Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu


melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.

Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan
seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu
hukum agama.1

Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah
mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalahmasalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman
Rosullulloh maupun yang baru terjadi.

2. Rumusan Masalah
a. Pengertian Ijtihad
b. Dasar ijtihad
c. Ruang lingkup ijtihad
d. Peran mujtahid
e. Syarat mujtahid
f. Tingkatan para mujtahid
1

Nata Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Hlm. 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ijtihad
a. Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa berasal dari kata:

Berarti sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya


upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu.

Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh


untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon yang didasarkan suatu petunjuk yang
berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan
kitabullah dan sunnah rosululloh SAW.2

b. Dasar Ijtihad

Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadis yang menghendaki
digunakannya ijtihad.

Bakery Najar, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Hlm. 30

Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59



Artinya: Hai orang-orang yang beriman taatilah allah dan taatilah rosul dan
orng-orang yang memegang kekuasaan diantara kamu kemudian jika kamu
berselisih pendapt tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada allah(alqur'an
dan sunnah nabi)

a. Sabda Rosullullah Saw

Artinya dari mu'adz bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke
yaman untuk bertindak sebagai hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu
lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz
menjawab, "aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam

kitabullah" nabi bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab allah tidak terdapat
ketentuan tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah rosulullah".
Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut tidak terdapat pula dalam
sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku akan menjawab dengan fikiranku, aku
tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa putusan" , lalu mu'adz mengatakan, "
rosullulah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah
yang telah memberikan pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".

b. Sabda Rosulullah SAW yang artinya:

"Bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau suatu perkara, lalu ia
melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia memperoleh pahala dua
(pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila hasilnya salah maka ia
memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)

Ijtihad seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat
keputusan hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya,
beliau bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka
menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".

Artinya hadist ini menunjukkan bahwa ijtihad sahabat tersebut mempunyai


manfaat dan dihargai oleh Rosulullah

Firman Allah yang artinya :


Artinya "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan
perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan rosul sebab itu
bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan
taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang yang beriman".
(Al-Anfal:1)

Fiman Allah yang

Artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat rosul,
anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn kepada
Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari hari
furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala sesuatu".
(Al-Anfal:41)

3. Ruang Lingkup Ijtihad

Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang
tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang
sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang
statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang

sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma'
para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah.3

Berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist
dapat ditempuh dengan berbagai cara :

a. Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri
oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat
menentukan hukum sendiri.
b. Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak
madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup
tiga tingkatan:
c. Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung
hidup manusia.
d. Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
e. Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang
baik.4

4. Peranan Mujtahid

Karim Syafii, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001. Hlm. 63

Syafii Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung : CV. Pustaka Setia. 2007. Hlm. 27

Apabila seseorang hakim menetapkan hukum lalu dia berijtihad, dan ijtihadnya itu
benar, maka dia mendapat 2 pahala. Apabila dia menetapkan hukum lalu dia
berijtihad dan ijtihadnya itu salah, maka dia mendapat satu pahala. (HR Bukhari dan
Muslim)

Segala permasalahan hukum muncul seiring dengan perubahan zaman. Jika


zaman Nabi saw dulu tidak dikenal dengan bayi tabung, maka tidak bererti bahawa
penetapan hukum ehwal perkara tersebut tiada dalam Islam. Pada titik inilah jalan
ijtihad diperlukan.
Pintu ijtihad kata Syeikul Islam Ibnu Taimiyah, akan selalu terbuka. Bila saja
boleh dilakukan. Kerananya, peranan mujtahid sangat diperlukan dalam mengambil
perkara hukum. Lantas, mujtahid yang bagaimana.
Istilah mujtahid asal kata ijtahada, yajtahidu, ijtihadan, yang bersumber dari
kata dasar jahada, yang berkemampuan. Jika ada orang yang bersungguh2 mencapai
satu keputusan hukum Islam tentang kes yang belum jelas dalam Quran atau Hadith,
maka orang itu disebut mujtahid.
Menurut Iman Al-Amidi, mujtahid adalah orang yang mencurahkan segala
kemampuan dalam mencari hukum Islam yang masih bersifat zhanni (belum jelas dan
tagas) dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan catatan, itu dilakukan benar2 secara
maksima sesuai dengan pengetahuan Islamnya.5

Dzajuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006.

Ulama ushul fiqih sepakat bahawa ijtihad merupakan aktiviti pemikiran.


Sehingga, mujtahid boleh diertikan sebagai seorang yang berupaya mencurahkan
segala kemampuannya secara maksimal dalam memperoleh ketetapan hukum Islam.
Sebab itu hasil mujtahid tidk bererti mutlak benar. Ia hanya bersifat relatif. Lihat HR
Bukhari dan Muslim di atas tadi.

Dasar hukum tentang ijtihad terdapat dalam al-Quran. Diantaranya, pada ayat
An-Nisa 59

..Hai orang2 yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulul
amri (pemimpin) di antara kalian. Kemudian jika kamu berbeza pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah pada Allah (al-Quran) dan RasulNya (as-Sunnah).
Para ulama ushul fiqih telah menetapkan beberapa syarat untuk menjadi
seorang mujtahid. Jadi ada syaratnya..bukan sewenang2nya boleh berijtihad! Ini
untuk menghindari berlakunya penyelewengan pada ketentuan hukum Islam. Dia
disyaratkan memiliki pengetahuan mendalam tentang al-Quran dan as-Sunnah. Boleh
membezakan mana satu ayat dari al-Quran dan mana dari Hadith. Kemudian dia
memahami dan menguasai bahasa Arab dalam segala aspek kebahasaan yang ada di
dalamnya. Dan tentu, dia pula alim dalam ilmu ushul fiqih dan tahu tentang maqasid
as-syariyyah (seluk beluk) maksud syara secara mendalam.6
Menurut Imam Jalaluddin As-Sayuti, mujtahid itu memiliki beberapa
tingkatan, iaitu al-mustaqil, muntasib, al-muqayyad, at-tarjih dan al-fitya. Banyak
tuu..! Mustaqil adalah tingkatan mujtahid yang mengambil keputusan hukum
berdasarkan kaedah dan teori sendiri. Ada empat mujtahid terkenal pada tingkatan ini
seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafiie dan Imam Hambali.
Sedangkan muntasib adalah tingkatan mujtahid yang memiliki cukup
pensyaratan, tetapi dia tidak memiliki kaedah dan teori sendiri dalam mengambil
hukum.
Mujhahid pada tingkatan muqayyad pula memiliki keterkaitan dengan imam
mazhabnya, tapi secara sendiri membangun kaedah dan teori secara sendiri. Dibawah
tingkatan ini, ada tingkatan yang disebut mujtahid at-tarjih, iaitu si mujtahid hanya
6

Hakim Abdul Hamid, Mabadii Awwaliyyah. Maktabah As-Saadiyyah Putra : Jakarta

10

boleh menghafal kaedah para imam mazhabnya sahaja. Sementara pada tingkatan alfitya, mujtahid tidak memiliki kaedah sendiri dan juga tidak sanggup menghafal teori
para imam mazhabnya.
Ada dua sistem yang dikenal dalam pengambilan ijtihad. Sistem tersebut
boleh dilakukan melalui kaedah kebahasaan atau kaedah2 syariyyah. Pada sistem
kebahasaan, yang diteliti adalah aspek2 kebahasaan seperti pemahaman teks yang
khusus dan umum, mutlak dan terbatas, dan seterusnya. Sedangkan pada sistem
syariyyah, dilakukan dengan menggali hukum melalui pensyariatan hukum.7

5. Syarat Mujtahid

Syarat-syarat umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf
Qordhowi sebagai berikut:

a. Harus mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an:


b. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat
c. Mengetahui sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-qur'an.
d. Mengetahui sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan
mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan sebagainya
e. Menguasai ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an.
f. Mengetahui Assunah dan ilmu Hadits
g. Mengetahui bahasa arab

http://masbembengs.blogspot.com/2010/01/ijtihad-tidak-bisa-dihapus-oleh-ijtihad.html

11

h. Mengethui tema-tema yang sudah merupakan ijma'


i. Mengetahui usul fiqih
j. Mengetahui maksud-maksud sejarah
k. Mengenal manusia dan alam sekitarnya
l. Mempunyai sifat adil dan taqwa

Syarat tambahan :
a. Mengetahui ilmu ushuluddin
b. Mengetahui ilmu mantiq
c. Mengetahui cabang-cabang fiqih

6. Tingkatan-Tingkatan Para Mujtahid


a. Mujtahid mutlaq atau mujtahid mustakhil yaitu mujtahid yang mempunyai
pengetahuan lengkap untuk berisbad dengan Al-qur'an dan Al-haditsdengan
menggunakan kaidah mereka sendiri dan diakui kekuatannya oleh tokoh
agama yang lain. Para mujtahid ini yang paling terkenal adalah imam
madzhab empat.
b. Mujtahid muntasib yaitu mujtahid yang terkait oleh imamnya seperti
keterkaitan murid dan guru mereka adalah imam Abu Yusuf, Zarf bin Huzail
yang merupakan murid imam Abu Hanifah
c. Mujtahid fil madzhab yaitu para ahli yang mengikuti para imamnya baik
dalam usul maupun dalam furu' misalnya imam Al-Muzani adalah mujtahid fil
madzhab Syafi'i.
12

d. Mujtahid tarjih yaitu mujtahid yang mampu menilai memilih pendapat


sebagai imam untuk menentukan mana yang lebih kuat dalilnya atau mana
yang sesuai dengan situasi kondisi yang ada tanpa menyimpang dari nashnash khot'i dan tujuan syariat, misalnya Abu Ishaq al syirazi, imam Ghazali.8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ijtihad adalah suatu upaya pemikiran atau penelitian untuk mendapatkan


hukum dalam kitabullah dan sunah rosul

Dasar ijtihad:

a. Firman Allah surat An nisa' :59


b. Firman Allah surat Al anfal: 1,41
c. Dan banyak juga hadits-hadits Rosulullah SAW yang menyebutkan tentang
dasar-dasar ijtihad

http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

13

Tingkatan mujtahid:

1. Mujtahid Mutlak
2. Mujtahid Muntasib
3. Mujtahid fil Madzhab
4. Mujtahid Tarjih

B. SARAN

Para pembaca hendaknya memahami betul masalah-masalah mengenai ijtihad.


Karena dengan ijtihad seseorang mampu menetapkan hukum syara' dengan jalan
menentukan dari kitab dan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Bakery Najar, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Karim Syafii, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2001.
Syafii Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung : CV. Pustaka Setia. 2007.
Dzajuli, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006.
Hakim Abdul Hamid, Mabadii Awwaliyyah. Maktabah As-Saadiyyah Putra : Jakarta
http://masbembengs.blogspot.com/2010/01/ijtihad-tidak-bisa-dihapus-olehijtihad.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

14

Anda mungkin juga menyukai