PENDAHULUAN
Dalam tubuh, faal sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini diatur oleh banyaknya mekanisme fisiologis yang terdapat dalam
tubuh. Dapat dikatakan kemampuan kita untuk dapat bertahan hidup sangat
tergantung pada cairan yang terdapat dalam tubuh kita. Oleh karena itu, terdapat
berbagai mekanisme yang berfungsi untuk mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh agar tetap dalam keadaan seimbang atau disebut dalam keadaan homeostasis.1,2
CAIRAN
Total cairan tubuh terdiri dari 85 90% dari total berat badan dan bergantung
pada usia, jenis kelamin, dan kandungan lemak manusia. Cairan tubuh terbagi atas
tiga kompartemen normal, yaitu cairan intravaskuler (IVF) atau plasma sebesar 5%
berat badan, cairan interstitial (ISF) sebesar 15% berat badan, dan intrasel (ICF)
sebesar 40% dari berat badan. IVF dan ISF bersama sama disebut sebagai cairan
ekstrasel ECF. Prinsip dari cairan plasma adalah ia mengandung natrium, klorida,
bikarbonat, dan protein (albumin). ISF memiliki komponen yang mirip dengan
plasma tetapi ISF tidak memiliki kandungan protein yang banyak, sedangkan ICF
memiliki kadar kalium, magnesium, fosfat, sulfat, dan protein yang tinggi. 3,4
Pemahaman mengenai perubahan osmotik dari ECF dan ICF merupakan dasar
untuk memahami keseimbangan cairan dan kelainannya. Karena sifat membran sel
yang water-permeable, molalitas diantara ECF dan ICF dipertahankan isotonis oleh
sistem homeostasis tubuh agar tidak terjadi penumpukan cairan. Molalitas atau
tonisitas adalah osmoler yang efektif, atau dengan kata lain hanya memperhitungkan
komponen yang impermeable, sedangkan osmoler memperhitungkan komponen baik
yang permeabel maupun tidak permeabel. Komponen yang bersifat selektif
Neonatus
Berat badan 3 10 kg
Berat badan 10 15 kg
Berat badan 15 22 kg
: 50 kal/kgBB/hari
: 70 kal/kgBB/hari
: 55 kal/kgBB/hari
: 45 kal/kgBB/hari
harus ditambahkan 12% dari jumlah cairan yang telah diperhitungkan untuk
maintenance tersebut. 1
Faktor
Demam
Hiperventilasi
Berkeringat
Hipertiroid
Kehilangan dari sistem GIT dan penyakit
Ginjal
Penambahan Cairan
12% per C
10 - 60 ml/100 kkal
10 - 25 ml/100 kkal
25 - 50%
Monitoring output cairan dan
kira 2mEq untuk metabolisme 100 kalori. Kebutuhan elektrolit secara umum adalah:
1,6
Natrium: 2 - 3 mEq/kgBB/hari
Kalium: 1 - 2 mEq/kgBB/hari
Klorida: 3 - 5 mEq/kgBB/hari
Kalsium: anak dibawah 10 tahun 0,5 1,0 g/hari (bergantung berat badan),
anak diatas 10 tahun 1,2 1,4 g/hari (bergantung pada vitamin D dan sinar
matahari).
Kandungan Cairan: 1
1g NaCl mengandung 17 mEq Na dan 17 mEq Cl
ml/kg/jam ml/kg/hari
4
100
10 kilogram kedua
50
20
Mata cekung
intravaskuler, maka timbul gejala lain selain gangguan kulit dan mukosa disebabkan
gangguan hemodinamik. Gejala gangguan hemodinamik dapat berupa:1,8
Hipotensi
Takikardi
Oligouria
Syok (renjatan)
Etiologi dehidrasi dapat disebabkan oleh karena intake air dan garam yang
kurang atau oleh karena output air dan garam terlalu banyak. 8
1. Intake kurang: tidak minum dan makan
2. Output yang banyak:
Na+ (mEq/kg)
K+ (mEq/kg)
HCO3- (mEq/kg)
Diare
10 - 90
10 - 80
40
Gaster
20 -80
5 - 20
0
Usus Halus
100 - 140
5 - 15
40
Usus Besar
45 - 135
3 - 15
40
Tabel 3. Komposisi elektrolit pada beberapa cairan tubuh.3
Jenis dan Gradasi dari Dehidrasi 1,8
Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit. Pembagian dehidrasi
berdasarkan tonisitas darah:
1. Dehidrasi isotonik
2. Dehidrasi hipotonik
Hipotonik
Menurun sekali
Isotonik
+
Menurun
Hipertonik
+
Menurun
Turgor kulit
Kulit (selaput
Menurun sekali
Basah
Menurun
Kering
Tidak jelas
Kering sekali
lendir)
Gejala SSP
Apatis
Koma
Iritabel, kejang
kejang,
hiperrefleksi
Sirkulasi
Jelek sekali
Jelek
Relatif masih baik
Nadi
Sangat lemah
Cepat dan lemah
Cepat dan keras
Tekanan darah
Sangat rendah
Rendah
Rendah
Tabel 3. Perbandingan gejala dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. 9
Dehidrasi juga dapat dibagi berdasarkan derajatnya yaitu:
1. Dehidrasi ringan, bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan
2. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan di antara 5 10% berat badan
3. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan darah lebih dari 10% berat badan
4. Syok (defisit lebih dari 12% berat badan)
Tanda dan Gejala
Kehilangan berat
Dehidrasi Ringan
35
Dehidrasi Sedang
69
Dehidrasi Berat
10 atau lebih
badan
Kesan dan kondisi
Haus, sadar,
Mengantuk;
gelisah
letargi, tetapi
ekstremitas lemas,
iritabel bila
dingin, sianotik,
dipegang, atau
lembab, bisa
sampai koma
Biasanya sadar;
kuatir; ekstremitas
anak kecil
Haus, sadar,
mengantuk
Haus, sadar,
gelisah
hipotensi postural
dan dewasa
dingin, lembab,
sianotik, kulit jari
tangan dan kaki
berkerut; kejang
Nadi radial
Kecepatan dan
tekanan normal
otot
Cepat, sangat
lemah, kadang
Normal
Dalam ,mungkin
tidak teraba
Dalam dan cepat
Normal
Normal
cepat
cekung
Normal atau
Sangat cekung
Rendah, mungkin
sistolik
rendah; hipotensi
tidak terukur
Elastisitas kulit
Cubitan segera
ortostatik
Cubitan kembali
Cubitan tidak
Mata
Air mata
kembali
Normal
Ada
perlahan
Cekung
Tidak ada atau
segera kembali
Sangat cekung
Tidak ada
Lembab
Normal
berkurang
kering
Jumlah berkurang
Sangat kering
Anuria/oligouria
Pengisian kembali
Normal
dan pekat
2 detik
berat
>3 detik
kapiler
Perkiraan defisit
30 50
60 90
Respirasi
Fontanella anterior
Tekanan darah
Membran mukosa
Produksi urin
cairan (ml/kg)
Tabel 4. Perbedaan gejala pada dehidrasi ringan, sedang, dan berat. 10
PENYULIT PENYULIT
Semua gangguan keseimbangan dalam tubuh dapat diatasi sendiri oleh
mekanisme homeostasis selama penyimpangan tersebut masih dalam batas
kompensasi. Dlama mengatasi gangguan yang sudah melewati batas kompensasi,
koreksi tidak perlu sampai pada parameter ke nilai normal, tetapi cukup sampai
masuk ke batas kompensasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyulit yang
terjadi akibat terapi yang berlebihan. 9
10
masuknya air tanpa diiringi cukup NaCl ke dalam intravaskuler. Pasien yang
menunjukkan kadar natrium rendah harus dianggap sebagai kelebihan air.
Keadaan ini dapat bermanifestasi secara klinis sebagai perlambatan nadi yang
disertai dengan peningkatan tekanan darah, hiperrefleksia, penurunan
kesadaran atau bahkan kejang. Bahaya lanjut yang ditakutkan adalah edema
otak, peningkatan tekanan intra kranial, dan akhirnya kerusakan otak. Terapi:
upaya awal meningkatkan kadar natrium adalah dengan membuang kelebihan
air (puasa, restriksi cairan yang masuk, dan diuresis) bila kadar Na berkisar
antara 125 130 mEq/L. Pasien dengan gejala kejang memerlukan tambahan
terapi Diazepam intravena.
5. Hipokalemia
KCl tidak boleh disuntikkan lansung melalui intravena, tetapi harus diberikan
melalui infus intravena secara perlahan. Jika diberikan per oral, KCl sangat
mengiritasi lambung sehiingga perlu dipilih sediaan tablet salut lepas.
6. Hiperkalemia
Kalium yang tinggi di intravaskuler sangat berbahaya bagi jantung dan jiwa
pasien. Hiperkalemia dapat disebabkan oleh eskresi yang terlambat pada gagal
ginjal atau destruksi sel berlebihan. Kadar kalium >5,0 mEq/L harus segera
diturunkan karena pada kadar kalium 6 mEq/L mudah terjadi fibrilasi
ventrikel yang dapat menyebabkan henti jantung. Terapi: kalsium glukonas
intravena. Obat ini bekerja sangat cepat, tetapi juga berlangsung pendek (10
15 menit). Natrium bikarbonat perlu diberikan untuk mengurangi keasaman
plasma. Onset natrium bikarbonat lebih lambat tetapi memiliki masa kerja
yang lebih panjang (1 2 jam).
7. Asidosis Metabolik
11
12
Buffer base yaitu jumlah anion yang bukan bikarbonat dalam mEq/L
yang tidak bergantung kepada perubahan paCO2-. Perubahan buffer
base secara langsung menunjukkan kelebihan jumlah asam atau basa
dalam mEq/L sangat bergantung kepada kadar hemoglobin dan
konsentrasi protein. Normal 48 mEq/L. paOi yaitu tekanan parsial O2
dalam darah artei. Normal 85 95 mmHg
13
ini)
= 0,3 x BB x (4 K Serum) mEq
Koreksi Hiperkalemia
12,5 IU +
Ca Glukonas 10% 20 - 40 ml
saat ini)
= 0,6 x BB x (145 Na. Serum) mEq
Koreksi Hipernatremia
laktat,
pertahankan
kalium
14
4. Penilaian Respon
Pada fase ini dilakukan penilaian klinis yang ketat pada anak, termasuk
tangisan, pernampakan bola mata, aktivitas, turgor kulit, tekanan darah,
dan perfusi perfier untuk menilai respon terhadapt pengobatan.
Cairan
NaCl
0,9%
Dextrosa
5%
Ringer
Na+
K+
Cl-
Ca2+
Laktat
Glukosa
(mEq/L)
154
(mEq/L)
0
(mEq/L)
154
(mEq/L)
0
(mEq/L)
0
(g/L)
0
50
130
109
28
Laktat
Tabel 5. Berbagai cairan pengganti dan komposisinya. 3
Pada syok yang diakibatkan karena infeksi berat, resusitasi cepat dengan
pemberian cairan secara bolus justru akan meningkatkan mortalitas anak dalam 48
jam. Hal ini masih belum diketahui penyebabnya dan memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk penanganan syok pada anak dengan infeksi berat. Sama halnya dengan
anak yang menderita sepsis, pemberian cairan secara bolus juga meningkatkan
mortalitas secara signifikan. 11,12
Pada penelitian Fluid Expansion As Supportive Treatment (FEAST), juga
ditemukan peningkatan mortalitas pada 48 jam pertama setelah dilakukan pemberian
cairan secara bolus. Hal ini memberikan kontribusi yang besar dalam resusitasi cairan
dan mengindikasikan perlunya penilitian lebih lanjut dan revisi lebih lanjut terhadap
guidelines resusitasi cairan. 13
Dehidrasi pada anak juga dapat disebabkan oleh virus Dengue yang
menyebabkan terjadinya microbleeding yang mengakibatkan terjadinya dehidrasi.
15
Samapi sekarang, tidak ada antivirus yang dapat mengatasi virus Dengue, dan terapi
cairan merupakan hal utama dalam penganganan infeksi virus Dengue. Prinsip
penganangan cairan pada dehidrasi karena infeksi virus Dengue sama dengan
penanganan dehidrasi pada umumnya. 14
Hipotermia
Selain digunakan pada dehidrasi, terapi cairan juga dapat digunakan pada
anak yang mengalami hipotermia dengan pemberian cairan intravaskuler yang telah
dihangatkan. 15
Preoperatif
Penanganan
cairan
preoperatif
lebih
ditekankan
kepada
pencapaian
Intraoperatif
Penanganan cairan intraoperatif ditekankan kepada penggantian defisit karena
puasa, kehilangan cairan karena penguapan dan ekstravaskuler. Pemberian cairan
pengganti puasa dan kehilangan cairan lainnya berpatokan pada kebutuhan cairan
menurut rumus Holiday-Segar (pada Tabel 2) yang secara praktis dapat
memperkirakan kebutuhan cairan anak per jam. Setelah pemberian cairan pengganti
puasa dan kehilangan lainnya, penanganan dilanjutkan dengan penanganan
maintenance selama operasi. Penggantian darah yang hilang digantikan dengan
Whole Blood, atau dengan sementara digantikan oleh cairan kristaloid dengan rasio
3:1 atau cairan koloid dengan rasio 1:1.5,7,8
16
Postoperatif
Penanganan cairan postoperatif ditekankan pada penggantian cairan yang
hilang selama operasi yang belum digantikan, koreksi elektrolit seperti pada
dehidrasi, dan pemenuhan kebutuhan kalori. Cairan yang hilang selama operasi
dihitung dari produksi urin, darah, dan jumlah kehilangan cairan yang terus
berlangsung (insensible water loss) sebanyak 100 ml/kgBB/24jam.5,7
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Rusepno, dkk. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. 2000. Hal: 272, 378-9
2. Siregar, H., dkk. Fisiologi Cairan Tubuh dalam Fisiologi Sel dan Cairan
Tubuhku. Ed 2. Ujung Pandang: Fakultas Kedokteran UNHAS. 1995. Hal:
44, 55-6
3. Douglas, M. Fluid, Electrolyte, & Acid-Base Disorders & Theraphy dalam
Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Ed 16. Boston Burr Ridge:
McGrawHill. 2003. Hal: 1283, 1287-8
4. Sjamjuhidayat, R., Jong, Wim De. Masalah Dalam Ilmu Bedah dan
Pertimbangan Dasar dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: ECG.
2005. Hal: 126-9
5. Kempe, C., dkk. Fluid & Electrolyte Therapy dalam Current Pediatric
Diagnosis & Treatment. Ed 4. California: Large Medical Publication.
1976. Hal: 943
6. Lugo-Vicente, H. L., Pediatric Surgery Hand Book. Pureto Rico: San
Pablo Medical Center. 2006. Hal 1
7. Nathers, A. B., Maier, R. V. Perioperative Fluids and Electrolytes dalam
Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New York: Springer. 2000.
Hal: 152
8. Tanna, A. H., Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit dalam Buku Kuliah
Ilmu Anestesiologi. Makassar: SMF Anestesiologi FK UNHAS. Hal: 59,
69-7
9. Dehidrasi dalam Pedoman Cairan Infus. Ed 7. PT Otsuka Indonesia. 2000.
Hal: 42-7
18
10. Nelson, W. E. Terapi Cairan dalam Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. Jakarta:
ECG. 1999. Hal: 261
11. Maitland, K., dkk. Mortality after Fluid Bolus in African Children with
Severe Infection. New England: New England Journal of Medicine. 2011.
Hal: 2494
12. Ford, S. R., dkk. Mortality after Fluid Bolus in African Children with
Sepsis. New England: New England Journal of Medicine. 2011. Hal: 1348
13. Myburgh, J. A., dkk. Fluid Resuscitation in Acute Illness Time to
Reappraise the Basics. New England: New England Journal of Medicine.
2011. Hal: 2543
14. Simmons, C. P., dkk. Dengue. New England: New England Journal of
Medicine. 2012. Hal: 1429
15. Sheridan, R. L., dkk. Case 41-2009: A 16-Year-Old Boy with Hypothermia
and Frostbite. New England: New England Journal of Medicine. 2009.
Hal: 2656
19