Anda di halaman 1dari 20

PENUGASAN ILMIAH

BLOK UROPOETIKA

Transport dan Keseimbangan Asam Basa

Nama : Meirina Khoirunnisa


NIM : 11711102
Nama Tutor : dr. Rosmelia Malik M.Kes, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011/2012

PENUGASAN ILMIAH
BLOK UROPOETIKA

Transport dan Keseimbangan Asam Basa

Nama : Meirina Khoirunnisa


NIM : 11711102
Nama Tutor : dr. Rosmelia Malik M.Kes, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011/2012
i

Daftar Isi

Halaman Judul

Daftar Isi .

ii

Daftar Gambar

iii

Bab I
1.1 Pendahuluan .........

2.1 Mekanisme Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa

2.2 Sistem Dapar

2.3 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa melalui Pernapasan ..

2.4 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa oleh Ginjal ..

3.1 Pengaruh Usia terhadap Keseimbangan Asam-Basa ..

10

4.1 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa ...

11

Kesimpulan ..

15

Daftar Pustaka ....

16

Bab II

Bab III

Bab IV

Daftar Gambar
Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

14

iii

BAB I
1.1 Pendahuluan
Tubuh

memiliki

berbagai

mekanisme

untuk

mempertahankan

homeostasis, salah satunya adalah dengan mempertahankan keseimbangan


asam dan basa.
Dalam tubuh, sebutan asam digunakan pada molekul yang mengandung
atom hidrogen, yang nantinya dapat melepaskan ion hidrogen. Sedangkan basa
adalah molekul atau ion penerima ion hidrogen.
Asam dalam tubuh mayoritas didapatkan dari produksi CO2 pernapasan.
Sebenarnya CO2 bukanlah sebuah asam karena CO2 tidak mengandung atom
hidrogen, namun CO2 hasil pernapasan jika berikatan dengan H 2O akan
membentuk asam karbonat (H2CO3) yang dengan cepat akan berdisosiasi
menjadi H+ dan HCO3-. Reaksi ini terjadi baik di sel maupun di plasma, namun
reaksinya berjalan dengan lambat.
Selain itu asam dalam tubuh juga didapat dari hasil metabolisme yang
berupa asam organik yang berkontribusi dalam pembentukan dan pengeluaran H+
ke cairan tubuh.
Pendapatan asam dan basa yang kurang seimbang menjadi salah satu
penyebab mengapa fisiologi asam-basa lebih difokuskan kepada asam. Pertama,
Berbeda dengan asam, basa dalam tubuh didapat dari sumber yang lebih sedikit.
Beberapa buah dan sayuran memang mengandung anion yang akan diubah
menjadi HCO3-, namun pengaruh dari makanan-makanan tersebut tertutupi oleh
jumlah asam amino, asam lemak, dan asam yang terdapat dalam buah itu sendiri.
Kedua, dalam gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan yang disebabkan
oleh kelebihan asam lebih sering muncul daripada gangguan yang disebabkan
oleh kelebihan basa sehingga tubuh lebih terfokus pada mekanisme pengeluaran
asam berlebih (Silverthorn, 2007).

Konsentrasi

H+

dalam

tubuh

yang

sangat

kecil

menyebabkan

penghitungannya tidak praktis, sehingga untuk menyederhanakannya konsentrasi


H+ dinyatakan dalam hitungan logaritma yang menggunakan satuan pH dengan
skala 0-14, dimana pH 7 adalah netral (tidak asam dan tidak basa).

Dari hitungan logaritma tersebut dapat disimpulkan bahwa pH berbanding


terbalik dengan konsentrasi H+, sehingga pH tinggi berhubungan dengan
konsentrasi H+ yang rendah, dan sebaliknya. Dengan kata lain, pH di atas 7
berarti cairan tersebut mengandung lebih sedikit H+ sehingga dikatakan basa,
begitu pula sebaliknya (Guyton, 2006).
Untuk mempertahankan homeostasis, konsentrasi ion H+ (pH) dalam
cairan tubuh harus dijaga pada kadar yang sesuai. Hal ini penting karena
nantinya akan berpengaruh pada aktivitas metabolisme tubuh, contohnya adalah
kinerja protein. Protein dan sangat sensitif terhadap perubahan pH. Bentuk tigadimensi protein dapat berubah seiring dengan perubahan pH. Bila perubahan pH
menyimpang terlalu jauh, maka protein akan sulit terikat pada enzimnya sehingga
akan menghambat proses metabolisme selanjutnya. Selain mengubah bentuk
protein, perubahan pH juga dapat mengubah aktivitas enzim dan mengganggu
stabilitas membran plasma (Martini, 2012).
Selain metabolisme sel, perubahan pH yang diluar batas normal juga
dapat menyebabkan perubahan eksitabilitas sel saraf dan sel otot, juga akan
mempengaruhi kadar K+ dalam cairan ekstrasel yang dapat menyebabkan
gangguan pada jantung (Sherwood, 2001).
Selain itu juga seperti yang telah disebutkan tadi, tubuh menghasilnya
lebih banyak asam dibandingkan basa sehingga diperlukan mekanisme
pembuangan asam untuk mempertahankan pH tubuh dalam rentang nilai yang
sesuai (Tortora, 2009).

Oleh Guyton (2006) disebutkan bahwa darah arteri normal memiliki pH


7,4, sedangkan darah vena dan cairan interstisial memiliki pH lebih rendah
(sekitar 7,35) karena adanya CO2 berlebih yang dilepaskan untuk membentuk
H2CO3. pH intrasel juga biasanya sedikit lebih rendah dari pH plasma karena
salah satu hasil metabolismenya berupa asam. Seseorang hanya dapat hidup
selama beberapa jam apabila pH tubuhnya lebih rendah dari 6,8 atau lebih tinggi
dari 8.
Secara umum, Sherwood (2001) memasang rentang pH normal tubuh
antara 7,35-7,45. Bila pH plasma turun di bawah 7,35 maka akan terjadi asidosis,
dan bila pH plasma naik sampai lebih dari 7,45 maka akan terjadi alkalosis.
Selain rentang pH di kompartemen-kompartemen yang sudah disebutkan
tadi, ada beberapa cairan tubuh yang memang secara fisiologis memiliki rentang
pH yang jauh berbeda, seperti cairan dalam lumen saluran pencernaan dan
tubulus ginjal. Lambung mensekresi asam yang kurang lebih memiliki pH 1, dan
pH di urin bervariasi mulai dari 4,5-8,5 tergantung dari kebutuhan tubuh untuk
mengekskresi H+ atau HCO3- (Silverthorn, 2007).

BAB II
2.1 Mekanisme Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa
Pembuangan H+ dari cairan tubuh bergantung pada tiga mekanisme
utama, yaitu; sistem buffer, ventilasi, dan ekskresi H+ oleh ginjal. Sistem buffer
atau dapar merupakan barisan depan pengaturan asam-basa karena bereaksi
paling cepat terhadap konsentrasi H+. Buffer akan dengan cepat berikatan dengan
H+ sehingga menurunkan kadar H+ bebas dalam plasma. Dengan kata lain sistem
buffer meningkatkan pH tubuh tanpa membuang H+ dari tubuh. Sistem dapar
terbagi ke dalam tiga mekanisme, yaitu; sistem dapar bikarbonat, sistem dapar
protein dan sistem dapar fosfat.
Pengaturan asam-basa oleh ventilasi lebih difokuskan pada ekshalasi
CO2. Dengan meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan, kadar asam
karbonat dalam darah akan menurun dalam beberapa menit dan akan
meningkatkan pH darah (menurunkan kadar H + darah). Pengaturan asam-basa
dengan cara ventilasi ini mampu mengatasi 75% gangguan ketidakseimbangan
asam-basa.
Yang terakhir adalah pengaturan asam-basa oleh ginjal. Ginjal mengatasi
25% gangguan yang tidak dapat dikompensasi dengan ventilasi. Kompensasi
gangguan asam-basa dengan ginjal memang paling efektif namun prosesnya
lebih lambat, mulai dari hitungan jam hingga hari (Tortora, 2009).

2.2 Sistem Dapar


Segala jenis substansi yang dapat berikatan dengan H + secara reversibel
disebut dapar (buffer). Setelah dibentuk dan sebelum dibuang, kebanyakan ion
hidrogen didapar oleh sistem dapar ekstrasel dan intrasel. Tanpa sistem dapar,
konsentrasi ion bebas H+ akan menjadi terlalu tinggi (Vander, 2001).

Ada beberapa mekanisme sistem dapar, yaitu dengan menggunakan


protein, bikarbonat, fosfat, hemoglobin, dan lain-lain. Namun dalam pembahasan
ini yang akan dibahas hanya sistem dapar protein, bikarbonat, dan fosfat.

Gambar

1.

Beberapa

fungsi

sistem

dapar

yang

digunakan

untuk

mempertahankan pH cairan tubuh (Seeley, Stephens & Tate, 2004).


1) Sistem Dapar Bikarbonat
Sistem dapar bikarbonat terdiri atas campuran asam karbonat dan ion
bikarbonat. Asam karbonat hasil hidrasi CO2 akan berdisosiasi menjadi ion
hidrogen dan bikarbonat dan terjadi secara reversibel seperti reaksi di bawah
ini:

Karena sifatnya yang reversibel itu, perubahan jumlah CO 2, H+, atau


HCO3-

akan

menyebabkan

reaksi

bergeser

sampai

tercapai

titik

keseimbangan. Misalnya saja jika CO2 meningkat, reaksi akan bergeser ke


kanan dan menghasilkan satu H+ dan satu HCO3- tambahan dari tiap CO2 dan
H2O yang bercampur. Hal ini akan menurunkan pH karena walaupun HCO 3ikut terbentuk, HCO3- hanya akan bisa berperan sebagai dapar bila terikat
pada H+ dan menjadi asam karbonat.

Sedangkan jika yang meningkat adalah H+, HCO3-

dapat bertindak

sebagai dapar dengan cara berikatan dengan H+ berlebih tersebut sampai


reaksinya mencapai titik keseimbangan baru. Pengikatan ion bikarbonat pada
ion hidrogen akan menurunkan jumlah ion hidrogen bebas sehingga
mencegah penurunan pH.
2) Sistem Dapar Protein
Konsentrasi protein lebih banyak daripada bikarbonat dan fosfat,
khususnya dalam cairan intraselular. Sistem dapar protein mendominasi tiga
perempat dari keseluruhan sistem dapar. Beberapa residu asam aminonya
memiliki gugus karboksil (COOH) yang akan melepas ion hidrogen ketika pH
naik sehingga akan kembali menurunkan pH.

Beberapa protein memiliki gugus NH2 yang akan berikatan dengan H+


ketika pH turun terlalu rendah sehingga akan menaikkan pH kembali ke batas
normal (Saladin, 2003).

3) Sistem Dapar Fosfat


Sistem dapar fosfat terdiri atas campuran HPO42- dan H2PO4-. Mekanisme
kerjanya hampir sama dengan sistem dapar bikarbonat, reaksinya dapat
berlangsung secara bolak-balik untuk meningkatkan atau menurunkan pH.

Oleh Saladin (2003) disebutkan bahwa nilai pH yang optimal untuk sistem
ini adalah 6,8, maka dari itu sistem ini lebih kuat dari sistem dapar bikarbonat,
namun karena fosfat dalam cairan ekstrasel lebih sedikit daripada bikarbonat,
sistem ini kurang penting dalam pendaparan cairan ekstrasel.

2.3 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa melalui Pernapasan


Karbon dioksida diproduksi terus-menerus oleh metabolisme aerob dan
dikeluarkan melalui paru-paru dengan ventilasi dalam jumlah yang konstan.
Peningkatan

konsentrasi

CO2

dan

penurunan

pH

akan

menstimulasi

kemoreseptor sentral dan perifer, yang akan meningkatkan ventilasi pulmonal. Hal
ini akan menyebabkan CO2 terbuang keluar dari tubuh dan menurunkan jumlah
H+ yang terbentuk, dan sebaliknya.

2.4 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa oleh Ginjal


Ginjal dapat menetralkan asam atau basa lebih banyak daripada sistem
dapar atau ventilasi. Pada intinya, ginjal mengatur asam-basa dengan cara
menghasilkan urin yang asam atau urin yang basa. H+ akan disekresi ke tubulus
dan nantinya akan didapar oleh bikarbonat, amonia, fosfat, dan lain-lain. Selain itu
pengaturan asam-basa juga dapat dilakukan dengan mereabsorpsi bikarbonat
atau membentuk bikarbonat baru.
Ion hidrogen, baik yang bebas ataupun yang terikat, akan dikeluarkan oleh
ginjal melalui urin, sehingga di sinilah letak kelebihan ginjal dibandingkan dengan
sistem yang lain. Ginjal benar-benar membuang H+ dari tubuh, sedangkan
ventilasi dan sistem dapar hanya menurunkan konsentrasi H+ dengan cara
mengikatkannya dengan molekul lain.
Sel-sel tubulus proksimal dan distal, seperti halnya sel-sel saluran
pencernaan, mensekresi ion hidrogen. Pengeluaran H+ di tubulus mayoritas diatur
oleh pertukaran Na+-H+.
Ion hidrogen dalam darah dinetralkan dengan dua cara: dengan cara
direaksikan dengan ion bikarbonat untuk menghasilkan asam karbonat dan
dengan ion hidroksil untuk menghasilkan air. Asam karbonat segera berdisosiasi
menjadi air dan karbon dioksida, yang akan berdifusi ke dalam sel tubulus.
7

Sel-sel tubulus mendapatkan karbon dioksida dari tiga sumber: darah,


cairan tubulus, dan hasil respirasi. Di dalam tubulus, CA (karbonat anhidrase)
mengkatalisis perubahan air dan karbon dioksida menjadi asam karbonat. Asam
karbonat kemudian dengan segera berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan ion
bikarbonat. Ion bikarbonat akan berdifusi kembali ke dalam darah dan bisa
bergabung lagi ke reaksi yang lainnya.
Kemudian pompa Na+-H+ (sebagai antiport) memompa H+ ke cairan
tubulus untuk ditukar dengan Na+. Natrium bikarbonat di filtrat glomerulus akan
bereaksi dengan hidrogen dan menghasilkan ion natrium bebas dan asam
karbonat. Ion natrium yang terbentuk akan dimasukkan lagi ke sel tubulus dengan
pompa Na+-H+, kemudian akan dibawa ke aliran darah menggunakan pompa Na +K+ di membran basolateral. Asam karbonat yang tadi terbentuk akan berdisosiasi
menjadi air dan karbon dioksida. Karbon dioksida akan dikembalikan ke sel
tubulus dan air akan dikeluarkan ke urin. Sehingga pada akhirnya ion hidrogen
yang tadi disekresi ke tubulus sekarang sudah menjadi bagian dari air yang
tercampur ke urin.
Pompa Na+-H+ akan berjalan terus selama terdapat cukup gradien
konsentrasi antara tingginya konsentrasi H+ di sel tubulus dengan rendahnya
konsentrasi H+ di cairan tubulus.
Sel interkalasi duktus kolektivus memiliki pompa proton (H+ ATPase) pada
membran apikalnya yang akan mensekresi H+ ke cairan tubulus. HCO3- yang
dihasilkan dari disosiasi asam karbonat di dalam sel interkalasi akan melewati
membran basolateral dengan bantuan pompa (antiport) Cl-/ HCO3- dan kemudian
berdifusi ke kapiler peritubular.
Yang menarik adalah sel interkalasi tipe 2 memiliki pompa proton di
membran basolateralnya dan pompa Cl-/ HCO3- di membran apikalnya.Sel-sel ini
mensekresi HCO3-

dan mereabsorpsi H+, sehingga kedua tipe sel mengatur

keseimbangan asam-basa dengan cara mengekskresi banyak H+ ketika pH terlalu


rendah dan mengekskresi HCO3- ketika pH terlalu tinggi.

Buffer terbanyak di cairan tubulus kolektivus adalah HPO42-. Selain itu juga
terdapat NH3 dalam jumlah sedikit. H+ akan bergabung dengan HPO42- membentuk
H2PO4- dan dengan NH3 membentuk NH4+. Ion-ion ini tidak mampu berdifusi
kembali ke sel tubulus sehingga akan diekskresikan di dalam urin.

Gambar 2. Proses pengasaman urin untuk pengaturan keseimbangan asambasa oleh ginjal (Fox, 2011).

BAB III
3.1 Pengaruh Usia terhadap Keseimbangan Asam-Basa
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengaturan asam-basa pada bayi
dan orang dewasa berbeda, sehingga kebanyakan bayi memiliki kesulitan dalam
mengatur asam-basa. Hal-hal tersebut yaitu:
1) Proporsi dan distribusi air. Bayi terdiri dari 75% air sedangkan air pada orang
dewasa hanya 55-60% dari total berat tubuh. Orang dewasa memiliki air dua
kali lebih banyak di dalam cairan intrasel daripada cairan ekstrasel, namun
pada bayi prematur terjadi sebaliknya. Karena cairan ekstrasel lebih mudah
berubah komposisinya, kehilangan atau penambahan air sedikit saja pada
cairan ekstrasel akan menimbulkan perubahan besar pada homeostasis bayi
tersebut.
2) Kecepatan metabolisme. Metabolisme bayi dua kali lebih cepat daripada
orang dewasa. Hasilnya adalah sampah metabolit lebih cepat terbentuk
sehingga bayi lebih mudah mengalami asidosis.
3) Perkembangan ginjal. Efisiensi ginjal bayi dalam mengkonsentrasikan urin
hanya setengah dari efisiensi orang dewasa. Hasilnya adalah pengeluaran
asam menjadi kurang efektif.
4) Luas permukaan tubuh. Perbandingan luas permukaan tubuh terhadap
volume tubuh pada bayi tiga kali lebih besar daripada orang dewasa sehingga
bayi akan mengalami kekurangan air yang lebih banyak daripada orang
dewasa.
5) Kecepatan pernapasan. Bayi bernapas lebih cepat sehingga kehilangan air
lebih cepat juga. Selain itu juga dapat menyebabkan alkalosis karena
pengeluaran karbon dioksida menjadi berlebihan.
6) Konsentrasi ion. Bayi yang baru lahir memiliki konsentrasi K+ dan Cl- yang
lebih

banyak

daripada

orang

dewasa.

Hal

ini

akan

menyebabkan

kecenderungan terjadinya asidosis metabolik.


10

BAB IV
4.1 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Tiga jenis mekanisme penjaga keseimbangan asam-basa (dapar,
pernapasan, dan ginjal) mampu mengatasi berbagai perubahan pH dalam
plasma. Tapi dalam beberapa keadaan, H+ atau HCO3- yang diproduksi atau yang
hilang bisa menjadi terlalu banyak sampai-sampai mekanisme-mekanisme
tersebut gagal dalam menjaga homeostasis pH. Dalam kasus ini, gangguan
keseimbangan asam-basa terjadi ketika pH tubuh berada di luar rentang 7,357,45. pH tubuh yang lebih rendah dari 7,35 disebut asidosis sedangkan pH tubuh
yang lebih tinggi dari 7,45 disebut alkalosis. Jika pH tubuh sampai berada di luar
rentang 7-7,7, asidosis atau alkalosis bisa menjadi fatal.
Permasalahan asam-basa didasarkan pada arah perubahan pH (asidosis
atau alkalosis) dan penyebabnya (metabolik atau respiratorik). Perubahan pada
tekanan CO2 yang berasal dari hiperventilasi atau hipoventilasi menyebabkan pH
berubah. Gangguan inilah yang disebut berasal dari pernapasan. Jika masalah
pH berasal dari asam atau basa yang bukan disebabkan oleh CO 2, maka
gangguan disebut gangguan metabolik (Silverthorn, 2007).
Kemudian dalam Silverthorn (2007) juga dijelaskan bahwa ketika sistem
dapar gagal mengatasi perubahan pH, maka kompensasi dilakukan melalui
ventilasi dan ginjal. Jika masalahnya berasal dari ventilasi, maka kompensasi
hanya bisa dilakukan oleh ginjal. Berdasarkan penyebab-penyebab tersebut maka
asidosis dan alkalosis masing-masing terbagi dua, yaitu respiratorik dan
metabolik.
1) Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi ketika ada retensi CO2 dan kenaikan tekanan
CO2 plasma yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus. Situasi seperti ini
bisa terjadi karena beberapa hal, seperti: resistensi saluran napas ketika
asma, penyakit-penyakit otot, pneumonia, dan lain-lain. Yang terjadi pada
asidosis respiratorik adalah meningkatnya kadar CO2 sehingga turut
11

meningkatnya H+ dan HCO3-, sehingga pH turun dan kadar bikarbonat


meningkat. Kompensasi terhadap asidosis ini dapat dilakukan oleh ginjal,
dengan cara mengekskresikan H+ dan mereabsorpsi HCO3-.
2) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik merupakan gangguan keseimbangan yang terjadi
ketika pemasukan H+ dari makanan dan mhasil metabolisme melebihi jumlah
H+ yang diekskresi. Pada asidosis metabolik, kadar H+ yang tinggi akan
menggeser arah reaksi ke arah CO2 sehingga jumlah karbon dioksida
meningkat dan jumlah bikarbonat menurun karena terpakai untuk mendapar
H+ yang berlebih.
Asidosis metabolik juga dapat terjadi ketika tubuh kekurangan ion
bikarbonat. Kehilangan bikarbonat biasanya disebabkan oleh diare, dimana
bikarbonat tidak tereabsorpsi sehingga terbuang melalui saluran pencernaan.
Asidosis metabolik yang tidak terkompensasi memang jarang terjadi
karena jika terjadi ketidakseimbangan pada metabolik maka sistem ventilasi
akan segera bekerja, yang ditandai dengan meningkatnya ventilasi, kecuali
kalau seseorang tersebut mengalami gangguan pernapasan maka ginjal yang
akan berusaha mengkompensasi.
3) Alkalosis Respiratorik
Keadaan

alkalosis

memang

keadaan

yang

lebih

jarang

terjadi

dibandingkan asidosis. Alkalosis respiratorik disebabkan oleh hiperventilasi


yang tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas metabolisme. Akibatnya,
kadar karbon dioksida dalam plasma akan menurun dan menyebabkan
penurunan ion hidrogen dan ion bikarbonat.
Secara umum, hal ini bisa terjadi ketika seseorang histeris sehingga
meningkatkan hiperventilasi, hal ini dapat segera diatasi dengan cara
memberikan kantong kertas pada orang tersebut dan membuatnya bernapas
ke kantong tersebut sehingga dia akan menghirup kembali karbon dioksida
yang sebelumnya sudah dia keluarkan.
12

Karena alkalosis ini disebabkan oleh pernapasan, maka satu-satunya cara


kompensasi adalah dengan ginjal. Ion bikarbonat yang biasanya direabsorpsi,
dalam kondisi ini akan disekresi ke tubulus sedangkan ion hidrogen akan
direabsorpsi.
4) Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik memiliki dua penyebab utama, yaitu muntah
berlebihan dan konsumsi antasida yang mengandung bikarbonat secara
berlebih. Dalam kedua keadaan tersebut, kenaikan kadar bikarbonat akan
menyebabkan turunnya kadar ion hidrogen. Penurunan kadar ion hidrogen
akan menggeser reaksi ke arah penurunan karbon dioksida.
Seperti

pada

asidosis

metabolik,

kompensasinya

dilakukan

oleh

pengaturan pernapasan. Peningkatan pH dan penurunan kadar karbon


dioksida akan menurunkan ventilasi sehingga akan terjadi akumulasi karbon
dioksida

yang

akan

berusaha

memenuhi

jumlah

yang

dibutuhkan.

Kompensasi ini memang menyeimbangkan kembali pH yang tadinya


terganggu, namun juga akan semakin meningkatkan kadar bikarbonat yang
ada. Selain itu kompensasi ini tidak bisa dilakukan terus menerus karena
hipoventilasi akan menyebabkan hipoksia. Ketika tekanan O2 arteri turun
sampai di bawah 60 mmHg, hipoventilasi akan dihentikan.
Dalam hal ini, mekanisme ginjal untuk mengkompensasinya sama seperti
saat mengkompensasi alkalosis respiratorik, yaitu mengekskresi lebih banyak
ion bikarbonat dan mereabsoprsi lebih banyak ion hidrogen.
Berikut ini merupakan gambaran singkat mengenai hal-hal yang terjadi
ketika muncul gangguan keseimbangan asam-basa.

13

Gambar 3. Perubahan komposisi darah berkaitan dengan gangguan


keseimbangan asam-basa (Martini, 2012).

14

Kesimpulan
Dalam menjaga homeostasis, tubuh memiliki mekanisme tersendiri untuk
mengatur asam-basa di dalam masing-masing kompartemen cairan. Tiga
mekanisme utama dalam pengaturan asam-basa tubuh meliputi: sistem dapar,
pengaturan ventilasi, dan pembentukan urin asam atau basa oleh ginjal.
Pengaturan

pH

tubuh

ini

penting

karena

perubahan

pH

dapat

menyebabkan perubahan pada aktivitas bagian tubuh yang lain. Perubahan pH


dapat menyebabkan perubahan bentuk protein, perubahan aktivitas enzim,
perubahan eksitabilitas sel saraf dan sel otot, dan lain-lain.
Jika pH tubuh berada di luar nilai normalnya (7,35-7,45), maka akan
terjadi gangguan-gangguan yang berkaitan dengan pH tubuh. Gangguangangguan tersebut meliputi asidosis dan alkalosis.

15

Daftar Pustaka
Fox, Stuart Ira. 2011. Human Physiology (12th ed.). New York: Mc Graw
Hill
Ganong, W.F.. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi 22). Pendit,
B.U. (Alih Bahasa). Jakarta: EGC
OCallaghan, C.A. 2006. At a Glance Sistem Ginjal (edisi 2). Yasmine, E.
2009 (Alih Bahasa). Jakarta: Erlangga
Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Medical Physiology (12th ed.).
Philadelphia: Elsevier
Martini, F., Nath, J., Bartholomeuw, E.. 2012. Fundamentals of Anatomy &
Physiology (9th ed.). USA: Pearson Education
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi 2).
Jakarta: EGC
Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function (3rd
ed.). USA: Mc Graw Hill
Tortora, G. J., Derrickson, Bryan. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology (12th ed.). USA: John Wiley & Sons
Silverthorn, D.U. 2007. Human Physiology An Integrated Approach (4th
ed.). USA: Pearson Education
Seeley, R.R., Stephens, T.D., Tate, P., 2004. Anatomy and Physiology (6th
ed.). New York: McGraw-Hill
Vander, et al. 2001. Human Physiology: The Mechanism of Body Function
(8th ed.). New York: McGraw-Hill
16

17

Anda mungkin juga menyukai