Oleh :
Alfia Nourita Putri
G0007031
G0007045
Lestari Handayani
G0007129
G0007129
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
penyangga, dan sekresi ammonia. Tubuh memiliki empat sistem penyangga, yaitu
sistem penyangga asam karbonat-bikarbonat, sistem penyangga protein, sistem
penyangga hemoglobin, dan sistem penyangga fosfat.
BAB II
ANALISIS GAS DARAH HENDERSON-HASSELBACH
pH = log
pH = - log [0,00000004]
pH = 7,4
Larutan yang memiliki pH kurang dari 7,0 mengandung [H+] yang
lebih tinggi daripada H2O murni dan dianggap sebagai asam. Sebaliknya,
larutan yang memiliki nilai pH lebih besar daripada 7,0 memiliki [H+] lebih
rendah dan dianggap sebagai basa atau alkali. pH darah arteri dalam keadaan
normal adalah 7,45 dan pH darah vena adalah 7,35, untuk pH darah rata-rata
adalah 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah karena adanya H+ yang
dihasilkan oleh pembentukan H2CO3
alkalosis terjadi jika pH darah lebih dari 7,45. Pada keadaan normal, H+
secara terus menerus ditambahkan ke cairan tubuh dari tiga sumber berikut :
1.
2.
3.
2.
dari cairan
ekstraselular.
3.
pernapasan,
juga
bekerja
dalam
beberapa
menit
untuk
mengeliminasikan CO2 dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua garis
pertahanan pertama ini menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan
yang terlalu banyak sampai garis pertahanan ketiga yang bereaksi lebih
lambat, ginjal, dapat mengeliminasikan kelebihan asam dan basa dari tubuh.
Walaupun ginjal relatif lambat memberi respons, dibandingkan dengan
pertahanan-pertahanan lain, ginjal merupakan sistem pengatur asam basa
yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari (Beaudoin,
2003).
CO2 + H2O
H+ + HCO3-
H2CO3
Reaksi ini bersifat reversibel karena dapat berlangsung dalam dua arah,
bergantung pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Reaksi ini lambat, dan
sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik
anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru, dimana
CO2 dilepaskan; karbonik anhidrase juga ditemukan di sel epitel tubulus
ginjal, dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
PERSAMAAN HENDERSON-HASSELBALCH
Untuk menyatakan konsentrasi ion hidrogen lebih sering dalam unit
pH daripada dalam konsentrasi yang sebenarnya.
pH = 6,1 + log
Dengan persamaan tersebut seseorang dapat menghitung pH suatu larutan bila
konsetrasi molar dari ion bikarbonat dan PCO2 diketahui. Dari persamaan
Henderson-Hasselbalch,
terlihat
bahwa
peningkatan
konsentrasi
ion
yang dibentuk
CO2
hasil
dari
Eksresi bikarbonat
Ginjal mengatur [HCO3-] plasma melalui dua mekanisme yang saling
berkaitan : (1) reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi kembali ke plasma dan (2)
penambahan HCO3- baru ke plasma. Kedua mekanisme tersebut terkait erat
dengan sekresi H+ oleh tubulus ginjal. Setiap kali sebuah H+ disekresikan ke
dalam cairan tubulus, secara simultan sebuah HCO3- yang dipindahkan ke
dalam plasma kapiler peritubulus. Reabsorbsi ion bikarbonat ini diawali oleh
reaksi di dalam tubulus antara ion-ion bikarbonat yang disaring pada
glomerulus dan ion-ion hidrogen yang disekresi oleh sel-sel tubulus. H2CO3
yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat
bergerak dengan mudah melewati membran tubulus. Oleh karena itu, CO2
segera berdifusi masuk ke dalam sel tubulus, tempat CO2 bergabung dengan
H2O, di bawah pengaruh karbonik anhidrase, untuk menghasilkan molekul
H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion
bikarbonat dan ion hidrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui
membran basolateral ke dalam cairan interstitial dan dibawa naik ke darah
kapiler peritubular. Jadi, setiap kali ion hidrogen dibentuk di dalam sel-sel
epitel tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali kedalam
darah.
Bila terdapat kelebihan ion bikarbonat melebihi ion hidrogen dalam
urin, seperti yang terjadi pada alkalosis metabolik, kelebihan ion bikarbonat
tidak dapat direabsorbsi; oleh karena itu, kelebihan ion bikarbonat
ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya dieksresikan ke dalam urin, yang
membantu mengoreksi alkalosis metabolik.
Pada asidosis, terdapat kelebihan jumlah ion hidrogen dibandingkan
dengan ion bikarbonat, menyebabkan reabsorbsi menyeluruh bikarbonat, dan
kelebihan ion hidrogen dikeluarkan ke dalam urin. Jadi, mekanisme dasar
dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak
lengkap dari ion hidrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalkan salah satu
dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin, dan oleh karena itu
dihilangkan dari cairan ekstraseluler.
SISTEM PENYANGGA FOSFAT
Sistem penyangga fosfat terdiri dari HPO4= dan H2PO4-. Keduanya
menjadi pekat di dalam cairan tubulus akibat reabsorbsinya yang relatif buruk
dan akibat reabsorbsi air dari cairan tubulus. Faktor lain yang membuat fosfat
menjadi penting sebagai penyangga tubulus adalah kenyataan bahwa pK
sistem ini adalah sekitar 6,8. Selama terdapat kelebihan ion bikarbonat dalam
cairan tubulus, kebanyakan ion hidrogen yang disekresikan bergabung dengan
ion bikarbonat. Akan tetapi, sekali semua bikarbonat telah direabsorbsi dan
tidak ada lagi yang tersedia untuk berikatan dengan ion hidrogen, setiap
kelebihan ion hidrogen dapat bergabung dengan HPO4- dan penyangga
tubulus lainnya.
Setelah ion hidrogen bergabung dengan HPO4= untuk membentuk
H2PO4-, ion hidrogen dapat dieksresikan sebagai garam natrium NaH2PO4,
dengan membawa serta kelebihan hidrogen. Oleh karena itu, kapan pun ion
hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus bergabung dengan suatu
penyangga selain bikarbonat, hasil akhirnya adalah penambahan ion
10
metabolisme
glutamin
ginjal,
sehingga
meningkatkan
11
12
13
2.
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Asidosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana pH darah arteri
lebih rendah dari 7,35 dengan PaCO2 lebih tinggi dari 45 mmHg.
Keadaan ini terjadi karena adanya retensi CO2 akibat hiperkapnia yang
disebabkan oleh hipoventilasi (ventilasi yang tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik untuk penyaluran O2 dan pembuangan
CO2). Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru berkurang, terjadi
peningkatan pembentukkan H2CO3 yang kemudian berdisosiasi dan
menyebabkan peningkatan [H+]. Hal-hal yang dapat menimbulkan
keadaan ini antara lain (Orlando Regional Healthcare, Education and
Development, 2004; Sherwood, 2001):
a. Kelainan paru (emfisema, asma, bronkitis kronis, atelektasis,
pneumonia, pneumothoraks, edema paru, atau obstruksi bronkial)
b. Penekanan pusat pernapasan akibat cedera kepala
14
asidosis
respiratorik
dapat
ditentukan
dari
derajat
15
3.
ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis metabolik merupakan suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Akibat peningatan ini,
rasio PCO2 dan kadar HCO3 dalam aretri berubah. Usaha tubuh untuk
memperbaiki rasio ini dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi
(hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat dalam arteri. Penyebab
alkalosis metabolik:
a. Terbuangnya ion H melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan
berpindahnya ion H masuk ke dalam sel
b. Terbuangnya cairan bebas biakrbonat dari dalam tubuh (contraction
alkalosis)
c. Pemberian bikarbonat berlebihan
Alkalosis metabolik dapat terjadi jika tubuh kehilangan terlalu
banyak ion H. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung
selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung
disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan
di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Terbuangnya ion H
akan menyebabkan hilangnya stimulus ion H di duodenum, sehingga
ekskresi bikarbonat oleh pancreas tidak terjadi. Hilangnya ion H yang
tidak diimbangi oleh berkurangnya bikarbonat akan menimbulkan
alkalosis.
16
4.
ALKALOSIS RESPIRATORIK
Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana pH darah
arteri lebih tinggi dari 7,45 dengan PaCO2 kurang dari 35 mmHg. Defek
primer pada alkalosis respiratorik adalah pengeluaran berlebihan CO2
dari tubuh akibat hiperventilasi. Jika ventilasi paru meningkat melebihi
kecepatan produksi CO2, maka CO2 yang dikeluarkan menjadi terlalu
banyak sehingga H2CO3 yang terbentuk sedikit dan meyebabkan [H+]
17
kondisi
yang
menyebabkan
hiperventilasi
dapat
Tanda
dan
gejala
alkalosis
respiratorik
sebagian
besar
meliputi
timbulnya
rasa
kebas,
kebingungan,
kesulitan
keadaan
normal
dengan
mengurangi
beban
HCO3-untuk
18
19
adalah -2 +2
Parameter AGD
Nilai Rujukan
pH
7,35 7,45
PaCO2 (mmHg)
35,0 45,0
PaO2 (mmHg)
80,0 100,0
<55,0
BE (mmol/L)
-2,0 +2,0
HCO3- (mmol/L)
22 28
SaO2 (%)
95,0 100,0
Tabel 1. Parameter AGD, Nilai Rujukan, dan Nilai yang Perlu Diwaspadai
(Surjanto, 2011; Yap dan Aw, 2011).
respiratorik
melibatkan
kondisi
hipoventilasi
atau
20
21
22
Jika
gangguan
keseimbangan
asam-basa
terkompensasi
klorida
dan
nutrisi
parenteral
total),
atau
defisiensi
25
beberapa
kondisi
tertentu,
seorang
pasien
mungkin
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Marieb, EN. 2004. Fluid, Electrolyte, And Acid-Base Balance. PPT. Pearson
Education, Inc.
Madias
N.
2000.
Respiratory
Acidosis
and
Alkalosis.
http://ocw.tufts.edu/data/33/508776.pdf(diakses tanggal 31 Maret 2012).
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Silverthorn, DU. 2004. Integrative Physiology II: Fluid And Electrolyte Balance.
Chapter 20, part B. Pearson Education, Inc.
28
29