Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Masalah karsinoma colorectal menggambarkan masalah kesehatan masyarakat yang


cukup besar, terutama di negara-negara berkembang. Masalah karsinoma kolorektal
melibatkan banyak disiplin ilmu, termasuk epidemiologi, biologi molekular, ilmu gizi,
gastroenterologi, ilmu bedah, radiologi, serta onkologi. Frekuensi karsinoma kolorectal
menduduki peringkat ke-tiga pada pria dan peringkat ke-dua pada wanita dari semua
penyakit karsinoma. Angka kematian pada pria dan wanita dengan karsinoma kolorekti
kurang lebih sama, dengan rasio 1.05:1.00. Berdasarkan surveilans epidemiologi, angka
bertahan hidup 5 tahun (5-year survival rate) di USA adalah 61%, sedangkan di Eropa
41%, India 42%, serta di Cina dan Negara-negara berkembang sekitar 32% dan 38%.
Beberapa faktor yang dianggap berperan meningkatkan risiko karsinoma kolorektal
adalah faktor diet, usia, intake energi berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, tingginya
kolesterol darah, kebiasaan merokok, dan obesitas. 1
Anatomi dan Fungsi colon 2,3
Colon, kurang lebih mempunyai panjang 3-5 kaki (1,5m), berjalan dari ileum
terminale sampai ke rektum. Ileum terminal berlanjut ke cecum di batas posteromedial
pada katup ileocecal. Cecum terletak pada awal dari colon ascenden dan merupakan
kantung kosong tanpa mesenterium. Diameter cecum kurang lebih 7.5 sampai 8.5 cm dan
merupakan bagian terlebar dari colon. Colon berjalan semakin mengecil ke bagian distal
sampai ke colon sigmoid yang merupakan bagian tersempit dengan diameter kira-kira 2.5
cm. Perbedaan ukuran ini menunjukkan bahwa tumor cecal dapat tumbuh sangat besar
sebelum onset gejala muncul, sedangkan tumor sigmoid lebih kecil ukurannya dan
asymptomatic. Cecum, juga karena diameternya yang relatif besar, juga merupakan
tempat yang sering mengalami rupture yang disebabkan oleh obstruksi distal. Colon
ascending, colon descending, dan fleksura hepaticus dan fleksura splenicus biasanya
retroperitoneal, sedangkan cecum, colon transversum, dan colon sigmoid berlokasi
ntraperitoneal. Meskipun volvulus sering terjadi pada colon sigmoid, cecum dan, jarang

colon transversum juga dapat terlilit dengan mesenteriumnya karena lokasi bagian-bagian
colon tersebut berlokasi di intraperitoneal dan tidak terfiksasi dangan baik.

Gambar 1. Anatomi colon

Suplai darah kecolon proximal dan distal secara berurut diperoleh dari arteri
mesenteric superior (SMA) dan arteri mesenteric

inferior (IMA). Pembuluh darah

mesenteric inferior lewat tegak lurus dalam retroperitoneum dan bergabung dengan
pembuluh darah splenikus, dalam perjalanan ke pintu gerbang sistem pembuluh darah.
Saluran getah bening parallel ke distribusi IMA. Cabang - cabangnya dibagi lagi ke
dalam empat kelompok: epicolic, paracolic, intermediate, dan cabang utama, dengan
epicolic tepat pada dinding colon dan cabang utama pada

mesenteric inferior atau

mesenteric yang superior. Colon juga dikelilingi oleh saluran limfe yang berlokasi di
submukosa dan muskularis mukosa. Mukosa kaya akan vascular tetapi tidak mempunyai
saluran limfe. Karena alas an ini, kanker superficial yang tidak berpenetrasi ke
muskularis mukosa tidak dapat bermetastase melalui jalur limfe. Pembuluh limfe
mengikuti suplai arteri ke colon.
Usus besar atau colon terutama bertanggung jawab untuk menmyimpan sisa-sisa
metabolisme, menyerap air, menjaga keseimbangan air, dan mengabsorbsi beberapa
vitamin, sperti vitamin K. Saat kimus (bentuk makanan yang telah diolah oleh GIT di
atasnya), hampir semua nutrien dan 90% air diabsorbsi di sini untuk tubuh. Di colon
2

beberapa elektrolit, seperti natrium (Na), magnesium (Mg), klorida (Cl) tidak dicerna
seperti serat. Setelah kimus bergerak melalui colon, banyak air diabsorbsi, kemudian
kimus bercampur dengan mukus dan bakteri usus, dan menjadi feses. Bakteri
menghancurkan serat untuk nutrisi mereka dan membentuk asetat, propionat, dan butirat
sebagai produk sisa, yang akan berguna bagi keutuhan sel colon. Ini merupakan
hubungan simbiosis dan menyediakan 100 kalori bagi tubuh setiap hari. Colon tidak
menghasilkan enzim digestif karena pencernaan enzimatik telah berlangsung dengan
komplit sebelum kimus sampai ke colon. pH kolon bervariasi antara 5.5-7. 4

Gambar 2. Vaskularisasi colon

Gambar 3. Kelenjar limfe colon.


(1)lnn.iliocolica(2)lnn.colica sinistra(3)lnn.mesenterica inferior(4)lnn.superior
rectum(5)lnnn.retrocecal(6)lnn.prececal(7)lnn.paracolica

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab essensial karsinoma colorectal adalah karena proses perubahan genetik
pada sel epitel mukosa colon. Faktor-faktor epidemiologi seperti usia, ras, gizi, status
ekonomi, kebiasaan merokok, makan makanan panas atau yang di bakar terlalu sering, dll
telah memberikan bukti-bukti risiko terhadap risiko terjadinya kanker colon. Tetapi
faktor-faktor utama yang kini dipercaya mengawali munculnya karsinoma colon
diantaranya adalah efek mutagen dari feses, intake daging yang berlebihan, asam
sempedu yang tinggi dalam colon, gangguan intake vitamin dan mineral. 4
Mutagen feses
Komponen mutagen seperti fecapentaenes, 3-ketosteroids, dan heterocyclic
amines yang terdapat di dalam feses dapat menimbulkan interaksi dari digesti dan produk
makanan. Komponen ini menimbulkan reaksi molekul DNA yang merugikan menjadi sel
karsinoma. Salah satu pengaruh utama dari diet adalah menghasilkan mutagen feses
dengan diet-diet tertentu. Semakin lama transit feses dalam colon maka memperlama
kontak mukosa dengan mutagen. Diet tinggi serat dapat mempercepat transit feses
dengan mukosa colon, maka dapat menurunkan risiko karsinoma colon.
Intake daging berlebihan
Angka kanker kolorektal di berbagai negara menunjukkan hubungan yang kuat
antara keberadaan lemak hewani dan daging dalam diet. Di negara seperti Jepang, yang
dietnya secara tradisional banyak mengandung lemak yang rendah dan telah terganti
dengan diet barat, insidensi kanker kolorektal selama lebih dari 50 tahun telah meningkat
2,5 kali lipat. Intake lemak dalam diet barat sekarang ini diperkirakan sekitar 30-45% dari
total kalori. Data dari beberapa penelitian kini telah menunjukkan konsumsi daging
merah yang sering merupakan faktor terpenting yang menentukan pada meningkatnya
risiko kanker kolorektal. Morris

Armstrong dan Doll (1975) mengemukakan adanya korelasi yang tinggi antara
intake daging dan karsinoma kolorectal, terutama intake daging merah berlebihan dan
makan daging yang dimasak dengan suhu yang tinggi. Korelasi ini dipercaya karena
tingginya heterocyclic amines yang ditemukan dalam daging.
Asam empedu
Asam empedu berhubungan dengan pencernaan lemak yang dapat menginduksi
hiperproliferasi mukosa usus, yang merupakan marker risiko neoplasia. Asam empedu
dalam colon menunjukkan dapat mengaktivasi faktor transkripsi AP-1 yang dapat
merubah sel colon menjadi sel neoplasia. Kolesistektomi dapat menyebabkan tingginya
kadar asam empedu dalam cecum dan colon asenden sehingga meningkatkan risiko
karsinoma colon kanan.
Rendahnya intake vitamin dan mineral
Kalsium dapat mencegah proliferasi mukosa dengan mengikat asam lemak dan
asam empedu dalam feses, menghasilkan kompleks tidak larut yang kurang
mempengaruhi mukosa usus. Kalsium juga dapat menurunkan proliferasi mukosa secara
langsung. Selain kalsium, Folat, vitamin A, C, D, dan E juga memiliki potensi dalam
menurunkan risiko karsinoma colon.
FAKTOR RISIKO
Usia
Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat secara
bermakna setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun.
Hal ini akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam peningkatan periode.
Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun, bila muncul sebelum 40
tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah factor resiko lain terutama familial. 5
Diet
Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai faktor
pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal pada orang Afrika

asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu transit yang lebih pendek,
sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari karsinogen dengan mukosa. [5]
Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja bakteri dalam isi colon. Konsentrasi fecal
asam empedu telah dipelajari pada pasien karsinoma colon dan cara pengendaliannya.
Telah diketahui bahwa konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah
umum pada pasien yang menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada individu
normal. Asam empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh serat. Dan
juga disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang beresiko tinggi
sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral lainnya yang
mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab karsinoma atau
karsinogen.4
Ras
Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit hitam
dibanding dengan kulit putih. 4
Penyakit Penyerta
Hampir semua pasien polipolis familial, suatu keadaan dengan cara penurunan
autosom dominan dengan 80 persen penetrasi, menderita karsinoma colon, kecuali bila
dilakukan coectomi. Kelompok beresiko tinggi lain terdiri dari pasien sindrom Gardner
tempat polip adenomatosa berkembang di dalam colon serta disertai dengan tumor
jaringan lunak dan paru. Pasien sindrom Turcot (tumor system saraf pusat) atau sindrom
Oldfield (kista sebasea yang luas) beresiko tinggi menderita karsinoma colon. Kadangkadang sindrom Peutzjeghers dapat dihubungkan dengan karsinoma lambung, ileum dan
duodenum. Pasien polipolis juvenilis juga beresiko tinggi bagi karsinoma, dan
keluarganya lebih mungkin menderita polip adenomatosa dan karsinoma colon. Kolitis
ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya karsinoma colon. Resiko mulai
naik sekitar 10 tahun setelah mulainya penyakit dan diperkirakan 20 sampai 30 persen
pada 20 tahun. Resiko dua kali lipat pada pasien yang kolitis dimulai sebelum usia 25
tahun. Kolitis granulomatosa (penyakit Crohn) umumnya juga dianggap premaligna,
terutama bila usia mulainya sebelum 21 tahun, tetapi peringkat besar resiko kurang dan
pasien kolitis ulserativa. 5
Polip colon
6

Berbagai polip colon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus
dicurigai. Normalnya kromosom sehat mengontrol pertumbuhan dari sel. Jika
kromosomnya rusak, pertumbuhan sel menjasi tisak terkontrol, tumbuh polip. Polip colon
menunjukkan jinak, bila bertahun-tahun polip colon jinak dapat menjadi karsinoma.6
Inflammatory Bowel Disease
Penyakit inflamasi pada colon ini yaitu kolitis ulseratif dan kolitis granulomatosa
(Crohns disease) berisiko menjadi karsinoma colon sangat tinggi untuk pasien dengan
riwayat penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama. Risiko dari karsinoma colon
sangat jelas terjadi setelah 10 tahun menderita colitis. 6
Perubahan dalam mikroflora colon
Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga
memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi usus normal
menjadi karsinogen. 5
Faktor genetik
Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas genetik atau
berhubungan dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya. Perubahan gen yang
diturunkan secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli (APC) gen) dan kelainan
genetik yang didapat (ex, mutasi titik gen pada ras tertentu, delesi allel pada lokasi
spesifik dari kromosom 5, 17, dan 18) tampaknya dapat menjadi langkah transformasi
dari mukosa colon yang normal menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua
kondisi yang menjadi predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan
adalah fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer
syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap dapat
mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di colon distal
menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding dengan tumor di colon
proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai risiko diturunkan yang lebih
besar. 4
Merokok

Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi
terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari 20 tahun mempunyai
risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar. 4

MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan karsinoma kolorectal mempunyai gejala klinis yang cukup


bervariasi yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada
cecum dan colon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70%
terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di bawah
rectosigmoid junction. Karsinoma colon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan
umumnya mempunyai gejala yang silent atau asymptomatik. 2
Karsinoma cecum dan colon kanan 2
Seperti yang telah disebutkan, tumor colon kanan seringkali silent dan banyak
pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari
kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang, kehilangan darah
dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan. Feses masuk
ke cecum dalam bentuk liquid / cair dan obstruksi biasanya terjadi relatif lambat. Karena
lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh nyeri kolik yang intermitten,
di sentral atau di fossa iliaca kanan, dimana sering timbul setelah makan, distimulasi oleh
refleks gastrocolic. Nyeri sering diikuti oleh onset diare intermitten, kemungkinan karena
fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum
distal dapat terjadi bila tumor menutup katup ileocecal, atau jika katup ileocecal menjadi
inkompeten karena obstruksi komplit cecal. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat
terjadi, dengan distensi abdominal sentral progresif dan borborygmus. Peristaltis usus
mungkin dapat terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang
dapat muncul.. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.
Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika
karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari
perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan
harus dilihat dengan barium enema atau dengan colonoscopy. Tumor dapat berpenetrasi
ke dinding posterior colon, menimbulkan perforasi dan abses di musculus psoas. Pasien
demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan massa yang nyeri pada fossa
iliaca kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju tungkai atau panggul. Nyeri juga
dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi otot-otot lumbal. Terkadang tumor

anterior dapat menyebabkan perforasi menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh
abdomen yang berat, bising usus dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans
muskular serta nyeri ketok.
Terkadang, karsinoma colon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau
perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya. Gejalagejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor itu sendiri.
Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai dengan nyeri dan
pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering. Gejala-gejala ini
disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula hati. Metastasis juga
dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan mengalami nekrosis. Demam yang
disebabkan nekrosis tumor biasanya berhubungan dengan peningkatan serum lactic
dehydrogenase.
Karsinoma colon kiri dan sigmoid 2
Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati colon kiri
untuk disimpan di rectosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma colon kiri
umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi kadang
diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami distensi, dan
keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif memberat, dan ini
mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit divertikular atau iritasi
kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda; Jika pasien usia setengah
baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola defekasi sebaiknya
diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan
Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan
kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di distal
sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi yang lebih
jarang.
Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaca kiri, dan massa
sering terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pad fleksura
splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal.

10

Beberapa pasien, mempunyai gejala asymptomatic hingga mereka datang dengan


distensi abdomen massive karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini
cecum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi dengan cepat, atau
kecuali katup ileocecal menjadi inkompeten, perforasi cecal dapat terjadi dan
menyebabkan peritonitis fecal. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi,
menyebabkan nyeri mendadak akut abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor
melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat menginvasi
dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus kecil dan
menhasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil. Kanker di
fleksura splenikus atau colon descending dapat menginvasi jejunum, kadang tampak
dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi uterus, ovarium,
atau vesica urinaria. Kanker colon adalah penyebab terbanyak kedua fistula colovesical
setelah penyakit divertikular, dan psien biasanya tampak dengan hematuria dan infeksi
saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai udara (pneumaturia) atau
feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan dapat menimbulkan fistula ke
vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous), dan discharge.
Kanker rectal 2
Kebanyakan pasien dengan kanker rektal datang dengan perdarahan dari anus dan
atau perubahan pola defekasi. Darah sering gelap bercampur dengan feses atau
menyelimuti permukaaannya, darah juga mungkin merah terang dan pisah dengan feses.
Karenanya gejala sering dikira hemorrhoids. Perubahan pola defekasi, seperti
meningkatnya frekuensi defekasi, mukus dengan feses, atau diare mukus juga sering
terjadi. Diare mukus terutama berhubungan dengan adenoma villi yang sering menjadi
ganas (malignant). Mukus kaya dengan potassium dan dapat cukup banyak menyebabkan
dehidrasi dan koma. Tenesmus, perasaan ingin defekasi yang mendesak / tidak
tertahankan dan terus menerus, adalah gejala yang penting yang disebabkan tumor rektal
yang menginduksi sensori untuk defekasi. Nyeri anus, pada awal defekasi dan setelahnya
dapat timbul jika kanker rektal bawah menginvasi kanal anus. Inkontinensia terjadi jika
sfingter anal telah hancur. Darah merah segar yang keluar saat defeksi sebainya

11

dievaluasi dengan proctosigmoidoscopy; semua tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya


dilakukan evaluasi yang lengkap.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

12

Carcinoembryonic Antigen (CEA)


CEA merupakan bimarker bagi karsinoma kolon. Peningkatan kadar CEA dalam
darah dapat membantu manajemen klinis dari kanker kolorektal. Akan tetapi peningkatan
CEA tidak hanya disebabkan oleh kanker colon, penyakit hepatik dan pankreas atau
kanker primer dari tempat lain juga dapat meningkatkan CEA. Rekurensi tumor post
operasi masih ada kemungkinan meskipun kadar CEA normal. 7
Lab darah rutin dan urinalisa
Pemeriksaan lengkap hitung darah putih dan elektrolit, tes fungsi liver, serta
urinalisa sebaiknya dilakukan karena dapat bermanfaat untuk mengetahui adanya
metastase. Tetapi hasil lab yang normal juga tidak dapat menyingkirkan adanya metastase
atau tidak. 7
Pemeriksaan radiologis
-

Roentgen thoraks merupakan baian dari penilaian rutin dan bermanfaat dalam
menentukan stadium dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke paru-paru.

CT-Scan abdomen, pelvis atau hati dapat bermanfaat dalam mendiagnosis kanker
colon yang telah bermetastase ke kelenjar limfe, hati, dan paru-paru. Multipel
metastase pada liver dan atau paru-paru menunjukkan kanker colon incurable
dengan operasi dan kemoterapi. CT-scan juga sangat membantu mendiagnosis
adanya rekurensi tumor dan menilai respon terhadap kemoterapi. 7

Colonoscopy
Colonoscopy memberikan pemeriksaan pada seluruh colon, dan dapat digunakan
untuk mendapatkan biopsi dari lesi yang dicurigai atau untuk mengangkat polip. 7

Colon in loop

13

Double kontras barium enema atau pemeriksaan colon in loop merupakan sebuah
pilihan untuk skrining kanker kolorektal dan dapat membantu menegakkan diagnosis
kanker colon. Tetapi prosedur ini mempunyai keterbatasan dan dapat melewatkan lesi di
daerah katup ileocecal atau rectum distal atau pada pasien dengan divertikulosis berat.
Pada penelitian baru-baru ini pada pemakaian barium enema / colon in loop di Norway
dapat menegakkan diagnosis kanker colon hingga 90.9%, maka dapat disimpulkan bahwa
pemeriksaan ini berharga dalam menegakkan diagnosis. Gambaran karsinoma colon
melalui barium enema diantaranya dietmuakn apple core strictur dan atau deformitas
dinding colon. 7
Sigmoidoscopy fleksibel
Merupakan alat skrining yang dapat mendeteksi polip atau kanker sejau 60 cm
dari anus. Maka alat ini hanya bermanfaat untuk mengetahui adanya lesi sampai sigmoid
saja. 7
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan diagnosis pasti dari
karsinoma.

Klinisi

harus

mereview

penemuan

hasil

pemeriksaan

ini

untuk

mengkonfirmasi diagnosis dan dapat segera memberikan terapi yang tepat. Dalam
kedokteran onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam menegakkan diagnosis
keganasan. 7

STAGING

14

Dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan metastasenya


(sistem TNM) serta yang berdasarkan Dukes. 7
Table 1. TNM Staging System for Colon Cancer
Stage

Metastase KGB Metastase Jauh


(N)
(M)

Tumor Primer (T)

Stage 0 Karsinoma in situ

N0

M0

Stage I

Tumor menginvasi submukosa (T1) atau


muskularis propria (T2).

N0

M0

Stage II

Tumor menginvasi muskularis (T3) atau


jaringan perirektal (T4).

N0

M0

Stage
IIIA

T1-4

N1

M0

Stage
IIIB

T1-4

N2-3

M0

Stage IV T1-4

N1-3

M1

Table 2. Dukes Classification


Stage

Characteristics

Dukes stage A Karsinoma in situ terbatas pada mukosa atau submukosa (T1, N0, M0)
Dukes stage B Kanker meluas ke muskularis (B1), masuk atau menembus serosa (B2)
Dukes stage C Kanker meluas ke KGB (T1-4, N1, M0)
Dukes stage D Kanker telah nermetastase ke tempat yang jauh (T1-4, N1-3, M1)
Terdapat hubungan yang erat antara stadium dan angka bertahan hidup 5 tahun (5year survival rate) pada pasien kanker colorectal. Untuk stadium I atau Dukes A, 5-year
survival rate setelah operasi reseksi mencapai 90%. Untuk stadium II atau Dukes B, 5year survival rate sekitar 70-85% setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi adjuvant
(terapi tambahan). Untuk stadium III atau Dukes C, 5-year survival rate adalah 30-60%
setelah reseksi dan kemoterapi. Untuk stadium IV atau Dukes D, 5-year survival rate
sangat buruk (kira-kira 5%). 7
SKRINING DAN PENCEGAHAN
Skrining
15

National Cancer Institute (NCI) dan American cancer society (ACS)


merekomendasikan pasien asymptomatic dengan usia 50 tahun atau lebih untuk
dilakukan pemeriksaan sigmoidoscopy setiao 3 sampai 5 tahun sekali. Rectal touch dan
pemeriksaan fecal occult blood (FOB) dianjurkan setiap tahun sekali pada pasien usia 50
tahun atau lebih, tetapi argument untuk praktik ini tidak terlalu substansial . Skrining
dengan colonoscopy pada pasien dengan riwayat keluarga kanker colorectal pada
generasi pertama sebelumnya tetapi tidak jelas bukti FAP atau HNPPC sebaiknya dimulai
pada usia 40 tahun. Nilai pemeriksaan skrining FOB masih kontroversial. Di USA,
dilaporkan pemeriksaan tahunan FOB berhubungan dengan menurunnya risiko kematian
oleh kanker colorectal hingga 33.4%. 8
Pencegahan
Sigmoidoscopy secara periodic dapat mengidentifikasi dan mengangkat lesi prekanker (polip) dan mengurangi insidensi kanker colorectal pada pasien yang menjalani
colonoscopic polypectomy. Terdeteksinya polip kecil rectosigmoid sebaiknya dilanjutkan
dengan colonoscopy karena diasumsikan adanya polip yang tidak tercapai dengan
sigmoidoscope. Diet tinggi serat dan rendah lemak juga diketahui dapat mencegah polip
menjadi progresif kanker. Selain itu, berdasarkan penelitian terhadap penggunaan NSAID
secara rutin dapat mengurangi pembentukan, pertambahan jumlah dan ukuran polip
colorectal dan mengurangi insidensi kanker colorectal. Efek protektif ini dapat dicapai
dengan dosis minimal 650 mg aspirin per-hari. 8

PENATALAKSANAAN

16

Satu-satunya terapi kuratif ialah dengan tindakan bedah. Tujuan utama tindakan
bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif ataupun non-kuratif.
Radioterapi dan kemoterapi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat paliatif. 9
Persiapan preoperatif

Operasi yang dilakukan pada kolon yang tak dipersiapkan mempunyai tingkat
infeksi/peradangan luka 40%. Suatu pendekatan dikombinasikan dari pencucian mekanis
dan zat antibiotic telah dilaporkan untuk mengurangi tingkat infeksi/peradangan luka
hingga 9%. Dengan penambahan antibiotic pelindung parenteral, tingkat infeksi dapat
lebih dikurangi hingga 5% atau kurang.
Dua hari sebelum pembedahan, pasien mulai suatu diet pembersihan cairan.
Sehari sebelum pembedahan, pasien diinstruksikan untuk mengambil

satu galon

Golytely untuk mencuci keseluruhan kolon. Mekanisme pembersihan kira-kira 3 jam


hingga sempurna. Penambahan suatu zat antibiotic yang diserap dengan aerobic dan
anaerobic secara bersamaan dengan mantap mengurangi timbulnya infeksi.
Tindakan Operatif

6,9

Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf
regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan
maksud mencegah obstruksi, perdarahan. anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. Pada
karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dan letaknya, khususnya
jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter ekstern
dan sfingter intern akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.
Goresan di tengah abdominal mengijinkan explorasi penuh dan perluasan lebih
lanjut untuk kebutuhan tambahan. Tingkat reseksi ditentukan oleh lokasi kanker kolon
tama, seperti halnya ada atau tidaknya invasi ke dalam struktur yang bersebelahan dan
metastasis yang jauh. Walaupun tidak adanya invasi kolon ke dalam organ

atau

metastasis, reseksi kolon adalah perawatan yang utama.


Laparoskopi

intervensi

pembedahan

pada

kanker

kolon

adalah

suatu

pengembangan terbaru di dalam perawatan. Tingkat kematian operatif untuk pembedahan

17

kanker kolon pada kasus tertentu adalah 5% atau kurang. Reseksi kolon dengan tujuan
sembuh membawa tingkat kematian lebih rendah dari pada reseksi paliatif.
Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi
(koagulasi listrik). Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara
ini kadang digunakan pada penderita yang beresiko tinggi untuk pembedahan.
Koagulasi dengan laser digunakan sebagal terapi palilatif, Sedangkan radioterapi,
kemoterapi, dan imunoterapi digunakan sebagal terapi adjuvan.
Pengobatan paliatif

6,9

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi
atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor
tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada
metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi
metastasis. Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang
lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas.[1]
Selain menghindari makanan kaya zat karsinogeniK juga harus mengkonsumsi
makanan bersifat antikarsinogen untuk mengurangi resiko terkena kanker kolon. [3]

PROGNOSIS

18

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu k1asifikasi tumor
dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa
penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding
tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis jauh
satu persen. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.6
Prognosticator lain dalam kanker kolon 6
Derajat Perbedaan Tumor
Tingkat ketahanan selama 5 tahun pada kolon yang berbeda dan kanker kolorektal
dilaporkan, secara berurut, telah mencapai 71% dan 55%.
Isi DNA Sel Tumor
Penentuan DNA ploidy telah diperlihatkan untuk menjadi prognosticator dari
kambuh dan tingkat ketahanan yang lebih baik daripada derajat perbedaan tumor.
Lymphatic/ invasi Darah
Pada populasi berdasarkan studi termasuk 14 pasien dengan kanker kolorektal,
infiltrasi limpatik telah diketemukan untuk menjadi percuma dalam mempengaruhi
ketahanan.
Obstruksi dan perforasi kanker kolon
Kondisi-Kondisi ini dihubungkan dengan peroperative keadaan tidak sehat tinggi,
angka kematian dan ketahanan jangka panjangyang lemah.
Usia
Individu muda dengan kanker colorectal diperkirakan mempunyai prognosis yang
lemah. adalah pikir untuk mempunyai ramalan lemah/miskin. Recalde Dan Rekanan
melaporkan 5 tahun tingkat survival 13% dalam suatu kelompok pasien kanker kolon usia
35 tahun atau lebih muda.
Transfusi Darah
Walaupun tidak ada konsensus mengenai dampak transfusi darah pada survival,
hemostasis selama perawatan harus dijamin aman secara maksimal untuk menghindari
transfusi darah. Selagi semua prognosticator lain ditentukan oleh penyakit atau pasien.
DAFTAR PUSTAKA

19

1. Lippincott, William, Wilkins. Cancer, principles and practice. Edisi 6. 2001


2. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi 7. 1998
3. Appleton & Lange, Maingots Abdominal Operation, Tenth Edition, Zinner Vol I,
Chapter 42, Tumor Of The Colon; page 1281 1300.
4. Morris. Oxford Textbook of Surgery. Edisi 2. Oxford Press. London. 2000
5. M. Copeland III E, M.D. & I. Bland K, M.D., Buku Ajar Bedah Sobiston, Bagian
I, Penerbit GEC, Jakarta 1995, Hal.: 37 40
6. http :// www. medicinenet.com/colon_cancer/article.htm. Colon Cancer
Information on Causes, Symptoms, Test to Detect of the Colon and Rectum,
Diakses 21 Juni 2008
7. http :// www.emedicine.com. Colon cancer. Diakses 21 Juni 2008
8. Casciato, Lowitz. Manual of Clinical Oncology. 2000
9. R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong, Buku ajar ilmu bedah, Edisi revisi, Penerbit
EGC, Jakarta 1997, Hal.: 646 663

20

21

Anda mungkin juga menyukai