Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Minyak sawit berasal dari buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis), suatu

spesies tropis yang berasal dari Afrika Barat, namun kini tumbuh sebagai hibrida di
banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Minyak sawit
menjadi minyak pangan yang paling banyak diperdagangkan secara internasional
pada tahun 2007. Minyak yang relatif murah ini digunakan untuk berbagai tujuan.
Permintaan dunia akan minyak sawit telah melonjak dalam dua dasawarsa terakhir,
pertama karena penggunaannya dalam bahan makanan, sabun, dan produk-produk
konsumen lainnya, dan belakangan ini sebagai bahan baku mentah bahan bakar
nabati. Naiknya tingkat kemakmuran di India dan Cina, kedua Negara importir
terbesar di dunia, akan menambah permintaan akan minyak sawit dan minyak sayur
yang dapat dimakan lainnya untuk berbagai kegunaan. Buah sawit adalah sumber
bahan baku.CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dihasilkan dari
daging buah sawit, sedangkan PKO dihasilkan dari inti buahnya.
Sebuah alternatif sumber bahan baku potensial yang cukup banyak tersedia telah
muncul, yaitu produk samping biomassa non-kelas pangan buah kelapa sawit dan
produksi minyak sawit. Ini bukanlah sekedar menggunakan minyak dari buah kelapa
sawit, melainkan mengkonversi seluruh biomassa yang diambil dari perkebunan
kelapa sawit menjadi sumber energi terbarukan. Dengan menggunakan biomassa dari
perkebunan maupun sisa pengolahan dari produksi minyak sawit (serat, kulit, efluen
pabrik minyak sawit, minyak sisa, dsb.), bioenergi dari perkebunan kelapa sawit
dapat memberikan efek mengurangi emisi gas rumah kaca. Beberapa contoh teknik
produksi ini telah didaftarkan sebagai proyek berdasarkan Kyoto Protocols Clean
Development Mechanism (CDM).
Minyak sawit atau minyak kelapa sawit adalah minyak nabati edibel yang
didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis
guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan Attalea maripa. Minyak sawit
secara alami berwarna mereh karena kandungan beta-karoten yang tinggi. CPO
berbeda dengan PKO yang dihasilkan dari inti buah yang sama. Minyak kelapa sawit
juga berbeda dengan minyak kelapa yang dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos
I-1

nucifera). Perbedaan ada pada warna (minyak inti sawit tidak memiliki karotenoid
sehingga tidak berwarna merah), dan kadar lemak jenuhnya. Minyak sawit
mengandung 41% lemak jenuh, minyak inti sawit 81%, dan minyak kelapa 86%.
Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi.
Minyak sawit berwujud setengah padat pada temperatur ruangan dan memiliki
beberapa jenis lemak jenuh asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat
(5%), dan asam palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam
bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%), dan asam alfa linoleat (0.3%). Seperti
semua minyak nabati, minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi
lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas
rendah dan lipoprotein densitas tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh.
Minyak sawit juga GMO free, karena tidak ada kelapa sawit termodifikasi genetik
(GMO) yang dibudidayakan untuk menghasilkan minyak sawit.
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit (CPO) terbesar
kedua di dunia. Sejauh ini, pemanfaatan kelapa sawit terbatas pada industri minyak
goreng, ataupun diekspor secara langsung dalam bentuk CPO. Minyak kelapa sawit
bisa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Dimana biodiesel itu
sendiri merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar yang dapat diperbaharui.
Pertambahan jumlah populasi di dunia dan meningkatnya jenis kebutuhan manusia,
mengakibatkan kebutuhan akan energipun semakin meningkat sehingga persediaan
energi khususnya energi yang tidak dapat diperbaharui, Unrenewable Energy,
semakin menipis, bahkan lama-kelamaan akan habis.
Minyak sawit adalah bahan memasak yang umum di negara tropis di Afrika,
Asia Tenggara, dan sebagian Brasil. Penggunaannya dalam industri makanan
komersial di belahan negara lain didorong oleh biaya produksinya yang rendah dan
kestabilan oksidatifnya ketika digunakan untuk menggoreng.
Oleh karena itu ada dua pilihan dalam pembangunan industry palm oil yaitu
terus bergantung sepenuhnya pada impor tau mendirikan pabrik palm oil dengan
bahan baku dari negeri sendiri. Tentu akan sangat lebih baikjika memilih opsi
terakhir, denganalasan Indonesia kan memperoleh nilai tambah dan menyerap tenaga
kerja serta mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak nabati yang cukup
berpengaruh terhadap anggaran devisa Negara.

I-2

I.2

Produksi Bahan Baku


Buah sawit merupakan buah yang paling produktif dalam produksi minyak

sayur di dunia, dengan hasil minyak per hektar yang lebih besar dari komoditas biji
minyak utama yang lain. Buah sawit yang dikenal dengan bermacam jenis,
mempunyai pola panen yang kita kenal sebagai tingkat kematangan. Kematangan
buah sangat menentukan hasil rendemen minyak yang dihasilkan. Berbagai standart
baku mutu buah tentunya akan menjadi tolak ukur dalam perancangan pengolahan
Pabrik Minyak Kelapa Sawit Skala kecil (mikro). Dengan melihat pola panen yang
sesuai akan mendongkrak tingkat mutu buah. Buah yang telah dipanen selayaknya
secepatnya di distribusikan ke pabrik pengolahan agar tidak teroksidasi oleh enzim
dan udara yang meningkatkan nilai keasaman (salah satu parameter produk). Sistem
distribusi, pola panen dan tidak tersedianya kapasitas pabrik pengolahan yang
memadai mengakibatkan terjadinya buah restant (waste fruit) dan buah gugur
(berondolan).
Pengembangan Pabrik Kelapa Sawit ini lebih ditekankan dalam hal
pemanfaatan buah restan dan buah berondolan yang kualitasnya tidak memenuhi
standar bahan baku CPO standar bahan pangan. Buah sawit restan dan berondolan
memiliki kandungan Asam lemak bebas lebih dari 6%. Hal ini akibat dari
berlangsungnya proses oksidasi secara alami akibat lamanya buah diolah di Pabrik
ataupun logistik dan transportasi yang tidak memadai di lapangan. Sebagaimana
standar pengolahan buah adalah 24 - 48 jam pasca panen. Dengan kondisi asam
lemak bebas yang tinggi ini tentu tidak memenuhi standar kualitas pangan yang
disyaratkan.
Selain faktor asam lemak bebas yang tinggi, secara kualitas kadar minyak yang
ada pada buah restan dan berondolan tidak jauh berbeda dibanding buah segar yang
diolah untuk bahan pangan, hal ini berbeda jika buah restan dan berondolan yang ada
merupakan buah mentah atau belum memenuhi syarat fisiologis untuk panen.

Tandan Buah Segar (TBS) dengan mutu yang baik akan menghasilkan :
1. Minyak sebanyak 20-25%
2. Inti (kernel) sebanyak 4-6%
3. Cangkang 5-9%
4. Tandan kosong (empty fruit bunch) 20-22%
5. Serat (fiber) 12-14%
I-3

Sedangkan Buah Berondolan akan menghasilkan:


1. Minyak sebanyak 30-34%
2. Nut (biji) 15-17%
3. Serat (fiber) 14-30%
4. Sampah 2-10%
I.3

Marketing Aspek
Konsumen global sejauh ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap

minyak sawit, kondisi demikian akan berlanjut tahun-tahun berikutnya, terlebih lagi
suplai global minyak biji kapas, kacang-kacangan, rapa, dan minyak zaitun
diprediksi menurun. Dalam beberapa tahun terakhir peranan minyak sawit
mendominasi permintaan global terhadap minyak nabati. Saat ini dan kedepan
produksi dan suplai CPO dunia bergantung pada apa yang akan terjadi di industri
kelapa sawit Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama minyak sawit dunia.
Produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) di Indonesia tahun 2013 mencapai 26 juta
ton atau naik 1,9% dibanding 2012 sebanyak 26,5 juta ton. Sedangkan produksi 2014
jumlahnya di kisaran 27,5-28 juta ton. Sedangkan harga minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil/CPO) dan produk turunannya di pasar internasional mampu menembus
US$ 1.100 per ton. Hal itu berpotensi mendongkrak ekspor CPO hingga ke level US$
24,2 miliar.
Perkembangan selanjutnya adalah muncul pemikiran bahwa ekspor CPO dan
PKO akan sangat menguntungkan produsen minyak sawit mentah di Indonesia
mengingat kapasitas produksi yang cukup besar ditambah permintaan pasar yang
terus meningkat ditunjang dengan banyaknya produk olahan yang merupakan
turunan dari CPO dan PKO. Kenaikan harga minyak sawit mentah merupakan
sebuah rangsangan utama bagi para pengusaha di Indonesia, adapun usaha
peningkatan produksi kelapa sawit hingga saat ini terus dilakukan, baik secara
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Selain itu akan membuka lapangan kerja yang
lebih luas dan akan mendorong berkembangnya industri minyak mentah (CPO dan
PKO) yang lebih adaptif dan inovatif. Selain itu perlunya penerapan strategi dalam
mengahadapi pasar.
Strategi yang diterapkan erat kaitannya dengan kegiatan pemasaran. Dalam hal
ini pola dan strategi pemasaran selalu ditinjau ulang, sebaran penjualan produk
diutamakan pada daerah yang memberikan margin laba usaha optimal melalui
I-4

program optimasi distribusi sehingga daerah pemasaran dan pola angkutan


disesuaikan. Untuk mendapatkan kinerja penjualan yang maksimal, fokus wilayah
penjualan adalah di pasar domestik. Sesuai dengan keunggulan geografis, di mana
pabrik direncanakan didirikan di Kalimantan Barat, dan untuk mendapatkan harga
dengan profit margin optimal, manajemen harus menerapkan sinergi distribusi dan
penjualan. Pihak manajemen melalui bagian distribusi juga mengelola pasokan ke
setiap wilayah pasar baik domestik maupun ekspor agar memberikan nilai tambah
yang paling besar, dengan memperhatikan:
a. Pasokan dari pabrik sehingga menghasilkan efisiensi beban distribusi.
b. Peningkatan utilisasi kapasitas packing.
c. Alokasi ekspor apabila kapasitas pabrik memungkinkan.
I.4

Perkembangan & Prospek


Peningkatan pesat produksi kelapa sawit mulai dalam 20 tahun terakhir.

Selama 17 tahun terakhir, produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir enam kali
lipat, dari 4,8 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 1996 menjadi 26 juta ton
pada 2013. Dalam beberapa tahun ke depan pemerintah berencana untuk memperluas
perkebunan kelapa sawit dengan target produksi pada 2020 mencapai 52 juta ton per
tahun. Indonesia diperkirakan akan menambah pasokan konsumsi CPO sebesar 3,3
juta ton untuk produksi biofuel. Usaha intensifikasi dilakukan dengan berbagai
penelitian genetik bahan tanaman dan kultur teknis, sedangkan usaha ekstensifikasi
dilakukan dengan berbagai program perluasan areal penanaman baru. Usaha tersebut
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pasar global, dikarenakan Indonesia
merupakan produsen utama minyak mentah CPO dan PKO.
I.5

Penggunaan Produk
Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut tandan buah segar

(TBS), setelah diolah tandan buah segar akan menghasilkan minyak yang terdiri atas
2 macam ; Minyak berasal dari daging buah (messocarp) yang dihasilkan melalui
perebusan dan pemerasan (press), minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit
kasar atau crude palm oil (CPO) ; Minyak berasal dari inti sawit, dikenal sebagai
minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). CPO dan PKO dapat dibuat menjadi
berbagai produk, pabrik CPO dan PKO disebut refineri dan ekstraksi yang
menghasilkan beberapa jenis minyak siap pakai seperti minyak goreng dan berbagai
I-5

jenis minyak yang harus diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk lain.
Industri Kelapa Sawit terdiri dari 3 bagian utama. Industry Hulu, Industri tengah, dan
Industri Hilir. Untuk industry hilir minyak sawit menjadi bahan baku utama untuk
berbagai macam produk yang digunakan langsung oleh masyarakat. Produk ini
biasanya disebut dengan consumer goods.
Pada dasarnya, pengolahan kelapa sawit merupakan suatu proses terhadap
tandan buah segar (TBS) menjadi CPO yang berwarna kuning dan minyak inti sawit
(palm kernel oil/PKO) yang jernih. CPO dan PKO banyak digunakan sebagai bahan
industri pangan (minyak goreng dan margarin). Industri sabun (bahan penghasil
busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan
bakar alternatif (biodisel). CPO juga dapat diolah menjadi bahan kimia, seperti metil
ester, asam lemak (fatty acid), dan gliserin (glycerine). Di Indonesia, turunan produk
CPO banyak digunakan industri pangan antara lain berupa minyak goreng, margarin,
shortening, dan vegetable ghee. Turunan produk CPO pada industri oleokimia, antara
lain berupa fatty acids, fatty alcohol dan glycerin, serta biodiesel. Di sisi lain,
penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) CPO di dalam
negeri belum berkembang bersifat komersial.

I-6

Anda mungkin juga menyukai