I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Downs
Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan
merawat dirinya sendiri.
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom,
biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga
terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon
Down pada tahun 1866.
Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh
adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21
kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh
kelebihan kromosom.
B. Etiologi
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada
kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non
Disjunctional ) adalah :
1. Genetik
3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu
hamil.
D. Patofisiologi
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat
perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non-disjunction pada kromosom yaitu
terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.
E. Prognosis
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang
mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom
down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan
menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan
danperubahan kepribadian)
F. Pencegahan
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga
sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan.
G. Diagnosis
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan brachyaphalic sutura dan frontale yang
terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang
lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis
antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan
secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan
anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom
down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3
kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan
kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis.
Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom
21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan
homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (
kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.
H. Penatalaksanan
1. Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan
pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau
bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan
konsultasi neurolugis.
2. Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar,
BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b. Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain
dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan
temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan
kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3. Penyuluhan Pada Orang Tua
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :
a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
b. Kebutuhan nutrisi / makan
c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak
D. Evaluasi
1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga anak mendapat
nutrisi yang cukup dan adekuat
2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi
secara rutin
3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik
4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin
hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder.
LAPORAN PENDAHULUAN
AUTISME PADA ANAK
1. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini
masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada
tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia,
ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga pendapat
seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan
yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh
banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism
berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE
dengan penderita Autism.
Obanion dkk 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gfejala autisme
tampak membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang
menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan
penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin
buruk bila manifestasi alergi itu timbul.
Autisme infatil adalah salah satu kelainan psikosis (istilah umu yang dipakai untuk menjelasakan suatu
perilaku aneh dan tak dapat diprediksi berlanjut) yang berarti penarikan diri dan kehilangan kontak
dengan realitas atau orang lain yang terjadi pada masa usia anak-anak (M.Sacharin, 1993).
3)
Autisme adalah ketidakmampuan anak untuk mengerti perilaku, apa yang mereka lihat, dengan yang
mengakibatkan masalah yang cukup berat dalam hubungan sosialnya.
4)
Autisme merupakan istilah untuk sekumpulan gejal / masalah gangguan perkembangan pervasif pada 3
tahun pertama kehidupan karena adanya abnormalitas pada pusat otak, sehingga terjadi gangguan
dalam interaksi sosialgangguan komunikasi dan gangguan perilaku.
5)
Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan
diulang-ulang dalam perilaku minatdan kegiatan yang terjadi pada anak sebelum umur 3 tahun.
6)
Autisme bukanlah penyakit menular namun suatu gangguan perkembangan yang luas yang ada pada
anak. Bahkan ada seorang ahli yang mengatakan bahwa autisme merupakan dasar dari manusia yang
berkepribadian ganda (scizhophren).
2. Etiologi
Penyebab kelainan ini masih belum diketahui secara pasti dan masih dalam tahap penelitian, tetapi
dalam beberapa asumsi menyatakan bahwa penyebab dan faktor pencetus autisme dapat berasal, dari
(Dr. Melly Budhiman, 2002) :
a.
Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti virus, jamur, rubella, herpes
toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR (Mums, Measles, Rubella), zat aditif yaitu MSG, pewarna, ethil
mercury (Thimerosal) dalam pengawetmakanan, serta beberapa logam berat seperti Arsen (As),
Cadmium (Cd), Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, muntah hebat,
perdarahan berat.
b.
Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi sehingga terjadi ketidak
sempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
c.
Kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP yaitu jumlah serat Purkinje
Cerebellum yang diikuti oleh dampak menurunnya jumlah serotonin sehingga jumlah rangsang informasi
antar otak menurun. Pada struktur sistem limbik otak yang mengatur emosi juga mengalami kelainan.
d.
Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab utama) dan kelainan gen yang
dapat menyebabkan gangguan proses sekresi logam berat dari tubuh yang dapat berdampak pada
keracunan otak. Hal ini dapat menjadi pencetus autisme jika ada faktor pemicu lain yang ikut berperan.
Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah :
2) Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung jawab pada proses sensoris, daya ingat,
berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinje di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, lalu terjadi
kekacauan impuls di otak.
3)
Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang mengganggu fungsi kontrol terhadap
agresi dan emosi. Amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris, Hippocampus
bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat, sehingga terjadilah kesulitan menyimpan
informasi baru.
b. Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
c. Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
1) Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama
Faktor pemicunya adalah : infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida), logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat
aditif (MSG, pengawet, pewarna), alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, hiperemesis dan perdarahan
hebat.
2) Kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin serta
pemakaian forcep.
d. Lingkungan
Terjadi sesudah lahir yaitu infeksi ringan-berat pada bayi oleh karena imunisasi MMR dan Hepatitis B
(masih kontroversi), logam berat, zat pewarna dan pengawet, protein susu sapi (kasein), protein tepung
terigu (gluten), infeksi jamur akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan.
3. Gejala
Perilaku autisme dapat digolongkan dalam 2 jenis :
a. Eksesif (berlebihan) misalnya hiperaktif, tantrum, menjerit,
mengepak, menggigit, mencakar, memukul, sering terjadi self abuse.
b.
Defisit (kekurangan) misalnya gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensori, emosi tidak
tepat (tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun).
Umumnya penderita autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan normal seperti
pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Anak dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang
didengarkannya atau dapat mengunakan panca indranya dengan normal dan luas ketika
mengeksploraesi lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada
anak penderita autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan organnya.
Misalnya :
a.
Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran bicara pada usia 12-14
bulan.
Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya juga dapat
mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
Anak autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2 tahun setelah itu didapati
penurunan kesehatan yang drastic, Kriteria DSM-IV (Diagnostik dan Stastistikal Manual) autisme ,Harus
ada sedikitnya 6 gejala dari 1,2 dan 3
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal 2 gejala :
1) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata kurang, ekspresi muka kurang
hidup, gerak gerik kurang tertuju.
2)
Bicara terlambat / bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ad usaha untuk mengimbangi
komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai
daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang
terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat
normal atau diatas normal.
b. PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified)
Atau biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak
memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa
perilakunya.
c. Kelainan Rett
Ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif). Sampai saat ini diketahui hanya
menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang
sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang
kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang dimulai pada umur 1 hingga 4
tahun.
d. Kelainan Disintegrasi Masa Kanak-kanak
Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang
sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
e. Kutipan dari tulisan Dr. Hardiono D. Pusponegoro SpA(K)
"Klasifikasi autisme ditentukan berdasarkan kesepakatan para dokter dan dituangkan dalam Diagnostic
and Statistical Manual IV (DSM-IV) atau International Classification of Diseases 9 dan 10 (ICD-9 dan ICD10). Dalam klasifikasi tersebut, diagnosis autisme harus memenuhi syarat tertentu. Bila tidak memenuhi
semua kriteria diagnosis, digolongkan dalam PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorders not
otherwise specified). Akhir-akhir ini, banyak ditemukan kasus-kasus yang masih sangat kecil dengan
gejala yang tidak khas. Khusus untuk kasus-kasus ini, kriteria DSM-IV atau ICD-9-10 sulit diterapkan.
Beberapa peneliti mencoba membuat klasifikasi khusus untuk anak yang masih kecil dengan fokus pada
tahapan perkembangan anak, disebut sebagai Diagnostic Classification: 0-3 (DC 0-3). Walaupun
klasifikasi ini belum diterima secara menyeluruh, ada baiknya kita mempelajarinya. Dalam DC 0-3, ada
beberapa klasifikasi untuk anak-anak yang menunjukkan gejala mirip sekali dengan autisme misalnya
Regulatory Disorder dan Disorders of Relating and Communicating dengan MSDD (Multisystem
Developmental Disorder) sebagai salah satu contoh. Sebagian anak ini akan berkembang menjadi
autisme, namun banyak di antaranya yang sangat responsif terhadap terapi dan berkembang menjadi
anak yang normal. "
f. Pertanyaan seputar MSDD (Multisystem Developmental Disorder)
Dalam klasifikasi DSM IV tidak ada istilah MSDD. Hanya Gangguan Autistik
untuk yang memenuhi kriteria dan PDD NOS (Pervasive Developmental Disorders Not Otherwise
Specified) untuk yang tidak memenuhi kriteria.
g.
Klasifikasi Yang Menyebut Tentang MSDD Dibuat Oleh Sekelompok Peneliti Yangdisebut Sebagai
Klasifikasi 0-3 (Diagnostic Classification:0-3).
DC:0-3 berpendapat bahwa ada kasus-kasus dimana gangguan interaksi dan komunikasi terjadi sekunder
terhadap kesulitan pemrosesan input sensoris, sehingga kasus-kasus ini lebih fleksibel dan memberi
respons yang baik terhadap intervensi dini. Gangguan prosesing menyebabkan gangguan komprehensi/
pengertian, dan kesanggupan melakukan ekspresi atau aksi. Istilah MSDD menggambarkan bahwa anak
mengalami gangguan sensoris multipel
dan interaksi sensori-motor.
Ada 3 pola MSDD:
1. Pola A: Anak tidak mempunyai tujuan dan tidak mengadakan hubungan untuk sebagian besar waktunya.
Mereka menunjukkan kesulitan yang menonjol dalam perencanaan gerak, sehingga tidak
memperlihatkan suatu mimik yang sederhana sekalipun.
2.
Pola B: Anak-anak ini memperlihatkan pola hubungan yang intermiten. Merekadapat menunjukkan
mimik yang sesuai sekali-sekali.
3. Pola C: Anak-anak ini memperlihatkan hubungan yang lebih konsisten.Jadi bila berpegang pada DSM-IV
hanya ada Gangguan Autistik dan PDD-NOS,
4. Kalau berpegang pada DC:0-3 ada MSDD dengan 3 pola, pola A paling berat, B lebih ringan, C paling
ringan.
8. Indikator Perilaku
a. Bahasa
1) Ekspresi wajah yang datar
2) Tidak menggunakan bahasa / isyarat tubuh
3) Jarang memulai komunikasi
4) Tidak meniru aksi dan suara
5) Bicara sedikit / tidak ada mungkin cukup verbal
6) Membeo kata / ekolia (bicara yang mengulang kata)
7) Intonasi atau ritme vokal yang aneh
8) Tampak tidak mengerti arti kata
9) Mengerti dan menggunakan kata secar terbatas (Literally, letterlik)
b. Hubungan dengan orang
1) Tidak responsif
2) Tidak ada senyum sosial
3) Tidak komunikasi dengan mata
4) Kontak mata terbatas
5) Tampak asyik bila dibiarkan sendiri
6) Tidak melakukan permainan giliran
7) Menggunakan tangan dewasa sebagai alat
8) Menarik diri
c. Hubungan dengan lingkungan
Panik / ketakutan terhadap suara tertentu yang akan mengarah anak mangalami gangguan mental
psikotik paranoid, schizonypal (menyendiri), histionik (selalu ingin diperhatikan).
9. Patofisiologi
Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari
autisme. Tapi selain itu juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan
beracunyang akan merusak struktur tubuh. Selain itu bahan-bahan kimia
Dalam bidang yang masih merupakan grey area, dokter dan orang tua harus memahami bahwa
tidak semua publikasi kedokteran atau publikasi lain adalah benar atau sahih. Dokter harus mempelajari
teknik menilai Evidence-based medicine sehingga mereka dapat menentukan apakah suatu publikasi
memang benar atau kurang benar, dan mendiskusikan hal tersebut dengan orang tua. Selanjutnya,
karena ilmu kedokteran belum dapat memberi jawaban yang pasti, muncul berbagai terapi
komplementer dan alternatif. Bila terapi komplementer dan alternatif ini memang merupakan hasil
suatu penelitian yang sahih, pasti akan di adopsi oleh dunia kedokteran sebagai terapi standar. Dokter
dan orang tua harus waspada terhadap laporan anekdotal, testimoni, serta berbagai klaim berlebihan
mengenai kesembuhan, terutama bila teknik pengobatan tersebut memerlukan kepatuhan, waktu,
enerji, dan biaya yang berlebihan.
Bila keluarga sudah memutuskan untuk memberikan terapi komplementer atau alternatif,
lakukanlah diskusi dengan dokter anda. Barangkali dokter dapat memberi bantuan mengenai bagaimana
cara mengevaluasi terapi, menentukan hasil yang harus diperoleh, menentukan kemungkinan efek
samping dan menentukan apakah terapi dapat diteruskan karena bermanfaat atau dihentikan karena
tidak bermanfaat atau ada efek samping. Berilah kesempatan kepada dokter untuk mempelajari terapi
alternatif tersebut dan mendiskusikannya dengan anda.
Akhirnya, khusus dalam bidang autisme tidak ada yang dapat mengklaim diri sebagai pakar,
tidak ada juga yang dapat mengklaim bahwa autisme milik suatu subspesialisasi tertentu. Kerjasama
antara dokter, terapis dan orang tua sangat penting demi kemajuan anak, jangan saling merasa benar
sendiri atau saling menyalahkan.
Tetapi Menurut Beberapa Sumber Ada Terapi Yang Biasanya Digunakan Yaitu :
a.
Terapi perilaku misal dengan Tx. Okupasi, Tx. Wicara, sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang
tidak benar.
Terapi perilaku pada anak dengan autisme berguna untuk mengurangi perilaku yang tidak lazim dan
menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima oleh masyarakat.
1) Terapi Okupasi
Terapi okupasi pada anak dengan autisme bertujuan untuk membantu menguatkan, memperbaiki
koordinasi dan ketrampilan ototnya karena kadang anak autisme juga mempunyai perkembangan
motorik yang kurang baik.
2) Terapi Wicara
Speech Therapy merupakan suatu keharusan karena semua penyandang autisme mempunyai
keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa
3) Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
Terapi ini dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan pengenalan konsep atau kognitif
melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu barulah anak dapat diajarkan hal-hal yang
bersangkutan dengan tata krama.
b. Terapi Biomedik
Obat-obatan untuk autisme sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati, sebaiknya dosis dan
jenisnya diserahkan kepada dokter spesialis yang memahami autisme.
Jenis obat, food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisme adalah
risperidone (Risperdal), ritalin, baloperidol, pyridoksin (vit. B6), DMG (vit. B15), TMG, magnesium,
omega-3 dan omega- 6.
hiperkinesis dapat diatasi dengan diit bebas pengawet. Metode terapi non farmakologis dapat berupa
dukungan Reward-punishment yaitu pemberian haida sebagai dorongan positif dan dorongan negatif
berupa hukuman.
Sedangkan pada terapi yang diterapkan oleh Dr. Amdreas Rett (Peduliautisme.org) didapatkan 3
buah langkah terapi yang disebut dengan istilah Rehabilitasi :
1)
Tahapan yang pertama adalah Rehabilitasi dasar, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan anak untuk menggerakkan tangan dan kaki, berbicara dan mengenali suara senormal
mungkin.
2) Tahap kedua adalah tahap Rehabilitasi lanjutan atau tahap fungsiologis yang nantinya diarahkan untuk
memulihakan kelemahan yang tak dapat diatasi pada tahap sebelumnya, berisikan kegiatan pelatihan
fisik lanjutan, pelatihan emosi kejiwaan, dan peningkatan intelektualitasdasar anak secara padu dalam
kelompok bermain.
3)
Tahap ketiga adalah tahap Rehabilitasi antisipasi Plateu or Pseudo-Stationery Stage, yang diarahkan
pada terapis dan orang tua anak untuk terus mengawasi anak dari tahapan makin sulit bergerrak ( Late
Motor Deterioration) walaupun pada tahap 1 dan 2 telah mengalami kemajuan. Bentuk lain dari terapi
autis yang ada pada masa sekarang ini pelatihan oleh sekolah autis yang bekerja sama dengan organisasi
internasional penanggulangan autis yang salah satu bentuk pengajarannya adalah dengan melatih anak
dengan berbicara sambil menatap wajah lawan bicara dan car duduk yang tenang. Informasi dalam
bidang terapi autis yang sedang trend saat ini adalah Kasein (susu, keju, yogurth, krim), dan Glutein
(terigu, tepung vanir, bulgur, gandum dan oath).
Keduanya adalah semacam protein enzim yang tak dapat dipecah oleh metabolisme tubuh penderita
autis, kerusakan mukosa kecil akan menyebabkan bahan masuk melalui pembuluh darah. Bahan
beracun dalam sawar darah terbawa ke otak dan kemudian beraksi dengan endhorphin sehingga
muncul gangguan perilaku. Terapi seperti ini disebut terapi biomedis yang tujuannya adalah untuk
memperbaiki sistem pencernaan dan menurunkan jumlah alergen yang masuk. Prinsip dari kelainan
autis adalah kemunculannya disebabkan karena adanya daya tahan tubuh anak yang menurun, sehingga
prinsip pengobatan ialah untuk meningkatkan kekebalan tubuh klien.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam mengkaji anak autis adalah :
a. Pola tingkah laku anak
b. Cara mereka berinteraksi / berhubungan dengan orang lain
c. Cara berkomunikasi secara verbal
d. Perkembangan mental
2. Diagnosa
Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Diagnosa yang
paling tepat adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah
laku dan tingkat perkembangannya. Dikarenakan banyaknya perilaku autisme juga disebabkan oleh
adanya kelainan kelainan lain (bukan autisme) sehingga tes klinis dapat pula dilakukan untuk
memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya sehingga cara
diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli
neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional
lainnya dibidang autisme. Dokter ahli / praktisi profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan
/ training mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang
dokter ahli / praktisi profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu
melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam
memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian
yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan
perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal
terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autisme dapat
terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau
bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas
dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autisme dengan yang lainnya sehingga
diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang
tepat
Adapun Diagnosa Autis Yang Biasanya Terjadi Adalah :
a. Resiko terjadi trauma b/d keinginan untuk bunuh diri
b. Gangguan komunikasi verbal b/d keterlambatan dan gangguan Intelektual
c. Gangguan interaksi sosial b/d menarik diri
3. Implementasi
1.) Tujuan :
Agar anak dapat menghindari benda-benda tajam atau benda-benda yang membahayakan dirinya.
a. Bina hubungan saling percaya
b. Hindari benda yang berbahaya di sekitar klien
c. Observasi perilaku yang membahayakan klien
d. Berikan aktivitas yang positif untuk mengembangkan kemampuan
e.
Dorong anak agar mau bermain dengan teman-temannya sebagai alat untuk distraksi agar tidak
menyendiri
Evaluasi
a. Memantau perilaku anak apakah masih melakukan tindakan yang sekiranya membahayakan dirinya.
b. Mengobservasi kemampuan anak dalam berkomunikasi, apakah ada hambatan.
c.
Mengobservasi anak dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, apakah anak sudah merasa senang
dan nyaman.
REFERENSI :
htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.