Efek toksik yang paling terkenal dari pemberian talidomid adalah efek
teratogenik, yaitu dapat menyebabkan kelahiran yang tidak sempurna atau
kematian bayi yang belum dilahirkan. Efek ini terjadi pada pemberian talidomid
pada wanita hamil atau wanita yang dapat mengalami kehamilan selama terapi
talidomid. Dalam studi toksisitas pada kelinci New Zealand ( spesies yang
diketahui sensitif terhadap efek teratogenik), kedua isomer dari talidomid
menyebabkan malformasi dari janin. Sedangkan pada tikus (hewan yang kurang
sensitif terhadap efek teratogenik), malformasi hanya terjadi pada pemberian Sisomer.
Pada manusia, resiko terbesar kemungkinan terjadinya teratogenik adalah
10-50% pada pemberian 50 mg dosis tunggal selama trimester pertama
kehamilan. Resiko kelahiran yang tidak sempurna, terutama phocomelia atau
kematian janin, paling tinggi terjadi selama periode kritis kehamilan. Periode
kritis dari penginduksian teratogenik oleh talidomid diperkirakan berlangsung
antara 35-50 hari setelah siklus menstruasi terakhir. Talidomid dapat
menyebabkan tidak terbentuknya organ janin ketika obat dipaparkan 20-36 hari
setelah pembuahan pada janin. Periode ini merupakan periode organogenesis
(hari ke 21-56) pada pembentukan janin. Resiko lain yang potensial dalam
menyebabkan kelahiran yang tidak sempurna diluar periode kritis belum
diketahui, tetapi mungkin signifikan.
Mekanisme teratogenik talidomid belum diketahui secara pasti, tetapi
penelitian terbaru menunjukkan bahwa talidomid mengubah produksi TNF,
memodulasi integrin, mengganti rasio T-sel dan menghambat angiogenesis.
Juga diketahui bahwa talidomid berinterkalasi ke dalam DNA pada sisi guanin,
yang mungkin merubah ekspresi dari beberapa gen tertentu yang menyebabkan
malformasi organ. Talidomid juga bisa menjadi substrat untuk fetal xenobiotiksistem enzim pemetabolisme sitokrom P-450 (CYP). Selama periode
organogenesis pada pembentukan janin, aktivasi enzim CYP diperlukan untuk
pembentukan ligan sel organ dalam yang bisa menjadi intermediet bagi regulasi
pertumbuhan sel, diferensiasi dan angiogenesis.
Abnormalitas pada janin yang paling sering terlihat adalah phocomelia
( pemendekan tungkai lengan atau kaki), amelia ( ketidakadaan satu atau lebih
tungkai lengan atau kaki), abnormalitas rangka tubauh, malformasi dari organ
dalam(disgenesis ginjal dan hati), disfungsi otak, abnormalitas tengkorak muka,
kerusakan telinga dan mata, serta malformasi genital. Kematian janin karena
kegagalan pembentukan organ utama mencapai 40 %. Walaupun demikian,
tidak ada korban talidomid yang menurunkan kecacatannya pada anak-anaknya.
Hal ini karena talidomid tideak bersifat mutagenik.
. Berdasarkan ilmu pengetahuan terbaru, talidomid tidak boleh digunakan
pada waktu kapan pun sepanjang kehamilan. Untuk ibu hamil dianjurkan untuk
berpartisipasi dalam program STEPS (System for Thalidomide Education and
Prescribing Safety), yaitu tes kehamilan secara rutin, pemakaian kontrasepsi
untuk wanita, dan konseling kontrasepsi untuk pria dan wanita.
saraf perifernya, seperti kerusakan saraf amyloid atau diabetes melitus, resiko
terkena neuropati perifer meningkat.
Pasien yang diterapi talidomid dengan kombinasi kemoterapi yang berbeda
akan mengalami penurunan jumlah trombositnya.
Pasien pekerja berat dan mengkonsumsi alkohol, efek samping dari tolbutamid
yaitu sedatif dan kelelahan akan meningkat.
Pasien dengan kasus obstruksi dan keracunan di megacolon, akan
meningkatkan efek konstipasi dari talidomid.
Pasien dengan penyakit HIV dan mengalami neutropenia sebelum terapi
talidomid, akan memperparah efek neutropenia karena terapi talidomid.