Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PRESENTASI KASUS
A. ANAMNESIS
1.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Suratinah

Umur

: 67 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Kader puskesmas

Agama

: Katholik

Suku bangsa

: Jawa/Indonesia

Alamat

: Karangwaru Lor TR 2/ 104 RT 01 RW 01

No. Rekam medis

: 02.3427

Tanggal kunjungan ke Puskesmas terakhir : 10 Desember 2014

2.

Tanggal Home visit I

: 12 Desember 2014

Tanggal Home visit II

: 15 Desember 2014

ANAMNESIS HOLISTIK
a. Aspek klinis
Keluhan utama : kedua lutut terasa nyeri terutama untuk berdiri dan
berjalan, pasien juga kontrol rutin hipertensi.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua
lututnya sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut
terasa kaku, jika sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat
nyeri dirasakan terus menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki
gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien rajin
kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena penyakit
hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6
bulan.
Riwayat penyakit dahulu :
a. Pasien belum pernah di opname karena penyakitnya maupun penyakit
lain. Riwayat tensi tertinggi 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu.
Riwayat DM (-), Asma (-), TBC (-), Jantung (-).
1

b. Aspek Resiko Internal


Riwayat penyakit keluarga : riwayat hipertensi dalam keluarga
disangkal. Ayah pasien memiliki penyakit asma dan meninggal
karena penyakit tersebut.
c. Aspek Resiko Eksternal
Riwayat Kebiasaan
Dulu sebelum didiagnosis dengan osteoartritis dan hipertensi
pasien sering tidak nafsu makan dan hanya mau makan semangka.
Pasien memiliki hobi memakan camilan berupa roti dan intip.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal hanya berdua bersama suaminya. Pasien memiliki 4
orang anak dan semuanya sudah tidak tinggal 1 rumah dengan
pasien. Hubungan pasien dengan anggota keluarganya baik.
Hubungan pasien dengan masyarakat dan lingkungan sekitar
harmonis. Pasien aktif sebagai kader Puskesmas Tegalrejo.
Keadaan ekonomi keluarga pasien menengah ke bawah. Sumber
pendapatan pasien diperoleh dari anak-anak pasien yang rutin
mengirimkan uang. Uang tersebut dirasakan pasien sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
d. Aspek Personal
Alasan kedatangan
Pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Tegalrejo karena kedua
lututnya terasa sakit dan kontrol rutin penyakit hipertensinya.
Persepsi pasien tentang penyakitnya
Menurut pasien penyakitnya ini dikarenakan faktor umur dan
kebiasaan pola makan pasien yang tidak baik bukan karena faktor
keturunan.
Harapan pasien
Pasien berharap dapat memiliki umur yang panjang.
e. Anamnesis Sistem
Penglihatan

: gangguan penglihatan (-)

Pendengaran

: telinga berdenging (-), sekret berbau (-)

Pencernaan

: mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)


2

Pernafasan

: sesak napas (-), batuk (-)

Cardiovaskuler

: palpitasi (-), nyeri dada (-)

Perkemihan

: nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang (-)

Reproduksi

: kelainan di organ genital (-)

Muskuloskeletal : bahu sering terasa sakit

B. PEMERIKSAAN
1.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: baik, tidak terlihat kesakitan, kesan gizi berlebih

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 72 kali/menit

Respirasi

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,8 C

Status Gizi
Berat badan

: 64 Kg

Tinggi badan

: 151 cm

BMI = BB (Kg)/ TB (m)2 = 28,06


BMI < 18,5

: Underweight

BMI 18,5-24,9 : Normal weight


BMI 25-29,9 : Overweight
BMI 30

: Obesity

Status generalis
A. Pemeriksaan kepala
Mata

: sklera ikterik (-/-)

Hidung

: deformitas (-), massa (-), discharge (-/-)

Telinga

: deformitas (-), tanda inflamasi (-), discharge (-/-)

Mulut

: bibir kering (-), lidah kotor (-)

B. Pemeriksaan leher
Limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat.
C. Pemeriksaan thorax

Cor

: ictus cordis teraba di SIC V linea mid clavicula

sinistra, tidak ada pergesaran dari batas-batas jantung, bunyi jantung


S1 dan S2 reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo

Inspeksi

: dinding dada simetris, retraksi (-), ketinggalan

gerak (-).
Palpasi

: vocal fremitus normal

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikular, wheezing (-/-), ronkhi (-

/-)
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: sedikit cembung, benjolan (-), venektasi (-), spidernevi

(-)
Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Perkusi

: timpani, pekak beralih (-), undulasi (-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-)

E. Pemeriksaan ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-), turgor baik, CRT < 2 detik
F. Pemeriksaan penunjang :
Trigliserid

: 115

Cholestrol total

: 166

Asam urat

: 4,6

C. DIAGNOSIS SEMENTARA
Hipertensi grade 2 terkontrol dengan osteoartritis
D. TERAPI
Amlodipine

: 1 x 5 mg (pagi)

Kalium diklofenak : 2 x 25 mg
Vit B complex : 1 x 1 tab
E. FAMILY ASSESSMENT TOOLS
1. Genogram keluarga
Keluarga Bapak Kasono (nuclear family)

Keterangan :

Laki-laki
Perempuan
Tinggal 1 rumah
Pasien
2.

Family Map

3. Family Life Line


Tahun

Kejadian dalam hidup

Severity of illness

1971

Menikah

1973

Anak pertama lahir

1975

Anak kedua lahir

1979

Anak ketiga lahir

1981

Anak keempat lahir

1985

Ayah meninggal

++++

2005

Ibu meninggal

+++

4. Nilai APGAR keluarga

komponen

indikator

Hampir

Kadang

Hampir

tidak

kadang

selalu

pernah

(1)

(2)

(0)
Adaptation

Saya puas dengan anggota keluarga saya karena


masing-masing

anggota

keluarga

sudah

menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya


Partnership

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat


membantu

memberikan

solusi

terhadap

permasalahan yang saya hadapi


Growth

Saya puas dengan kebebasan yang diberikan


keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan

yang saya miliki


Affection

Saya puas dengan kehangatan/ kasih sayang yang

diberikan keluarga saya


Resolve

Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga

untuk menjalin kebersamaan


Skor total

10

Klasifikasi : 8-10 : fungsi keluarga sehat

4-7 : fungsi keluarga kurang sehat

0-3 : fungsi keluarga sakit


5. Family SCREEM
Aspek

Sumber daya

Sosial

Hubungan pasien dengan keluarga harmonis, pasien merupakan

Patologis

kader puskesmas.
Cultural

Pasien meyakini bahwa penyakitnya bukan karena hal gaib

Religius

Pasien beragama kristen dan rajin ke gereja

Ekonomi

Pasien merasa uang yang diberikan anak-anak cukup untuk


kehidupan sehari-hari

Edukasi

Pemahaman pasien tentang penyakitnya sudah baik

Medical

Pasien memili Jamkesda karena sebagai kader puskesmas

6. PHBS
No

Indikator PHBS

Ya

1.

Persalinan ditolong tenaga kesehatan

2.

Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 2-6 bulan

3.

Menimbang berat badan balita tiap bulan

4.

Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan

5.

Menggunakan jamban sehat

6.

Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

7.

Melakukan pmberantasan sarang nyamuk di rumah dan V

Tidak

V
V

lingkungan
8.

Mengkonsumsi sayuran dan buah setiap hari

9.

Melakukan aktivitas fisik/olahraga

10. Tidak merokok

F. DIAGNOSA HOLISTIK
Hipertensi grade II terkontrol dan osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya
usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.

G. MANAJEMEN KOMPREHENSIF
1. Promotif
Edukasi kepada pasien dan anggota keluarga (melibatkan minimal 1 anggota
keluarga) tentang :

Penyakitnya meliputi penyebab, gejala, komplikasi, dan pengelolaannya

Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam mengelola penyakitnya

Monitoring tekanan darah secara rutin ke Puskesmas dan minum obat rutin
sesuai dengan obat yang diresepkan dokter

Perlunya support keluarga pada pasien dalam menghadapi penyakitnya dan


mendukung pengobatan yang dijalani pasien.

2. Preventif
Pengaturan pola makan yaitu dengan menghindari makanan yang mengandung
garam tinggi, berlemak, dan bersantan
Melakukan aktivitas fisik/olahraga teratur yaitu aerobik/ berjalan (minimal 30
menit per hari dan 4-5 kali seminggu)
7

Istirahat yang cukup yaitu 6-8 jam sehari


Mengontrol rutin tekanan darah setiap 2 minggu sekali di pelayanan kesehatan
Screening anggota keluarga untuk penyakit hipertensi
3. Kuratif
Pada pasien ini diberikan amlodipine untuk hipertensi dan kalium diklofenak
untuk osteo artritis
4. Rehabilitatif
Pasien perlu dikonsulkan ke fisioterapi terkait penyakit osteoartritis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Hipertensi
A. DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung
tegak atau telentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena
sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M,
2006).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka
prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di
daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan
9

kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.


Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%,
tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8%
dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan
angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum
pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif
hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan
faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M,
2006).
D. KLASIFIKASI
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali
atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan. Klasifikasi tekanan darah
menurut JNC VIII
Kategori

Tekanan sistolik

Tekanan diastolik

Optimal

< 120 mmHg

< 80 mmHg

Normal

< 130 mmHg

< 85 mmHg

Normal tinggi

130 - 139 mmHg

85 89 mmHg

Hipertensi Stage I

140 159 mmHg

90 99 mmHg

Hipertensi Stage II

160 179 mmHg

100 109 mmHg

180 mmHg

110 mmHg

Hipertensi Stage III

10

E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi
neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi
faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang
dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

11

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia
40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).
F. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ
dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu :
Sistem organ komplikasi

Komplikasi Hipertensi
Gagal jantung kongestif
Angina pectoris

Jantung

Infark miokard
Sistem syaraf pusat

Ensefalopati hipertensi

Ginjal

Gagal ginjal kronis

Mata

Retinopati hipertensi

Pembuluh darah perifer

Penyakit pembuluh darah perifer

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan

yang

disebabkan

oleh

pecahnya

mikroaneurisma

yang

dapat

mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli
dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggreini
AD et al, 2009).

12

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi
seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti
penjelasan dibawah ini.
1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan
darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan
kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang
aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting
sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti
hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari
dapat meningkatkan risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB).

13

Penyakit Osteoartritis
A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otototot yang menghubungkan sendi.
(Felson, 2008).

B. EPIDEMIOLOGI
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di
dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tandatanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut
kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda
halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan
sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.
C. PATOGENESIS
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab
yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer,
merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik,
pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus
OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA
sekunder ( Soeroso, 2006 ).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).
14

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula


dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan
ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)
sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan
pada sendi (Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor
yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya
memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada
titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung
sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan
akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi
otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan
deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang
diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang
diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak.
Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan
yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada
kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson,
2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago
(Felson, 2008).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruhan elemen
yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah
15

matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit
untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.
Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen
tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh
kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar
hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson,2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.
TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),
dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF
yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada
jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang
lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada
fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif
(Felson, 2008).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah
mengendur (Felson, 2008).
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).
D. DIAGNOSIS
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil radiografis (
Soeroso, 2006 ).
E. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
16

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang ( Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan
menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson,
2008).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso,2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu ( Soeroso, 2006 )..
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
17

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).


f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya
synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan
ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama
pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang terkena
sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik ( Soeroso,2006 ).
Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian
yang menanggung beban seperti lutut ).
b. Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
c. Kista pada tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan suatu
derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren
dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat.
Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat
normal ( Felson, 2006 ).
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
18

dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein ( Soeroso, 2006 ).
H. PENATALAKSANAAN
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
1. Terapi Non Farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai
( Soeroso, 2006 ).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan
untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena
itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk
melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ).
2. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada
OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan
cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang termasuk
19

dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson,2006 ).

3. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari hari.

I. Berat Badan dan Osteoartritis


Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit, termasuk OA.
Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya risiko seseorang
menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria (Soeroso, 2006).
Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih
terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut
terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor
metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong dengan
adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan
hipertensi ( Soeroso, 2006 ).
Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua cara
sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh (
BMI ) (WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI dapat
diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BMI = BB (Kg)
TB (m)2
Klasifikasi BMI :
BMI < 18,5

: Underweight

BMI 18,5-24,9 : Normal weight


BMI 25-29,9 : Overweight
BMI 30

: Obesity

Untuk menilai Waist-hip ratio, terlebih dahulu ukurlah lingkar pinggang pada
titik tersempit, lalu ukurlah lingkar panggul secara pada titik terlebarnya. Selanjutnya
hasil ukur yang didapat dimasukkan ke dalam rumus berikut ini (Frank, 2005) :
Waist Hip Ratio : Lingkar pinggang tersempit (cm)
Lingkar panggul terbesar (cm)
20

Hasil yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel
berikut ini :
Nilai waist hip ratio

Klasifikasi

0,74 atau lebih rendah

Non obese

0,75 0,85

Obese

>0,85

Obese sentral

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk cenderung


lebih sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut mereka
dibandingkan dengan orang lain yang kurang gemuk (Soeroso,2006). Berdasarkan
penelitian lain yang dilakukanThumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut
dengan obesitas mengalami peningkatan rasa nyeri yang pada daerah persendian lutut
dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas. Berdasarkan dua hal tersebut dapat
dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang meningkatkan intensitas
rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.

21

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Analisis Kasus
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua lututnya
sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut terasa kaku, jika
sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat nyeri dirasakan terus
menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2
tahun yang lalu. Pasien rajin kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena
penyakit hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6
bulan. Tekanan darah tertinggi adalah 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu. Dari hasil
pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda peradangan pada sendi,
deformitas, maupun krepitasi. Hasil pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
normal.
Sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien di atas maka pasien
dapat didiagnosis dengan hipertensi stage 2 sesuai dengan kriteria dari JNC VIII.
Diagnosis osteoartritis didapatkan dari keluhan utama pasien yaitu nyeri pada sendi
yang sudah berlangsung selama 2 tahun.
Pada pasien didapatkan BMI 28,06 dimana termasuk dalam kategori overweight.
Hal ini dapat memperberat penyakit osteoartritis pasien dikarenakan salah satu
penyebab terjadinya osteoartritis adalah berat badan yang berlebih.
Pasien tinggal di rumah hanya berdua dengan suami. Rumah pasien terdiri dari 1
ruang tamu, 4 kamar tidur, ruang makan/ ruang keluarga, dapur, 1 kamar mandi, 2
lahan berisi ternak ayam dan burung. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari
keramik yang cukup terjaga kebersihannya. Lantai dapur terbuat dari semen.
Pencahayaan di rumah pasien sudah cukup. Ventilasi untuk pertukaran udara baik
karena banyak terdapat jendela dan jendela dibuka di siang hari.
Diagnosis holistik pada pasien ini adalah Hipertensi grade II terkontrol dan
osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran
dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.
Penyakit pada pasien di atas merupakan penyakit yang komplek sehingga
dibutuhkan dukungan dari pihak keluarga untuk penanganannya.

22

B. Analisi Kunjungan Rumah


Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 12 Desember 2014 dan 15 Desember 2014
a. Keadaan pasien : kondisi pasien baik. Tidak tampak tanda-tanda kecemasan.
b. Lokasi : pasien tinggal di Karangwaru Lor TR2/104 RT 01 RW 01. Rumah pasien
terletak di pemukiman penduduk yang tidak begitu padat. Dari jalan utama
menuju rumah pasien melalui gang yang dapat dilalui oleh mobil. Jarak dari satu
rumah ke rumah lain tidak terlalu dekat. Pasien tinggal hanya berdua dengan
suami.
c. Kondisi rumah : rumah terbuat dari tembok dan sekat kamar beberapa terbuat dari
triplek, kokoh, tidak bertingkat, lantai terbuat dari keramik dan lantai dapur
terbuat dari semen, atap terbuat dari genteng.
d. Pembagian ruang : ruang terdiri dari 4 bagian : 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1
ruang makan/ ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.
e. Ventilasi : terdapat jendela dan ventilasi yang cukup karena jendela terbuka di
siang hari.
f. Pencahayaan : pencahayaan di dalam rumah cukup.
g. Kebersihan : kebersihan di dalam rumah cukup, dengan tata letak barang-barang
yang cukup rapi.
h. Sanitasi dasar :
Sumber air bersih : sumber air dari PAM
Jamban keluarga : terdapat 1 buah kamar mandi dengan 1 jamban jongkok
dengan model leher angsa dan bak mandi dari keramik dengan lantai
keramik. Kesan kamar mandi cukup bersih, terawat, dan tidak bau.
Saluran pembuangan air limbah : limbah rumah tangga dialirkan ke saluran
pembuangan.
Tempat pembuangan sampah : sampah diletakkan di bak penampungan
sampah oleh pasien.
Halaman : terdapat halaman depan dan samping
Kandang : terdapat 2 kandang ternak ayam dan burung di samping rumah
dengan kesan kandang terawat, tertata rapi, dan cukup bersih.

C. Identifikasi Fungsi Keluarga


1. Fungsi Biologis
Pasien sudah tidak dalam masa produktif.
23

2. Fungsi Afektif
Hubungan pasien dengan suami : baik
Hubungan pasien dengan anak : baik
3. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien cukup berperan di lingkungannya dan aktif dengan berbagai kegiatan yang
ada karena pasien merupakan kader Puskesmas. Pasien tidka terlalu mempercayai
mitos-mitos yang ada dalam masyarakat.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP
5. Fungsi Ekonomi
Pasien dan suami sudah tidak bekerja. Untuk kebutuhan sehari-hari pasien
didapat dari kiriman rutin oleh anak-anaknya. Uang tersebut dirasakan pasien
sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
6. Fungsi Religius
Pasien beragama katholik dan rajin beribadah ke gereja setiap hari minggu.

D. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku Kesehatan Keluarga


1. Penggunaan pelayanan kesehatan
Pasien rajin kontrol 1 minggu sekali ke Puskesmas untuk penyakit
hipertensinya. Kesadaran pasien untuk kontrol rutin tinggi.
2. Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan
Pasien memiliki JAMKESDA
E. Pelaksanaan Program
Waktu
10 Desember 2014

12 Desember 2014

Kegiatan

Hasil

Anamnesis dan

Keluhan utama : nyeri pada kedua lutut,

pemeriksaan fisik

kontrol untuk hipertensi

Anamnesis holistik

Pasien tinggal bersama suami. Pasien

identifikasi

sudah tidak bekerja dan aktif sebagai

masalah

kader Puskesmas. Suami pasien juga


sudah tidak bekerja. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari pasien dikirimi
uang oleh anak-anaknya.

15 Desember 2014

Edukasi tentang

Pasien lebih paham tentang penyakitnya

24

penyakit pasien.

dan juga paham dengan diet yang harus

Konseling pasien

dijalani

dan keluarga

dilakukan.

serta

exercise

yang

harus

mengenai penyakit
pasien dan

Suami

pasien

sudah

paham

tentang

pentingnya

penyakit pasien dan tidak merasa khawatir

pengaturan pola

dengan penyakit pasien karena pasien

makan.

rajin kontrol ke puskesmas.

F. Diagnosis Kesehatan Keluarga

Bentuk keluarga

: Nuclear Family

Fungsi yang terganggu

: Aktivitas yang sedikit terganggu karena penyakitnya

Faktor yang mempengaruhi : BMI pasien yang masuk dalam kategori overweight
sehingga memperberat penyakit.

Diagnostik Holistik

: Hipertensi grade II terkontrol dan osteoartritis pada

perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi
keluarga sehat dengan PHBS baik.
G. Identifikasi Masalah dan Penyelesaian
Kolaborasi

Masalah
No.

yang

Target

Sasaran

Pembinaan

dihadapi
1.

yang
menangani)

Nyeri

lutut Nyeri

yang

terus berkurang

menerus

(Profesi

dan tidak

Pasien

Penatalaksanaan

Dokter

farmakoterapi : kalium

umum, Ahli

diklofenak 2 x 25 mg

Gizi

tergantung
kepada

Non Farmakoterapi :

obat

konseling gizi tentang

penghilang

diet yang tepat untuk

nyeri

mengurangi berat
badan dengan low
calory diet dan

25

pemilihan makanan
yang tepat. Edukasi
tentang olahraga apa
saja yang dapat
membantu
meringankan gejala
penyakit pasien.
2.

Hipertensi

Hipertensi

Pasien

terkontrol

Farmakoterapi :

Dokter

Amlodipine 1 x 5 mg

umum

Non Farmakoterapi :
pasien sudah baik
dalam menjaga agar
hipertensinya
terkontrol. Pemilihan
makanan sudah cukup
tepat dan perlu
ditingkatkan lagi.

Suami

Edukasi kepada suami

pasien

tentang kemungkinan
menderita penyakit
yang sama dan
mengajak suami pasien
untuk kontrol rutin ke
puskesmas, tetapi
kesadaran suami pasien
untuk rajin ke
puskesmas masih
rendah. Suami pasien
beranggapan kalau ke
Puskesmas hanya
ketika sakit.

26

H. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga


1. Primary Care
Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa ke
layanan primer terlebih dahulu yaitu ke Puskesmas. Pasien mendapat obat yaitu
Amlodipine 1 x 5 mg, Kalium Diklofenak 2 x 25 mg, dan Vit B complex 1 x 1.
2. Person Center Care
Pelayanan yang diberikan memberikan kenyamanan pada pasien.
3. Holistik Care
Saat menegakkan diagnosis, memandang pasien pada kasus ini tidak hanya dari
segi klinisnya saja tetapi juga menanyakan dari segi psikis adakah masalah atau
beban pikiran, selain itu dari segi ekonomi apakah penghasilan yang didapat cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pengetahuan pasien tentang penyakitnya,
keluarga pasien apakah peduli dengan keadaan pasien dan sosial budaya pasien
sendiri.
4. Comprehensive Care
Dalam menangani kasus pada pasien ini, dilakukan penatalaksanaan secara
menyeluruh :

Promotif yaitu bertujuan memberi edukasi pasien tentang penyakitnya sehingga


pasien bisa lebih memahami tentang penyakitnya.

Preventif diberikan edukasi tentang pentingnya diet dan exercise yang tepat
serta pentingnya memeriksakan diri dengan rutin untuk mencegah progresivitas
penyakitnya.

Kuratif diberikan obat-obatan untuk mengurangi gejala dan menekan


progresivitas penyakit.

Rehabilitatif diberikan fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri serta mencegah


adanya kerusakan fungsi.

5. Continuing Care
Dilakukan home visit pada tanggal 12 Desember 2014 dan 15 Desember 2014
untuk memonitor keadaan pasien di lingkungan rumah dan didapati pasien tinggal
hanya berdua dengan suami, fungsi keluarga sehat dan pasien menerapkan PHBS.
Perekonomian keluarga cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

27

Penulis juga mengingatkan pentingnya kontrol ke Puskesmas untuk memantau


perkembangan dari penyakit pasien, serta pentingnya pengaturan pola makan dan
exercise untuk mengurangi dampak dari penyakit serta menghindari penyakit
menjadi lebih progresif.
6. Collaborative and coordinative care
Dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur asupan makanan yang
dibutuhkan pasien.
7. Patient centered, Family focus and Community Centered Care
Penyakit yang diderita pasien kemungkinan dapat diturunkan kepada anak cucu
pasien sehingga perlu skrining pada anggota keluarga lainnya guna mencegah
terkena penyakit yang sama.
8. Quality Care & Cost Effective
Penyakit pasien termasuk ke dalam kompetensi dokter umum dan sebagi dokter
layanan primer harus dapat mengobati penyakit tersebut. Dengan obat-obatan yang
tersedia di pelayanan primer, pasien tidak perlu membayar lebih mahal untuk ke
dokter spesialis setiap kali kontrol. Karena pelayanan yang berkualitas pun dapat
diberikan di layanan primer dengan biaya yang lebih terjangkau.

28

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan ke rumah pasien penderita penyakit Hipertensi dan
Osteoartritis di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pasien tinggal hanya berdua dengan suami. Keempat anak pasien sudah tidak
tinggal 1 rumah dengan pasien. Walau pasien hanya tamatan SMP tetapi
pemahaman pasien akan penyakitnya sudah cukup baik. Pasien sangat menerima
kondisi penyakitnya dan tidak ada kecemasan yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya. Pendapatan keluarga berasal dari uang pemberian anak-anak pasien
setiap bulan. Pendapatan tersebut dirasa pasien sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat menjadi salah satu sektor yang
berperan dalam menangani kasus penyakit hipertensi dan osteoartritis yang
mencakup promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif dan merujuk ke pusat
pelayanan kesehatan yang berkompeten dalam menangani kasus.
3. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien, dan keluarga menentukan
keberhasilan terapi.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa

Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisa


permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya.

Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat.

2. Bagi Puskesmas

Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha


promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

29

DAFTAR PUSTAKA
Fauci. 2008. Harrisons Principle of internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill Company:
USA.
Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC:287-305
http://www.nhlbi.nih.gov/health/educational/lose_wt/BMI/bmicalc.htm
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Et al. 2009.Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Intern Publishing: Jakarta.
Yogiantoro. 2009.Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Intern
Publishing: Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai