Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum ke-5

m.k. Manajemen Kesehatan


Organisme Akuatik

Hari/ tanggal : Jumat/ 28 Maret 2014


Kelompok
: VI
Asisten
: Rudy Angga K.

GAMBARAN DARAH KRUSTASEA DAN MOLUSKA

Oleh:
Syifa Afianti
C14110079

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sistem sirkulasi, terutama sistem peredaran darah dalam tubuh berfungsi

untuk mengedarkan nutrisi esensial ke seluruh tubuh serta membawa sisa hasil
metabolisme untuk dikeluarkan dari dalam tubuh. Darah menurut Mones (2008)
adalah medium pada sistem sirkulasi yang berfungsi untuk mengangkut nutrisi
dan zat sisa metabolisme tersebut. Sistem sirkulasi terbagi menjadi dua, yaitu
sistem sirkulasi tertutup yang terdapat pada hewan vertebrata dan sistem sirkulasi
terbuka pada avertebrata.
Kepiting (krustasea) dan kijing (moluska) termasuk organisme avertebrata
yang memiliki sistem sirkulasi terbuka, sedangkan ikan lele (teleostei) adalah
contoh organisme vertebrata dengan sistem sirkulasi tertutup. Perbedaan antara
kedua sistem peredaran darah terletak pada tempat darah mengalir dalam tubuh,
jenis protein pengangkut oksigen, dan yang paling mencolok adalah warna darah.
Meski demikian darah pada kedua sistem memiliki peranan dan fungsi yang sama.
Penyimpangan fungsi fisiologis juga mampu mempengaruhi komponen kedua
jenis darah secara kualitatif dan kuantitatif (Mones 2008). Oleh karena itu
parameter gambaran darah keduanya dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit.
Parameter yang diamati pada praktikum ini adalah THC (Total Hemocyt Cell) dan
DHC (Diferensial Hemocyt Cell) pada kijing dan kepiting.
1.2

Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengambilan darah

dan gambaran darah krustasea dan moluska dengan melihat THC (Total Hemocyt
Count) dan DHC (Diferensial Hemocyt Count)

II. METODOLOGI

2.1

Waktu dan Tempat


Praktikum gambaran darah krustasea dan moluska dilaksanakan pada hari

Jumat, 21 Maret 2014 pukul 15.00-18.00 WIB. Kegaitan praktikum dilaksanakan


di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut
Pertanian Bogor.
2.2

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah hemasitometer, syringe, pipet, cover glass,

mikroskop, baki, dan lap. Sedangkan bahan yang digunakan adalah antikoagulan,
giemsa, methanol, kepiting dan kijing.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Gambaran Darah Kijing (THC)
Sebelum mengambil darah kijing, bagian dalam syringe dibilas dahulu
dengan antikoagulan. Setelah itu jarum syringe ditusukan melalui celah terbuka di
dekat otot engsel. Darah kijing kemudian diambil sebanyak 0.1 ml. Setelah
mikroskop dan hemasitometer disiapkan, darah kijing diteteskan diatas
hemasitometer lalu dihitung jumlah hemositnya dengan bantuan mikroskop. THC
dihitung menggunakan rumus berikut :
THC =
2.3.2 Gambaran Darah Kepiting (THC dan DHC)
Syringe yang digunakan untuk mengambil darah kepiting dibilas
menggunakan antikoagulan. Setelah itu antikoagulan disisakan di dalam syringe
sebanyak 0.1 ml. Kemudian jarum ditusukan pada persendian kaki atau capit
kepiting yang lunak. Darah kepiting diambil sebanyak 0.1 ml, atau total 0.2 ml.
Untuk pengamatan THC, darah kepiting langsung diteteskan pada hemasitometer,
lalu hemosit dihitung di bawah mikroskop. THC dihitung menggunakan rumus
beikut :
THC =

Untuk menghitung DHC, sisa darah pada syringe diteteskan pada kaca
preparat yang telah direndam dalam methanol. Darah kemudian diratakan dengan
kaca preparat lain, dan didiamkan hingga kering. Setelah itu preparat dicelupkan
dalam methanol selama 5-10 menit, dikeringudarakan lalu dicelupkan dalam
giemsa selama 10-15 menit, kemudian preparat dibilas dengan akuades dan
dikeringudarakan. Jumlah sel granulosit dan agranulosit dihitung menggunakan
mikroskop. DHC dihitung menggunakan rumus beikut :
DHC =

100%

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1

Hasil
Hasil pengamatan THC dan DHC pada darah krustase dan moluska disajikan

pada Tabel 1 berikut.


Tabel 1. Hasil pengamatan gambaran darah kepiting (krustase) dan

kijing

(moluska).
Kepiting
Kelompok

THC sel/mm

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

4.740
3.900
4.480
6.090
8.540
3.800
1.700
2.460
1.740
1.540
17.400
1.350

Kijing
DHC %

Hialin
61
65
60
66
61
70
65
73
60
94
60
70

Granular
39
35
40
34
39
30
35
27
40
6
40
30

THC sel/mm3
690
370
1.130
410
600
1.960
380
390
670
580
570
320

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa jumlah THC pada kepiting berkisar


antara 1350 sel/mm3 (kelompok 12) hingga 17400 sel/mm3 (kelompok 11).
Sedangkan jumlah THC kijing berkisar antara 320 sel/mm3 (kelompok 12) hingga
1960 sel/mm3 (kelompok 6). Hasil pengamatan DHC kepiting menunjukan bahwa
kadar hialin (60% 94%) dalam darah kepiting lebih banyak dari sel granular
(6% 40%).
3.2

Pembahasan
Kepiting adalah krustasea yang seluruh tubuhnya terbungkus oleh lapisan

keras, dan kijing adalah salah satu anggota moluska yaitu bivalvia yang tubuhnya
tersembunyi dalam cangkang bipolar. Kedua hewan tersebut termasuk ke dalam
anggota avertebrata yang memiliki sistem peredaran darah terbuka karena tidak
memiliki arteri atau vena untuk mengalirkan darahnya (Afni 2012). Darah
krustase dan moluska disebut haemolymph. Perbedaan haemolymph dari darah
merah adalah logam pembentuk darah berupa Cu, warna darah bening
kekuningan, dan protein pengangkut oksigen yang berupa hemosianin, bukan
hemoglobin (Maynard 1960 dalam Syahailatua 2009).

Sistem pertahanan tubuh hewan berdarah haemolymph disebut dengan


haemocyte. Avertebrata, dalam hal ini krustase dan moluska tidak memiliki sistem
imunitas spesifik, karena tidak memiliki immunoglobulin (Soderhall dan Cerenius
1992, dalam Syahailatua 2009). Respon imunitas yang ditimbulkan oleh
haemocyte berupa respon non spesifik, yaitu humoral dan dan seluler. Karena
adanya respon immunitas tersebut, jumlah dan komposisi haemocyte dapat
bervariasi tergantung pada kondisi organisme.
Kadar THC dalam darah kepiting berkisar antara 13.5 sel/mm5 hingga 174
sel/mm5. Sedangkan jumlah THC kijing berkisar antara 3.2 sel/mm5 hingga 19.6
sel/mm5. Kisaran THC menurut Yildiz dan Atar (2002), adalah 3.3 sel/mm5 hingga
13.9 sel/mm5. Tingginya kadar THC menurut Mones (2008) disebabkan kondisi
organisme yang sedang stress. Saat stress, sistem pertahanan tubuh krustase dan
moluska memobilisasi sel haemocyte untuk meningkatkan immunitas karena
menganggap sedang ada gangguan oleh benda asing.
Komposisi haemocyte terdiri dari hialin, semi granular, dan granular. Hasil
pengamatan DHC kepiting (krustase) menunjukan bahwa kadar hialin yang
berkisar antara 60% 94% dalam darah kepiting lebih banyak dari sel granular
6% 40%. Berdasarkan analisa flow cytometer Owens dan ONeill (1996) dalam
Pebrianto (2009), dinyatakan bahwa presentase hialin normal udang windu
(krustase) berkisar antara 60%-93%, dan presentasi granulosit 17%-40% dari total
haemocyte. Sel hialin berfungsi sebagai sel fagosit, dan sel granular berfungsi
sebagai makrofag sel asing (patogen) dalam respon imun seluler. Meski kadar
THC tinggi, karena presentase kedua sel fagositik masih pada kisaran normal,
dapat dikatakan bahwa kepiting uji tidak terinfeksi patogen. Kondisi stress ini
diduga disebabkan pengambilan darah pada hewan uji lebih dari satu kali, pada
beberapa kasus bahkan mengakibatkan capit dan kaki kepiting lepas.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil diketahui bahwa hewan uji mengalami stress, namun tidak

terinfeksi patogen. Kesimpulan ini berdasarkan hasil THC yang jauh melebihi
kisaran normal, namun diferensial hialin dan sel granular masih pada kisaran
normal.
4.2

Saran
Sebaiknya sampel darah yang digunakan berasal pengambilan darah yang

pertama pada setiap hewan uji, untuk menghindari hasil yang kurang akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Afni AN. 2012. Pengujian ekstrak biji pala (Myristica sp.) sebagai bahan anestesi
pada lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mones RA. 2008. Gambaran darah pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) stran
majalaya yang berasal dari daerah Ciampea Bogor. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Pebrianto Catur A. 2009. Potensi Trichoderma sp. sebagai bahan antibacterial dan
imunostimulan pada udang vaname, Litopenaeus vannamei. Thesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syahailatua DY. 2009. Seleksi probiotik sebagai stimulator sistem imun pada
udang vaname (Litopenaeus vannamei). Tesis. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yildiz HY, dan Atar HH. 2002. Haemocyte classification and differential counts in
the freshwater crab, Potamon fluviatilis. Turk J Vet Anim Sci : 403-406.

LAMPIRAN
1. THC kijing

THC =
THC = 196 x 1/0.1 x 1
THC = 1960 sel/mm3
2. THC kepiting

THC =

x fp
THC = 190 x 1/0.1 x 1 x 2
THC = 3800 sel/mm3

3. DHC kepiting
Sel hialin = 35/50 x 100% = 70 %
Sel granular = 15/50 x 100% = 30%

Anda mungkin juga menyukai