Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2 Definisi
Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan
ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam.
Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala.
Serangan pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas (tabel 1)
sehingga untuk menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain
(terutama penyebab infeksi) dan dengan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan
biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif mempunyai gejala prodromal yang lebih lama daripada
penyakit infeksi akut. Bukti pendukung diagnosis kolitis ulseratif adalah ketidak terlibatan usus
kecil.
Tabel 1.
Penyakit infeksi
Acute bacterial colitis ( acute self limited colitis)
Campylobacter
Salmonella
Shigella
Yersinia
Eschericia coli 0157: H7
Antibiotic associated diarrhea
Amebic Colitis
Immunocompromised Host
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
Neisseria gonorrhoeae
Blastocystis hominis
Chlamydia
Penyakit non infeksi
Crohns colitis
Ischemic colitis
Radiation colitis
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi kolon yag terkena penyakit ini diklasifikasikan sebagai:
Proktitis dan proktosigmoiditis (50%), mengenai lokasi rectum dan sigmoid
left-sided colitis (30%), mengenai lokasi kolon desenden (fleksura splenika)
extensive colitis (20%), mengenai lokasi kolon keseluruhan
Berdasarkan derajat keparahannya penyakit ini diklasifikasikan sebagai colitis ulseratif ringan,
sedang, dan berat (table 2), dengan menggunakan parameter frekuensi defekasi (per hari), pulsus
(denyut/menit), hematokrit (%), penurunan berat badan (%), temperature (C/F), LED (mm/h),
dan albumin (g/dl).
2.4 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori tentang apa penyebab kolitis
ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun dapat membuktikan secara pas. Penelitian-penelitian
telah dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan efek
kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi
herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun. Secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
Faktor ekstrinsik
1.Diet: asupan makanan cepat saji dan gula telah dihubungkan pada banyak penelitian dengan
kemungkinan menderita kolitis ulseratif.
2.Infeksi: beberapa peneliti menyatakan bahwa kolitis ulseratif dapat berhubungan dengan
beberapa infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh mikroorganisme E. Coli. Satu teori
menjelaskan bahwa virus measles yang belum dibersihkan dari tubuh dengan tuntas dapat
menyebabkan inflamasi kronik ringan dari mukosa usus.
3.Obat-obatan: penelitian juga menunjukkan hubungan antara asupan oral pil kontrasepsi dan
kolitis ulseratif dapat menyebabkan pasien menderita serangan apalagi jika mengkonsumsi
Hal yang terpenting adalah meskipun banyak dari orang yang memakan diet buruk atau
mempunyai infeksi E. Coli belum pasti akan menderita kolitis Ulseratif sehinga dapat
disimpulkan bahwa masih ada sesuatu yang membuat seseorang menjadi lebih rentan
Faktor intrinsik
1.Gangguan sistem imun: beberapa ahli percaya bahwa adanya defek pada sistem imun
seseorang berperan dalam terjadinya inflamasi dinding usus. Gangguan ini ada 2 jenis:
a.Alergi: beberapa penelitian menunjukan bahwa kolitis ulseratif adalah bentuk respon alergi
terhadap makanan atau adanya mikroorganisme di usus
b.Autoimun: penelitian terbaru menunjukkan bahwa kolitis ulseatif dapat merupakan suatu
bentuk penyakit autoimun dimana sistem pertahanan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh
sendiri. Diantaranya adalah usus besar.
2.Genetik: penelitian terbaru menujukkan bahwa faktor genetik dapat meningkatkan
kecenderungan untuk menderita kolitis ulseratif.
3.Faktor herediter: adanya anggota keluarga yang menderita kolitis ulseratif akan meningkatkan
resiko anggota keluarga lain untuk menderita penyakit serupa.
4.Psikosomatik: pikiran berperan penting dalam menjaga kondisi sehat atau sakit dari tubuh.
Setiap stres emosional mempunyai efek yang merugikan sistem imun sehingga dapat
menyebabkan penyakit kronik seperti kolitis ulseratif. Terdapat fakta bahwa banyak pasien
kolitis ulseratif mengalami situasi stres berat dikehidupannya.
2.5 Patofisiologi
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan
perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan
gambaran mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal,
namun pada keadaan yang berat kelainan dapat tejadi pada ileum terminalis dan appendiks. Pada
daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan
menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada
koln distaldan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didaptkan pada penyakit ini, melaikan
dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis yang reversibel
Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan abses pada
kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal
dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat
menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan,
seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan
menyear dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian
terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan
dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih
luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah.
Pada penyakit yang berat defekasi dapat lebih dari 6 kali seharidisertai banyak darah dan mukus.
Kehilangan banyak darah dan mukus yang kronik dapat mengakibatkan anemia dan
hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda
setelah defekasi. Sangat sedikit kematian yang disebabkan penyakit ini tapi dapat menimbulkan
cacat ringan atau berat.
Komplikasi sistemik antara lain berupa pyoderma dan arthropaty. Pada kolitis ulseratif juga
terdapat berbagai manifestasi diluar kolon.
Manifestasi kolitis diluar kolon:
1.Sistemik
laju endap darah tinggi
anemia feripriva
gangguan gizi: malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan
2.Kulit dan mukosa (agak jarang)
eritema nodusum
eritema multiforme
pioderma gangrenosa
dematitis pustulosa
stomatistis aftosa
3.Uveitis dan iritis
4.kelainan orthopedik
arthralgia
arthritis
spondilitis ankilopoetika
5.kelainan hepato-pankreato-bilier
perikolangitis
sirosis hati
kolangitis sklerosans intrahepatik
kolelitiasis
karsinoma saluran empedu
insufisiensi pankreas
Pada pemeriksaan perut kadang di dapat nyeri tekan dan pada colok dubur mungkin terasa nyeri
karena adanya fisura.
2.8Komplikasi
Komplikasi koitis ulseratif dapat bersifat lokal ataupun sistemik. Fistula, fisura dan abses rektal
tidak sering seperti pada colitis granulomatosa. Kadang- kadang terbentuk fistula rektovagina,
dan beberapa penderita dapat mengalami penyempitan lumen usus akibat fibrosis yang umumnya
lebih ringan.
Salah satu komplikai yang lebih berat adalah dilatasi toksik atau megakolon, dimana terjadi
paralisis fungsi motorik kolon tranversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut.
Megakolon toksik paling sering menyertai pankolitis, mortalitas sekitar 30% dan perforasi usus
sering terjadi. Pengobatan untuk komplikasi ini adalah kolektomi darurat.
Komplikasi lain yang cukup bermakna adalah karsinoma kolon, dimana frekuensinya semakin
meningkat pada penderita yang telah menderita lebih dari 10 tahun pertama penyakit, mungkin
hal ini mencerminkan tingginya angka pankolitik pada anak.
Perkembangan karsinoma kolon yang terdapat dala pola penyakit radang usus menunjukkan
perbedaan penting jika dibandinkan dengan karsinoma yang berkembang pada populasi
nonkolitik. Secara klinis banyak tanda peringatan dini dari neoplasma yaitu perdarahan rektum,
perubahan pola buang air besar) akan menyulitkan interpretasi pola kolitis. Pada pasien kolitis
distribusi pada kolon lebih besar dari pada pasien nonkolitis. Pada pasien non kolitis sebagian
esar karsinoma pada bagian rekosigmoid, yang dapat dicapai dengan sigmoidoskopi. Pada pasien
kolitis, tumor seringkali multiple, datar dan menginfiltrasi dan tampaknya memilki tingkat
keganasan yang lebih tinggi.
Komplikasi sistemik yang terjadi sangat beragam, dan sukar dihubungkan secara kausal terhadap
penyakit kolon. Komplikasi ini berupa pioderma gangrenosa, episkleritis, uveitis, skleritis, dan
spondilitis anilosa. Gangguan fungsi hati sering terjadi pada kolitis ulseratif dan sirosis
hatimerupakan komplikasi yang sudah dapat diterima. Adanya komplikasi sistemik berat dapat
menjadi indikasi pembedahan pada kolitis ulseratif, bahkan bila gejala- gejala kolon adalah
ringan sekalipun.
2.Kortikosteroid
Prednison dengan dosis 40- 60 mg/ hari secara oral terbukti dapat menyembuhkan 75- 90%
pasien dengan kolitis ulseratif. Seperti pada penyakit crohn, pengunaan kortikosteroid jangka
panjang tidak dianjurkan. Pasien yang diterapi dengan kortikosteroid harus diterapi berbarengan
dengan asam 5-aminosalisilat untuk mendapatkan keuntungan obat tersebut yaitu steroid
sparing effect. Setelah terlihat adanya perbaikan, maka kortikosteroid di turunkan dngan cara
tappering off dalam jangka waktu 6-8 minggu.
Pasien yang tidak responsif terhadap asam 5-aminosalisilat, kemudan diterapi dengan
hidrocortisone enema (100mg) satu sampai dua kali sehari. Kortikosteroid foam dan suppositoria
dapat digunakan untuk pengobatan ulseratif proktitis. Tetapi absorbsi sistemik yang signifikan
preparat tersebut dapat menyebabkan Cushings sindrome yang cepat.
3.Obat imunosupresant
Ada bukti yang mendukung keuntungan penggunaan analog purin, 6-mercaptopurine dan
azathioprine untuk terapi kolitis ulseratif. Penggunaan imunosupresant diindikasikan jika pasien
tidak respon atau ketergantungan terhadap kortikosteroid. Masih dimungkinkan untuk
penggunaan 6-mercaptopurin dalam tahap awal penyakit pada beberapa pasien, tetapi
penggunaannya jangan menunda keempatan untuk operasi pada kolitis yang ekstensif yang juga
beresiko untuk menderita kanker. Penggunaan cyclosporin pada terapi kolitis ulseratif yang
refrakter terhadap kortikosteroid intravena dapat dicoba. Pada kelompok pasien ini cyclosporin
intravena tampaknya menginduksi remisi cepat pada lebih 80% pasien. Toksisitas berkaitan
dengan cyclosporin berupa kejang, hipertensi, nefrotoksik, dan juga resiko infeksi. Adanya efek
samping tersebut harus dipertimbangkan untuk penggunaan jangka lama pada pasien yang gagal
dengan terapi 6-mercaptopurin. Penggunaan methotrexate pada terapi kolitis ulseratif yang
refrakter juga dapat dicoba. Hal yang terpenting adalah penggunaan obat imunosupresant harus
dipikirkan kemanjuran dan toksisitasnya dibandingkan dengan outcome operasi.
4.Pembedahan
Secara umum indikasi terapi pembedahan adalah klitis ulseratif disertai perforasi, perdarahan
hebat, displasia atau kanker, dan tidak respon terhadap 7-10 hari terapi kortikosteroid ataupun
cyclosporin. Peran proktokolektomi pada pasien dengan penakit ekstensif yang lama masih
kontroversial. Di masa lalu operasi standar untuk kolitis ulseratif adalah proctokolectomy baik
disertai dengan ileostomy (Brooke) atau teknik yang lebih sulit continent ileostomy (Koch). Pada
15 tahun terakhir ilmu pembedahan modern telah menggantikan prosedur proctokolectomy
sebelumnya. Prosedur ini adalah abdominal colectomi yang dilakukan dengan membuat
anastomosis antara kantong (pouch) distal ileum dengan rektum distal (cuff). Biasanya diverting
ileostomy dilakukan juga untuk memungkinkan pouch dan anastomosis menyembuh dalam
beberapa bulan. Operasi ini disebut ileoanal pullthrough atau ileal pouch-anal anastomosis.
Modifikasi terbaru dari operasi ini dilakukan dengan rectal mucosectomy dimana anastomosis
dari ileal pouch ke rectum distal mendekati bagian atas linea dentate (1-4 cm). anastomosis ileal
pouch-distal rectum ini lebih mudah dikerjakan terkadang tanpa harus dilakukan lagi diverting
ileostomy. Komplikai yang sering terjadi pasca operasi adalah pouchitis yang ditandai dengan
frekuensi defekasi yang meningkat, urgensi, kram, dan malaise. Hal tersebut berhubungan
dengan adanya stasis dalam puoch. Gejala berespon baik terhadap metronidazol.
Table 3.
Kolitis distal
Proktitis
Mesalamine supositoria, 500 mg per rectum 2x1, atau
Hydrocortisone foam, 90 mg per rectum per hari, atau
Hydrocortisone supositoria, 100 mg per rectum per hari
Proktosigmoiditis
Mesalamine enema, 4 g per rektum per hari, atau
Hydrocortison enema, 100 mg per rektum per hari
Kolitis ekstensif
Ringan sampai berat
Sulfasalazine, 1.5-3 g oral 2x1, atau
Mesalamine tablet (lepas lambat), 2.4-4.8 g/hari, atau
Jika tanpa respon tambahkan prednison, 40-60 mg/hari (taper 5 mg/minggu)
Berat
Methylprednisolone, 48-60 mg IV per hari
Mencegah kekambuhan
Pasien yang gagal mencapai remisi harus diprogramkan untuk terapi rumatan dengan 5-asam
aminosalisilat (Asacol, 800 mg-2.4 g/hari). Untuk penyakit yang ekstensif, sulfasalazine (1 g oral
2x1) atau olsalazine (500 mg atau 1 g 2x1) dapat digunakan. Pasien dengan lesi terbatas dapat
diterapi dengan preparat rektal setiap 3 hari sekali. Dosis optimal untuk semua pasien harus
diindividualisasikan.
2.11 Prognosis
Kolitis ulceratif adalah penyakit seumur hidup dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi.
Untuk sebagian besar pasien penyakit dapat dikontrol dengan terapi obat-obatan tanpa operasi.
Sebagian besar tidak memerlukan rawat inap. Manajemen yang tepat, sebagian besar pasien
dapat membuat hidup lebih produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. The Merck Manual of Medical Information, 2nd ed. 2003. Merck & Co Inc. USA.
Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4. Cetakan pertama 2000. EGC, Jakarta.
McQuaid, K. R, Alimentary Tract in Current Medical Diagnosis & Treatment, 44th ed. 2005. Mc
Graw-Hill companies.
Purwono, H. Referat Kolitis Ulseratif. 2005. FK UII bagian Ilmu Penyakit Dalam
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/11/kolitis-ulseratif-deskripsi-
singkat.html#ixzz3OD4FTHu2
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
PENGERTIAN
Kolitis ulseratif adalah kondisi kronis yang tidak diketahui penyebabnya biasanya
dimulai pada rectum dan bagian distal kolon dan mungkin menyebar keatas dan
melibatkan sigmoid dan kolon desenden atau seluruh kolon. Ini biasanya hilang timbul
(akut eksaserbasi dengan remisi panjang), tetapi beberapa individu (30%-40%)
mengalami gejala terus menerus. (Marilynn E. Doenges. Edisi 3. Hal:471)
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn (enteritis regional) merupakan ganguangangguan peradangan nonspesifik kronis pada usus. Gangguan tersebut seringkali
menyerupai satu dengan lainnya tetapi berbeda penggolongannya. Gangguangangguan tersebut bias menjadi parah dengan adanya stress. (Barbara C. Long. 3. Hal:
230)
Ulcerative Colitis is a chronic inflammatory process of the bowel that can result in
poor absorption of vital nutrient. (Medical Surgical Nursing. 2nd Edition. Page: 1638)
2. PATOFISIOLOGI
Kolitis ulseratif dimulai dalam kolon rektosigmoid dan meluas kearah atas. Lesi
pada colitis ulseratif merupakan ulserasi mukosa yang mudah berdarah. Seiring
perkembangan
Lesi,
mukosa
usus
menjadi
bengkak
dan
menebal
dengan
KOLITIS ULSERATIF
CROHN DISEASE
Penampilan umum
Biasanya normal
terlihat sakit
Usia
15-35 tahun
Tingkat penyebaran
Peradangan
(sebelah kiri)
Daerah-daerah yang
terkena meluas
terkena segmental
Penampilan Mukosa
Ulserasi
Efek Cobblestone,
granuloma
Potensial kanker
Insidensi meningkat
Indikasi normal
Karakteristik kotoran
cair
Alasan pembedahan
Respons kurang
Pseudopolyp,
Fistula, penyakit
perdarahan, toxic
perional, striktur,
megacolon,kaheksia,
menyebabkan peritonitis,
organ lain
hemorrhsge, defisiensi
nutrisi
Etiologi
Tidak diketahui
Tidak diketahui
3. KOMPLIKASI
Komplikasi pada colitis ulseratif diantaranya:
1.
Hemorrhage
2.
Abscess ormation
3.
Toxic megacolon
4.
Malabsorptioan
5.
6.
7.
kanker usus
8.
Arthritis
4. INSIDENSI/PREVALENSI
The annual incidence of ulceratif colitis is approximately two to seven new cases
per 100.000 persons. The prevalence is 40 to 100 cases per 100.000 people in the
United States.
5. TANDA DAN GEJALA
Tanda: takikardi, kemerahan area ekimosis (kurang vit. K), hipotensi, turgor buruk, lidah
pecah-pecah, depresi, menolak, perhatian menyempit, menurunnya bising usus, tak
ada peristaltic atau adanya peristaltic yang dapat dilihat, hemorrhoid, fisura anal,
fistula perianal, oliguria, penurunan lemak masa otot, kelemahan tonus otot,
membrane mukosa pucat, inflamasi rongga mulut, stomatitis, bau badan, nyeri tekan
abdomen, eritema nodusum meningkat pada tangan, muka pioderma gangrenosa pada
paha, kaki dan mata kaki, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis, ketidakmampuan
aktif dalam social
Gejala: kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, ansietas, ketakutan, emosi
kesal, tekstur fese bervariasi dari lunak, bau sampai cair, perdarahan perrektal, riwayat
batu ginjal, anoreksia, mual, muntah, penurunan BB, nyeri tekan pada kuadran kiri
bawah, titik nyeri berpindah, nyeri mata, fotophobia, riwayat lupus eritematosus,
anemia hemolitik, vaskulitis, peningkatan suhu 39,6-40derajat C, penglihatan kabur,
alergi terhadap makanan produk susu, frekuensi menurun menghindari aktifitas
seksual, riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM
Penyakit peradangan usus didiagnosa dengan melihat hasil-hasil radiograf,
sigmoidoskopi/kolonoskopi dan biopsi. Tes-tes laboratorium dan penunjang lainnya
dilakukan untuk melihat adanya anemia dan adanya darah dalam kotoran.
1. Contoh feses, untuk diagnosa awal terutama yang mengandung darah, mukosa, pus
dan organisme usus, khususnya Entamoeba histolytica.
2. Proktosigmoidoskopi, memperlihatkan ulkus, edema, hyperemia, dan inflamasi.
3. Radiograf, membantu untuk mengidentifikasi lesi-lesi pada gangguan-gangguan
peradangan usus kronis disamping juga adanya komplikasi seperti fistula, striker,
polip, megakolon atau perforasi.
4. Sitologi dan biopsy rectal, membedakan antara proses infeksi dan karsinoma serta
karakter infiltrate inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
5. Kolonoskopi,
mengidentifikasi
adesi,
perubahan
lumen
obstruksi usus,
6. Darah lengkap, menunjukan anemia hiperkromik, leukositosis.
7. Kadar besi serum, rendah karena kehilangan darah.
8. Masa prothrombin
9. ESR
10. Thrombositosis
11. Elektrolit
12. Kadar albumin
13. alkalin fosfatase
14. Sumsum tulang.
dinding,
menunjukan
6. NURSING PROCESS
6,1 ASSESMENT
- Subjective
Pengertian pasien mengenai gangguan tersebut, pola eliminasi, nyeri, satus nutrisi,
tidur, stress, hubungan social, sexual, obat-obatan yang digunakan di rumah.
- Objective
Berat badan, temperature, pola makan yang dapat diamati, tanda-tanda dehidrasi,
kotoran, kondisi kulit perianal, perilaku
- Diagnostic Test
- Physical Assessment
Kaji daerah abdomen di tiap kuadran, dan perhatikan bising usus pasien. Palpasi area
yang menjadi keluhan pasien dan auskultasi. Kaji juga karakteristik feses klien, dari
warna, konsistensi, dan bau.
- Psychosocial Assessment
Perawat mengevaluasi pemahaman klien tentang penyakitnya dan gaya hidup yang
mendukung sebelum masuk rumah sakit. Kaji hubungan relasi dalam lingkungan
social, relasi kerja, riwayat merokok, alcohol dan frekuensinya, dukungan keluarga dan
social serta riwayat diare yang berkepanjangan.
6.2 ANALYSIS
1. Diarrhea related to inflammation of the bowel mucosa.(diare b.d inflamasi pada
mukosa usus)
2. Pain related to inflammation of the bowel mucosa.(nyeri b.d inflamasi pada mukosa
usus).
3. Less than body requirements related to diarrhea and malabsorption.(kurang dari
kebutuhan tubuh b.d diare dan malabsorpsi)
4. Fluid volume deficit related to diarrhea. ( Kekurangan volume cairan b.d diare)
5. Body image disturbance related to change in body function.
6. High risk for impaired skin integrity related to fissure, fistula and skin irritation
from frequent stools.(resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d fisura,fistula dan
iritasi kulit dari seringnya BAB)
7. Activity intolerance related to generalized weakness.(intoleran aktivitas b.d
kelemahan umum)
8. Altered health maintenance related to knowledge deficit about the disease process.
(perubahan pemeliharaan kesehatan b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit)
9.Ineffective individual coping related to physical illness and hospitalization.( Koping
individual tidak efektif b.d penyakit fisik dan hospitalisasi).
10. Ansietas b.d factor psikologis atau rangsang simpatis.
Susu ditoleransi sedikit saja oleh beberapa pasien dengan colitis ulseratif. Makanan
yang diketahui dapat memperberat timbulnya gejala-gejala harus dihindari yang
meliputi alcohol, kafein makanan tinggi lemak, dan buah-buahan serta sayuran
mentah. Tambahan vitamin biasanya diperlukan, terutama vitamin B12. Bila ada
anemia, Irondektran diberikan dengan Z-track injeksi karena intake oral besi tidak
efektif akibat adanya ulserasi usus.
Obat-obatan
sebagai
berperan
dalam
peningkatan
keadaan
sakit.
Jika
penyakit
berlangsung dalam jangka waktu lama, pasien biasanya kurus, nervous. Rasa tidak
aman, ketergantungan dan depresi dapat timbul.
Komunikasi yang empatik yang senantiasa dijalankan biasanya diperlukan untuk
menjalin hubungan tolong-menolong. Hal ini dapat diperlukan untuk merencanakan
penggunaan waktu dengan pasien dan dengan keluarga dalam pola yang terakhir.
Pengetahuan tentang penyakit, tes-tes diagnostic dan terapi dapat membantu
dalam kecemasan pasien
Peningkatan seksualitas
Respon seksual mungkin berkurang akibat penyakit peradangan usus yang kronis
dan dapat mengganggu hubungan seksual. Malnutrisi dan diare yang sering
menimbulkan penurunan libido. Pasien diberi kesempatan untuk mendiskusikan
tentang masalah-masalah tersebut dengan pihak yang terlibat.
Pendidikan pasien
Pendidikan pasien adalah hal penting dalam menjalankan prinsip untuk membantu
pasien mempelajari perawatan diri yang efektif. Hal-hal penting yang harus dimasukan
dalam pendidikan diantaranya adalah:
Diet
Eliminasi
Peningkatan istirahat
dan
megakolon
toksik
yang
tidak
responsive
terhadap
pengobatan
Jenis pembedahan ini memungkinkan eliminasi melalui anus tetapi karena feses
akan sangat encr, inkontinensia usus dapat terjadi.
By:Umy Kulsum Rs
DAFTAR PUSTAKA
Ignatavicius, Donna D., M.Linda Workman, Mary A. Mishler. 1995. Medical Surgical
Nursing a nursing process approach 2nd edition. W.B Saunders Company:USA
Swearingen. 1996. Keperawatan Medikal Bedah E/2. EGC:Jakarta
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperatan)
3. YIAPK Pajajaran:Bandung
Doenges,
Marilynn
E.
1993.
Rencana
Asuhan
Keperawatan
pedoman
untuk