PRESENTASI KASUS
A. ANAMNESIS
1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Suratinah
Umur
: 67 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Kader puskesmas
Agama
: Katholik
Suku bangsa
: Jawa/Indonesia
Alamat
: 02.3427
2.
: 12 Desember 2014
: 15 Desember 2014
ANAMNESIS HOLISTIK
a. Aspek klinis
Keluhan utama : kedua lutut terasa nyeri terutama untuk berdiri dan
berjalan, pasien juga kontrol rutin hipertensi.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua
lututnya sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut
terasa kaku, jika sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat
nyeri dirasakan terus menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki
gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien rajin
kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena penyakit
hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6
bulan.
Riwayat penyakit dahulu :
a. Pasien belum pernah di opname karena penyakitnya maupun penyakit
lain. Riwayat tensi tertinggi 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu.
Riwayat DM (-), Asma (-), TBC (-), Jantung (-).
1
Pendengaran
Pencernaan
Pernafasan
Cardiovaskuler
Perkemihan
Reproduksi
B. PEMERIKSAAN
1.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Nadi
: 72 kali/menit
Respirasi
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,8 C
Status Gizi
Berat badan
: 64 Kg
Tinggi badan
: 151 cm
: Underweight
: Obesity
Status generalis
A. Pemeriksaan kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
B. Pemeriksaan leher
Limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat.
C. Pemeriksaan thorax
Cor
Inspeksi
gerak (-).
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
/-)
D. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
(-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
E. Pemeriksaan ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-), turgor baik, CRT < 2 detik
F. Pemeriksaan penunjang :
Trigliserid
: 115
Cholestrol total
: 166
Asam urat
: 4,6
C. DIAGNOSIS SEMENTARA
Hipertensi grade 2 terkontrol dengan osteoartritis
D. TERAPI
Amlodipine
: 1 x 5 mg (pagi)
Kalium diklofenak : 2 x 25 mg
Vit B complex : 1 x 1 tab
E. FAMILY ASSESSMENT TOOLS
1. Genogram keluarga
Keluarga Bapak Kasono (nuclear family)
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Tinggal 1 rumah
Pasien
2.
Family Map
Severity of illness
1971
Menikah
1973
1975
1979
1981
1985
Ayah meninggal
++++
2005
Ibu meninggal
+++
komponen
indikator
Hampir
Kadang
Hampir
tidak
kadang
selalu
pernah
(1)
(2)
(0)
Adaptation
anggota
keluarga
sudah
memberikan
solusi
terhadap
10
Sumber daya
Sosial
Patologis
kader puskesmas.
Cultural
Religius
Ekonomi
Edukasi
Medical
6. PHBS
No
Indikator PHBS
Ya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tidak
V
V
lingkungan
8.
9.
F. DIAGNOSA HOLISTIK
Hipertensi grade II terkontrol dan osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya
usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.
G. MANAJEMEN KOMPREHENSIF
1. Promotif
Edukasi kepada pasien dan anggota keluarga (melibatkan minimal 1 anggota
keluarga) tentang :
Monitoring tekanan darah secara rutin ke Puskesmas dan minum obat rutin
sesuai dengan obat yang diresepkan dokter
2. Preventif
Pengaturan pola makan yaitu dengan menghindari makanan yang mengandung
garam tinggi, berlemak, dan bersantan
Melakukan aktivitas fisik/olahraga teratur yaitu aerobik/ berjalan (minimal 30
menit per hari dan 4-5 kali seminggu)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Hipertensi
A. DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung
tegak atau telentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena
sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M,
2006).
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi
saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka
prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di
daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan
9
Tekanan sistolik
Tekanan diastolik
Optimal
< 80 mmHg
Normal
< 85 mmHg
Normal tinggi
85 89 mmHg
Hipertensi Stage I
90 99 mmHg
Hipertensi Stage II
180 mmHg
110 mmHg
10
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari
hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi
neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi
faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang
dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah
periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
11
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi
pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia
40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).
F. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ
dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu :
Sistem organ komplikasi
Komplikasi Hipertensi
Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Jantung
Infark miokard
Sistem syaraf pusat
Ensefalopati hipertensi
Ginjal
Mata
Retinopati hipertensi
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan
yang
disebabkan
oleh
pecahnya
mikroaneurisma
yang
dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli
dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggreini
AD et al, 2009).
12
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi
seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti
penjelasan dibawah ini.
1. Terapi Non Farmakologis
a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan
darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan
kontrol hipertensi.
b. Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang
aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting
sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti
hipertensi oleh dokter.
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari
dapat meningkatkan risiko hipertensi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB).
13
Penyakit Osteoartritis
A. DEFINISI
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otototot yang menghubungkan sendi.
(Felson, 2008).
B. EPIDEMIOLOGI
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di
dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tandatanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut
kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda
halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan
sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.
C. PATOGENESIS
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab
yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer,
merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik,
pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus
OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA
sekunder ( Soeroso, 2006 ).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut
diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).
14
matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit
untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.
Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen
tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh
kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar
hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson,2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.
TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),
dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF
yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada
jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang
lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada
fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif
(Felson, 2008).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah
mengendur (Felson, 2008).
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).
D. DIAGNOSIS
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil radiografis (
Soeroso, 2006 ).
E. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
16
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang ( Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan
menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson,
2008).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band (Felson, 2008).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso,2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu ( Soeroso, 2006 )..
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
17
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein ( Soeroso, 2006 ).
H. PENATALAKSANAAN
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
1. Terapi Non Farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai
( Soeroso, 2006 ).
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan
untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena
itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk
melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih ( Soeroso, 2006 ).
2. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen.
Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen,
asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada
OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan
cara mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).
b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang termasuk
19
dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson,2006 ).
3. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari hari.
: Underweight
: Obesity
Untuk menilai Waist-hip ratio, terlebih dahulu ukurlah lingkar pinggang pada
titik tersempit, lalu ukurlah lingkar panggul secara pada titik terlebarnya. Selanjutnya
hasil ukur yang didapat dimasukkan ke dalam rumus berikut ini (Frank, 2005) :
Waist Hip Ratio : Lingkar pinggang tersempit (cm)
Lingkar panggul terbesar (cm)
20
Hasil yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel
berikut ini :
Nilai waist hip ratio
Klasifikasi
Non obese
0,75 0,85
Obese
>0,85
Obese sentral
21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Analisis Kasus
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo dengan keluhan nyeri pada kedua lututnya
sejak 3 hari yang lalu. Untuk berjalan dirasa sangat nyeri. Lutut terasa kaku, jika
sehabis duduk sulit untuk berdiri, jika tidak minum obat nyeri dirasakan terus
menerus, dan jika terlalu lama berdiri kaki gemetaran. Nyeri sudah dirasakan sejak 2
tahun yang lalu. Pasien rajin kontrol ke puskesmas setiap 1 minggu sekali karena
penyakit hipertensinya. Pasien mengaku penyakit hipertensi baru dialami selama 6
bulan. Tekanan darah tertinggi adalah 145/100 mmHg 4 bulan yang lalu. Dari hasil
pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda peradangan pada sendi,
deformitas, maupun krepitasi. Hasil pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
normal.
Sesuai hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien di atas maka pasien
dapat didiagnosis dengan hipertensi stage 2 sesuai dengan kriteria dari JNC VIII.
Diagnosis osteoartritis didapatkan dari keluhan utama pasien yaitu nyeri pada sendi
yang sudah berlangsung selama 2 tahun.
Pada pasien didapatkan BMI 28,06 dimana termasuk dalam kategori overweight.
Hal ini dapat memperberat penyakit osteoartritis pasien dikarenakan salah satu
penyebab terjadinya osteoartritis adalah berat badan yang berlebih.
Pasien tinggal di rumah hanya berdua dengan suami. Rumah pasien terdiri dari 1
ruang tamu, 4 kamar tidur, ruang makan/ ruang keluarga, dapur, 1 kamar mandi, 2
lahan berisi ternak ayam dan burung. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari
keramik yang cukup terjaga kebersihannya. Lantai dapur terbuat dari semen.
Pencahayaan di rumah pasien sudah cukup. Ventilasi untuk pertukaran udara baik
karena banyak terdapat jendela dan jendela dibuka di siang hari.
Diagnosis holistik pada pasien ini adalah Hipertensi grade II terkontrol dan
osteoartritis pada perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran
dan fungsi keluarga sehat dengan PHBS baik.
Penyakit pada pasien di atas merupakan penyakit yang komplek sehingga
dibutuhkan dukungan dari pihak keluarga untuk penanganannya.
22
2. Fungsi Afektif
Hubungan pasien dengan suami : baik
Hubungan pasien dengan anak : baik
3. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien cukup berperan di lingkungannya dan aktif dengan berbagai kegiatan yang
ada karena pasien merupakan kader Puskesmas. Pasien tidka terlalu mempercayai
mitos-mitos yang ada dalam masyarakat.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP
5. Fungsi Ekonomi
Pasien dan suami sudah tidak bekerja. Untuk kebutuhan sehari-hari pasien
didapat dari kiriman rutin oleh anak-anaknya. Uang tersebut dirasakan pasien
sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
6. Fungsi Religius
Pasien beragama katholik dan rajin beribadah ke gereja setiap hari minggu.
12 Desember 2014
Kegiatan
Hasil
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Anamnesis holistik
identifikasi
masalah
15 Desember 2014
Edukasi tentang
24
penyakit pasien.
Konseling pasien
dijalani
dan keluarga
dilakukan.
serta
exercise
yang
harus
mengenai penyakit
pasien dan
Suami
pasien
sudah
paham
tentang
pentingnya
pengaturan pola
makan.
Bentuk keluarga
: Nuclear Family
Faktor yang mempengaruhi : BMI pasien yang masuk dalam kategori overweight
sehingga memperberat penyakit.
Diagnostik Holistik
perempuan overweight paruh baya usia 67 tahun tanpa kekhawatiran dan fungsi
keluarga sehat dengan PHBS baik.
G. Identifikasi Masalah dan Penyelesaian
Kolaborasi
Masalah
No.
yang
Target
Sasaran
Pembinaan
dihadapi
1.
yang
menangani)
Nyeri
lutut Nyeri
yang
terus berkurang
menerus
(Profesi
dan tidak
Pasien
Penatalaksanaan
Dokter
farmakoterapi : kalium
umum, Ahli
diklofenak 2 x 25 mg
Gizi
tergantung
kepada
Non Farmakoterapi :
obat
penghilang
nyeri
mengurangi berat
badan dengan low
calory diet dan
25
pemilihan makanan
yang tepat. Edukasi
tentang olahraga apa
saja yang dapat
membantu
meringankan gejala
penyakit pasien.
2.
Hipertensi
Hipertensi
Pasien
terkontrol
Farmakoterapi :
Dokter
Amlodipine 1 x 5 mg
umum
Non Farmakoterapi :
pasien sudah baik
dalam menjaga agar
hipertensinya
terkontrol. Pemilihan
makanan sudah cukup
tepat dan perlu
ditingkatkan lagi.
Suami
pasien
tentang kemungkinan
menderita penyakit
yang sama dan
mengajak suami pasien
untuk kontrol rutin ke
puskesmas, tetapi
kesadaran suami pasien
untuk rajin ke
puskesmas masih
rendah. Suami pasien
beranggapan kalau ke
Puskesmas hanya
ketika sakit.
26
Preventif diberikan edukasi tentang pentingnya diet dan exercise yang tepat
serta pentingnya memeriksakan diri dengan rutin untuk mencegah progresivitas
penyakitnya.
5. Continuing Care
Dilakukan home visit pada tanggal 12 Desember 2014 dan 15 Desember 2014
untuk memonitor keadaan pasien di lingkungan rumah dan didapati pasien tinggal
hanya berdua dengan suami, fungsi keluarga sehat dan pasien menerapkan PHBS.
Perekonomian keluarga cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
27
28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan ke rumah pasien penderita penyakit Hipertensi dan
Osteoartritis di wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pasien tinggal hanya berdua dengan suami. Keempat anak pasien sudah tidak
tinggal 1 rumah dengan pasien. Walau pasien hanya tamatan SMP tetapi
pemahaman pasien akan penyakitnya sudah cukup baik. Pasien sangat menerima
kondisi penyakitnya dan tidak ada kecemasan yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya. Pendapatan keluarga berasal dari uang pemberian anak-anak pasien
setiap bulan. Pendapatan tersebut dirasa pasien sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat menjadi salah satu sektor yang
berperan dalam menangani kasus penyakit hipertensi dan osteoartritis yang
mencakup promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif dan merujuk ke pusat
pelayanan kesehatan yang berkompeten dalam menangani kasus.
3. Kerjasama antara petugas kesehatan, pasien, dan keluarga menentukan
keberhasilan terapi.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
2. Bagi Puskesmas
29
DAFTAR PUSTAKA
Fauci. 2008. Harrisons Principle of internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill Company:
USA.
Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC:287-305
http://www.nhlbi.nih.gov/health/educational/lose_wt/BMI/bmicalc.htm
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Et al. 2009.Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Intern Publishing: Jakarta.
Yogiantoro. 2009.Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Intern
Publishing: Jakarta.
30