PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Epidemiologi adalah suatu rangkaian proses yang terus menerus dan
3.
4.
5.
6.
7.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Pencegahan penyakit
2.1.1 Faktor Penentu Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan penduduk, dapat diukur dari seberapa banyak warga
mesyarakat suatu penduduk yang baru atau sedang menderita sakit akibat berbagai
3
penyakit. Setiap penyakit selalu unik, artinya selalu memiliki keluhan, gejala, dan
kadang-kadang penyebab yang khas dan spesifik. Bila dari sekumpulan penyakit
yang banyak diderita oleh sebagian penduduk dapat diketahui faktor penyakit
tersebut dapat dihilangkan, maka proporsi penduduk yang sakit akan menurun
(morbiditas penduduk menurun) dan dikatakan perubahan ini sebagai derajat
kesehatannya meningkat.
Di dalam konsep kesehatan masyarakat, penyebab yang mendorong seorang
terjangkit suatu penyakit seringkali lebih dari satu faktor (multifaktorial). Saat
penyakit infeksi masih mendominasi penyakit manusia pada awal sampai hampir
akhir abad ke-20, berkembanglah konsep epidemiological triangle atau segitiga
epidemiologi. Menurut konsep ini derajat kesehatan yang ditunjukkan oleh adanya
penyimpangan fungsi/mental pada individu dari normalnya, ditentukan oleh tiga
faktor yaitu daya perusak agent of disease, ketahanan psiko-biologi, dan
keberpihakan lingkungan fisik biologi serta lingkungan sosial.
Saat penyakit manusia mulai beralih ke penyakit degeneratif, maka konsep
agent of disease ini menjadi kurang mampu menjelaskan terjadinya penyakit
mental, dietetik, genetik, dan penyakit degeneratif yang agent of disease-nya
merupakan bagian faktor host sendiri (penyakit genetik) dan atau bagian dari
lingkunagan hidupnya (depresi karena konflik keyakinan dengan norma yang
berlaku di lingkungan sosial).
Untuk mengatasi kelemahan konsep segitiga epidemiologi diatas, pada tahun
1974 Marc La Londe dari Kanada mengembangkan konsep yang dikenal dengan
The Health Field Concept yang kemudian dipertajam oleh Henrik L. Blum dengan
konsep The Force Field and Well Being Paradigma of Helath pada tahun 1984.
Marc La Londe, menjelaskan bahwa kondisi kesehatan seseorang atau komunitas,
dipengaruhi oleh kelompok faktor yang saling mempengaruhi, yaitu :
1)
2)
3)
4)
1.
2.
Fase patogenesis
Fase Patogenesis dimulai dengan adanya penyimpangan fungsi dan struktur
tiba seseotrang yang sedang sakit tanpa pengobatan menjadi sembuh total.
Penyakit ini di dalam ilmu kedokteran dinamakan self limited diseases (penyakit
bisa sembuh sendiri).
Bila proses perubahan fungsi dan struktur mencapai point of no retur, maka
kondisi kesehatan sudah menjurus ke hilangnya harapan hidup atau meninggal
dunia. Pada fase ini upaya pencegahan yang paling tepat adalah early case
deyection ( penemuan kasus sedini mungkin ) dan Prompt Treatment (pengobatan
tepat) serta disability limitation (pembatasan kecacatan). Batas akhir fase ini
adalah saat penderita meninggal dunia,sembuh, ayau cacat. Pada saat itu proses
perubahan fungsi/struktur telah berhenti.
3.
Fase covalescence
Saat proses perubahan fungsi struktur sudah berhenti, maka fase tersebut
dianamakan fase konvalescence. Bagi yang fase ini masih hidup, maka umunya
penderita belum pulih kekuatan dan fungsi organ-organ tubuhnya. Oleh karena itu
upaya perbaikan yang bisa dilakukan adalah upaya rehabilitation (pemulihan
kondisi jasmani,mental, dan sosial) sesegera mungkin agar semua fungsi dan
struktur kembali normal. Upaya yang dilakukan dalam pemulihan pasca sakit ini
adalah : Pemulihan mental fisik sosial (Physical Mental and Social
Rehabilitation). Upaya ini mutlak dilakukan pada hampir semua orang yang baru
sembuh dari sakit.
Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu
(Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB
penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu
wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.
3.
menjadi
wabah
(UU
4,
1984
dan
Permenkes
560/Menkes/Per/VIII/1989).
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
b. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
c. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
d. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali
lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun
sebelumnya.
f. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode
sebelumnya.
g. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun
sebelumnya.
h. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam
berdarah dengue.
-
Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu
sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang
bersangkutan.
Keracunan makanan
Keracunan pestisida
Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada
akal sehat atau common sense. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau
lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja
merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus
neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.
2.2.1
b. Campak
c. Rabies
d. Tetanus Neonatorum
e. Diare
f. Pertusis
g. Poliomyelitis
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau
mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program
eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera:
a. Malaria
b. Frambosia
c. Influenza
d. Anthrax
e. Hepatitis
f. Typhus abdominalis
g. Meningitis
h. Keracunan
i. Encephalitis
j. Tetanus
3. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit
penting.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan
KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan
melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara
berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi :
Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll.
Sehingga petugas Poskesdes diharapkan melaporkan kejadian-kejadian
penyakit ini ke tingkat Kecamatan/ Puskesmas jika, dari penyakit-penyakit
diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya yang termasuk
kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi
penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan
2 secara rutin dilaporkan bulanan ke Puskesmas.
Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah
berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit
tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan
penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di
Poskesdes.
2.2.2 Laporan Kewaspadaan (dilaporkan dalam 24 jam)
Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka
penderita
penyakit
yang
dapat
menimbulkan
wabah. Yang
diharuskan
10
Definisi Diare
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam
satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Menurut data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah penyebab nomor satu kematian
balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua
setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak)
memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia
karena Diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare.
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi
dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua.
2.3.2
Klasifikasi Diare
1. Diare Akut adalah berak lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung selama 1 7
hari
2. Diare Berkepanjangan/prolonged diarrhea adalah berak lebih dari 3 kali sehari
yang berlangsung selama > 7 hari
3. Diare Kronik adalah berak lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung selama >
14 hari.
2.3.3
Penyebab Diare
11
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Lengkap
b. Faeces Lengkap/Kultur
c. Serum elektrolit
d. Analisis gas darah
2.3.6
Pencegahan Diare
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting:
a. sebelum makan
b. setelah buang air besar
c. sebelum memegang bayi
d. setelah menceboki anak
e. sebelum menyiapkan makanan;
12
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara
merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga
(lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan
jamban dengan tangki septik.
2.3.7
Penyembuhan Diare
1. Minum dan makan secara normal untuk menggantikan cairan tubuh yang
hilang;
2. Untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI (Air Susu Ibu);
3. Garam Oralit.
BAB III
HASIL PENELITIAN
13
13
22
23
17
7
5
12
11
17
33
15
19
194
(19%)
Tahun 2010
1-4 thn 5-14
>15
thn
thn
26
25
40
29
24
28
25
34
40
18
23
19
11
9
12
4
6
8
9
15
20
9
20
19
19
35
41
40
36
42
23
17
23
26
27
31
239
271
323
(23%) (26%) (32%)
Total
< 1 thn
104
103
122
77
39
23
56
59
112
151
78
103
6
0
5
2
15
5
9
13
15
26
1
22
119
(17%)
Tahun 2011
5-14 thn >15
thn
13
16
20
13
8
12
7
14
21
8
12
17
6
11
19
9
22
16
15
9
18
9
16
8
20
20
34
28
29
34
3
15
18
12
25
25
143
187
242
(21%)
(27%)
(35%)
1-4 thn
14
Total
55
35
47
39
51
42
47
46
89
117
37
76
Dari hasil data diatas pada tahun 2011 didapatkan kejadian diare di wilayah
kerja puskesmas Ploso sebesar 1-4 tahun 21%, 5-14 tahun 27%, dan tertinggi pada
usia >15 tahun 35%
15
Berdasarkan tabel di atas, kejadian diare terbanyak terjadi di Desa Ploso tahun
2010 dan di Rejo Agung pada tahun 2011.
16
Berdasarkan diagram pie di atas, kejadian diare terbanyak terjadi di Desa Ploso
sebesar 11 % tahun 2010, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 14 % di Desa Rejo
Agung.
17
Gambar 3.2 Diagram Pie Angka kejadian Diare berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil data diatas didapatkan jumlah kejadian diare berdasarkan jenis
kelamin di wilayah kerja Puskesmas Ploso laki-laki sebesar 55 % dan 45 %
perempuan.
3.4 Kejadian Diare Berdasarkan Kualitas air
18
Dari hasil data diatas didapatkan kualitas air di wilayah kerja puskesmas
Ploso sebesar 80 % kualitas air baik dan 20 % kualitas air buruk.
3.5 Kejadian Diare Berdasarkan Kepemilikan Jamban
Gambar 3.4 Diagram Pie Kepemilikan Jamban di wilayah kerja Puskesmas Ploso
Dari hasil data di atas didapatkan bahwa penduduk yang tidak memiliki
jamban sebesar 43 % dan yang memiliki jamban sebesar 57 %.
3.6 Kejadian Diare Berdasarkan Kepemilikan Tempat Sampah
19
Dari hasil data di atas didapatkan bahwa penduduk yang memiliki tempat
sampah sebesar 88 % dan yang tidak memiliki tempat sampah sebesar 12 %.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Kesehatan Indonesia tahun 1991 menemukan bahwa semakin muda usia semakin
besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok usia kurang
dari enam bulan, yang mungkin disebabkan makanan bayi masih sangat
tergantuing pada Air Susu Ibu (ASI). Selain itu usia semakin muda daya tahan
tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin tinggi, lebih-
20
lebih jika status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang kurang
memadai. Teori ini tidak sesuai dengan kenyataan yang di dapatkan di Kecamatan
Ploso bahwa pola hidup bersih dan sehat penduduk desa kurang, terbukti tidak
menggunakan jamban sesuai dengan fungsinya, mayoritas pekerjaan sebagai
buruh tani dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan tentang
pentingnya kesehatan kurang.
Dari hasil data didapatkan angka tertinggi pada bulan Oktober sebesar 151
pada tahun 2010 dan 117 pada tahun 2011 dimana pada bulan ini terjadi
pergantian musim dari musim kemarau ke penghujan, terjadi perubahan adaptasi
pada tubuh sehingga imunitas tubuh menurun, banyaknya penggunaan air hujan
sebagai air minum, masih terdapat 20% penduduk tidak memiliki air bersih,
akibatnya mudah terserang diare, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan
menularkan kepada penduduk yang memiliki air bersih.
4.2
dan 2011 terbanyak terjadi di Desa Ploso dan Desa Rejo agung karena jaraknya
dengan puskesmas lebih dekat sehingga pasien diare lebih banyak terdeteksi untuk
daerah tersebut. Penduduk Desa Ploso dan Desa Rejoagung memiliki tingkat
pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan akan pentingnya pola hidup bersih
dan sehat rendah, cakupan air bersih yang rendah dengan pengguna sumur gali
lebih banyak, pengguna rumah yang masih menggunakan rumah gedek sehingga
kebersihan kurang.
4.3
bermain dan langsung menjamah makanan juga menjadi salah satu faktor resiko
terjadinya diare pada pria.
Kebiasaan yang berhubungan
dengan
kebersihan
adalah bagian
dibandingkan
keluarga yang mengunakan sumber air minum yang memenuhi syarat sanitasi.
Keluarga yang dapat memanfaatkan sarana air bersih (air dan sumber air
yang bersih dan handal), menunjukkan angka kejadian diare yang lebih sedikit
dari pada keluarga yang tidak memanfaatkan sarana air bersih.
22
Green
bahwa
pendidikan
kesehatan dengan pemberian informasi dan diikuti oleh banyak latihan / praktek
akan efektif merubah perilaku masyarakat.
4.5
jamban. Meskipun, banyak penduduk yang sudah memiliki jamban tetapi masih
menderita diare hal ini dikarenakan b erdasarkan hasil wawancara dengan
responden diketahui masih ada sebagian masyarakat yang tidak menggunakan
jamban dengan semsestinya, sehingga apabila mereka buang air besar mereka
menumpang di jamban tetangga, buang air besar di sungai dekat rumah atau
buang air besar di jamban cemplung yang ada di kebun dekat rumah. Bila
dilihat dari perilaku ibu, masih ada sebagian ibu yang tidak membuang tinja
balita dengan benar, mereka membuang tinja balita ke sungai, ke kebun
atau
dapat
menjadi
sumber
penyakit.
Karena
itu
perlu dikelola
23
bocor, tertutup,
mudah
ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu
orang. Keluarga
dampak,
dan
pertolongan
pertama
tentang
penyakit
diare.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Rentang usia terbanyak kejadian diare didapatkan pada usia > 15 tahun
sebanyak 35 %
2.
Desa terbanyak kejadian diare terjadi di Desa Rejoagung pada tahun 2011
dan Desa Ploso pada tahun 2010
3.
Kejadian diare terbanyak terjadi pada bulan oktober yaitu sebesar 151 kasus
pada tahun 2010, dan sebesar 117 kasus pada tahun 2011.
25
4.
5.
Kualitas air bersih di wilayah kerja kecamatan Ploso sebesar 80%, dan 20%
6.
7.
sampah sebesar 12 %.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi instansi terkait (Puskesmas Ploso)
Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang pentingnya
mencuci tangan pakai sabun dalam 5 waktu penting seperti yang telah disebutkan
dalam tinjauan pustaka. Selain itu, dapat pula dilakukan kegiatan penyuluhan
untuk memotivasi masyarakat dalam pengadaan dan penggunaan sumber air
bersih dan penggunaan jamban sebagaimana mestinya. Upaya penyuluhan dari
Dinas
Kesehatan
dan
secara terus
b.
c.
Mengupayakan pembuatan WC umum yang dapat dipakai secara bersamasama,terutama bagi masyarakat yang belum memiliki jamban
26