Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

RETENSI URIN ec TRAUMA


dan
DIABETES MELLITUS TIPE II

Oleh :
ABDI NUSA PERSADA NABABAN, S. Ked
ANITA NUR KHARISMA, S. Ked
ELLYSABETH DIAN YVS, S. Ked
RIA RENTA ULI SIRAIT, S. Ked

PRESEPTOR :
dr. Cecep Sulaiman Iskandar, Sp. PD, FINASIM

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD JENDRAL AHMAD YANI
METRO
JUNI 2014

I.

STATUS PASIEN

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tempat / Tgl. Lahir /Umur
Suku Bangsa
Status Perkawinan
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Maryunah
: Perempuan
: 45 th
: Jawa
: Menikah
: Islam
: Pedagang
: SMP
: Sribawono

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesa

Tgl.: 10 Juni 2014

Keluhan Utama

: tidak bisa kencing sejak 1 minggu yang lalu

Keluhan tambahan

: Perut terasa melilit sejak 1 minggu yang lalu

Jam : 11.00 WIB

Riwayat Penyakit Sekarang:


Os sebelum masuk rumah sakit mengeluhkan tidak bisa buang air kecil sejak 1
minggu yang lalu dan akibatnya perut dirasakan sangat melilit. Os mengaku sebelum
tidak bisa kencing, os memiliki kebiasaan minum yang baik dan tidak pernah
bermasalah dengan buang air kecilnya. Semenjak 2 minggu yang lalu os mengaku
sering buang air kecil dan terasa sakit saat mengeluarkannya, tetapi yang keluar
sedikit dan sehabis buang air kecil merasa tidak puas seperti masih ada urin di saluran
kemihnya. Os mengaku sekitar 3 tahun yang lalu os pernah mengalami kecelakaan
dan mengenai kandung kemihnya. Sebelum datang ke RSAY, os mengaku pernah
pasang kateter di Puskesmas di Sribawono dan merasa lebih enak karena bisa buang
air kecil. Lalu, setelah kateter di lepas os mengaku kembali tidak pipis dan akhirnya
datang ke RSAY untuk berobat.
Selain keluhan tersebut, os juga mengaku sebelumnya merasa mengalami penurunan
berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, gatal pada seluruh tubuh, penglihatan
yang mulai kabur, dan mudah lelah.
10 tahun yang lalu os operasi katarak pada oculi dekstra.

7 tahun yang lalu os diketahui memiliki penyakit Diabetes Mellitus dan tidak rutin
mengkonsumsi obat DM.

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)


()

Cacar

( ) Malaria

(
(
(
(
(
(
(

Cacar Air
Difteri
Batuk Rejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera

(
(
(
(
(
(
(

)
)
)
)
)
)
)

( ) Demam
Rematik
Akut
( ) Pneumonia
( ) Pleuritis
( ) Tuberkulosis

Riwayat Keluarga :
Umur
Hubungan
(th)
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Saudara(kakak)
Anak-Anak

)
)
)
)
)
)
)

( )

Disentri
Hepatitis
Tifus Abdominalis
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi

( ) Ulkus Ventrikuli
( ) Ulkus Duodeni
( ) Gastritis
( ) Batu Empedu lain-lain :

Batu Ginjal /Sal.


Kemih
( ) Burut (Hernia)
( ) Penyakit Prostat
( ) Wasir
() Diabetes
( ) Alergi
( ) Tumor
( ) Penyakit
Pemb.
Darah
( ) Campak

( ) Operasi
() Kecelakaan

Jenis
Kelamin

Keadaan kesehatan

Penyebab
Meninggal

Perempuan

DM tipe 2

Adakah Kerabat yang Menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosa
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung

Ya

Tidak

Hubungan

ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
() Bisul
() Kuku

()
()

Rambut
Kuning / Ikterus

()
Keringat malam
()
Sianosis
() Gatal

Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop

(-)
(-)

Sakit kepala
Nyeri pada sinus

Mata
(-) Nyeri
(-) Sekret
(+) Anemis

(-)
(-)
()

Radang keringat malam


Gangguan penglihatan
Ketajaman penglihatan

( -)
( -)
( -)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

( -)
( -)
( -)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

Mulut
( -) Bibir
( -) Gusi
( -) Selaput

( -)
(+)
( -)

Lidah
Gangguan pengecap
Stomatitis

Tenggorokan
( -) Nyeri tenggorokan

( -)

Perubahan suara

Leher
( -) Benjolan

( -)

Nyeri leher

Jantung / Paru-Paru
( -) Nyeri dada
( -) Berdebar
( -) Ortopnoe

(-)
(-)
(-)

Sesak nafas
Batuk darah
Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


( ) Rasa kembung
( ) Mual
( ) Muntah

()
( -)
(+)

Perut membesar
Wasir
Mencret

Telinga
( -) Nyeri
( -) Sekret

Hidung
( -) Trauma
( -) Nyeri
( -) Sekret
( -) Epistaksis

( -) Muntah darah
( -) Sukar menelan
() Nyeri perut, kolik
Nyeri ulu hati dan perut kanan atas

( -)
( )
( -)
( -)

Tinja berdarah
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


() Disuria
( -) Stranguri
( ) Poliuria
( -) Polakisuria
( -) Hematuria
( -) Kencing batu
( -) Ngompol (tidak disadari)

( -)
( -)
( )
(-)
()
( -)
( -)

Kencing nanah
Kolik
Oliguria dan warna pekat seperti teh
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Penyakit prostat

Katamenis
( -) Leukore
( ) Lain-lain

( -)
( )

Perdarahan

Haid
( ) Haid terakhir
() Teratur
( -) Gangguan haid

(-)
(- )
( -)

Jumlah dan lamanya


Nyeri
Pasca menopause

(-)
( -)

Menarche usia 15 tahun


Gejala klimakterium

Saraf dan Otot


( -) Anestesi
( -) Parestesi
( -) Otot lemah
( -) Kejang
( -) Afasia
( -) Amnesis
( ) Lain-lain

( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
( -) Bengkak
( -) Nyeri sendi

( -)
( -)

Deformitas
Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan dulu (kg)
Berat badan sekarang (kg)
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap ( )
Turun ( )
Naik ( )

: 80 kg
: 53 kg

RIWAYAT HIDUP
Tempat lahir
Ditolong oleh

: () Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin


: ( ) Dokter
( ) Bidan
() Dukun
( )Lain-lain

Riwayat Imunisasi (Pasien Tidak Tahu)


( ) Hepatitis
( ) BCG
( ) Campak
( )Tetanus
Riwayat Makanan
Frekwensi /hari
Jumlah /hari
Variasi /hari
Nafsu makan

( ) Sekolah Kejuruan

: :::-

PEMERIKSAAN JASMANI (Tanggal 10 Juni 2014)


Pemeriksaan Umum
Tinggi badan
: 155 cm
Berat badan
: 53 kg
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan (frek. & tipe)
: 16 x/menit
Keadaan gizi
: cukup
Kesadaran
: compos mentis
Sianosis
:Edema umum
:Habitus
: piknikus
Cara berjalan
: normal
Mobilitas (aktif/pasif)
: aktif
Umur mnrt. taksiran pemrks. : 45 tahun

ASPEK KEJIWAAN
Tingkah laku
: Wajar
Alam perasaan
: Biasa
Proses pikir
: Wajar

( ) Polio

: 3x sehari
: 3 piring sehari dengan porsi cukup
: kurang variasi
: kurang

Pendidikan
( ) SD
() SLTP
( ) SLTA
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
Pekerjaan
Keluarga
Lain-lain

( ) DPT

( ) Akademi

KULIT
Warna
Efloresensi
Jaringan parut
Pigmentasi
Pertumbuhan rambut
Pembuluh darah
Suhu raba
Lembab/kering
Turgor
Ikterus
Lapisan lemak
Edema
Lain-lain

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

coklat
bekas luka di kaki
normal
tidak terlihat
afebris
kering
baik
anikterik
cukup
-

KELENJAR GETAH BENING


Submandibula
: tidak teraba pembesaran
Leher
: tidak teraba pembesaran
Supraklavikula
: tidak teraba pembesaran
Ketiak
: tidak teraba pembesaran
Lipat paha
: tidak teraba pembesaran
KEPALA
Ekspresi wajah
Simetri muka
Rambut
Pembuluh darah temporal

:
:
:
:

wajar
simetris
hitam, lurus, tidak mudah dicabut
tidak ada kelainan

MATA
Exopthalmus
: Enopthalmus
: Kelopak
: normal
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis
Visus
: menurun
Sklera
: anikterik
Gerakan mata
: baik ke segala arah
Lapangan penglihatan : normal
Tekanan bola mata : normal/palpasi
Deviatio konjugae
: Nystagmus
: TELINGA
Tuli
Selaput pendengaran
Lubang
Penyumbatan
Serumen
Perdarahan
Cairan

:
:
:
:
:
:
:

-/-/-/-/-/-/-/-

MULUT
Bibir
Tonsil
Langit-langit
Bau pernapasan
Gigi geligi
Trismus
Faring
Selaput lendir
Lidah

:
:
:
:
:
:
:
:
:

tidak sianosis
T1-T1 tenang
normal
tidak ada
banyak yang tanggal, caries
tidak hiperemis
tidak ada kelainan
tidak kotor

LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfe

: normal
: tidak teraba pembesaran
: tidak teraba pembesaran

DADA
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
PARU-PARU
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: simetris
: normal
: normal
DEPAN
: simetris kiri dan kanan, scar +
: Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
: Kiri : Sonor
: Kanan
: Sonor
: Kiri
: Vesikuler +/+, Ronki -/+, Wheezing -/: Kanan
: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

BELAKANG
: simetris kanan dan kiri, scar +
: Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
: Kiri
: sonor
: Kanan
: sonor
: Kiri
: Vesikuler +/+, Ronki -/+, Wheezing -/: Kanan
: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

JANTUNG
Inspeksi
: tidak terlihat ictus cordis
Palpasi
: tidak teraba ictus cordis
Perkusi
batas pinggang jantung
: linea parasternal sinistra ICS II
batas kanan jantung
: linea parasrenal dextra ICS IV
batas kiri jantung
: linea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi
: BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop(-)

PEMBULUH DARAH
Arteri temporalis
Arteri karotis
Arteri brakhialis
Arteri radialis
Arteri femoralis
Arteri poplitea
Arteri tibilias posterior
PERUT
Inspeksi
Palpasi
Dinding perut

:
:
:
:
:
:
:

tidak ada kelainan


tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan

: simetris, cembung
: nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondrium
sinistra, lumbal sinistra, dan iliaca sinistra
: tidak teraba
: tidak teraba
: Ballotemen (-)
: shifting dullness ()
: bising usus (+) normal

Hati
Limpa
Ginjal
Perkusi
Auskultasi

ALAT KELAMIN (atas indikasi)


Wanita
: tidak ada indikasi
Genitalia eksterna
: tidak ada indikasi
Fluor albus/darah
: tidak ada indikasi

ANGGOTA GERAK
Lengan
Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Lain-lain

:
:
:
:
:
:

Tungkai dan Kaki


Luka
Varises
Otot (tonus dan massa)
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema

Kanan
tidak ada kelainan
normal
eutrofi
normal, nyeri(-)
normal
5/5

: ditemukan
: (-)
: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: 5/5
: (-) / (-)

Kiri
tidak ada kelainan
normal
eutrofi
normal, nyeri(-)
normal
5/5

Refleks
Refleks tendon
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks kulit
Refleks patologis

:
:
:
:
:
:
:

Kanan
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
tidak ditemukan

Kiri
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
tidak ditemukan

COLOK DUBUR (atas indikasi)


Tidak ada indikasi

LABORATORIUM
Hematologi ( 7 Juni 2014)
Hb, Ht
: Hb = 14,1 g/dL
Ht = 40,1 %
eritrosit
: 5,26 juta/ l
Leukosit
: 9.300/l
Trombosit
: 328.000/l
MCV
: 77,2 fl
MCH
: 26,8 pg
MCHC
: 34,7 gr/ dL

(12-16,0 gr/dl)
(38-47%)
(3,08-5,05 juta/ l)
(4100-10.700/ul)
(150.000-450.000/ul)
(80-92 fl)
(27-31 pg)
(32-36 gr/ dL

Kimia Darah (7 Juni 2014)


Ureum
Creatinin
GDS
SGOT
SGPT

: 26 mg/dl
: 1,72 mg/dl
: 238 g/dl
: 12 mg/dl
: 16 mg/dl

Urine ( 9 Juni 2014)


Warna
: kuning keruh
pH
:6
Berat jenis
: 1.025
Darah samar : Bilirubin
:Urobilinogen : Keton
: +2
Protein
: +3
Nitrit
:Glukosa
:+2
Leukosit
:Sedimen
: Eritrosit
: +8
Leukosit
:2
Epitel
: +1

(15-40 mg/dl)
(0,6-1,1 mg/dl)

RINGKASAN
Anamnesa
Os datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya
keluhan yang dirasakan adalah sering buang air kecil tetapi yang keluar sedikit dan
merasa masih mengganjal bila habis buang air kecil. Keluhan disertai dengan perut
yang melilit. Sebelumnya os pernah mengalami kecelakaan yang mengenai kandung
kemihnya sekitar 3 tahun yang lalu. Sebelum datang ke RSAY, os berobat ke
Puskesmas untuk dipasang kateter dan merasa lebih enak untuk buang air kecil.
Sebelum mengeluhkan sulit buang air kecil,os mengaku badannya cepat lelah, sering
gatal-gatal, penglihatan kabur, dan penurunan berat badan. Os memiliki riwayat
kencing manis sejak 7 tahun yang lalu. Adik os juga memiliki sakit yang sama dengan
os yaitu kencing manis.
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos Mentis

Tekanan Darah

110/80mHg

Nadi

80 x/menit

Pernafasan

16 x/menit

Suhu

36,2 C

Mata

: anemis, ketajaman penglihatan menurun

Abdomen

: Nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal sinistra,

dan iliaca sinistra


Saluran kemih : disuria, retensi urin

Laboratorium
Hematologi ( 7 Juni 2014)
Hb, Ht
: Hb = 14,1 g/dL
Ht = 40,1 %
eritrosit
: 5,26 juta/ l
Leukosit
: 9.300/l
Trombosit
: 328.000/l
MCV
: 77,2 fl
MCH
: 26,8 pg
MCHC
: 34,7 gr/ dL

(12-16,0 gr/dl)
(38-47%)
(3,08-5,05 juta/ l)
(4100-10.700/ul)
(150.000-450.000/ul)
(80-92 fl)
(27-31 pg)
(32-36 gr/ dL

Kimia Darah (7 Juni 2014)


Ureum
Creatinin
GDS
SGOT
SGPT

: 26 mg/dl
: 1,72 mg/dl
: 238 g/dl
: 12 mg/dl
: 16 mg/dl

(15-40 mg/dl)
(0,6-1,1 mg/dl)

Urine ( 9 Juni 2014)


Warna
: kuning keruh
pH
:6
Berat jenis
: 1.025
Darah samar : Bilirubin
:Urobilinogen : Keton
: +2
Protein
: +3
Nitrit
:Glukosa
:+2
Leukosit
:Sedimen
: Eritrosit
: +8
Leukosit
:2
Epitel
: +1
USG
Klinis: DM
Hasil USG : fatty liver dan acites, diffuse parenchimal disease ren bilateral,
dan lien pankreas, vesica felea, uterus normal

Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis


1. Diagnosis Kerja
Retensi urin ec trauma
DM tipe 2
2. Dasar Diagnosis
Anamnesa
-

Sulit buang air kecil sejak 1 minggu yang lalu, sakit bila BAK dan rasa
tidak puas sehabis BAK

Riwayat kecelakaan 3 tahun yang lalu yang mengenai kandung kemih

Riwayat DM 7 tahun dengan keluhan sering buang kecil, banyak minum,


penurunan berat badan, sering gatal-gatal, mudah lelah dan penglihatan
kabur.

Mata

: konjunctiva anemi, ketajaman penglihatan menurun

Abdomen

: Nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal

sinistra, iliaca sinistra


Saluran kemih : disuria, retensi urin
Diagnosis Differensial
-

Infeksi Saluran Kemih

Dasar Diagnosis Diferensial


-

Sulit buang air kecil, sakit bila mengeluarkan air seni

Nyeri tekan pada perut kiri

Pemeriksaan yang dianjurkan


-

DL

UL

USG Abdomen

Rencana pengelola
Non medikamentosa :
1. hindari makanan/minuman yang mempengaruhi pola berkemih
2. latihan otot dasar panggul
3. pemasangan kateter
4. diet Karbohidrat, lemak, protein, natrium, serat, dan pemanis buatan
5. latihan jasmani 3-4x/minggu 30 menit
Medikamentosa :
1. IVFD RL 20 tpm
2. Nateglinid tab 3x120 mg
3. Metformin tab 2x 500mg
Pencegahan.
Kontrol gula darah tiap bulan
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanctionam : ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Retensi Urin

Definisi

Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan


keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal.
Salah satu penyebabnya adalah akibat penyempitan pada lumen uretra karena
fibrosis pada dindingnya, disebut dengan striktur uretra. Penanganan kuratif
penyakit ini adalah dengan operasi, namun tidak jarang beberapa teknik operasi
dapat menimbulkan rekurensi penyakit yang tinggi bagi pasien.

Etiologi

Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu
akibat obstruksi, infeksi, farmakologi, neurologi, dan faktor trauma. Obstruksi pada
saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya
seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis,
paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari
sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan
leher buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab yang
terbanyak adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi
yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen
saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu
peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar
tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis,
dan lain-lain. Obat-obatan juga ada yang menyebabkan retensi urin seperti bahn
anti kolinergik, obat simpatomimetik seperti dekongestan oral. Penyebab terakhir
adalah akibat trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma langsung yang paling
sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki mengangkang, biasanya
pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedalnya, sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda. Selain itu, tidak jarang juga terjadi cedera
pasca bedah akibat kateterisasi atau instrumentasi

Patofisiologi

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan


penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal timbul
akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal
ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter
utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls
afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada
kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal.
Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan
skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran
yang minimal.

Gambaran Klinis

Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya


kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada
rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada
suprapubik saat berkemih. Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling
bermakna dalam memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran
kencing yang lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna,
mengedan saat berkemih, dan nokturia.

Diagnosis

Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan

neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan


urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan
uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding
cystourethrography. Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau
sama dengan 50ml sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat
dikatakan.

Penatalaksanaan

Ketika kandung kemih menjadi sangat menggembung diperlukan kateterisasi,


kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga
kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi.Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih
secara spontan dalam waktu 4 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung
kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urine minimal. Bila
kandung kemih mengandung lebih dari 100 ml urine, drainase kandung kemih
dilanjutkan lagi.

2. Diabetes Mellitus
A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

B.

Etiologi

Diabetes melitus tipe 1 dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor imunologi dan
faktor lingkungan. Sedangkan Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor genetik
dan faktor- faktor risikonya.

Pada diabetes melitus tipe 1 yang autoimun, individu yang peka secara genetik
tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga
berupa infeksi virus (Coxsackie B4, gondongan, dan virus lain) dengan memproduksi
autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi

insulin. Bukti kelainan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe
histokompatibilitas HLA (human leucocyte antigen) spesifik yaitu DW3 dan DW4
yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam interaksi
monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respon sel T yang jika terjadi kelainan,
fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan
sel-sel pulau Langerhans. Selain itu, juga terdapat peningkatan antibodi terhadap selsel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel
beta. Obat-obat tertentu juga dapat memicu proses autoimun pada pasien diabetes
melitus tipe 1.

Diabetes melitus tipe 2 mempunyai pola familial yang kuat. Untuk diabetes melitus
tipe 2 pada kembar monozigot indeksnya hampir 100%. Risiko berkembangnya
diabetes melitus tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak
cucunya. Jika orangtua menderita diabetes melitus tipe 2, rasio diabetes dan non
diabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% membawa (carrier) diabetes melitus
tipe 2. Pada diabetes melitus tipe 2, terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor yang dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
pada membran sel yang responsif terhadap insulin atau ketidaknormalan reseptor
insulin intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa.

C.

Klasifikasi
Klasifikasi diabetes ADA (American Diabetes Association)

D.

Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat dimodifikasi.

1.

Riwayat keluarga dengan diabetes

2.

Ras dan etnik


Termasuk kelompok ras atau etnik berisiko tinggi adalah African American,
Hispanic, Asian, atau American Indian.

3.

Jenis kelamin
Diabetes melitus tipe 2 sedikit lebih banyak pada perempuan usia tua daripada
laki-laki.9 Rodrigo P.A. Barros, Ubiratan Fabres Machado2 and

Jan-ke

Gustafsson tahun 2006 menyebutkan bahwa yang mempengaruhi peningkatan


prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada jenis kelamin perempuan adalah kadar
estrogen. Pada perempuan, estradiol akan mengaktivasi ekspresi gen ER dan
ER. Kedua gen ini akan bertanggungjawab dalam sensitivitas insulin dan
peningkatan ambilan glukosa. Seiring dengan pertambahan usia, kadar estrogen
dalam tubuh perempuan akan semakin menurun. Penurunan estrogen akan

menurunkan aktivasi ekspresi gen ER dan ER sehingga sensitivitas insulin


dan ambilan glukosa juga akan menurun.

4.

Usia
Diabetes melitus tipe 2 mengenai individu berusia >40 tahun9 atau >45 tahun.10
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu dekade umur,
kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2
jam post prandial.

Menurut Marrow dan Haller, patofisiologi gangguan

intoleransi glukosa pada usia lanjut saat ini masih belum jelas atau belum
seluruhnya diketahui selain faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti menurunnya
ukuran masa tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan kecenderungan
timbulnya penurunan kerja insulin pada jaringan sasaran. Timbulnya gangguan
toleransi glukosa pada usia lanjut semula diduga karena menurunnya sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Sementara ahli lain menemukan bahwa terjadi
kenaikan kadar insulin pada 2 jam post prandial yang diduga disebabkan oleh
karena adanya resistensi insulin.
Goldberg dan Coon menyebutkan bahwa usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan glukosa darah sehingga pada golongan usia yang semakin
tua, prevalensi gangguan toleransi glukosa akan meningkat, demikian pula
prevalensi diabetes melitus.
Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh empat faktor,
yaitu:
a.

Adanya perubahan komposisi tubuh dimana terjadi penurunan masa otot


dan peningkatan lemak, mengakibatkan menurunnya jumlah serta
sensitivitas reseptor insulin.

b.

Menurunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah


reseptor insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun.
Kedua hal tersebut akan menurunkan baik kecepatan maupun jumlah
ambilan glukosa.

c.

Perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh


berkurangnya gigi sehingga persentase bahan makanan karbohidrat akan
meningkat.

d.

Perubahan neuro-hormonal, khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF1) dan dehidroepandrosteron (DHEAS) plasma. Penurunan IGF-1 akan
mengakibatkan

penurunan

ambilan

glukosa

karena

menurunnya

sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin. Penurunan


DHEAS ada kaitannya dengan kenaikan lemak tubuh serta berkurangnya
aktivitas fisik.
Dari keempat faktor di atas menunjukkan bahwa kenaikan kadar glukosa darah
pada usia lanjut terjadi akibat resistensi insulin.
5.

Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4000 gram.

6.

Riwayat mengalami diabetes gestasional.

7.

Prediabetes
Kondisi dimana gula darah lebih dari normal, tapi tidak cukup tinggi untuk
diklasifikasikan sebegai diabetes melitus tipe 2.
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 yang dapat dimodifikasi

1.

Berat badan berlebih


Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan
sindrom metabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh
resistensi insulin.
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas, dan obesitas
itu sendiri menyebabkan resistensi insulin. Namun, penderita diabetes melitus
yang relatif tidak obesitas dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan
kepekaan insulin, membuktikan bahwa obesitas bukan merupakan penyebab
resistensi satu-satunya. NHANES III menyebutkan bahwa 12% orang dengan
indeks masa tubuh 27 menderita diabetes melitus tipe 2. Sebanyak 80% dari
penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas dengan berat
badan 20 % dari berat badan ideal atau BMI 25 kg/m2 adalah faktor risiko
bagi seseorang untuk mengalami diabetes melitus tipe 2.

2.

Kurang aktivitas fisik

3.

Hipertensi
Hipertensi dan beberapa medikasi yang digunakan untuk mengobatinya dapat
meningkatkan risiko diabetes. Ada hubungan yang kuat antara resistensi insulin

dan hipertensi. Akan tetapi masih belum jelas kondisi mana yang menyebabkan
kondisi yang lain. Data lain menyebutkan bahwa peningkatan tekanan darah
dapat mempengaruhi area sekresi insulin di pankreas sehingga memicu
peningkatan glukosa darah. Kelompok berisiko terkena diabetes adalah yang
memiliki tekanan darah 140/90 mmHg.
4.

Dislipidemia
Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes
adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL,
sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas, walaupun tidak
semua orang yang obesitas mengalami hiperkolesterolemia. Pada 38% pasien
dengan indeks masa

tubuh

27 adalah

penderita hiperkolesterolemia.

Framingham studi memperlihatkan bahwa untuk setiap 10% kenaikan berat


badan terjadi peningkatan kolesterol sebesar 12 mg/dl. Kelompok yang memiliki
risiko terkena diabetes apabila kadar HDL 35 mg atau kadar trigliserida
250mg/dl.
Tabel 1. Klasifikasi Dislipidemia Menurut WHO Berdasarkan Kriteria
Fredrickson-Levy-Lees

5.

Fredrickson
I
IIa
IIb
III

Klasifikasi dislipidemia
Hiperkolesterolemia
Dislipidemia kombinasi
Dislipidemia remnant

IV
V

Dislipidemia endogen
Dislipidemia campuran

Peningkatan lipoprotein
Kilomikron
LDL
LDL + VLDL
VLDL remnant (IDL)+
kilomikron
VLDL
VLDL + kilomikron

Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan glukosa darah dan memicu resistensi insulin.
Perokok berat (merokok >20 batang/hari) berisiko dua kali lipat menjadi
diabetes jika dibandingkan dengan bukan perokok.

6.

Minum alkohol
Minum alkohol >1 gelas/hari untuk perempuan dan >2 gelas.hari untuk lakilaki berisiko terkena diabetes. Peminum berat bisa menyebabkan inflamasi
kronik pankreas (pankreatitis) dimana dapat merusak kemampuan pankreas
untuk mensekresikan insulin sehingga memicu diabetes.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes:


1.

Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin

2.

Penderita sindrom metabolik

3.

Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.

4.

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD (Peripheral


Arterial Diseases).

E.

Manifestasi klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya


DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

A. Dehidrasi
Diabetes melitus (Peningkatan kadar glukosa darah)
Peningkatan glukosuria
Peningkatan urin output (poliuri)
Dehidrasi
Peningkatan rasa haus
Konsumsi air meningkat (polidipsi)
Gambar Skema Mekanisme Terjadinya Dehidrasi pada Diabetes Melitus

B. Penurunan berat badan dan peningkatan nafsu makan


Diabetes melitus
(Hiperglikemia)
Penurunan glukosa intrasel

penurunan

energi(ATP)

Peningkatan pemecahan glikogen,protein dan lemak

Penurunan masa otot dan cadangan lemak tubuh

rasa lapar

polifagi

Penurunan berat badan

Gambar. Skema Mekanisme Terjadinya Penurunan Berat Badan dan


Peningkatan Nafsu Makan pada Diabetes Melitus

F. Komplikasi

Komplikasi diabetes terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi
akut yang dapat terjadi adalah koma hipoglikemia, ketoasidosis dan hyperosmolar
hypergycemic state (HHS). Sedangkan komplikasi kronik yaitu makroangiopati
pembuluh darah tepi, jantung dan otak, mikroangiopati termasuk retinopati diabetik
dan nefropati diabetik, neuropati diabetik, rentan infeksi TB paru, gingivitis dan
infeksi saluran urinarius, serta kaki diabetik.
Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik.
Prevalensi disfungsi ereksi pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup
tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan problem psikis.

G.

Pengelolaan

Tujuan

jangka

pendek

pengelolaan

diabetes

melitus

adalah

untuk

menghilangkan keluhan atau gejala diabetes melitus. Tujuan jangka panjang


pengelolaan diabetes melitus adalah untuk mencegah komplikasi.
Empat pilar utama pengelolaan diabetes melitus tipe 2 yaitu:

1.

Penyuluhan (edukasi)
Penyuluhan atau edukasi penderita diabetes adalah pendidikan dan latihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes melitus
yang diberikan kepada setiap pasien diabetes melitus, anggota keluarganya,
kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan.

2.

Terapi nutrisi medis


Standar yang dianjurkan pada konsensus PERKENI adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat 45-65%, protein 10-20%, lemak 2025%, natrium 6-7 gram, serat 25 gram/hari, jumlah kandungan kolesterol <300
mg/hari, konsumsi garam dibatasi apabila terdapat hipertensi. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan
jasmani untuk mencapai berat badan ideal.

3.

Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani pada penderita diabetes melitus.
a.

Frekuensi : jumlah olahraga per minggu, sebaiknya dilakukan secara


teratur 3-4x/minggu

b.

Intensitas : ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate)

c.

Durasi

: 30 menit

d.

Jenis

: latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, bersepeda.

4.

Obat hipoglikemik oral (OHO)

`Terapi farmakologi pada diabetes melitus tipe 2 dilakukan apabila pengelolaan


diabetes dengan pendekatan non farmakologis sasaran pengendalian diabetes belum
tercapai.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilureadan glinid
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dantia zolidindion

c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)


d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
e. DPP IV inhibitor

5.

Insulin

Dasar pemikiran terapi insulin:


Sekresi insulin isiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang isiologis.

Defisiensi

insulin mungkin berupa deisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya.
Deisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa,
sedangkan deisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah
makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
deisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengen dalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 24 unit setiap 34 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(mealrelated). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short
acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan
dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal
bolus). Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja
pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen
usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

III.

ANALISA KASUS

1.Apakah penegakan diagnosis pada kasus sudah tepat?


Pada kasus, diagnosis Retensi urin ec trauma ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan
sulit buang air kecil, sakit bila buang air kecil, anyeng-anyengan (ingin buang air
kecil terus tetapi yang keluar sedikit), riwayat kecelakaan yang mengenai kandung
kemih sekitar 3 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan
pada lumbal sinistra dan iliaca sinistra. Pemeriksaan penunjang dilakukan
pemeriksaan hematologi, urine lengkap, dan USG abdomen.
Diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2 ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan sebelumnya
suka buang kecil di malam hari, penurunan berat badan, sering merasa haus, cepat
merasa lelah, penglihatan kabur, gatal pada tubuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
berat badan yang berat yang berlebih. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan
pemeriksaan hematologi, urine lengkap.

Diagnosis Retensi urin di tegakkan berdasarkan :


A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- riwayat trauma
- Sulit BAK dan terasa sakit
- rasa tidak puas setelah BAK
- adanya darah dalam urin
- gangguan neurologis
b. Pemeriksaan fisis
Inspeksi
- pasien gelisah
- terlihat ada benjolan pada perut bawah

Palpasi dan perkusi


Palpasi abdomen bawah: teraba kandung kemih, palpasi dalam di suprapubik akan
memacu rasa tidak nyaman. Pemeriksaan rektal, baik laki-laki maupun perempuan
untuk menilai massa, pemadatan fecal, tonus sfingter ani, dan sensasi perineal.
Pemeriksaan pelvis, terutama pada wanita.
Pemeriksaan penunjang
-

Hematologi

Urine lengkap

USG Abdomen

Diagnosis Diabetes Mellitus tipe 2 ditegakkan dari:


- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Kriteria diagnosis:
a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)Puasa
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus sudah tepat?


Penatalaksanaan secara umum retensi urin meliputi :

Pemasangan kateter

Dilatasi uretra dengan boudy

Drainase suprapubik

Penatalaksanaan secara umum DM tipe II meliputi :

Edukasi

Terapi gizi medis

Latihan jasmani

Intervensi medis

DAFTAR PUSTAKA

1. Andi. Retensio Urin Post Partum. Dalam : Jurnal kedokteran Indonesia, 20


Februari 2008.
2. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam:
Price SA, Wilson LM, Editor. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-Proses
Penyakit, volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005; 1260-1270.
3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta: PB.PERKENI. 2011.
4. Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto;
2011.
5. Selius Brian, Subedi Rajesh. Urinary retention in adults: diagnosis and initial
management. American Family Physician. 2008; 77. P. 643-650.
6. Mathur, Ruchi MD. Diabetes Mellitus.
Diunduh dari http://medicineNet.com
7. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006; 1852-1856.

8. Weber,

Craig MD. Why Do Diabetes and Hypertension Commonly


Occur Together?
Diunduhdari:http://highbloodpressure.about.com/od/highbloodpressure
/hypertention-in-diabeteics.htm

9. Wahyuni E. Obesitas Vs Penyakit Kronis.


Diunduh dari: http://ksupointer.com/ 2009/obesitas-us-penyakit-kronis
10. Kenneth, Patrick LL. Diabetes Melitus, tipe 2. Updated: October 28. 2009.
11. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Type 2 diabetes. Updated
June 23. 2009.
Diunduh
dari:
http://www.mayoclinic.com/health/type2diabetes/
DS00585/DISECTION=risk-factors
12. Rochmah W. Diabetes Melitus pada Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
2006; 1915-1917.

13. Masurk, Thevenod F, Zankes KS (eds). Diabetes and Cancer. Epidemiological


Evidence and Molecular Links. Front Diabetes. Basel, Karger. Vol 19,
2008; p. 1-18.
14. Arisman. Dasar Penghitungan Kebutuhan akan Energi Pasien Rawat Inap. Dalam:
Pemeriksaan Status Gizi dan Prediksi Kebutuhan akan Zat Gizi.
Jakarta:EGC. 2007; 60-76.
15. Yunir EM, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor. Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FK UI. 2006; 1864-1867.
16. Soegondo S. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe
2. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
Editor. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. 2006; 1860-1863.

Anda mungkin juga menyukai