Ratna
Ratna
Ratna
menyebabkan
makrosomnia,
pintu
disproporsi
atas
fetopelvis
panggul
atau
yang
dikaitkan
midpelvis
yang
dengan
letaknya
tidak
didapatkan
tanda
adanya
CPD
(chepalo
pelvic
Nilai his
Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inersi uteri. (Prawiroharjo,
Sarwono. 2012 )
Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disporposi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.
(sarwono, 2006)
Obstruksi
Bila ditemukan tanda-tanda obsruksi (sarwono, 2006)
1.2.2
Diagnosis
Diagnosis fase aktif memanjang. Diagnosis dapat ditegakkan bila
perubahan serviks (1,2 cm/jam untuk nulipara, 1,5 cm/jam untuk nulipara)
tidak diketahui oleh pemeriksa yang sama pada setidaknya dua kali
pemeriksaan vagina yang berhasil. Pengkajian data yang perlu dilakukan dan
pengembangan perencanaan perawatan. (Walsh,Linda v.,2008)
Usia gestasi
Awitan kontraksi
Frekwensi
kontraksi
dan
kecenderungan memanjang
Durasi
kontraksi
dan
kecenderungan memanjang
Intensitas
kontraksi
dan
kecenderungan memanjang
Ada atau tidak adanya cairan
amnion yang keluar/bocor
Ada atau tidak adanya darah
yang keluar
Aktivitas janin
Istirahat
pada
24
jam
sebelumnya
Penggunaan
analgesik
dan
sedatif
Bagan riwayat kehamilan saat
ini,
riwayat
obstetrik,
dan
Keadaan umum
Presentasi,
posisi,
perkiraan
kontraksi
untuk
atau
identifikasi
Pemeriksaan Lain
Diagnosis
Inersia uteri
Disproporsi
Pembukaan
serviks
dan
turunnya
sefalopelvik
Pembukaan
serviks
dan
turunnya
Obstruksi kepala
Malpresentasi
atau
posisi
Pembukaan
serviks
lengkap,
ibu
second stage)
Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin,
misalnya presentasi bahu (letak lintang), presentasi dahi, presentasi muka,
presentasi bokong, anak besar, hidrosefalus dan monstrum.
3.
Distosia karena adanya pada jalan lahir baik bagian keras (tulang), seperti
adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian
yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genetalia interna
maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.
Ukuran normal panggul luar yaitu:
Distantia Spinarum
Distantia Cristarum
Conjugata Eksterna
Dari
pinggir
atas
symphisis
ke
2.
3.
1. Inersia Uteri
Inersia uteri merupakan his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan
lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri terjadi karena
pemanjangan fase laten dan fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan.
Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang
atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini.
Dalam obstetri modern, partus lama dengan kelelehan ibu, tidak boleh
terjadi. Walaupun begitu, di Indonesia uteri karena kelelahan masih sering
terjadi karena 70-80% persalinan berlangsung diluar rumah sakit dan tidak
dipimpin oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Inersia uteri terbagi dalam dua
keadaan, yaitu :
a. Inersia uteri hipotonis, yaitu kontraksi terkoordinasi tetapi lemah. Melalui
deteksi dengan menggunakan cardio tocogrpfhy (CTG), terlihat tekanan
yang kurang 15 mmHg. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak
kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam. His disebut baik
bila tekanan intrauteri mencapai 50-60 mmHg. Biasanya terjadi dalam fase
aktif atau kala II. Oleh karena itu, dinamakan juga kelemahan his
sekunder.
b. Inersia hipertonis, yaitu kontraksi uterin tidak terkoordinasi, misalnya
kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini
sifatnya hipertonis, sering disebut sebagai inersia spastis. Pasien biasanya
sangat kesakitan. Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh
karena itu, dinamakan juga sebagai inersia primer.
Tabel 2.3 : Perbedaan Inersia Uteri Hipotonisdan Hipertonis
NO
1
Variabel
Kejadian
Hipotonis
4%
Hipertonis
dari 1%
persalinan
persalinan
Saat terjadinya
Fase aktif
Fase laten
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri
dari
berlebihan
4
Fetal distres
Reksi
Lambat terjadi
terhadap Baik
Cepat
Tidak baik
oksitosin
6
Pengaruh sedatif
Sedikit
Besar
dilakukan pemecahan ketuban terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil,
berikut langkah-langkah penanganan selanjutnya :
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%,
dimulaidengan 12 tetes per menit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai
40-50 tetes per menit. Maksud dari pemberianoksitosin adalah supaya
serviks dapat membuka.
PERINGATAN
- Pemberianoksitosin drips sebaiknya hanya dilakukan pada fasilitas
kesehatan yang mampu melakukan pengawasan secara ketat karena
penyulit mungkin terjadi yaitu gawat janin atau ruptur uteri
-
2. Tetania Uteri
Tetania uteri merupakan his yang terlampau kuat dan terlalu sering tidak
ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus,
yaitu persalinan yang lebih pendek dari 3 jam, sehingga menyebabkan
persalinan lebih cepat dari pada seharusnya sehingga tidak sempat dilakukan
pertolongan (misalkan, melahirkan ditengah jalan atau dikamar mandi).
Akibatnya, terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina, dan
perineum. Bila ada kesempitan panggul, dapat terjadi ruptura uteri
mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture
uteri.
Bahaya bagi anak meninggi karena oksigenasi kurang sebagi akibat
kontraksi rahim yang terlalu kuat, mungkin juga bayi mengalami trauma
karena lahir sebelum ada persiapan yang cukup, misalkan jatuh kelantai dan
dapat juga menyebabkan perdarahan intrakranial.
Penanganan yang diberikan yaitu :
a. Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya asal janin tidak akan
lahir dalam waktu dekat (4-5 jam) kemudian.
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan
dengan seksio sesarea.
1.2.5
dengan keberhasilan
Respons
denyut
jantung
janin
(DJJ)
harus
dipantau
dan
dan pemahaman yang tepat. Jika tidak dilakukan sebelumnya, maka bidan
dapat berdiskusi dengan klien mengenai penanganan nyeri dan memberi
penjelasan tentang pemberian analgesik dan anastesi pada saat kontraksi mulai
sering terjadi. (Walsh,Linda v.,2008)