PENDAHULUAN
Mata bagian luar adalah bagian krusial dalam tubuh yang terpapar dengan dunia
luar. Struktur dan fungsi yang normal dari mata yang sehat terkait dengan
homeostasis dari keseleruhan tubuh sebagai proteksi terhadap lingkungan yang
dapat merugikan. Segmen anterior dari bola mata memberikan jalur masuk yang
jernih dan terlindungi sehingga cahaya dapat diproses melalui jalur visual menuju
susunan saraf pusat.1 Cahaya yang masuk ke mata pertama kali akan melewati
kornea. Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri dari atas 5 lapis. 5 lapisan tersbut yaitu epitel, membran bowman, stroma,
membran descemet, dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila
sel-sel epitel itu telah beregenerasi.1,2
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang ditandai dengan timbulnya
infiltrat pada lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea
yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau
bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma. Keratitis superfisial adalah radang
kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran bowman, keratitis dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan salah satu media refraksi
penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya di retina. Oleh karena itu
setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya
penglihatan, terganggunya penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada
kornea akibat keberadaan infiltrat pada lapisan kornea.3
Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis
antara lain: perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang
1
berlebihan, trauma, keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi
vitamin A, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain. Keratitis dapat
menimbulkan gejala pada mata berupa tajam penglihatan menurun, tanda radang
pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah, fotofobia, mata berair, sensasi benda
asing didalam mata.3,4
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.3
Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung
organisme penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi
bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat
diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah,
misalnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliaris
longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid,
3
tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50m, terdiri atas sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan
sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
poligonal didepannya
memiliki selebung myelin lagi sekitar 2-3 mm dari limbus ke sentral kornea,
sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan
penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata
involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu
mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.10
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan
glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :10
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut
dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang
terdapat pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.5
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea
(dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik,
trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.10
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
patogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus
yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
Definisi
Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah
membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.
Keratitis ini disebut juga dengan Thygesons disease karena ditemukan
pertama kali oleh dr. Phillip Thygeson di amerika. Keratitis pungtata
disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis,
keratitis neuroparalitik, infeksi virus, mata kering, vaksin, trakoma dan
trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin,
tobramisin dan bahan pengawet lain.2
Kelainan-kelainan pada keratitis ini dapat berupa :
1. Keratitis pungtata superfisial
2. Pada konjungtivitis vernal dan konjungtivitis atopik ditemukan
bersama papil raksasa.
3. Pada trakoma, pemfigoid, sindrom Stevens Johnson dan pasca
pengobatan radiasi dapat ditemukan bersama-sama dengan jaringan
parut konjungtiva.
biasanya terjadi pada dewasa muda. Keratitis ini ditandai dengan adanya
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus yang terkumpul di daerah antara
epitel dan membran bowman.
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong
dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan
fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes
untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Dasar dari uji ini
adalah bahwa zat warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada
media alkali. Zat warna fluoresein bila menempel pada epitel kornea maka
bagian yang terdapat defek akan memberikan warna hijau karena jaringan
epitel yang rusak bersifat lebih basa.. Sebelum dilakukan uji ini, mata
diteteskan anestetikum pantokain 1 tetes. Kemudian zat warna fluoresein
0,5%-2% diteteskan pada mata atau kertas fluoresein ditaruh pada forniks
inferior selama 20 detik. Zat warna lalu diirigasi dengan garam fisiologik
sampai seluruh air mata tidak berwarna hijau lagi. Kemudian dilakukan
penilaian pada kornea yang berwarna hijau. Bila terdapat warna hijau pada
kornea berarti terdapat defek pada epitel kornea. Defek ini dapat berbentuk
erosi kornea atau infiltrat yang mengakibatkan kerusakan epitel.
Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat
dengan slit-lamp dengan lampu berwarna biru sehingga permukaan kornea
terlihat warna hijau.
Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel sering terlihat semasa
penyembuhan penyakit epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa
untuk mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial baik bila keratitis
pungtata superfisialis disebabkan oleh virus umumnya sensibilitas kornea
menurun.2,3,8
2.4.2
Patofisiologi
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan
lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea
pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai
injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, selsel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,
10
Etiologi
Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada
satu kasus berhasil diisolasi virus varisella-zoster dari kerokan kornea.
Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, akne
roasea, blefaritis neuroparalitik, trakoma, trauma radiasi, lagoftalmos,
keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet
lainnya.3,4
2.4.4
Gambaran Klinis
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan
palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan
merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi
pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila
lesi terletak sentral pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris
yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena
refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea.
Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan
pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea
yang purulen. Keratitis pungtata superfisialis juga akan memberikan
gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur.2,3,4
11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea
dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam
penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata
superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit
lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas
dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam
penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.10
2.4.6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada keratitis pungtata superfisial pada prinsipnya
adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan
idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan
pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram
negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B.
Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen,
menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur
pilihan terapi yaitu : natamisin, ampoterisin atau fluconazol. Selain itu
obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 3
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien
dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air
mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai
12
Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi
pada kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan
meninggalkan gejala sisa.1,3,4
Meskipun sebagian besar keratitis pungtata superfisialis memberikan
hasil akhir yang baik namun pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga
menjadi ulkus kornea jika lesi pada keratitis pungtata superfisialis tersebut
telah melebihi dari epitel dan membran bowman. Hal ini biasanya terjadi
jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya
kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan,
terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses
penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga
karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh
lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
14
Pemberian
kortikosteroid
topikal
untuk
waktu
lama
dapat
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: NA
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Agama
: Hindu
Suku Bangsa
: Bali
Tanggal pemeriksaan
: 19 Februari 2013
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Mata kiri merah dan silau
Anamnesa
Okuli Sinistra
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/6
Tidak dilakukan
6/10
Tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Sumbatan
Hiperemis
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
17
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
bawah Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis
Tidak ada
Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Iris/Pupil
Warna
Bentuk
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensuil
Coklat
Bulat, reguler
(+)
(+)
Coklat
Bulat, reguler
(+)
(+)
Lensa
Kejernihan
Dislokasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan
di
konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
18
Subluksasi
Tes Bayangan Iris
Tidak ada
Negatif
Tidak ada
Negatif
Pemeriksaan Penunjang
Pergerakan bola mata
Tonometri Schiotz
Funduskopi
3.4 Resume
Laki-laki 35 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah dan silau
setelah terkena serpihan beton di tempat kerja dua minggu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga merasakan mata kirinya berair, nyeri, dan sedikit
kabur.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/6, OS 6/10, palpebra
didapatkan oedema, konjungtiva didapatkan PCVI (+). Pada kornea
didapatkan infiltrat (+). Pada OD ditemukan dalam batas normal.
Pemeriksaan lokal
OD
Pemeriksaan
OS
6/6
Visus
6/10
Normal
Palpebra
Edema (+)
Tenang
Konjungtiva
PCVI (+),
Sekret (-)
Sensibilitas (+)
Kornea
Sensibilitas (+)
Normal
Infiltrat (+)
Normal
Bulat, reguler
Iris
Bulat, reguler
Pupil
Jernih
Lensa
Jernih
Refleks (+)
Funduskopi
Refleks (+)
Slit Lamp
Tes Flouresin
: Dubius ad bonam
Ad fungsionam
: Dubius ad bonam
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama mata kiri merah dan silau setelah
terkena serpihan beton di tempat kerja dua minggu sebelum masuk rumah sakit
(MRS). Pasien juga merasakan mata kirinya berair, nyeri, dan sedikit kabur.
Keluhan utama penderita yaitu mata kiri merah. Pada
keratitis pada
umumnya, pasien akan datang dengan berbagai keluhan lokal akibat iritasi pada
mata. Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada
waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya
yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama
akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea.
Selain itu dikeluhkan pula mata kiri pasien silau. Permukaan kornea
seharusnya merupakan suatu struktur yang licin dan jernih karena merupakan
media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata. Karena adanya infiltrat
akibat proses peradangan, terjadi diskontinuitas permukaan kornea sehingga sinar
yang masuk tidak dibiaskan ke satu titik dan menyebar mengakibatkan pandangan
silau.
Pasien juga mengeluhkan nyeri. Saraf-saraf kornea masuk dari stroma
kornea melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel-sel
epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2-3 mm dari limbus ke
sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.
Infiltrat pada kornea merangsang ujung-ujung serabut saraf dan menimbulkan rasa
nyeri. Keluhan lain yang juga dialami yaitu pandangan menjadi kabur, pandangan
kabur ini menyebabkan penurunan visus pada pasien. Penurunan visus dapat
terjadi akibat defek pada epitel kornea, pembentukan kabut stroma, peningkatan
lakrimasi atau ketidaknyamanan. Selain keluhan pandangan kabur, pasien juga
mengeluhkan pandangan yang menjadi silau,.
Pada pemeriksaan lokalis mata kanan didapatkan blepharospasme karena
pasien merasa silau. Edema pada kelopak disebabkan adanya peningkatan
21
permeabilitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah berupa CVI dan PCVI
dikarenakan adanya reaksi peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva
posterior dan arteri siliaris anterior. Pada pasien ini terjadi komplikasi erosi
kornea, dibuktikan dengan tes floresensi (+) yang merupakan tes untuk
mengetahui defek kornea.
Dari anamnesis dan pemeriksaan, pasien ini didiagnosis OS keratitis yaitu
keratitis pungtata superfisialis. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini
adalah eye fresh tetes mata yang merupakan artificial tears yang mengandung
hidroxyprobhyl, metilselulosa, dan dextran. Pemberian air mata buatan yang
mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik,
meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan
lingkungan luar. Pasien juga diberikan antibiotik cendo floxa tetes mata.
Pemberian antibiotik ini untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien dengan trauma
pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes
mata atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang
berspektrum luas, seperti tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin,
bacitrasin. Neomycin dan golongan sulfa lebih jarang digunakan karena
banyaknya kasus alergi.
Sebagian besar keratitis pungtata superfisialis memberikan hasil akhir
yang baik namun pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga menjadi ulkus
kornea jika lesi pada keratitis pungtata superfisialis tersebut telah melebihi dari
epitel dan membran bowman. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang
diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang
dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus,
ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan
oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
22
BAB V
SIMPULAN
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media
refraksi. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu epitel,
membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel. Keratitis adalah
suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis
pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman
dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Gejala yang muncul berupa rasa
sakit, fotofobia, blepharospasme, juga akan memberikan gejala mata merah, silau,
serta penglihatan kabur. Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi
kehilangan penglihatan dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan
diagnosis infeksi adalah salah satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang
tidak tepat. Prognosis baik jika penyebab ditetapkan secara dini dan diobati secara
memadai.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye
dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal
Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore :
American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-14
2. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2011
July]; [1 screen]. Available from URL:http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract
3. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas
S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008.
H 147-78
4. Mills TJ. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis [online]. 2008 [cited
2013 February]; [4 screen]. Available from URL:http://www.emedicine.
medscape.com/article/798100
5. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
6. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In
: Vaughan
24
11. Duszak RS. Thygeson Superficial Punctata Keratitis [online]. 2008 [cited
2012 February]. Available from URL:http://www.emedicine.medscape.
com/article/1197335
25