakat sebagai obyek pembangunan ke

masyarakat yang menjadi subyek pembangunan.

Paradigma dari otonomi yang nyata dan bertanggungjawab ke otonomi yang


luas,nyata dan bertanggung jawab.

Paradikma dari organisasi yang tidak efisien ke organisasi yang efisien .

Paradigma dari perencanaan dan pelaksanaan program yang bersifat top down ke

paradigma sistem perencanaan campuran top down dan bottom- up.


Perubahan paradigma ini juga merubah budaya masyarakat dalam melaksanakan
kegiatannya dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Perubahan paradigma pemerintahan
sentralisasi ke pemerintahan desentralisasi telah menyebabkan kebingungan pada aparat
pemerintah daerah yang sudah terbiasa menerima program-program yang telah dirancang
oleh pemerintah pusat. Sekarang mereka dituntut untuk melaksanakan pemerintahan yang
efisien dan berorientasi pada kualitas pelayanan serta melibatkan partisipasi masyarakat.

Pemerintah Daerah dituntut untuk secara mandiri melaksanakan aktivitas perencanaan,


pelaksanaan sampai pada pengawasan program pembanguan yang dilaksanakan di daerahnya.
Selain itu daerah dituntut kemampuannya untuk membiayai sebagian besar kegiatan
pembangunannya sehingga diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, kreatif,
inovatif , yang diharapkan dapat menghasilkan pemikiran , konsep dan kebijakan dalam
rangka mencari sumber pembiayaan pembangunan tersebut. Perubahan paradigma dalam
waktu yang relatif singkat, tentu saja belum membuat para aparat pemerintah daerah dan
masyarakat memahami sepenuhnya hakekat dan aturan-aturan pelaksanaan otonomi daerah.
Walaupun demikian sedikit demi sedikit aparat pemerintah daerah dan masyarakat mulai
belajar menyesuaikan diri dengan iklim otonomi daerah. Aktivitas yang mengarah pada
efisiensi dan upaya peningkatan kualitas pelayanan, inovasi dan kreativitas dalam penggalian
potensi daerah mulai digiatkan. Beberapa contoh dapat disebutkan yaitu bahwa instansiinstansi pemerintah di daerah giat mendorong para pegawainya untuk meningkatkan dan
mengembangkan ketrampilan dan keahliannya melalui peningkatan pendidikan, baik formal
maupun non formal. Contoh yang lain adalah pemangkasan prosedur birokrasi yang berteletele, dengan tujuan untuk efisiensi .
Iklim keterbukaan yang mewarnai otonomi daerah telah membawa perubahan pada
perilaku masyarakat yang semula tidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan berperan
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan

kemudian diberi

kesempatan untuk terlibat dalam program-program pembangunan. Keadaan ini kemudian


melahirkan sikap-sikap yang kadang-kadang sangat berlebihan. Masyarakat yang masih
awam dengan penerapan sistim demokrasi menganggap bahwa semua masalah pemerintahan
juga harus dipertanggungjawabkan secara langsung kepada mereka. Pada awal masa
reformasi kita dapat melihat maraknya demonstrasi masyarakat yang kadang-kadang sangat
brutal dan kasar menuntut agar

pejabat-pejabat pemerintahan yang dianggap telah

menyimpang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya diadili atau


mengundurkan diri. Masyarakat seolah-olah sudah tidak mempunyai kepercayaan kepada
lembaga yang dapat menyalurkan aspirasi mereka, sehingga tindakan main hakim sendiiri
menjadi pemandangan yang sangat umum. Sebagai contoh kita dapat melihat pada peristiwa
yang menimpa Bupati Temanggung yang baru-baru ini diminta oleh hampir seluruh
masyarakat Temanggung untuk mengundurkan diri, karena dianggap telah melakukan
korupsi. Bahkan para pegawai negeri di Temanggung melakukan demonstrasi dan mogok
kerja sebagai protes terhadap Bupati. Tentu saja kalau kita melihat secara proporsional pada
tindakan masyarakat terutama para pegawai negeri, tindakan mogok kerja tersebut
merupakan tindakan yang menyalahi aturan dan dapat dikenakan sanksi karena para pegawai
negeri tersebut mengemban tugas pelayanan kepada masyarakat.

Otonomi daerah yang bertujuan untuk pengelola daerah atas prakarsa sendiri dalam
beberpa bidang mulai menampakkan perubahan. Satu contoh di beberapa daerah telah
disusun hukum dan peraturan yang disesuaikan dengan kultur (budaya) masyarakat dan
perjalanan sejarah daerah tersebut. Ada beberapa contoh daerah yang telah menyusun
peraturan dan hukum berdasarkan syariat atau hukum Islam. Baru-baru ini di Kabupaten
Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah diberlakukan hukum cambuk
kepada 15 orang terpidana yang melakukan judi. Hukum cambuk yang mengundang prokontra ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2005 . Pijakan hukum yang melandasi hukum
cambuk adalah Undang-undang Nomor 14/1999 Tentang Pelaksanaan Keistimewaan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-undang Nomor 18/2001 Tentang Otonomi
Khusus, dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5/2000 Tentang pelaksanaan Syariat Islam.
Petunjuk teknis pelaksanaan hukum cambuk bagi yang melanggar syariat Islam dituangkan
dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 10/2005 sebagai pengganti Peraturan Daerah
(Qanun). Dalam Peraturan Gubernur ini setidaknya ditetapkan empat kasus yang pelakunya
bisa dikenai hukum cambuk, yaitu judi, berpasangan di tempat gelap dengan orang yang
bukan muhrimnya, minum minuman keras/mabuk dan berzina (Gatra, Nomor 33, 2 Juli
2005). Hukum Cambuk yang dilaksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam ini sebenarnya
bukan bertujuan untuk mempertontonkan kesadisan dan kekejaman dari penegak hukum di
sana, melainkan untuk membuat jera para pelaku tindak kriminal dan agar masyarakat lebih
berhati-hati serta melaksanakan syariat Islam dengan baik dan benar.
Daerah lain yang juga mulai menerapkan aturan berdasarkan syariat Islam adalah
Cianjur. Di sana telah disusun aturan yang menghimbau wanita muslim mengenakan jilbab
serta himbauan kepada suluruh muslim meninggalkan pekerjaannya untuk segera
menunaikan sholat ketika adhan berkumandang. Pelangaran pada peraturan ini sementara
berupa sanksi moral dan sanksi sosial.

Perilaku masyarakat yang terkait dengan penggalian dan pengembangan potensi


ekonomi juga melahirkan sikap dan kultur berkreasi dan berinovasi untuk menciptakan halhal baru. Dalam upaya meningkatkan daya saing ini beberapa daerah harus memperhatikan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kultur dan pimpinan/pemegang kebijakan.
Kalau tidak, maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat antara kelompok masyarakat di
daerah tersebut, persaingan antar daerah dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang antar
daerah saling berebut lahan atau sumber daya alam yang menjadi sumber ekonomi . Kadangkadang ambisi untuk meningkatkan PAD melahirkan sikap rakus pada daerah-daerah.
Daerah-daerah yang sangat minim sumberdaya alamnya dipacu untuk melihat lebih jeli
peluang-peluang di sektor ekonomi berskala kecil atau yang sering disebut sebagai ekonomi

kerakyatan (usaha kecil dan menengah). Dari pengalaman krisis ekonomi yang dialami
Indonesia pada tahun 1997, ekonomi rakyat dan sektor informal mampu bertahan dan bahkan
mampu menjadi penyangga (buffer) perekonomian daerah , sehingga mampu menyelamatkan
kehidupan rakyat ( Mubyarto, 2001 : 196). Beberapa contoh daerah yang dapat menyesuaikan
diri dengan keadaan setelah krisis ekonomi dan tetap dapat bertahan dan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Sukoharjo dan Desa Banyuraden, Kecamatan
Gamping, Kabupaten Sleman. Kabupaten Sukoharjo selama krisis ekonomi tidak terkena
dampak yang berarti karena industri kecil dan sektor informal yang dikembangkan di daerah
tersebut tidak tergantung pada bahan baku import dan melayani pasar lokal yang cukup luas.
Berbeda dengan Kabupaten Sukoharjo, Desa

Banyuraden Kabupaten Sleman berhasil memberdayakan ekonomi masyarakat


melalui pengelolaan dan pengolahan sampah, yang semula menjadi sumber masalah
lingkungan di desa tersebut. Desa Banyuraden berhasil memanfaatkan sampah menjadi
sumber ekonomi masyarakat dengan cara mengolah sampah menjadi kompos atau pupuk
organik dan dan barang kerajinan. Kita tidak dapat memungkiri bahwa tidak semua daerah
berhasil mengatasi krisis ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi rakyat. Banyak daerah
terutama di luar Jawa yang tidak memiliki sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia
yang memadai patut mendapatkan perhatian yang lebih besar dari Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Krisis ekonomi diindonesia belum tuntas juga, akibat pemerintahan yang lambat
atau birokrasi, diindonesia birokrasi sudah dijalankan, pemerintah indonesia belum bisa
mengatasi kemiskinan diindonesia. kenapa tidak biasa ??, karena pemerintah indonesia tidak
mementingkan rakyatnya akan tetapi lebih mementingkan dirinya sendiri atau kata lain
memperkaya diri sendiri sedangkan rakyatnya hidup menderita, seharusnya indonesia bisa
mencontoh sistem kepemerintahan
Negara Amerika yang bisa mensejahterakan rakyatnya, dan dinegara mereka tidak adanya
kemiskinan negara mereka menerapkan sistem kesejahteraan rakyat, yaitu mengaji setiap
penduduk atau keluarga
Menurut saya, itu sangat bagus dapat mengatasi kemiskinan yang belum tuntas-tuntasnya
diindonesai
Saya harap indonesia kedepan bisa menerapkan sistem seperti itu dan mencontohnya,
berhubung indonesia memiliki banyak pulau, makanya dilakukannya otonomi daerah, yang
diterapkan presiden abbdurrahman wahid pada saat beliau menjabat presiden tempo dulu.

BAB III PENUTUP


3.1

KESIMPULAN
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat


dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada tiga aspek otonomi daerah yaitu :
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Keadaan geografis indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap
mekanisme pemerintahan negara, sehingga diperlukan adanya otonomi daerah untuk
memudahkan pengaturan atau penataan pemerrintahan yang ada di Indonesia.
Dalam otonomi daerah terdapat prinsip dan tujuan dari otonomi daerah, Adapun tujuan
pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.Kemudian dalam otonommi daerah, terdapat demokrasi yang menjadi titik temu
antara otonomi daerah dan keindonesiaan, dan karena itu penguatan demokrasi menjadi
prasarat bagi terbentuknya hubungan yang kongruen antara keindonesiaan dan kedaerahan,
antara otonomi daerah dan NKRI.
Menginjak abad XXI ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk
melaksanakan otonomi daerah. Pengalaman masa lalu yang kurang menggembirakan dalam
pelaksanaan otonomi daerah diharapkan menjadi pegangan kuat untuk mewujudkan otonomi
daerah sesuai dengan hakekat dan tujuannya yang mulia. Pelaksanaan otonomi daerah bukan
hal yang menakutkan bila dipahami dengan benar dan proporsional. Banyak daerah yang
telah menunjukkan prospek yang menggembirakan.
Modal utama untuk mewujudkan terlaksananya otonomi daerah secara baik dan
benar adalah rasa percaya diri yang besar dan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk tetap konsisten melaksanakan otonomi daerah.
Melalui otonomi daerah peluang untuk melaksanakan demokrasi ekonomi terbuka lebar,
sehingga ekonomi kerakyatan yang selama ini tiak mendapat perhatian, akan mendapat
perlindungan. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan harus memotivasi

masyarakat untuk berkreasi dan berinovasi agar daerah mempunyai daya tahan dan daya
saing di era globalisasi ini.
Budaya dan perilaku yang muncul sebagai akibat euforia reformasi yang dapat
menimbulkan kontra produktif harus diarahkan menjadi kultur dan perilaku yang produktif
dan konstruktif untuk mewujudkan otonomi daerah yang sehat dan seimbang. Demikian juga
budaya-budaya yang sudah sejak lama tumbuh dalam mayarakat seperti patron client,
primordialisme, etnosentrisme, harus dikendalikan dan diarahkan menjadi nilai positif yang
mendukung pembangunan daerah yang berlandaskan nilai-nilai religius, gotong royong ,
tenggang rasa dan sebagainya.
Dalam kurun waktu yang singkat tentu saja otonomi daerah yang diberlakukan sejak
awal tahun 2001 berdasarkan Undang-undang Nomor 22 /1999 masih menghadapi banyak
masalah dalam pelaksanaannya. Penerapan otonomi secara secara serentak di seluruh wilayah
Indonesia hendaknya terlebih dahulu tidak menerapkan otonomi secara penuh, sebab banyak
daerah-daerah di luar Jawa terutama yang belum siap menghadapi otonomi daerah. Dengan
demikian pelaksanaan otonomi daerah hendaknya melalui pentahapan yang disesuaikan
dengan sistim sosial-budaya masyarakat daerah.

3.2

SARAN
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan dapat membawa pemerataan dan keadilan

dalam pelaksanaan di masyarakat daerah khususnya kerana berhasil atau tidaknya otonomi
daerah tergantung pada daerah itu sendiri dan diharapkan juga dengan adanya sistem
desentralisasi dan otonomi daerah dapat menjamin terbukanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerahnya.
Upaya Yang Menurut Saya harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk Mengatasi Ketimpangan
Yang Terjadi :
1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di pusat
dapat terdistribusi ke daerah
2. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui
pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa dan
lainnya.
3. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5. Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi

Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi


Daerah:
1) Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat
propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2) Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan
faktor-faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada
masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan
fiskal yang berkelanjutan.
3) Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu
menjalankan segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor
yang jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4) Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab
dari menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin,
dan Polkam).

DAFTAR PUSTAKA

1. Mubyarto, 2001, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis,
Yogyakarta : BPFE.

2. Nugroho D., Riant, 2000, Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi : Kajian dan Kritik
atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia.Jakarta : PT Elex Media Kompetindo

3. http://silahkanngintip.blogspot.com/2011/02/pengertian-prinsip-dan-

tujuan-otonomi.html diakses pada 12-12-2012, 11.00 wite.


4. Soejito, Irawan, 1976, Sejarah Pemerintahan Daerah Di Indonesia jilid 1&2, Pradnya
Paramita, Jakarta

5. http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-philosophy/2062077-pengertianotonomi-daerah/#ixzz1erLuWWTP

6. http://otonomidaerah.com/

Anda mungkin juga menyukai