Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskular yang masih banyak


dijumpai dalam masyarakat. Prevalensi hipertensi dalam masyarakat Indonesia
cukup tinggi meskipun tidak setinggi di negara-negara yang sudah maju yaitu
sekitar 10%.1 Hipertensi mengenai hampir 50 juta orang di Amerika Serikat, dan
hampir 1 miliar orang di seluruh dunia.2 Diperkirakan menjadi penyebab kematian
sekitar 7,1 juta orang di seluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian.3
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukkan prevalensi Hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.4 Sedangkan
berdasarkan klasifikasi Hipertensi menurut WHO, dari populasi Hipertensi,
diperkirakan 70% menderita Hipertensi ringan, 20% Hipertensi sedang dan 10%
Hipertensi berat. Pada setiap jenis Hipertensi ini dapat timbul Krisis Hipertensi,
yaitu suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kerusakan organ target,
dan merupakan suatu kegawatan medik yang memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita.5,6 Angka kejadian Krisis
Hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju
berkisar 2 7% dari populasi Hipertensi, terutama pada usia 40 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun.5
Krisis Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi Emergensi
(darurat) dan Hipertensi Urgensi (mendesak). Membedakan kedua golongan
Krisis Hipertensi ini bukanlah dari tingginya tekanan darah, tapi dari kerusakan
organ sasaran. Kenaikan tekanan darah yang sangat tinggi pada seorang penderita
dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan
progresif dari sistem saraf sentral, miokardial, dan ginjal. Hipertensi Emergensi
dan Urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda.5,6
Gambaran klinis Krisis Hipertensi berupa tekanan darah yang sangat tinggi
(umumnya tekanan darah diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai
yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan
1

klinis yang gawat. Seberapa besar tekanan darah yang dapat menyebabkan Krisis
Hipertensi tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita
yang sebelumnya normotensi atau Hipertensi ringan/sedang. Walaupun telah
banyak kemajuan dalam pengobatan Hipertensi, namun para klinisi harus tetap
waspada akan kejadian Krisis Hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam
keadaan ini dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan
cepat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan
daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat
reversibel. Dalam menanggulangi Krisis Hipertensi dengan obat Anti Hipertensi,
diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi tekanan darah dan aliran darah,
pengobatan yang selektif dan terarah terhadap masalah medis yang menyertai,
pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen
pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek
samping yang minimal.5 Dalam referat ini akan dibahas klasifikasi, Aspek klinik,
prosedur diagnostik dan pengobatan krisis hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Hipertensi dan Krisis Hipertensi
2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap diatas batas normal yang disepakati, yaitu Diastolik 90mmHg atau
Sistolik 140 mmHg.7Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180
mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target sehingga membutuhkan
penanganan segera. Krisis Hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu Hipertensi
Emergensi dan Urgensi. Pada Hipertensi Emergensi terjadi kerusakan organ
target yang terjadi secara progresif.5,6

2.2 Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, Prehipertensi, Hipertensi derajat 1dan derajat 2 (Tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC 7 3
Kategori

Sistolik (mmHg)

dan/atau

Diastolik(mmHg)

Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2

< 120
120 139
140 159
160

Dan
Atau
Atau
Atau

< 80
80 89
90 99
100

Pada tahun 2003 WHO dan ISH (International Society Of Hypertension) juga
mengklasifikasikan tekanan darah menjadi beberapa tingkatan (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO 2003 3


Kategori
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
Tingkat 1 (Hipertensi ringan)
Sub grup : perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi berat)
Hipertensi Sistol Terisolasi
Sub grup : perbatasan

Sistol
(mmHg)
< 120
< 130
130-139
140-159
140-149
160-179
180
140
140-149

Diastol (mmHg)
< 80
< 85
85-89
90-99
90-94
100-109
110
< 90
< 90

Secara praktis Krisis Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan


prioritas pengobatan, sebagai berikut :5,6
1.

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan


darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm
Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif disebabkan
oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut (tabel 3), Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian,
sehingga tekanan darah harus diturunkan segera sampai batas tertentu
dalam hitungan menit sampai beberapa jam m e n g g u n a k a n obat-obat
parenteral. Penderita perlu dirawat di ruangan Intensive Care Unit
(ICU).

2.

Hipertensi mendesak (urgency hypertension) : kenaikan tekanan


darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm
Hg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal (tabel 4).
Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat,
dalam hitung jam sampai hari.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :5


1.

Hipertensi

refrakter : respons pengobatan

tidak memuaskan dan

tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan


yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

2.

Hipertensi akselerasi : tekanan darah meningkat, Diastolik > 120


mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati
dapat berlanjut ke fase maligna.

3.

Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan


darah Diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV
disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang
cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita
tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada
penderita dengan riwayat Hipertensi essensial ataupun sekunder dan
jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan
darah normal.

4.

Hipertensi

ensefalopati : kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba

disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat hebat, penurunan


kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah
diturunkan.
Tabel 3: Hipertensi emergensi ( darurat )
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut:
Pendarahan intra cranial, Trombotik CVA atau Pendarahan Subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Diseksi aorta akut.
Edema paru akut.
Eklampsi.
Feokromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, Angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekolamin yang lain :
Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
Cedera kepala.
Luka bakar.
Interaksi obat.

Tabel 4: Hipertensi Urgensi ( mendesak )


Hipertensi berat dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, tetapi
dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai
keadaan pada tabel 3.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
2.3 Etiologi6,8,9
Penyebab Hipertensi yang sering kali menjadi penyebab di antaranya
Aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya
elastisitas pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang
dipompa ke Jantung, Penyakit Ginjal, Kelenjar Adrenal, dan Sistem Saraf
Simpatis. Pada ibu hamil kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stres,
dan ketegangan bisa menyebabkan Hipertensi.7
Penyakit Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis
yaitu :6,9
1. Hipertensi Primer 6
Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer didefinisikan sebagai Hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya, dan 95% dari seluruh kasus Hipertensi.
Hipertensi Esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu.
2. Hipertensi Sekunder 9
Hipertensi Sekunder adalah Hipertensi yang disebabkan/ sebagai
akibat dari adanya penyakit lain. Hipertensi Sekunder ditemukan pada sekitar
5% dari populasi Hipertensi. Penyebab Hipertensi Sekunder adalah kelainan Ginjal
(2%), Endokrin dan Abnormalitas Vaskuler, pemakaian obat tertentu seperti
Kontrasepsi Oral, Steroid, AINS, Amfetamin, dan Siklosporin. Penyebab sekunder
harus dipikirkan jika Hipertensi timbul pada usia muda dan berkembang sangat
cepat pada dewasa tanpa riwayat Hipertensi.

2.4 Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu : Cardiac Output
(CO) dan Systemic Vasculer Resistance (SVR). Cardiac Output ditentukan
oleh Stroke Volume ( SV ) dan Hearth Rate ( HR ). Resistensi perifer terjadi
akibat Peripheral Vascular Resistensi ( PVR) dan Renal Vascular Resistence
( RVR ).
TD

CO

SV

><

HR

SVR

PVR

RVR

Pada Hipertensi primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20


25%. Pada hipertensi maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari
perubahan struktur hipertensi kronis dan perubahan vasokonstriksi akut.

Gambar : Faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah6


Patofisiologi terjadinya Krisis Hipertensi tidaklah begitu jelas, namun
demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut
yaitu:5,10
1.

Peran langsung dari peningkatan tekanan darah


Akibat dari peningkatan mendadak tekanan darah yang berat maka akan
terjadi gangguan autoregulasi

disertai

peningkatan

mendadak
7

resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan kerusakan organ


target dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi
secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya.
Pada keadaan tersebut terjadi

keadaan

kerusakan

endovaskuler

(endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis


fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus
(vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan
pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi
tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress
peningkatan tiba-tiba tekanan darah ini berlangsung terus-menerus
maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman
dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi
pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran
kenaikan tekanan darah ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis
sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan
menyebabkan

disfungsi

endotelial

pembuluh

darah

disertai

berkurangnya pelepasan Nitric Oxide (NO). Selanjutnya disfungsi


endotelial akan di triger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat
inflamasi lainnya seperti sitokin, Endhotelial Adhesion Molecule dan
endhoteli-1.

Mekanisme

ditingkat

sel

ini

akan

permeabilitas dari sel endotelial, menghambat

meningkatkan

fibrinolisis

dan

mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini


bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan
materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan
sempit sehingga makin meningkatkan. tekanan darah Siklus ini
berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh
darah yang makin parah dan meluas.
2.

Peran mediator endokrin dan parakrin


Sistem ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting
dalam

patofisiologi

terjadinya

krisis

hipertensi.

Peningkatan

renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin

II, dan akan pula meningkatkan hormon Aldosteron yang berperan


dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan
meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan
terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan
meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi
natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan
merangsang

renin

kembali

untuk

membentuk

vasokonstriktor

Angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan


menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
2.5 Faktor Risiko6,9
Faktor risiko Hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau
dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya :
1. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu Obesitas,
kurang

olahraga,

merokok,

menderita

Diabetes

Mellitus,

mengonsumsi garam berlebih, minum Alkohol, diet, minum kopi, Pil


KB , stress emosional dan sebagainya.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat
dikontrol yaitu umur, jenis kelamin, dan genetik
2.6 Manifestasi Klinis6
Pada umumnya Hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
Hipertensi Essensial. kadang-kadang Hipertensi Essensial berjalan tanpa
gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti
pada Ginjal, Mata,Otak, dan Jantung. Beberapa gejala yang dapat menyertai
peningkatan tekanan darah ini yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing (sempoyongan), wajah kemerahan dan kelelahan. Gambaran klinis
untuk krisis hipertensi sendiri umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu antara lain:
a.

Otak : gangguan kesadaran Transient Ischemic Attacks, defisit


sensoris dan motoris.

b.

Mata : sakit kepala hebat, vertigo, gangguan penglihatan

c.

Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki.

d.

Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.

e.

Arteri perifer : ekstremitas dingin, Klaudikasio Intermiten.

Tabel 5. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat6


Tekanan darah Funduskopi Status
Jantung
Ginjal
neurologi
> 220/140
Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia,
mmHg
eksudat,
kacau,
membesar,
proteinuria
edema papilla gangguan
dekompensasi,
kesadaran,
oliguria
kejang.

Gastrointestinal
Mual,
muntah

2.7 Diagnosis 5,6


Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena
hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data
yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat.
Hal yang penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem saraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental,
ansietas).
Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).
Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan
oedem paru, nyeri dada ).
Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

10

2. Pemeriksaan fisik :
Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan
denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan
kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral
Mencari kerusakan organ sasaran:
Mata; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat,
penyempitan arteriol yang hebat.
Jantung; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya
bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
Paru ; ronki basal yang mengindikasikan CHF.
Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan
perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat
kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.
Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah Hipertensi Primer
atau Sekunder dan untuk mendeteksi adanya kerusakan organ.3
a. Profil Gula Darah
Kejadian Hipertensi pada pasien Diabetes sangat tinggi. Pemantauan
Glikemik secara efektif sangat bermanfaat pada pasien dengan
Hipertensi dan Diabetes.
b. Profil Lemak Darah
Pada pasien Hipertensi, adanya riwayat keluarga dengan profil lemak
abnormal merupakan faktor resiko Penyakit Jantung Koroner.
c. Asam Urat Serum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Asam Urat Serum yang
tinggi berkaitan dengan terjadinya kerusakan organ seperti Hipertropi
Ventrikel Kiri, Aterosklerosis Karotid, dan Mikroalbuminuria.
d. Kliren Kretinin
Terdapat hubungan yang erat antara penurunan fungsi Ginjal dan
morbiditas serta mortalitas serta akibat kardiovaskuler pada pasien

11

Hipertensi.

Pasien

dengan

Klirens

Kreatinin

yang

menurun

menandakan kemungkinan yang besar mengalami LVH dan perubahan


pada Retina.
e. Kreatinin Serum
Penelitian menunjukkan bahwa Kreatinin Serum merupakan faktor
yang dapat memperkirakan mortalitas pada pasien ISH (Isolated
Systolic Hypertension). Telah dibuktikan bahwa setiap peningkatan
konsentrasi Kreatinin Serum sebesar 20mol/L, mortalitas akibat
Stroke dan kardiovaskular meningkat.
f. Analisis Urin
Secara umum pemeriksaan, dilakukan untuk menganalisis antara lain:
Protein (Total dan Albumin), Glukosa.
Pemeriksaan Penunjang Lain3
EKG. EKG dilakukan untuk mengukur aktivitas elektronik Jantung.
Pengukuran tersebut bermanfaat untuk memantau waktu yang diperlukan
oleh gelombang elektronik pada saat Jantung bekerja dan memberikan
informasi mengenai beban kerja pada Jantung.
Pemeriksaan lain yang direkomendasikan untuk Hipertensi antara lain:3
1. Ekokardiogram
2. Ultrasound Carotid atau Doppler Karotis.
3. Funduskopi/Opthalmoskopi
Funduskopi meliputi pemeriksaan bagian belakang Mata, yaitu Retina,
Lempengan Optik, dan Pembuluh Darah.
4. Uji Toleransi Glukosa
5. Pengukuran kecepatan gelombang denyut.
2.8 Diagnosis Banding5
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

12

Ansietas dengan hipertensi labil.


edema paru dengan payah jantung kiri.
2.9 Komplikasi Hipertensi5,6
Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan akan merusak
Pembuluh Darah yang ada di sebagian besar tubuh. Hipertensi dapat
menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan organ adalah istilah umum yang digunakan atas
terjadinya komplikasi akibat Hipertensi terkontrol. Kerusakan yang umum
ditemui pada pasien Hipertensi adalah :5,6
1.

Jantung
Hipertropi Ventrikel
Unstable Angina atau Infark Miokardium
Gagal Jantung dengan Udema Paru
Diseksi Aorta

2.

Otak
Stroke hemoragik (Perdarahan Intraserebral atau Subdural) atau
Transient Ischemic Attack
Ensefalopati hipertensi

3.

Penyakit Ginjal Kronis

4.

Penyakit Arteri Perifer

5.

Retinopati

Adanya kerusakan organ target, terutama pada Jantung dan Pembuluh Darah,
akan memperburuk prognosis pasien Hipertensi. Tingginya morbiditas dan
mortalitas pasien Hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit
kardiovaskular.6

2.10 Penanganan Hipertensi


Adapun tujuan pengobatan pasien Hipertensi adalah :6

13

Target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi


(Diabetes, Gagal Ginjal Proteinuria) < 130/80 mmHg.

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

Menghambat laju Penyakit Ginjal Proteinuria

Pengobatan Hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan


farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
Hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.6
Terapi Nonfarmakologis
Pendekatan yang lazim untuk pasien dengan tekanan darah diastolik
dalam rentang 85 sampai 94 mmHg adalah dengan terapi Nonfarmakologis
sebagai strategi awal.
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan mengubah pola
hidup pasien Hipertensi antara lain:3,6

Banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah


lemak dapat menurunkan tekanan darah.

Menurunkan berat badan jika Overweight

Membatasi konsumsi Alkohol (< 30ml/hari untuk pria dan <15ml/hari


untuk wanita)

Berolahraga teratur (30-45 menit/hari).

mengurangi konsumsi Garam (< 100 mmol/hari atau 6 gram NaCl);


mempertahankan konsumsi Natrium, Kalsium, Magnesium yang cukup
( 90 mmol/hari) dan berhenti merokok.

Terapi Farmakologis6
Tujuan terapi Antihipertensi adalah mencegah komplikasi Hipertensi
dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah obat yang
tidak mengganggu gaya hidup atau menyebabkan simptomatologi yang
bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.6
Jenis-jenis obat Antihipertensi untuk terapi farmakologis Hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC 7 yaitu: 6

14

golongan Diuretik, terutama Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist


(Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blockers (CCB).
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau Angiotensin Receptor
Blockers (ARB).
Farmakologi Antihipertensi3,10
Diuretik. Menurunkan volume plasma dan curah jantung. Untuk terapi
jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi perifer. Efek
samping : Hipotensi dan Hipokalemia.
Betabloker. Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jantung,
juga menurunkan sekresi Renin. Kontraindikasi bagi pasien Gagal Jantung
Kongestif. Preparat yang biasa digunakan adalah Propanolol, Asebutolol,
Atenolol, Bisoprolol, Labetalol dll.
ACE Inhibitor. Penurunan tekanan darah dengan cara menghambat enzim
yang menghidrolisa Angiotensin I menjadi Angiotensin II menyebabkan
penyempitan arteri, serta yang bersifat menahan Natrium dan air dalam
tubuh. Efek samping yang ditimbulkan antara lain Hipotensi, Batuk Kering,
Hiperkalemia, Rash Kulit, Edema Angioneurotik, Gagal Ginjal Akut, dan
Proteinuria.
Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB). ARB bekerja dengan
menghambat efek Angiotensin II pada Reseptor AT1 (yang terutama
terdapat di Otot Polos Pembuluh Darah dan Otot Jantung, selain itu terdapat
juga di Ginjal, Otak, dan Kelenjar Adrenal). Efek yang dihambat meliputi:
vasokonstriksi, sekresi Aldosteron, rangsangan Saraf Simpatis, sekresi
Vasopresin, rangsangan haus, stimulasi Jantung, serta efek jangka panjang
berupa hipertrofik otot polos pembuluh darah dan miokard.
Penghambat Adrenoreseptor Alpha (-Blocker). Hambatan reseptor 1
menyebabkan vasodilatasi di Arteriol dan Venula sehingga menurunkan
resistensi perifer. Contoh golongan ini adalah Prazosin, Terazosin, dan

15

Doksazosin. Efek samping yang ditimbulkan antara lain Hipotensi


Ortostatik, sakit kepala, palpitasi, edema perifer, mual dll.
Antagonis Saluran Kalsium (CCB). Antagonis Kalsium menghambat
influks Kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard,
menimbulkan efek relaksasi arteriol dan penurunan resistensi perifer.
Berbagai Antagonis Kalsium antara lain Nifedipin, Verapamil, Diltiazem,
Amlodipin, Nikardipin, Isradipin, dan Felodipin. Efek samping Antagonis
Kalsium antara lain Iskemia Miokard, Hipotensi, Edema Perifer,
Bradiaritmia, dll.
Vasodilator. Yang termasuk golongan ini adalah Doksazosin, Prazosin,
Hidralazin, Minoksidil, Diaksozid dan Sodium Nitroprusid. Golongan ini
bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos
yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah.

Masing-masing obat Antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan


dalam pengobatan Hipertensi, tetapi pemilihan obat Antihipertensi juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:6
Faktor sosial ekonomi.
Profil faktor resiko kardiovaskular.
Ada tidaknya kerusakan organ target.
Ada tidaknya penyakit penyerta.
Variasi individu dari respon pasien terhadap obat Antihipertensi.
Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk
penyakit lain.

Untuk sebagian besar pasien Hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,


dan target tekanan darah yang dicapai secara progresif dalam beberapa
minggu. Terapi dengan obat Antihipertensi secara tunggal merupakan
penanganan awal untuk Hipertensi ringan dengan risiko kardiovaskular total
yang ringan sampai sedang atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan
darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis
obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai

16

target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut,


atau berpindah ke Antihipertensi lain dengan dosis rendah.6
Terapi Kombinasi 11
Pengobatan Antihipertensi yang efektif biasanya melibatkan kombinasi
dari dua atau lebih obat. Biasanya pengobatan ini lebih sesuai untuk pasien
beresiko tinggi seperti pasien dengan Diabetes maupun Gagal Ginjal.
Rasional kombinasi obat Antihipertensi:11
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada Hipertensi terapi
dianjurkan :
1

Mempunyai efek aditif

Mempunyai efek sinergis

Mempunyai sifat saling mengisi

Penurunan efek samping masing-masing obat

Adanya Fix Dose Combination akan meningkatkan kepatuhan


pasien (Adherence).

Fix-Dose Combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:11


1

Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Diuretik

Penyekat Reseptor Angiotensin II (ARB) dengan Diuretik

Penyekat Beta dengan Diuretik

Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI) dengan Antagonis


Kalsium

Agonis -2 dengan Diuretik

Penyekat -1 dengan Diuretik

17

Tabel 6. Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 6

Klasifikasi
Tekanan
Darah

TDS
(mmHg)

TDD
(mmHg)

Perbaikan
Pola Hidup

Normal

<120

dan< 80

Dianjurkan

Prehipertensi

120-139

atau

ya

80- 89

Terapi Obat Awal


Tanpa Indikasi
yang Memaksa

Dengan
Indikasi yang
Memaksa

Tidak indikasi

obat-obatan

obat

untuk
indikasi yang
memaksa

Hipertensi

140- 159

Derajat 1

atau

ya

90-99

Diuretika jenis

obat-obat

Thiazide untuk

untuk

sebagian kasus

indikasi yang

dapat

memaksa

dipertimbangkan

obat

ACEI,ARB,BB

Antihiper

CCB atau

tensi lain

Kombinasi

(Diuretika,
ACEI,ARB,
BB,CCB)

Hipertensi
Derajat 2

160

atau
100

ya

Kombinasi dua
obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
Diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB

18

Tabel 7. Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi Tertentu 6


Indikasi yang Memaksa

Gagal Jantung

Pilihan Terapi Awal

Thiazid, Blocker, Angiotensin


Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Aldosteron
Antagonis

Pasca Infark Miokard

Blocker, Angiotensin Converting


Enzyme, Aldosteron Antagonis

Risiko Penyakit Pembuluh Darah Koroner Thiazid, Blocker, Angiotensin


Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker.
Diabetes Melitus

Thiazid, Blocker, Angiotensin


Converting Enzyme, Angiotensin II
Reseptor Blocker, Calcium
Channel Blocker.

Penyakit Ginjal Kronis

Angiotensin Converting Enzyme,


Angiotensin II Reseptor Blocker.

Pencegahan Stroke berulang

Thiazid, Angiotensin Converting


Enzyme

19

Tabel 8. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi


Menurut ESH 6
Kelas Obat

Indikasi

Diuretika
(Thiazide)

CHF, Usia lanjut,


Isolated Systolic
Hypertension ,Ras
Afrika

Diuretika (Loop)

Insufisiensi Ginjal, CHF

Diuretik (anti
Aldosteron)

CHF, pasca MI

Penyekat

Angina Pektoris, pasca


MI, CHF,
Kehamilan,Takiaritmia

Calsium
Antagonis
(Dyhidropiridin)

Usia lanjut, Isolated


Systolic Hypertension,
Angina Pektoris,
Penyakit Pembuluh
Darah Perifer,
Aterosklerosis Karotis,
Kehamilan.

Kontraindikasi
Tidak mutlak
Kehamilan

Mutlak
Gout

Gagal Ginjal,
Hiperkalemia
Asma, PPOK, A-V Block
(derajat 2 atau 3

Penyakit Pembuluh
Darah perifer,
Intoleransi glukosa,
Takiaritmia, CHF

Calcium
Antagonis
(Verapamil,
Diltiazem)

Angina pektoris,
Aterosklerosis Karotis,
Takikardia
Supraventrikular.

Penghambat ACE

CHF, Disfungsi
Ventrikel Kiri, pasca MI,
Non Diabetik Nefropati,
Nefropati DM tipe1

Kehamilan,
Hiperkalemia,Stenosis
Arteri Renalis Bilateral

AIIRA

Nefropati DM tipe2,
Proteinuria, Hipertrofi
Ventrikel Kiri, batuk
karena ACEI

Kehamilan, Hiperkalemia,
Stenosis Arteri Renalis
Bilateral

-Blocker

BPH, Hiperlipidemia

Hipotensi Ortostatis

CHF

20

2.11 Pendekatan Penanganan Krisis Hipertensi3,5,6


Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu
dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus
diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak
diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan
pengobatan. Tujuan pengobatan Hipertensi emergensi adalah memperkecil
kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari
pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat
Antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan
darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan
menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) tidak lebih dari 25 % atau
mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa
menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan
menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap
15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat
menyebabkan Iskemia Renal, Serebral dan Miokardium. Pada stroke
penurunan tekanan darah di anjurkan < 20% dan khusus pada Stroke
Iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah >
220/130 mmHg.5
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ
sasaran maka penderita dirawat diruangan Intensive Care Unit, ( ICU ) dan
diberi salah satu dari obat anti hipertensi Intravena ( IV ).
Hipertensi Emergensi5
Bila diagnosa Hipertensi Emergensi telah ditegakkan maka TD perlu
segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
Tentukan penyebab krisis hipertensi
Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

21

Tentukan adanya kerusakan organ sasaran.


Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah
klinis yang menyertai dan usia pasien.
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik
tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120
mmHg selama 48

jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi

tertentu contohnya Disecting Aortic Aneurysm. Penurunan TD tidak


lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.
Penurunan TD secara akut ke TD normal/subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak,
jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : Disecting Aortic
Aneurysm.
TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau
dua minggu.
Tabel 9. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi6
Parameter

Tekanan

Hipertensi Mendesak

Hipertensi Darurat

Biasa

Mendesak

> 180/110

> 180/110

> 220/140

Sakit kepala,

Sakit kepala hebat,

Sesak napas, nyeri dada,

kecemasan; sering

sesak napas

nokturia, dysarthria,

darah
(mmHg)
Gejala

kali tanpa gejala

kelemahan, kesadaran
menurun

Pemeriksaan

Tidak ada

Kerusakan organ

Ensefalopati, edema paru,

Fisik

kerusakan organ

target; muncul klinis

insufisiensi ginjal, iskemia

target.

penyakit

jantung

kardiovaskuler.

22

Terapi

Awasi 1-3 jam;

Awasi 3-6 jam; obat

Pasang jalur IV, periksa

mulai/teruskan

oral berjangka kerja

laboratorium standar, terapi

obat oral, naikkan

pendek

obat IV

Periksa ulang

Periksa ulang dalam

Rawat ruangan/ICU

dalam 3 hari

24 jam

dosis
Rencana

Pada

hipertensi

darurat

(emergency)

lebih

dianjurkan

untuk

pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai


dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Obat hipertensi parenteral
Obat

Dosis

Efek / Lama

Perhatian khusus

Kerja
Sodium

0,25-10 mg / kg

langsung/2-3

Mual, muntah, penggunaan jangka

nitroprusside

/ menit sebagai

menit setelah

panjang dapat menyebabkan

infus IV

infus

keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.

Nitrogliserin
Nicardipine

500-100 mg

2-5 min /5-10

Sakit kepala, takikardia,mual,

sebagai infus IV

min

muntah,

5-15 mg / jam

1-5 min/15-30

Takikardi, mual, muntah, sakit

sebagai infus IV

min

kepala, peningkatan tekanan


intrakranial; hipotensi

Klonidin

150 ug, 6 amp

30-60 min/ 24

Ensefalopati dengan gangguan

per 250 cc

jam

koroner

5-15

1-5 min/ 15-

Takikardi, mual, muntah, sakit

ug/kg/menit

30 min

kepala, peningkatan tekanan

Glukosa 5%
mikrodrip
Diltiazem

sebagi infus IV

intrakranial; hipotensi

Klonidin IV
Klonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infus glucosa 5% 500cc dan
diberikan dengan mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai TD yg diharapkan tercapai. Bila TD target
23

tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dg tablet


clonidin oral sesuai kebutuhan
Diltiazem IV
Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dg
infus 50 mg/jam selama 20 menit. Bila TD telah turun >20% dari awal,
dosis diberikan 30 mg/jam sampai target tercapai. Diteruskan dg dosis
maintenance 5-10 mg/jam dg observasi 4 jam kemudian diganti dg tablet
oral.
Nitroprusside IV
Diberikan dlm cairan infus dg dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit.

Pada Hipertensi Emergensi dengan komplikasi seperti Hipertensi


Emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan
obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat
untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11 . Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi
Komplikasi

Obat Pilihan

Target Tekanan Darah

Diseksi aorta

Nitroprusside + esmolol

SBP 110-120 sesegera


mungkin

AMI, iskemia

Edema paru

Nitrogliserin, nitroprusside,

Sekunder untuk bantuan

nicardipine

iskemia

Nitroprusside, nitrogliserin,

10% -15% dalam 1-2 jam

labetalol
Gangguan Ginjal

Fenoldopam, nitroprusside,

20% -25% dalam 2-3 jam

labetalol
Kelebihan

Phentolamine, labetalol

10% -15% dalam 1-2 jam

katekolamin
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside

20% -25% dalam 2-3 jam

Perdarahan

Nitroprusside, nimodipine,

20% -25% dalam 2-3 jam

Subarachnoid

nicardipine

Stroke Iskemik

Nicardipine

0% -20% dalam 6-12 jam

AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan darah sistolik.

24

Labetalol IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam
cairan infus dg dosis 2 mg menit
Hipertensi Urgensi
Tujuan pengobatan Hipertensi Urgensi adalah penurunan tekanan
darah sama seperti Hipertensi Emergensi, hanya dalam waktu 24-48 jam.
Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka
panjang. Antihipertensi yang dipilih dapat peroral atau parenteral sesuai
fasilitas yang tersedia. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak
memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan
diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30
menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai
pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral Antihipertensi dalam
menanggulangi Hipertensi Urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.
Adapun obat Hipertensi oral yang dapat dipakai untuk Hipertensi Urgensi
dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Obat hipertensi oral
Obat

Dosis

Efek / Lama Kerja

Perhatian khusus

Captopril

12,5 - 25 mg PO;

15-30 min/6-8 jam ;

Hipotensi, Gagal Ginjal,

ulangi per 30 min ;

SL 10-20 min/2-6

Stenosis Arteri Renalis

SL, 25 mg

jam

PO 75 - 150 ug,

30-60 min/8-16 jam

Clonidine

ulangi per jam


Propanolol 10 - 40 mg PO;

Hipotensi, mengantuk, mulut


kering

15-30 min/3-6 jam

ulangi setiap 30

Bronkokonstriksi, Blok
jantung, Hipotensi Ortostatik

min
Nifedipine

5 - 10 mg PO;
ulangi setiap 15

5 -15 min/4-6 jam

Takikardi, Hipotensi,
Gangguan Koroner

menit

SL, Sublingual. PO, Peroral

25

Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler


volume depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila
secara klinis dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung
kongestif atau oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan
garam ( natrium ) serta diuretika pada hipertensi maligna akan menyebabkan
bertambahnya volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah
meningkatkan TD. Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan
obat anti hipertensi non diuretikal beberapa hari dan telah terjadi retensi
cairan.

Pengelolaan Setelah Krisis Hipertensi


Setelah penderita terbebas dari krisis, selanjutnya dianjurkan mencari etiologi
hipertensi. Umumnya hipertensi berat adalah akibat hipertensi sekunder
renovaskuler. Selanjutnya penderita akan mendapat terapi hipertensi secara
teratur yang pada umumnya merupakan kombinasi beberapa obat anti
hipertensi.1,2
2.12Prognosis5
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival
penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia
(19%), payah jantung kongestif (13%), Cerebro Vascular Accident (20%),
payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infark miokard (1%), diseksi
aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang
efektif dan penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan
transplantasi ginjal. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun
1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.
Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retinopati KWIII dan IV. Kreatinin
serum merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studi
didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan kreatinin <300 umol/l
memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai
fungsi ginjal yang buruk.

26

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.I Kesimpulan
Krisis Hipertensi, yaitu suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah
terjadi kerusakan organ target, dan merupakan suatu kegawatan medik
yang

memerlukan

pengelolaan

yang

cepat

dan

tepat

untuk

menyelamatkan jiwa penderita


Krisis Hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu Hipertensi Emergensi dan
Urgensi. Hipertensi Emergensi dan Urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
Dalam memberikan pengobatan perlu diperhatikan beberapa faktor :
Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan
dan lama kerja dari obat.
Efek samping obat
Ketepatan diagnosis akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan
terapi dalam menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang
ditimbulkan.
Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan
aman. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman
karena tekanan darah dapat diatur sesuai dengan target tekanan darah
yang diharapkan.

3.2 Saran
Untuk mencegah jatuhnya seseoarang kepada krisis hipertensi, maka
faktor resiko haruslah dihindari, terutama dalam hal kepatuhan minum obat.
Edukasi dari dokter kepada pasien hipertensi sangatlah penting terutama
mengenai komplikasi dan pengaturan pola akan serta gaya hidup yang sehat..

27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Edi Sugiyanto. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular Peserta didik


Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro / RS Dr Kariadi Semarang. 2007. CDK no.157
2. Pinzon R. Hipertensi dan Stroke. 2009 (diakses 30 Agustus 2010).
Diunduh dari URL: http://artikelindonesia.com/hipertensi-dan-stroke.html
3. Sani Aulia. Hypertension Current Perspective. Jakarta: Medya Crea; 2008.
h 18-27,97.
4. Hidayati. Hipertensi Berujung Kematian. 2010 (diakses 30 Juli 2010).
Diunduh dari URL: http://jurnalmedika.com.
5. Abdul majid. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2004.
6. Yogiantoro, M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Aru WS dkk (ed). Buku Edisi IV FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. h. 599-603.
7. Roesma, J. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru
WS dkk (ed). Buku Edisi IV FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h.
616-618.
8. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
cetakan I. Jakarta: EGC; 2006. Hal 933-934.
9. Kardiovaskuler. 2009. Cermin Dunia Kedokteran; 169.
10. Armilawaty, Amalia H, Amiruddin R. Hipertensi dan faktor risikonya
dalam kajian epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS
Makassar. 2007.
11. Mikhael R. Farmakologi Antihipertensi. (diakses 28 Agustus 2010).
Diunduh dari URL: http://sectiocadaveris.wordpress.com
12. Muchid Abdul, Budiarti Endang, Brata Cecilia, Bakhtiar Leiza, et al. Buku
Saku Pharmaceutical care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan alat
Kesehatan Departemen kesehatan; 2006 h 26,46.

28

Anda mungkin juga menyukai