Pembimbing
Nama
: Fillisita Chandramalina D.
NIM
: G99122045
MORBUS HANSEN
I.
DEFINISI
Kusta adalah penyakit infeksi granulomatous kronik progresif yang
disebabkan oleh Mycobacterium leprae, terutama mengenai kulit, sistem
saraf perifer, namun dapat juga terjadi sistem pernapasan bagian atas, mata,
kelenjar getah bening, testis dan sendi-sendi, kecuali susunan saraf pusat1.
II.
SINONIM
Lepra, Kusta2,3.
III. ETIOLOGI
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
Gerhard Armauwer Hansen pada 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang
belum juga dapat dibiakkan pada media artifisial. M. leprae berbentuk
kuman dengan ukuran 3-8 x 0,5 m, tahan asam dan alkohol serta Grampositif3,4.
IV. EPIDEMIOLOGI
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda beda. Paling banyak terjadi pada daerah tropis dan subtropis.
Hampir sebanyak 182.000 orang terdeteksi sebagai penderita kusta baru di
awal tahun 2012. Negara dengan tingkat endemis kusta yang tinggi yaitu
Brazil, Indonesia, Filipina, Republik Demokratis Kongo, India, Madagaskar,
Mozambik, Nepal, dan Tanzania6.
Kusta lebih banyak didapatkan pada laki-laki daripada wanita, dengan
perbandingan 1,5:1, dengan insidensi usia puncak 10-20 tahun dan 30-50
tahun, jarang terjadi pada bayi. Faktor predisposisinya adalah penduduk
V.
PATOGENESIS
Prinsip transmisi dari kuman M. leprae ke dalam tubuh masih belum
diketahui dengan pasti, tetapi beberapa penelitian telah memperlihatkan
bahwa yang tersering adalah sekresi nasal yang terinfeksi ke mukosa nasal
dan mulut serta melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu
dingin. Area-area yang merupakan bagian yang dingin dari tubuh, seperti
kulit, membran mukosa dari saluran napas atas, ruang anterior mata, cuping
telinga, hidung, penonjolan tulang pipi, kaki, dan testis. Periode inkubasi
dari kusta adalah 6 bulan hingga 40 tahun atau lebih, dengan rata-rata 4
tahun untuk tipe tuberkuloid dan 8 tahun untuk tipe lepromatous1,8,11.
Mycobacterium leprae dapat menimbulkan penyakit kusta bergantung
pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu
tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang
VI. KLASIFIKASI
Ridley dan Jopling membagi tipe klinis lepra menjadi beberapa kelas
sebagai berikut:
Keterangan gambar :
TT: tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti: tuberkuloid indefinite
BT: borderline tuberculoid
BB: mid borderline
VII. DIAGNOSIS
a. Gejala klinis
Pada kusta, didapatkan 3 tanda kardinal, dimana jika salah satunya
ada, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis dari penyakit kusta, yakni:
1.
2.
3.
seperti
neuropati,
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Klinis Menurut WHO (1995) dalam Djuanda 2010
Pausibasilar (PB)
Multibasilar (MB)
Lesi Kulit
(makula datar,
- Distribusi : simetris
- Distribusi : asimetris
nodus)
- Anestesia : jelas
Kerusakan Saraf
BTA
POSITIF
b. Pemeriksaan Fisik
1. Polar Tuberculoid Leprosy (TT) dan Borderline Tuberculoid
Leprosy ( BT)
Pada TT, imunitas masih baik, dapat sembuh spontan,
didapatkan gambaran batas yang tegas mengenai kulit maupun saraf.
Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plak, dan
pada bagian tengah dapat ditemukam lesi yang regresi atau central
Gambar 5 Tipe tuberkuloid, batas tegas, skuama tipis, hipopigmentasi, makula anestesi, dan
plakat pada regio thoraks posterior
Gambar 6. Borderline Tuberculoid Leprosy, gambaran anular inkomplit dengan papul satelit
Gambar 7. Bentuk plakat yang tepi kemerahan yang meninggi dan bagian
tengah yang bersih
Borderline
Lepromatous
Leprosy
(BL)
dan
Lepromatous
Leprosy (LL)
Tipe BL, secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya
sedikit dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih
bervariasi bentuknya. Distribusi lesi hampir seimetris. Lesi innfiltrat,
dan plak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan
hilangnya rambut lebih cepat muncul. Penebalan saraf tepi teraba pada
tempat predileksi. Tipe LL, jumlah lesi sangat banyak, nodul
mencapai ukuran 2 cm, simetris, permukaan halus, lebih eritematous,
berkilap, berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan
anestesi dan anhidrosis. Ditemukan juga lesi Dermatofibroma-like
multipel, batas tegas, nodul eritem. Distribusi lesi khas pada wajah,
mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Pada stadium lanjut
tampak penebalan kulit yang progresif membentuk facies leonine.
Kerusakan saraf menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia8.
Lepromatosa
Borderline
Mid Borderline
( LL)
Lepromatosa
( BB )
(BL)
Lesi
Makula, Infiltrat
Makula, Plakat,
Plakat,Dome-
Bentuk
difus,papul,nodul
papul
shaped (kubah),
Punched-out
Tak terhitung,
Sukar dihitung,
Dapat dihitung,
sehat
ada
Distribusi
Simetris
Hampir simetris
Asimetris
Permukaan
Halus berkilat
Halus berkilat
Agak kasar,agak
Jumlah
berkilat
Batas
Tak jelas
Agak jelas
Agak jelas
Anestesia
Tak jelas
Lebih jelas
Banyak
Agak banyak
Biasanya negatif
Negatif
Negatif
Biasanya negatif
tak jelas
BTA
Lesi kulit
Banyak (ada
globus)
Sekret hidung
Banyak (ada
globus)
Tes Lepromin
Negatif
10
Borderline
Tuberkuloid ( TT ) Indeterminate ( I )
Tuberkuloid
(BT)
Lesi
Makula dibatasi
Makula saja,makula
Bentuk
infiltrat,infiltrat
dibatasi infiltrat
Hanya makula
saja
Beberapa atau
Jumlah
satu dengan
satelit
Distribusi
Masih asimetris
Asimetris
Variasi
Permukaan
Kering bersisik
Kering bersisik
Batas
Jelas
Jelas
Anesthesia
Jelas
Jelas
BTA
Negatif atau + 1
Negatif
negatif
Tes lepromin
Positif lemah
Tes Sensitivitas
Kusta mendapat julukan The great imitator dalam penyakit kulit
sehingga perlu didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit kulit yang
lain. Diagnosa bandingnya antara lain adalah: dermatofitosis, tinea
versikolor, ptiriasis rosea, ptiriasis alba, dermatitis seboroika, psoriasis,
neurofibromatous,
11
2.
3.
12
4.
5.
6.
7.
c. Pemeriksaan Penunjang
1.
13
Keterangan
1+
2+
1 10 BTA dalam 10 LP
3+
4+
5+
6+
Pemeriksaan Histopatologik
Pada tipe tuberkuloid, gambaran histopatologik yang dapat
ditemukan adalah tuberkel (massa epiteloid yang berlebihan
dikelilingi oleh sel limfosit), kuman hanya sedikit atau bahkan tidak
ada sama sekali. Sedangkan pada tipe lepromatosa terdapat sel-sel
virchow yang mengandung banyak kuman di subepidermal clear
zone11,12.
3.
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, biasanya diindikasikan
untuk membantu diagnosis kusta pada kasus yang meragukan atau
kusta subklinis (lesi di kulit tidak ada). Uji yang dapat dilakukan
14
Tes Lepromin
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan
prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk
menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml
lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan
intradermal. Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2hari (reaksi
Fernandez) atau 3 4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez
positif bila terdapat indurasi dan eritemayang menunjukkan kalau
penderita bereaksi terhadap M. Leprae, yaitu respon imun tipe
lambat ini seperti mantoux test (PPD) pada tuberkolosis3.
b.
c.
d.
Tinea versikolor
b.
Vitiligo
c.
Ptiriasis Rosea
d.
Dermatitis seboroika
e.
Tinea Corporis
b.
Psoriasis
c.
d.
Ptiriasis rosea
15
Selulitis
b.
Erisipelas
c.
Psoriasis
b.
Dermatomiositis
c.
Erupsi obat
IX. KOMPLIKASI
Reaksi kusta merupakan episode akut pada perjalanan penyakit yang
kronis, biasanya terjadi setelah pengobatan dan berhubungan dengan reaksi
imun12. Reaksi ini berhubungan dengan reaksi antigen-antibodi (humoral
response) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf
tepi karena dapat menyebabkan gangguan fungsi (cacat). Reaksi kusta dapat
terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah
pengobatan5.
Diperkirakan bahwa sejumlah faktor pencetus memegang peranan
penting. Beberapa diantaranya:
a.
2.
3.
b.
4.
Anemia
5.
Kurang gizi
6.
Kelelahan
Malu
2.
Takut
16
17
plak atau infiltrat difus, berwarna merah muda, bentuk tak teratur, dan
terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh
tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritem, disertai purpura dan bula,
kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi
lambat menyembuh dan akhirnya meninggalkan jaringan parut.
Gambaran histopatologik berupa nekrosis epidermal iskemik dengan
nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endotelial
pembuluh darah lebih dalam12.
Pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan anemia normokrom
normositer ringan dan pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen ditemukan banyak basil tahan asam13.
18
4.
6.
Gejala/tanda
19
Gejala/tanda
Kulit
Saraf tepi
Keadaan
umum
Gangguan
pada organ
lain
Reaksi tipe I
Ringan
Berat
Bercak:
Bercak:
Merah,
tebal, Merah,
tebal,
panas, nyeri
panas,
nyeri
yang bertambah
parah
sampai
pecah
Nyeri
pada Nyeri
pada
perabaan (-)
perabaan (+)
Gangguan fungsi (- Gangguan
)
fungsi (+)
Demam (-)
Demam ()
-
Reaksi tipe II
Ringan
Berat
Nodul:
Nodul:
merah,
merah,
panas, nyeri yang
panas, nyeri
bertambah
parah
sampai pecah
Nyeri pada
perabaan (-)
Gangguan
fungsi (-)
Demam ()
Nyeri
pada
perabaan (+)
Gangguan fungsi
(+)
Demam (+)
+
Iridosiklitis,
epididimoorchitis,
nefritis,
limfadenitis,
gangguan
pada
tulang, hidung, dan
tenggorokan
Klasifikasi Cacat
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0:
Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihat
Tingkat 1:
Ada gangguan sensibilitas tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat
Tingkat 2:
Terdapat kerusakan atau deformitas
20
X.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk
menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,
mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi
pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita
6,7,14
a. Medikamentosa
Program Multi Drug Therapy (MDT) dimulai pada tahun 1981
yaitu
ketika
kelompok
studi
kemoterapi
WHO
secara
resmi
hemolitik,
leukopenia,
insomnia
neuropati,
nekrosis
Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta
dan bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja
21
22
Dapson
Dewasa
600 mg/bulan
100 mg/hr diminum di
Diminum di depan rumah
petugas kesehatan
Anak-anak
(10-14 th)
450 mg/bulan
50 mg/hari diminum di
Diminum di depan rumah
petugas kesehatan
2.
Dapson
Lamprene
Dewasa
600 mg/bulan
diminum di depan
petugas kesehatan
Anak-anak
(10-14 th)
450 mg/bulan
diminum di depan
petugas
23
24
b. Penanganan Reaksi
Pengobatan untuk reaksi harus memperhitungkan apa tipe
reaksinya dan derajat apa reaksinya. Hal ini dapat dinilai dari hasil
kesimpulan pemeriksaan pada form pencatatan pencegahan cacat
(POD)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
perlu diberikan obat anti reaksi. Obat anti reaksi terdiri dari Prednison
atau Lamprene (biasanya pada ENL berulang).
Prinsip pengobatan reaksi yaitu5:
1.
2.
25
2.
3.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nonmedikamentosa5
1. Pasien harus diberi penjelasan tentang diagnosis dan prognosis
penyakitnya.
2. Pasien harus mengetahui lama pengobatan, bagaimana cara
meminum obatnya, keteraturan pengobatannya, dan efek samping
dari obat yang diberikan.
3. Bila ada keluhan apapun yang terjadi selama pengobatan, diminta
sesegara mungkin diperiksakan ke puskesmas
4. Pasien harus diberitahu bagaimana tentang hilangnya sensasi rasa
yang terjadi, pasien harus berhati-hati dan mencegah terjadinya
trauma dengan menggunakan alas kaki.
5. Pasien harus mempelajari tentang timbulnya reaksi kusta dan ia
harus mendapatkan pengobatan secepatnya jika hal ini terjadi.
6. Pasien mampu untuk melakukan deteksi dini apabila terjadi
kecacatan dalam masa pengobatan
7. Pasien mampu merawat diri untuk mencegah kecacatan.
26
XI. PROGNOSIS
Bergantung
pada
seberapa
luas
lesi
dan
tingkat
stadium
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Siregar RS. 2003. Kusta. Dalam : Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC
3.
4.
5.
Dirjen PPM & PL Dep. Kes. RI. 2007. Buku Pedoman Nasional
Pengendalian Penyakit. Jakarta.
6.
7.
8.
9.
Fact
Sheet.
Book
Dalam
Leprosy.
11. Legendre DP, Muzny CA, et al. Hansens Disease (Leprosy). Medscape
reference:
2012;32(1):27-37.
Available
from
:http://www.medscape.com/viewarticle/757133_4
12. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin :
Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
2010
13. Pong A, Kwang TY, Swee SC. 1995. Lucios Phenomenon.
http://www.nsc.gov.sg/showpage.asp?id=328 . National Skin Centre.
14. Lewis. 2010. Leprosy. http://emedicine.medscape.com/article/1104977overview/
15. WHO. 2012. Technical Report Series. Leprosy.
28