Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI KASUS

FARMAKOTERAPI

OLEH :
Rizal Nur F.

125130100111064

Violita Intan P.

125130100111073

Ayu Khairunnisa

125130100111074

Wulandari

125130100111075

Rizqiza Andro F.

125130100111077

Nadia Elfiana

125130105111003

Gusfarisa Rafika

125130106111002

Sirapegi O.W.L

125130106111001

Bintar Garda

125130107111048

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian
kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku,
rambut dan tanduk). Trichopyton spp danMicrosporum spp, merupakan 2 jenis kapang
yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol
diserang adalah anjing, kucing dan sapi. Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit
yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton,Microsporum dan Trichophyton.
Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti
(Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang
secara seksual tergolong Ascomycetes (Ahmad., R.Z. 2009).
Divisi
: Amastigomycotina.
Sub-Divisi : Ascomycotina
Klas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family
: Moniliaceae
Genus
: Microsporum, Trichophyton
Species
: M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes
M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda,
dan kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle,
berdinding tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus,
sedangkan M. gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya
macroconidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan
berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009).
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit
yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit,
rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatofit adalah sekelompok jamur yang
memiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi (Kurniati dan
Rosita, 2008)
Dermatofitosis pada kulit glabrous adalah dermatofitosis yang mengenai kulit
berambut halus, diantaranya yaitu tinea korporis, tinea kruris, dan tinea pedis. Pola
inflamasi karakteristik pada dermatofitosis pada kulit glabrous adalah adanya tepi lesi
yang aktif, terdapat skuama, dan adanya pola menyembuh pada pusat lesi.
Gejala klinis :
Kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga
Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas
dan umumnya dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut, pada kaki dan
perut bagian bawah
Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng biasanya
bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada bulu
berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah (Ahmad., R.Z. 2009).
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada manusia
bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh.

Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih manusia


sebagai hospes tetapnya.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan
residif, karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum.
(Boel., T. 2009).

BAB II
PEMBAHASAN
Kasus
Seekor anjing Dalmatian bunting (berat badan 20 kg) dibawa pemilikinya dating ke klinik
dokter hewan dengan keluhan selalu menggaruk beberapa bagian tubuhnya sejak satu minggu
terakhir. Dari pemeriksaan fisik diketahui bahwa beberapa bagian kulit pasien mengalami
kebotakan. Pada pemeriksaan menggunakan Woods lamp di daerah yang mengalami
kebotakan didapatkan pendaran warna hijau kekuningan. Dokter hewan mendiagnosis pasien
mengalami dermatofitosis karena infeksi Microsporum sp.
A. Diagnosa
Berdasarkan anamnesa dan gejala yang diketahui, anjing Dalmatian (pasien)
menderita dermatofitosis oleh Microsporum sp. Diagnosa ini diperkuat dengan hasil
pemeriksaan Woods lamp yaitu terlihat adanya pendaran berwarna hijau kekuningan pada
daerah yang mengalami kebotakan.
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga,
urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada
derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan pemeriksaan laboratorium akan
memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit. Untuk mendiagnosa melalui
pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut.
Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan langsung dengan mikroskop
dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan padamedia (Ahmad., R.Z.
2009).
B. Tujuan Terapi
Untuk mengeliminasi Microsporum sp. serta memperbaiki kebotakan.
C. Advice
o Menjaga sanitasi serta kebersihan kandang dan lingkungan sekitar
o Menjaga kebersihan dan kesehatan hewan
o Pemberian makanan yang memenuhi nutrisi dan gizi sesuai dengan kebutuhan
o Dipisahkan antara hewan sakit dengan hewan yang sehat
o Kandang bekas hewan sakit harus didesinfeksi sebelum digunakan kembali
o Kepadatan hewan dalam 1 kandang harus diperhatikan
D. Non-Drug
o Mencukur daerah kulit yang terinfeksi dermatofit dan membersihkan jaringan
kulit tersebut
o Dioleskan minyak kelapa murni pada kulit yang mengalami kebotakan, untuk
merangsang pertumbuhan rambut.
o Diberikan minyak ikan sebanyak 1000 mg per hari ( 1-2 tablet per hari,
tergantung sediaan)
E. Drug
No
1.

Golongan
obat
Azole-

Efficacy
Farmakodinamik :

Safety
Efek samping :

Suitability
Interaksi :

Cost

Imidazole

2.

Allylamine

Fungistatik dan
menghambat
sintetis ergosterol
pada jamur

azol tidak
memiliki efek
samping yang
cukup besar
kecuali
Farmakokinetik :
ketokonazol.
Umumnya di
Imidazol
berikan secara
diberikan PO
topikal, dapat
mengakibatkan
berinteraksi baik
beberapa efek
dengan kulit .
samping, tetapi
Imidazol diserap
mual, muntah,
dari saluran
dan disfungsi
pencernaan; kadar hati dapat
plasma puncak
mengembangkan,
dalam waktu 2 jam terutama dengan
setelah pemberian ketoconazole.
PO. Imidazol
didistribusikan
secara luas dalam
tubuh Kebanyakan
imidazol (kecuali
flukonazol) sangat
terikat protein
dalam sirkulasi (>
95%), sebagian
besar ke albumin.
Metabolisme hati
adalah rute utama
eliminasi.. Hanya
~2-4% dari dosis
yang diberikan PO
muncul tidak
berubah dalam
urin.

Imidazol dapat
digunakan
bersamaan
dengan
amfoterisin B
atau 5-flusitosin
untuk
mempotensiasi
aktivitas
antijamur.
Penyerapan
imidazol,
kecuali bahwa
flukonazol,
dihambat
dengan
pemberian
bersamaan
cimetidine,
ranitidine, agen
antikolinergik,
atau antasida
lambung.

Farmakodinamik :
Menekan
biosintetis
argosterol pada
jamur

Indikasi :
Efektif untuk
jamur
dermatofit dan
Candida

Farmakokinetik :
Dapat diberikan
topikal, namun
biasanya melalui
peroral, diabsorpsi
oleh saluran
pencernaan, dan di

Efek samping :
Efek samping
jarang terjadi
namun dapat
menyebabkan
iritasi, ruam,
kulit
mengelupas.

Indikasi :
Untuk
pengobatan
mikosis
Kontra indikasi
:
Tidak boleh di
berikan pada
penderita
autoimun

metabolismedi
hati, di
distribusikan ke
sebum dan kulit
dan diekskresikan
lewat urin.

No.
1.
2.

Golongan obat
Azole-imidazole
Allylamine

Efficacy
+++
+++

Safety
++

Suitability
+++
++

Cost

Kelompok kami memilih obat golongan imidazole. Kemudian untuk kasus yang
ringan digunakan obat yaitu:
No Nama Obat
Efficacy
Safety
Suitability
Cost
1. Mikonazole
Farmakodinamik :
Efek samping : Indikasi :
Rp. 4500 / 10
Miconazole
Dermatitis,
Untuk aplikasi gram sedian
merangsang
rasa terbakar
topikal dalam
krim
perubahan
pengobatan
permeabilitas
dermatofit ,
Tiap gram
membran dinding
dalam
krim
sel jamur, yang
pengobatan
mengandung
mengubah
kandidiasis
20 mg
komposisi
kulit
mikonazole
makromolekul
(moniliasis),
nitrat
ionik sel yang
dan dalam
dipengaruhi oleh
pengobatan
penghambatan
tinea
biosintesis
versikolor.
ergosterol di jamur.
Kontraindikasi
Sehingga terjadi
:
nekrosis sel jamur.
Pasien dengan
hipersensitivita
Farmakokinetik :
s terhadap
Mikonazol di
mikonazol,
absorpsi secara
gangguan liver
topikal oleh kulit
kronis
dan diikat oleh
protein plasma,
selanjutnya serum
albumin dan sel
darah merah. Di
aplikasikan ke
dalam kulit utuh
2.

Ketokonazole Farmakodinamik :
Menghambat

Efek samping :
Anoreksia,

Interaksi :
Konsentrasi

Rp. 18.472 /
10 gram

biosintesis
ergosterol. Bekerja
dengan cara
menginhibisi enzim
sitrokrom P-450,
C-14-demethylase yang
bertanggung jawab
merubah lanosterol
menjadi ergosterol,
hal ini akan
mengakibatkan
dinding sel jamur
menjadi permeable
dan terjadi
penghancuran
jamur.
Farmakokinetik :
Ketokonazol yang
diberikan secara
oral, mempunyai
bioavailabilitas
yang luas antara
37%-57% di dalam
darah. Puncak
waktu paruh yaitu
2 jam dan berlanjut
7-10 jam.
Ketokonazole
mempunyai daya
larut yang optimal
pada pH di bawah
3 dan akan lebih
mudah diabsorbsi.
Ketokonazol
mempunyai ikatan
yang kuat dengan
keratin dan mampu
mencapai keratin
dalam waktu 2 jam.
Distribusi
ketokonazol
melalui urin, saliva,
sebum, kelenjar
keringat eccrine,
serebrum, cairan
pada sendi dan
serebrospinal fluid
(CSF).

mual dan
muntah.
Ketokonazol
juga
menimbulkan
efek
hepatotoksik
yang ringan.
Untuk
pengobatan
jangka panjang
dianjurkan
pemeriksaan
fungsi hati.

serum
ketokonazol
dapat menurun
apabila diikuti
dengan
mengkonsumsi
obat yang
dapat
menurunkan
sekresi asam
lambung
seperti
antacid,koliner
gik dan H2antagonis
sehingga
sebaiknya obat
ini diberikan
setelah 2 jam
pemberian
ketokonazol.
Kontra
indikasi :
Ketokonazol
dapat
memperpanjan
g waktu paruh
seperti
terfenadin,
astemizol dan
cisaprid selain
itu juga
menimbulkan
efeksamping
kardiovaskula,
menyebabkan
aritmia
ventrikel
jantung dan
perpanjang
interval QT.
Pemberian
bersama antara
ketokonazol
dengan
rifampicin
dapat
menurunkan
efektifitas

sediaan krim
Tiap gram
krim
mengandung
20 mg
ketokonazole

Metabolisme obat
ini berada di hati
dan diubah menjadi
metabolit yang
tidak aktif serta
diekskresikan
bersama empedu ke
dalam saluran
pencernaan.

No. Nama Obat


1.
Mikonazole
2.
Ketokonazole

Efficacy
+++
+++

kedua obat.

Safety
+++
++

Untuk kasus dermatofit yang parah maka diberikan :


No. Nama Obat
Efficacy
Safety
1.
Griseofulvin Farmakodinamik :
Efek samping :
Griseofulvin
Depresi,
merupakan obat
ataksia, mual,
anti jamur yang
muntah dan
bersifat fungistatik, sakit pada
berikatan dengan
abdominal.
protein
Pada beberapa
mikrotubular dan
pasien timbul
menghambat
urtikaria dan
mitosis sel jamur.
erupsi kulit.
Farmakokinetik :
Ketika griseofulvin
diabsorbsi,
griseofulvin
pertama kali
berikatan dengan
serum albumin dan
didistribusi di
jaringan.
Selanjutnya
menyebar melalui
cairan
transepidermal dan
keringat serta akan
dideposit di sel
precursor keratin
kulit (stratum
korneum) dan
terjadi ikatan yang
kuat serta menetap.
Lapisan keratin

Suitability
+++
++

Cost
+++
++

Suitability
Interaksi :
Absorbsi
griseofulvin
menurun jika
diberikan
bersama
dengan
fenobarbital.
Griseofulvin
juga dapat
menurunkan
efektifitas
warfarin yang
merupakan
antikoagulan.

Cost
Rp. 9.244 /
tablet
Sediaan 500
mg

yang terinfeksi
akan digantikan
dengan lapisan
keratin baru yang
lebih resisten
terhadap serangan
jamur. Pemberian
griseofulvin secara
oral akan mencapai
stratum korneum
setelah 4-8 jam.
Metabolisme
griseofulvin di
hepar dan dirubah
menjadi 6desmethyl
griseofulvin dan
diekskresikan
melalui urin.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anjing Dalmatian (pasien) didiagnosa menderita dermatofitosis berdasarkan
gejala yang terlihat dan hasil pemeriksaan menggunakan Woods lamp. Setelah
membandingkan antara golongan obat imidazole dengan allylamin, kami memutuskan
menggunakan golongan obat imidazole untuk menghilangkan jamur. Pada kriteria
keparahan dermatofitosis ringan, kelompok kami menggunakan mikonazole secara
topikal. Sedangkan keparahan berat pengobatan menggunakan griseofulvin secara
peroral. Dan untuk memperbaiki kebotakan yang terjadi, kami menggunakan minyak
ikan dengan dosis 1000 mg perhari (1-2 tablet perhari tergantung sediaan). Serta
memberikan minyak kelapa murni secara topical di daerah yang mengalami
kebotakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya
Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Boel., T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara.
Kurniati dan Rosita. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit & Kelamin Vol. 20 No. 3 Dept./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK
UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
Pohan., A. 2009. Bahan Kuliah Mikologi. arthur@fk.unair.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai