Anda di halaman 1dari 12

HOME

DAFTAR ISI
RUANG GURU
RUANG SISWA
RUANG BACA
SASTRA
LAIN-LAIN
PROFIL
Home bacaan pengayaan Fiqh Khiyafiyah NU-Muhammadiyah: Melafalkan Niat Shalat

Fiqh Khiyafiyah NU-Muhammadiyah: Melafalkan Niat Shalat


WRITEN BY: YUSUF ON 1/11/2012 WITH 7 COMMENTS

A. Niat Sholat

Baik Nahdhatul Ulama maupun Muhammadiyah sepakat bahwa niat dalam shalat
merupakan bagian dari rukun. Perbedaan pendapat hanya muncul dalam menjawab
pertanyaan, apakah niat shalat perlu dilafalkan atau tidak, dan apa hukumnya
melafalkan niat dalam shalat?

1. Nahdhatul Ulama

Melafalkan niat shalat ketika menjelang takbiratul ihram sudah menjadi


kebiasaan warga NU. Lafadl niat shalat diawali dengan kalimah ushalli yang artinya
aku berniat melakukan shalat. Kalau yang akan dikerjakan shalat shubuh maka
lafadh niatnya yang lengkap menjadi Ushalli fardla subhi rakataini mustaqbilal kiblati
adaan lillahi taala (Saya berniat melakukan shalat fardlu subuh dzuhur dua empat
rakaat dengan menghadap kiblat dan tepat pada waktunya semata-mata karena Allah
SWT).
Hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang takbiratul ikhram,
demikian Cholil Nafis, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU dalam situs resmi
NU, menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafiiy (Syafiiyah) dan

pengikut mazhab Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah sunnah. Hal
ini dikarena melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu untuk mengingatkan hati
sehingga membuat seseorang lebih khusyu dalam melaksanakan shalatnya.
Melafadhkan niat shalat merupakan wujud dari kehati-hatian. Sebab, jika
seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga tidak sesuai dengan niatnya, seperti
melafalkan niat shalat Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, maka yang dianggap adalah
niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang diucapkan oleh mulut itu (shalat Ashar)
bukanlah niat, ia hanya membantu mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi
niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih benar.
Berkaitan dengan pendapat yang tidak menganjurkan pelafadzan niat shalat,
Cholil Nafis tak lupa melengkapi argumennya. Ia menambahkan, bahwamenurut
pengikut mazhab Imam Malik (Malikiyah) dan pengikut Imam Abu Hanifah
(Hanafiyah) melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak disyariatkan kecuali
bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap niatnya sendiri). Menurut
penjelasan Malikiyah, bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir menyalahi
keutamaan (khilaful aula), tetapi bagi orang yang terkena penyakit was-was hukum
melafalkan niat sebelum shalat adalah sunnah. Sedangkan penjelasan al Hanafiyah
bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir adalah bidah, namun dianggap baik
(istihsan) melafalkan niat bagi orang yang terkena penyakit was-was.
Dasar atau argumen NU selanjutnya adalah hadist Rasul tentang pelafalan niat
dalam suatu ibadah wajib yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw pada saat
melaksanakan ibadah haji.
Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, Labbaika, aku sengaja
mengerjakan umrah dan haji." (HR. Muslim).

1.
2.
3.
4.

Memang, ketika Nabi Muhammad SAW melafalkan niat itu bukan untuk ibadah
shalat, bukan pula wudhu, dan puasa, melaikan ibadah haji. Namun demikian,
menurut Cholil Nafis, apa yang dikerjakan Nabi tersebut tidak berarti selain haji. Apa
yang dilakukan Nabi bisa diqiyaskan atau dianalogikan, yakni disunnahkannya
pelafalan niat shalat.
Tempatnya niat ada di hati, NU tidak menampik hal ini. Namun demikian,
masih menurut Cholil Nafis, untuk sahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan empat hal
yaitu,
Islam
Berakal sehat (tamyiz)
Mengetahui sesuatu yang diniatkan
Tidak ada sesuatu yang merusak niat.
Syarat yang nomor tiga (mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi tolok ukur
tentang diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua
hal. Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti

membedakan orang yang beritikaf di masjid dengan orang yang beristirah di


masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya, seperti
membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat Ashar.
Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori
tersebut tetapi pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya, maka hukum
melafalkan niat adalah sunnah. Fatwa sunnah melafalkan niat dari NU juga dikuatkan
dengan pendapat Imam Ramli dalam kitabNihayatul Muhtaj: Disunnahkan melafalkan
niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu-an) hati, agar terhindar
dari gangguan hati dan karena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan
melafalkan niat.
Selain itu, dasar-dasar tersebut di atas, melafalkan niat (Talaffudz Binniyah) juga
berdasar kepada al-Quran surat ayat (disunnahkannya melafalkan niat Ayatayat AlQuran berikut:
Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat
amal kebaikan dan amal kejelekan. (Qaaf: 18)
Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. dan
orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. dan rencana jahat
mereka akan hancur. (Q.S. Fathir: 10)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa perkataan yang baik itu ialah kalimat
tauhid yaitu Laa ilaa ha illallaah; dan ada pula yang mengatakan zikir kepada Allah
dan ada pula yang mengatakan semua perkataan yang baik yang diucapkan karena
Allah. Perkataan baik dan amal yang baik itu dinaikkan untuk diterima dan diberi-Nya
pahala.
Melafalkan niat dengan lisan adalah suatu kebaikan yang akan dicatat amalnya
oleh Malaikan pencacat amal kebaikan. Segala perkataan hamba Allah yang baik akan
diterima oleh Allah (Allah akan menerima dan meridhoi amalan tersebut) termasuk
ucapan lafadz niat melakukan amal shalih (niat shalat, haji, wudhu, puasa dsb).
Hadits-Hadist lain yang menjadi dasar talaffudz binniyah adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin ra. Beliau berkata: Pada suatu hari
Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah
Rha. menjawab: Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun. Mendengar itu
Rasulullah Saw. bersabda : Kalau begitu hari ini aku puasa.(HR. Muslim).
Hadits ini mununjukan bahwa Rasulullah Saw. mengucapkan niat atau talafudz
bin niyyah ketika beliau hendak berpuasa sunnat.

Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika
tengah berada di Wadi Aqiq: Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan
ucapkanlah sengaja aku umrah di dalam haji. (Hadis Sahih riwayat Imam-Bukhari)
Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata: Aku pernah shalat Idul Adha bersama Rasulullah
Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau
menyembelihnya sambil berkata: Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah, inilah
kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban di antara ummatku. (HR
Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi)
Dari hadis-hadis di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah mengucapkan niat
dengan lisan atau talafudz binniyah ketika beliau akan haji, puasa, maupun
menyembelih qurban, sehingga hal ini sangat bisa diqiyaskan dalam perkara shalat.
Sekali lagi, perlu ditegaskan bahwa, fungsi melafalkan niat, menurut Fuqoha
kaum NU adalah untuk mengingatkan hati agar lebih siap dalam melaksanakan shalat
sehingga dapat mendorong pada kekhusyuan. Karena melafalkan niat sebelum shalat
hukumnya sunnah, maka jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
berdosa.

2. Muhammadiyah

Dalam kitab himpunan Putusan Tajrih Muhammadiyah, pada pembahasan masalah


shalat, di awali dengan beberapa dalil, baik al-Quran dan hadis. Berkaitan dengan
tema yang sedang kita bahas, ada satu dalil hadist yang diletakkan dalam pendahuluan
HPT Muhammadiah bab Shalat, yakni Hadits dari Malik bin Huwairits ra. bahwa
Rasulullah saw. Bersabda, yang artinya:
"Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat". (HR. al-Bukhari).
Hadist tersebut menjadi salah satu dasar bagi Muhammadiyah bahwa niat
dalam shalat tidak perlu dilafalkan. Karena memang tidak ada dalil yang
memerintahkan atau tidak ada peristiwa di mana para shahabat Nabi melihhat Nabi
Muhammad melafalkan niat dalam shalat.
Sejauh ini, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT) tidak
menyebutkan secara rinci berkaitan dengan alasan-alasan Muhammadiyah tidak
melafalkan niat shalat. Dalam HPT hanya disebutkan bahwa bila kamu hendak
menjalankan shalat, maka bacalah: "Allahu Akbar" , dengan ikhlas niatmu karena Allah seraya
mengangkat kedua belah tanganmu sejurus bahumu, mensejajarkan ibu jarimu pada daun
telingamu.

Dalam HPT juga disebutkan dalil hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan at-Tirmidzi, yang artinya:
"Kunci (pembuka) shalat itu wudlu, permulaannya takbir dan penghabisannya salam".
Juga hadis shahih dari Ibnu Majah yang dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Hibban dari hadis Abi Humaid Sa'idi bahwa Rasulullah, jika shalat ia menghadap
ke Qiblat dan mengangkat kedua belah tangannya dengan membaca "Allahu Akbar".
Niat sholat itu sesuatu yang wajib hukumnya dalam shalat menurut
Muhammadiyah. Hal ini didasaarkan firman Allah surah al-Bayyinah 6:
"Dan tidaklah mereka diperintah melainkan supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas
kepadaNya daam menjalankan Agama".(Q.S. AL-Bayyinah: 6)
Juga hadis Rasulullah Saw:
Sesungguhnya (sahnya) amal itu tergantung kepada niat." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Namun Muhammadiyah tidak memberikan pedoman kepada warganya untuk
melafalkan niat. Muhammadiyah menyatakan bahwa niat itu bukan amalan anggota
tubuh. Rasulullah memisahkan antara amalan-amalan anggota tubuh dengan niat,
bahwa niat itu yang menggerakkan tubuh untuk beramal. Oleh karena itu melafalkan
niat, bagi Muhammadiyah bukanlah sesuatu yang disunnahkan. Dalil dari fatwa ini
jelas, bahwa melafalkan niat tidak pernah dilakukan Rasulullah saw.
Hal ini pernah ditegaskan oleh Syakir Jamaluddin, Ketua Lembaga Pengkajian
dan Pengembangan Islam (LPPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat
memberikan materi Ibadah Praktis Perspektif Muhammadiyah pada acara Baitul
Arqam Karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Syakir Jamaluddin
mengatakan, bidah (penyimpangan) yang terjadi di masyarakat mengenai tata cara
shalat Nabi Muhammad SAW, yaitu mengenai niat. Niat itu, kata Syakir, di dalam hati
secara ikhlas karena Allah semata. Niat adalah perbuatan hati, bukan perbuatan mulut
sehingga tidak perlu diucapkan. Ia melanjutkan, tidak ada satu pun hadis, baik yang
dhaif (lemah), dan sahih menjelaskan tentang adanya tuntunan melafalkan niat ketika
hendak memulai shalat.
Selain itu, argumen lain dari tidak disunnahkannya melafalkan niat shalat
adalah, bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hati setiap orang, maka niat tidak
perlu diucapkan. Dia hanyalah suatu niat yang tempatnya di hati. Dan tidak ada
perbedaan dalam hal ini antara ibadah haji dan yang lainnya.
Berkaitan dengan hadis Rasulullah yang oleh ulama NU dijadikan dalil bahwa
niat juga pernah diucapkan Rasulullah sebelum haji, maka pihak yang menolak
disunnahkannya melafalkan niat sebelum shalat menganggap bahwa apa yang
dicapkan Nabi tersebut adalah talbiyah sesuai dengan yang dia niatkan. Dan talbiyah
bukanlah merupakan pengkabaran niat karena talbiyah mengandung jawaban

terhadap panggilan Allah. Maka talbiyah itu sendiri merupakan dzikir dan bukan
pengkabaran tentang apa yang diniatkan di dalam hati.
Baca Artikel Menarik Lainnya

Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Hukum (Me)Rokok


Dua Amalan Penting Sebelum Tidur, yang Ringan Tetapi Berat
Kunci Shalat Khusuk: Tumaninah
Sebulan Tiga Kemenangan
Puasa Yang (Tidak) Biasa
Waktu Shalat dan Puasa di Daerah Kutub
Menilai dan Memperbaiki Kualitas Shalat
Shalat sebagai Ibadah yang Utama
Ternyata Binatang Bisa Menjadi Lebih Berharga Ketimbang Manusia
Al-Ikhtilaf: Sejarah dan Sebab-sebab Kemunculannya
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Tahlil
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Tawasul
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Dzikir
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Shalat Tarawih
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Masalah Qunut
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Shalat Jumat
Harta Sebagai Senjata Setan Menghasut Manusia
Tingkatan Puasa
Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah: Seputar Penentuan Awal Bulan Qamariyah

Labels: bacaan pengayaan

7 comments:
1.

D'BLISSTMay 21, 2012 at 5:10 AM


bagus,,izin copas
Reply

2.

raja golokAugust 14, 2012 at 4:33 AM


Mantap sekali artikelnya bunggg ...

Reply

3.

UCOKMONALISASeptember 20, 2012 at 12:32 AM


ass wr wbr terima kasih teruskan lah berbuat baik dan bukan untuk membandingbandingkan.....semua itu hanya Sang khalik ALLAH S.W.T yang bisa menjawabnya....wassalam
Reply

4.

Muhd SabikinOctober 24, 2012 at 9:23 PM


assalamu'alaikum

wr

wb

artikel yg sangat bagus, saya setuju dgn pendapat yg pertama karena niat itu seperti halnya dgn
berdoa yaitu harus jelas tujuannya dan melafadzkan niat dgn lirih akan menambah mantap
maksud hati paling nggak terdengar oleh telinga kita sendiri.
Reply

5.

Umi KaltsumDecember 11, 2012 at 8:11 AM


Subhanallah..subhanallah..subhanallah..
Inilah tulisan mendalam Ust. Muhammad Muafa yang kami tunggu2 ^_^ tentang HUKUM
MELAFADZKAN

NIATinsyaAllah

mencerahkan..

http://abuhauramuafa.wordpress.com/tag/hukum-melafadzkan-niat/

Di dalamnya dijelaskan 11 argumentasi terpenting yang menunjukkan MUBAHNYA pelafalan


niat12 tanggapan beliau thd. sebagian kaum muslimin yang berpendapat bahwa melafalkan niat
dalam ibadah adalah haram, bahkan bidahtanggapan thd. pendapat yang mensunnahkan dan
mewajibkanDAFTAR NAMA PARA ULAMA YANG TIDAK MELARANG PELAFALAN NIAT..dan
terakhir adalah pesan beliau ttg. penyikapan dalam adab/tata krama terhadap ikhtilaf ulama
Reply

6.

Umi KaltsumDecember 11, 2012 at 8:12 AM


Berikut

kutipannya

Melafalkan niat untuk melakukan ibadah hukumnya mubah bukan haram, wajib atau
sunnah/mandub/mustahabb. Kemubahan ini tidak membedakan apakah ibadah tersebut ibadah
Mahdhoh seperti shalat, puasa Wudhu, Mandi Junub, Tayamum, Zakat, Haji, Umroh, berkurban,
Kaffaroh,Itikaf dll ataukah Ghoiru Mahdhoh seperti berbakti kepada orangtua, shilaturrahim,
membezuk orang sakit dll, juga tidak membedakan apakah ibadah tersebut manfaatnya juga
dirasakan hamba yang lain seperti menghajikan orang lain ataukah tidak, juga tidak membedakan
apakah ibadah tersebut dilakukan langsung setelah pelafalan ataukah ada jarak waktu.
Semuanya mubah selama lafadz niatnya tidak bertentangan dengan syara, baik untuk
kepentingan mengajari, menguatkan niat, menghilangkan was-was, menegaskan maksud, dan
semua kepentingan yang syari. Namun kemubahan ini adalah mubah dari segi pelafalan itu
sendiri, bukan menjadi syarat sah, sifat wajib, apalagi rukun niat. Jika niat dilafalkan, hendaknya
tidak dilakukan terus menerus, dan mengucapkannya juga harus pelan jika dimungkinkan
mengganggu ibadah orang lain. Jika pelafalan niat itu untuk selain ibadah seperti jual beli, ijaroh,
wakalah, syirkah, nikah, talak, rujuk, sumpah, nadzar dan yang semisal, maka lebih jelas lagi
kemubahannya.

http://abuhauramuafa.wordpress.com/2012/12/03/hukum-melafazkan-niat/#more-325
Reply

7.

www.tumagon.comJuly 13, 2013 at 4:42 AM


Yang beginian baru pntas utk ditampilin. Inti'a slng menghargai saja lah...(OK sngt ni Artikel).
Reply

Terimakasih sudah memberikan masukan/tanggapan lewat kotak komentar.


Newer PostOlder Post Home
Total Komentar: 462

ARSIP BLOG DAN KALENDER

Su

Mo

Tu

We

Th

Fr

Sa

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

View Archive

E-LEARNING TINTA GURU

LABEL

artikel pendidikan (58)

bacaan pengayaan (20)

buah karyaku (11)

buku (27)

catatan harian (38)

cerpen (41)

essai buku (17)

essai sastra (26)

fiksi sains (29)

galeri (2)

Kabar Seputar Madrasah (5)

kliping (5)

lain-lain (24)

lomba (12)

makalah (5)

pesan penting (8)

profil (1)

puisi (7)

resensi (30)

sastra (37)

tips (23)

STATISTIK

top sites

BERLANGGANAN
BERLANGGANAN ARTIKEL GRATIS
Tuliskan Email Anda
Ketik email anda d Subribe

BLOG GURU DAN SAHABAT

Blog Guru Muda

Heru Click
Eko Hastuti
Dwi's Blog
Info Lomba Menulis
Fiksi Sains Indonesia

Blog Rel-Pintu
Dinding Sastra
Kang Gurukoe

Abdurahman Saleh

Berbagi Lomba Menulis

Pangeling-eling

Blog Mutiara-Islam

Hadi Setyo-Wonosobo

Blog-Sukasains

Fatahillah
A.S Laksana

Blog Kabar Pendidikan

Guru Budies

Haridi Ahmad Wonosobo

Wijaya kusuma Bekasi


Zulmasri Pekalongan
Indrian Koto Jogjakarta

Hanif Wonosobo

Sawali Kendal
Pak Mars, Kendal
Mursyid Pekalongan

Muslimah Cantik
Zaenal Demak
Puspita Jatim
Sairan Banyumas
Ahsan Semarang
Narto Banyumas
Zulkarnaen Klaten
seby-antoe.com

LINK PENDIDIKAN

FOLLOW ME!
Support : Profil | Privacy Policy | Blog saya yang lain
Copyright 2013. Tinta Guru - All Rights Reserved

Template Created by Creating Website Published by Mas Template


Proudly powered by Blogger

Anda mungkin juga menyukai