Anda di halaman 1dari 8

PALEONTOLOGI

Paleontologi Dan Arkeologi Gua


Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sejarah kehidupan di bumi termasuk hewan dan
tumbuhan zaman lampau yang telah menjadi fosil.

Posted by Ardy Prasetyo on March 29, 2008


Manusia telah memasuki gua untuk berbagai tujuan sejak jaman Paleolitikum, namun
penelitian ilmiah terhadap deposit gua untuk paleontologi (dan arkeologi) baru saja
berkembang mungkin baru dua abad terakhir ini. PALEONTOLOGI
Untuk paleontologis yang mencari fosil-fosil, gua merupakan salah satu lapangan riset yang
paling kaya. Terkadang cukup banyak tulang binatang dengan konsentrasi yang banyak
terkumpul bersama-sama dalam ruang yang sangat kecil.
Ada dua faktor yang memberikan sumbangan atas adanya akumulasi semacam itu.
Pertama, gua adalah tempat dimana bangkai cenderung untuk dapat terkumpul oleh
proses alamiah. Sebagian gua adalah tempat yang berbahaya, dengan lubang diatapnya.
Bangkai binatang atau tanaman jatuh kebawah melalui lubang bercampur dengan tanah
dan batu kemudian membentuk suatu gundukan mengkerucut di lantai gua, mungkin
pengisian lubang tadi sampai ke permukaan tanah. Beberapa binatang menggunakan gua
untuk tempat berbiak, untuk tempat berlindung makan atau tidur dan mungkin ada yang
mati atau meninggalkan tulang sisa mangsa mereka disana.
Kedua, sekalipun tidak selalu, gua adalah tempat dimana bangkai sangat besar
kemungkinan dapat bertahan sebagai fosil, sekalip waktu mereka telah terdepositkan
disana. Pada kondisi normal, pada daerah terbuka, bangkai hewan dan tumbuhan tidak
tersisa sama sekali. Biasanya dengan cepat langsung dimakan oleh pemakan bangkai, dan
diuraikan oleh bakteri serta pengaruh dari matahari, hjan dan dingin segera
menghancurkan baik binatang maupun tanaman. Pengawetan tersebut tidak normal dan
dapat terjadi hanya dimana proses dekomposisinya terhalangi, misalnya dengan
penguburan yang cepat. Di lingkungan gua hal ini terkadang terjadi. Bangkai terlindungi
dari proses akibat perubahan cuaca oleh atap gua; dan kondisi yang berhubungan dengan
alkali yang berlaku di gua-gua batugamping bertindak sebagai pengawet tulang-tulang. Di
gua non batu kapur, kebalikannya, tulang tidak dapat bertahan. Di gua lava di Gunung
Suswa, Kenya, tulang dari badak, mungkin umurnya baru dari abad ini, sudah tercerai berai
dan masih mengalami dekomposisi dalam tingkat lanjut.
Informasi untuk paleontologis, mereka harus memasuki dunia arkeologist. Sejak manusia
awal dapat menggambarkan apa yang mereka lihat, terkadang pada dinding gua atau rock
shelter mereka terlindungi dari cuaca sehingga dapat bertahan sampai sekarang. Subyek
yang digambarkan memiliki keragaman seperti misalnya mammoth berbulu, badak berbulu,
lembu jantan raksasa, rusa kutub dan ibex, terkadang tergambarkan di lukisan gua di Eropa
Barat, sampai dengan mobil masih tergambar sekarang di rock shelter di Afrika Timur.

Untuk ilustrasi paleontologis yang sejaman dengan binatang Pleistocene yang punah
merupakan special interest dan telah dipergunakan secara luas dalam rekonstruksi artis
terhadap suatu jenis species seperti mammoth berbulu dan badak berbulu, yang selama ini
hanya dikenal dari fosil-fosil bangkainya.

Fosil di Gua Seropan, Ponjong, Gunung Kidul.


(Foto: Bagus Yulianto) SEJARAH PENGGALIAN ILMIAH
TERHADAP PENINGGALAN PALENTOLOGI DI GUA
Manusia telah memasuki gua untuk berbagai tujuan sejak jaman Paleolitikum, namun
penelitian ilmiah terhadap deposit gua untuk paleontologi (dan arkeologi) baru saja
berkembang mungkin baru dua abad terakhir ini. Sering penemuan-penemuan awal
tersebut dihubungkan dengan sisa binatang dalam mitos (di Jermman, unicorn; di Cina
adalah naga) dan tidak lagi sejak kedatangan studi ilmiah yang dengan tepat mereka
mengidentifikasi sebagai berang gua dan binatang lain yang sudah dikenal. Pada awalnya
manusia menggali material gua untuk keperluan nilai ekonomi. Misalnya di Amerika Utara,
penambang pra-Columbia terkadang memasuki gua lebih dari dua mil untuk penelitian
mirabilit dan gips; gua lain digali untuk penambangan guanonya; dan kemudian sebuah
ketertariakn terhadap fosil pun muncul. Ammonit ditemukan di Avelinses Hole, Somerset,
mungkin diletakkan disitu oleh Manusia Upper Palaeolithic, sebelumnya ditemukan di
permukaan dan tidak berasal dari dalam gua (Donovan, 1968). Perantaran manusia
terkadang telah invoke untuk menjelaskan fasil gua untuk keadaan stratrigrafi yang
mengherankan. Buckland, sebagai contoh (1823), menjelaskan bahwa tangkai dan cincin
gading ditemukan dengan tulangnya di Gua Paviland, Wales, telah ditampilkan dari sebuah
fosil taring yang amat tua ditemukan lantai gua yang sama. Hanya saja akhir-akhir ini
diketahui bahwa tulang maupun gading adalah berumur Upper Palaeolithic dan mungkin
kontemporer. Pengumpulan fosil oleh manusia Upper Palaeolithic telah memiliki kesamaan
dalil untuk menjelaskan peristiwa dari gigi dari kucing bergigi pisau (sabre-toothed), pada
deposit yang dipercayai sebagai awal waktu kepunahan binatang ini, dalam Kents Cavern.

Devon. Contoh semacam ini sayangnya tidak mungkinuntuk membuktikan peran manusia
dalam mengumpulkan material fosil didalam gua.
ARKEOLOGI GUA
Masyarakat prehistorik tidak meninggalkan tulisan, sehingga para ahli arkeologi mencoba
membuat rekonstruksi cara hidup mereka dengan melalui bukti material yang tertinggal.
Gua yang menerima manusia kemudian menyimpan yang ditinggalkan manusia; hal ini
adalah alasan bahwa respek terbesar dikenakan pada semua depost gua. Arkeologi gua
merupakan subyek yang multidisiplin. Sehingga seorang pimpinan penggalian harus
memanggil banyak ahli untuk meminta bantuan mereka; pertanyaan-pertenyaan khusus
harus dijawab, dan mereka harus mengetahui implikasi dari jawaban mereka tersebut.
Aturan tersebut diatas memang merupakan alasan yang kuat, terutama bagi pembaca yang
memiliki latar belakang ilmu pengetahuan. Namun sebenarnya hal tersebut juga harus juga
diikuti oleh setiap orang yang berjalan melalui lorong gua.
Penggalian artefak, apakah manik-manik, mangkuk, atau persembahan, memiliki suatu nilai
yang hakiki; tetapi penemuan, asalnya dan horisonnya, dikumpulkan dengan penemuan
yang lainnya, yang memiliki kesamaan arti arkeologis.
Homo erectus.
Nama Pithecanthropus telah dipergunakan selama lebihj dari tujupuluh tahun, tetapi
sekarang menggunakan istilah Homo erectus. Desngan kapasitas tengkoran sekitar 1000 cc,
spesies yang terkenal adalah Manusia Peking dan manusia Jawa. Keberadaan Manusia
Peking dan Jawa berada pada kelompok gua di kawasan batugamping Silurian dekat desa
Chou-Kou-tien. Peninggalan hominid dihubungkan terhadap runtuhan kedudukan termasuk
tidak hanya peninggalahn mamalia tetapi peralatan pebble dan flake dan perapian. Umur
peninggalan ini diperkirakan sekitar 400.000 tahun berada di endapan alluvia Bengawan
Solo, bahkan mungkin lebih tua lagi, dan ada sedikit keraguan bahwa mungkin hominid ini
adalah pemburu binatang. Beberapa temuan artefak seperti; biji-bijian, serpihan dan alat
peraut, pisau, ujung dan burin, ditemukan di gua-gua misalnya di Le Lzare di Nice dan
Combe Grenal di Dordogne.
Homo sapiens neanderthalensis
Ukuran otak manusia neanderthal yang ditunjukkan oleh antropologist modern adalah
1350-1600cc. Pertamakali ditemukan di Gua Neanderthal dekat Dusseldorf tahun 1856. Di
Gua Shanidar, Gunung Baradost, di Irak, hasil analisis pollen menunjukkan adanya iklim
yang lebih panas dari sekarangselama Interglacial Akhir. Tujuh manusia Neanderthal
terkubur di gua dan contoh tanah yang diambil dari penutup tulang tidak menunjukan
sebuah gambaran ekologi tetapi adanya pemusatan polen dari beberapa spesies bunga.
Yang nampaknya telah diambil dan ditempatkan dalam gua berbarengan dengan tubuh itu.
Pisau yang lebih baru yang dipergunakan oleh manusia neanderthal ditemukan bersama
seorang anak di kuburan gua di Tesik Tas, Uzbekskaya, U.S.S.R. Kepala anak laki-laki
tersebut sebagian dikelilingi oleh lingkaran tanduk ibex menusuk ke dalam tanah; belum
tentu hal yang semacam ini dapat dianalisis sebagai suatu upacara ritual tertentu
menggunakan petunjuk singkat ini. Tetapi ada penjelasan yang dapat diambil bahwa
masyarakat tersebut adalah masyarakat pemburu.

TEMUAN-TEMUAN DI INDONESIA
Gua Braholo, Gunung Kidul, DIY.
Gua Seplawan, Purworejo, Jawa Tengah
Gua Leang PattaE, Maros, Sulawesi Selatan
Gua Cacondo, Uleleba, Balisao
Gua Pattakare I, Taman Purbakala Maros, Sulawesi Selatan
Gua Leang Bua, Manggarai, Flores Barat.
Gua Song Keplek, Pacitan, Jawa Timur.
Gua Pasetran Gondomayit, Tulungagung, Jawa Timur.
Gua-gua di Tuban, Jawa Timur.
Gua Benteng Tundakan, Tundakan, Kalimantan Selatan
Gua Tewet , Kalimantan Timur
Daerah Istimewa Yogyakarta
GUNUNG KIDUL
Kembali

Gua Braholo Lokasi: Kec. Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul. Ditemukan sekitar 10
kerangka manusia relatif masih utuh, disamping artefak (batu serpih atau flake yang
terbuat dari tulang) dari jaman pra-neolitikum. Dipercayai ras Austromelanesid.
JAWA TENGAH
PURWOREJO
Kembali

Gua Seplawan
Lokasi :
Desa Donorojo, Kec. Kaligesing, Kabupaten Purworejo
Sumber :
Penemu Arca Di Gua Seplawan Terima Rp 10 Juta (Berita Buana 16 Agustus 1980)
Sepasang arca emas (900 gr), alas arca perak (650 gr), canting emas (15,6 gr), irah-irahan
perak (40,6gr), sendok perak/ gayung (38 gr). Penemu : Soemiredjo, Tjokrotinoyo, Kodri,
Mudjiono. Ditemukan tanggal 28 Agustus 1979. Oleh banyak ahli diperkirakan bahwa di
dalama gua masih terdapat beberapa peninggalan lagi namun belum dapat ditemukan.
Susunan Alam Gua Seplawan Ingatkan Filsafat Navasanga (Kedaulatan Rakyat 12
Desember 1983, laporan Radix Penadi)
Situs purbakala candi GONDO ARUM. Umur kira-kira 1000 th yll. Situs Gua Seplawan
dikelilingi oleh 8 bukit: bukit Pondok Gede, bukit Seplawan, bukit Sibentar, bukit Temanten,
bukit Botoh Roboh, bukit Beser, bukit Si Glendeng, bukit Pring Gading. Ini yang disebut
mewakili konsep Navasanga. Yaitu filsafat yang menggambarkan setiap mata angin dikuasai
oleh dewata. Filsafat Sivaistis yang berhubungan dengan bunga Padma yang selalu
mempunyai 8 helai daun bunga mengelilingi pusatnya. Sangat memenuhi syarat filsafat
Siva Lingga.

Pembangunan Situs Gua Seplawan Langgar Ordonansi Cagar Budaya(Kedaulatan Rakyat


14 Desember 1983, laporan Radix Penadi)
Pembangunan situs Gua Seplawan melanggar ordonansi cagar budaya.
Gua Seplawan Di Purworejo Sering Dijadikan Tempat Bertapabrata (Merdeka, 6 Okt 1980,
Laporan Suryanto Sastroatmodjo)
Menurut buku Serat Kidung Kedung Kebo ditulis oleh Tumenggung Cokronegoro (Bupati
Purworejo tahun 1817), Gua Seplawan semula adalah gua buatan yang dibuat oleh ahli
pahat kerajaan Kaladhahu. Raja Kaladhahu merupakan raja taklukan Mahaprabu
Watuhumalang dari dinasti Sanjaya. Nama Kaladhahu inilah yang diperkirakan menjadi inti
dari nama Kedu.
Seorang bangsawan berhati lembut bernama Raden Gesing adik bupati Purworejo,
Potrokusumo II, menggunakan gua ini (sebelumnya dikenal dengan nama Gua Donorojo)
sebagai markas gerilya. Karena gua ini digunakan oleh kesatria SEPEHI LAWAN (yang
memusuhi orang Sepehi), yang kemudian disebut Kesatri Sepehi Lawan (Seplawan).
Tapabrata:
Pelaku tapabrata di sekitar gua ini dilakukan 7-40 hari, terkadang dengan tapa kungkum.
SULAWESI SELATAN
MAROS
Kembali

Gua Leang PattaE


Sumber : Lukisan di Maros Bukti Kehadiran Manusia Purba,
(Mutiara, 5 Desember 18 Desember 1984),
Naskah dan foto Norman Edwin.
Obyek:
Cap telapak tangan dan lukisan babi di dinding gua
Lukisan purbakala untuk kontak magis.
Yaitu :
- Lukisan babi untuk menambah hasil dalam setiap berburu. Ditemukan mata anak panah di
jantung lukisan babi.
- Cap tangan adalah simbol menolak bala. Cap tangan di dinding jari-jarinya tidak lengkap
sebagai simbol berkabung.
Dibuat pada masa berburu dan meramu (5000 th yll)
Kembali

Gua Cacondo, Uleleba, Balisao


Sumber: Lukisan Gua Cermin Kearifan Lingkungan
Dody Johanjaya
Obyek temuan :
Alat batu, gerabah, sisa tulang manusia dan hewan
Suku Toala masih tinggal di hutan dan gua-gua
Penilitian ini dilakukan oleh Paul dan Frits Sarasin tahun 1902-1903. Mereka perintis
penelitian di gua-gua.

Kembali

Gua Pattakare I
Sumber: Lukisan Gua Cermin Kearifan Lingkungan
Dody Johanjaya
Lokasi: Taman Purbakala Maros
Obyek temuan:
Beberapa lukisan cap tangan berwarna merah
Lukisan babirusa sedang melompat, pada bagian jantung terdapat gambar mata panah.
Ditemukan oleh GHM Heekeren tahun 1950.
Kembali
NUSA TENGGARA TIMUR
Manggarai, Flores Barat

Gua Leang Bua


Sumber:
Menyusuri Jejak Manusia Purba Leang Bua (Laporan 3 edisi dari Wartawan SH Umar Nur
Zain)
- Di Gua Yang lembab Itu Mereka Bermukim, (Sinar Harapan 26 Juli 1978)
- Di Kawasan Itu Memang Banyak Terdapat Gua, (Sinar Harapan 27 Juli 1978)
- Setelah Seminggu Tengkorak Mulai Ditemukan, (Sinar Harapan 28 Juli 1978)
Lokasi: Kampung Teras, Desa Leangbua, Kecamatan Pembantu Ruteng, Manggarai, Flores
Barat
Obyek temuan:
Tengkorak kepala manusia, gigi, kerangka lengkap dengan kaki, tengkorak bayi, dan
seorang diduga wanita,
Bekal kubur
Kapak logam,
Periuk gembung, periuk berleher panjang
Pecahan rijang dan sisa makanan
Gua Leang Bua ditemukan tahun 1950.
Penggalian pertama dilakukan oleh Dr. Th. Verhoeven sekitar tahun 1965.
Manusia pemukim Leang Bua adalah pada jaman neolitikum, sudah dapat bercocok tanam.
Tengkorak yang ditemukan dikirim kepada Prof. DR. Teuku Jacob di UGM.
Penggalian dilakukan oleh Arkeolog dari Bali, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Dipimpin
oleh DR. Soejono (Kepala Pusat Penelitian Kepurbakalaan dan Peninggalan Nasional), Prof.
DR. Sartono, Drs. Santoso Soegondo.
Sumber:
Liangbua, Gua Prasejarah Yang Terisolasi, (Kompas, 27 Agustus 1996)
Penggalian pertama kali dilakukan oleh pastor Th. Verhoeven. Dari penelitian diduga bahwa
gua ini pernah menjadi pusat kehidupan manusia prasejarah, mulai awal epi paleolitik

sekitar 10.000-200.000 tahun silam dan paleometalik sekitar 1.000 hingga 10.000 tahun
silam. Belum dapat dipastikan apakah dipakai sebagai tempat tinggal, sekedar pusat
kegiatan, atau kuburan.
Gua Liangbua berarti adalah mulut naga.
Rute kendaraan: Ruteng-Wae Racang (empat kendaraan per hari). Jalan kaki dari Wae
Racang ke mulut gua 1 km.
JAWA TIMUR
PACITAN
Kembali

Gua Song Keplek Ditemukan sekitar 10 kerangka manusia relatif masih utuh,
disamping artefak (batu serpih atau flake yang terbuat dari tulang) dari jaman praneolitikum. Dipercayai ras Austromelanesid.
TULUNG AGUNG
Kembali

Gua Pasetran Gondomayit


Sumber:
FOSIL MANUSIA PURBA DI GUA PASETRAN GONDOMAYIT, Kompas, 26 desember 1978.
Lokasi:
Desa Sine, Kec. Kalidawir, Tulung Agung. Pantai Samudera Indonesia.
Obyek temuan:
Kerangka manusia : tulang rahang dan gigi, tulang paha, tulang lengan
Tulang binatang sebangsa kijang dan tulang ikan, kulit siput, kerang yang terpotong
ujungnya
Pecahan tembikar, hiasan dari tutup siput, kapak tapis pemotong kulit siput.
Ditemukan oleh Drs. Abdurachman (Pembantu Gubernur Jawa Timur di Kediri), petugas
kecamatan, pamong desa, penduduk.
Tulang dan benda-benda tersebut dikirim di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Asal nama gua:
Tempat gua tersebut sebelumnya adalah Ngejungan. Konon sebuah perahu pernah
mendarat, dan 44 awaknya merampok penduduk dan meminta agar Demang Sine
menyerahkan istrinya. Ki Demang Sine yang bernama Tatakriyak memberi mereka sesaji
yang beracun agar mereka mabuk. Dalam keadaan mabuk mereka dipukuli penduduk
hingga 40 orang diantaranya tewas. Keempat yang selamat kemudian mengarungi lautan.
Dan yang mati dibuang di dalam gua yang kemudian dinamakan gua Pasetran Gondomayit.
Deskripsi Gua:
Dinding gua retak dan berbahaya. Letak mulut gua 20 m dpl. Menghadap ke laut Selatan.
Luasnya sekitar 60 m2.
Menurut laporan pencari sarang burung walet, di gua-gua lain di kecamatan
Tanggunggunung ditemukan tulang belulang dan kulit siput dan kerang.

Kembali
TUBAN
Lokasi :
Tersebar di 10 Kecamatan: Tuban, Sumanding, Rengel, Plumpang, Widang, Kedunuran,
Jojogan, Tambakrejo, Montog, Jenu, Merakurak
Sumber:
Penemuan-penemuan di Gua-gua Tuban Kepastian Dihuni Manusia Jaman Mesolothicum
belum Terungkap, (Kompas, 9 Agustus 1979).
Obyek temuan:
Sisa-sisa anak panah
Kapak batu
Perhiasan dari kerang
Pecahan peralatan rumah tangga
Serpihan tulang hewan sapi, kerbau, harimau, menjangan, kelelawar, anjing, babi dan
serigala yang sejaman dengan manuisa Jawa kuno yang diduga pernah tinggal di gua
tersebut.
Penelitian dilakukan oleh tim yang diketuai oleh Drs. Gunadi Nitihaminoto dari Proyek
Penelitian dan Peninggalan Purbakala Yogyakarta. Lokasi ini ditemukan berdasarkan sebuah
buku yang menyebutkan bahwa seorang tenaga ahli berbangsa Belanda W.J.A. Willems
sekitar tahun 1930 pernah melakukan penggalian di gua-gua di Tuban. Penggaliannya
menemukan perhiasan dari kulit kerang serta pecahan bekas peralatan manusia. Tidak ada
catatan mengenai hasil penggalian dan penyimpanan barang-barang tersebut.
KALIMANTAN SELATAN
Kembali

Gua Benteng Tundakan


Sumber : Benteng Tundakan, Pertahanan Terakhir Perang Banjar, (Kompas, 31 Agustus
1979)
Lokasi : Tundakan, Kalimantan Selatan

(Widjanarko, Sunu.2008.Speleologi dan Karstologi.http:/

http://ardyprasetyo.wordpress.com/2008/03/29/paleontologi-dan-arkeologi-gua/

Anda mungkin juga menyukai