Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Referat Mini II
Januari 2015
Disusun oleh :
Ilham Syahid Ruray
110 210 0089
Pembimbing:
dr.Rani Bachmid
HALAMAN PENGESAHAN
Nim
Judul Referat :
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar,
Januari 2015
Mengetahui,
Pembimbing
Co-Asisten
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis atopi (DA) adalah penyakit kulit kronik yang berulang, sering
terjadi pada awal kehidupan (bayi) dan waktu anak-anak.Dermatitis atopi sering
dikaitkan dengan fungsi sawar kulit yang abnormal dan sensitisasi alergen. Tidak
ada kriteria atau diagnosa khusus yang mampu membedakan dermatitis atopi
dengan penyakit lain.1,2
Dermatitis atopi merupakan penyaklit inflamasi kulit yang sangat gatal,
diakibatkan oleh interaksi kompleks antara kecenderungan genetik yang
menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit, gangguan sistem imun humoral, dan
peningkatan respon imunologik terhadap alergen dan antigen mikroba.1,2
Tingkat dermatitis atopi sekitar 30% di negara-negara maju dan melebihi
10% di banyak negara, sehingga prevalensi kumulatif seluruh dunia dari 15-20%.
Sekitar 50% dari kasus dermatitis atopi muncul pada tahun pertama kehidupan,
sebagian besar dalam 5 tahun pertama kehidupan, dan kasus-kasus yang tersisa
dari dermatitis atopi dewasa biasanya sebelum usia 30.1
Dermatitis Atopi dapat dibagi menjadi tiga tahap: dermatitis atopi
kekanak-kanakan, yang terjadi dari 2 bulan sampai 2 tahun; masa dermatitis atopi,
dari 2 sampai 10 tahun; dan dermatitis remaja/dewasa. Dalam semua tahapan,
pruritus adalah ciri khas. Gatal sering mendahului munculnya lesi, maka konsep
bahwa dermatitis atopi adalah "Ruam yang gatal".3
Dermatitis atopik khas tidak sulit untuk mendiagnosa karena prediksi
untuk keterlibatan simetris wajah, leher, dan antecubital dan poplitea fossae.
dermatitis yang mungkin menyerupai dermatitis atopik termasuk dermatitis
seboroik (terutama pada bayi), iritasi atau dermatitis kontak alergi, dermatitis
nummular, kudis, dan psoriasis (terutama palmoplantar). Sindrom imunodefisiensi
BAB II
DIAGNOSIS
2.1
ANAMNESIS
Kurang lebih 50% hingga 80% penderita dermatitis atopi akan terkena
2.2
PEMERIKSAAN FISIS
Lokasi
Untuk mengetahui seberapa banyak daerah yang terkena eksema dapat
dilihat pada gambar tubuh. Aturan 9 digunakan untuk mengetahui daerah yang
terkena (A) sebagai presentasi dari seluruh tubuh.7
Punggung 18%
Intensitas
Wilayah yang terkena eksema.Diderah ini, intensitas masing-masing tanda
berikut dinilai sebagai tidak ada (0), ringan (1), sedang (2) atau berat (3). 7
Kemerahan
Pembengkakan
krusta
Tanda goresan
(maksimal 18).7
Gambar 1
Kemerahan: 1,
pembengkakan:0,
pengerasan kulit:0,
menggaruk: 0, likenifikasi:1
Gambar 2
Kemerahan: 2,
pembengkakan:1,
pengerasan kulit:1,
menggaruk:1, likenifikasi:1
Gambar 3
Kemerahan: 1,
pembengkakan:1,
pengerasan kulit:1,
menggaruk: 3, likenifikasi:3
Gejala subjektif
Gejala subjektif yaitu gatal dan sulit tidur, masing-masing dibuat oleh
pasien atau keluarga pasien menggunakan skala analog visual dimana 0 adalah
tidak gatal (atau bisa tidur) dan 10 adalah sangat gatal (atau sulit tidur). Skor ini
ditambahkan untuk memberikan C (maksimal 20).7
Pruritus
Katarak (anterior-subkapsular)
Cheilitis
Konjungtivitis - rekuren
Iktiosis
Peningkatan IgE
Keratokonus
Keratosis pilaris
Dermatitis payudara
Palmar hyperlinearity
Pityriasis alba
Dermografisme putih
2.3
2.4
DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding bagi penyakit dermatitis atopi adalah sebagai berikut: 1
2.4.3
Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronis dan
BAB III
PENATALAKSANAAN
Terapi yang bisa dilakukan adalah hidrasi kulit, terapi farmakologik dan
identifikasi serta eliminasi faktor pencetus dermatitis atopi seperti bahan iritan,
deterjen, alergen, agen infeksi, dan stres emosional. Terdapat banyak faktor
dermatitis atopi yang kompleks. Oleh sebab itu, rencana terapi berbeda-beda bagi
setiap pasien karena reaksi kulit pada setiap individu dan faktor pencetusnya
berbeda.6
3.1
NON MEDIKAMENTOSA
10
3.2
MEDIKAMENTOSA
3.2.1
Terapi sistemik
Antihistamin
Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang
hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya
hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan
doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade
reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam
hari pada orang dewasa.
Indikasi : Pengobatan rhinitis alergi menahun ataupun musiman, dan
urtikaria idiopatik kronik, terutama demam dan alergi lainnya. Karena gejala
gatal-gatal dan kemerahan dalam kondisi ini disebabkan oleh histamin yang
bekerja pada reseptor H1, memblokir reseptor sementara mengurangi gejalagejala.
Kontraindikasi : Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap
kandungandalam obat dan wanita menyusui, karena kandungan aktif cetirizine
diekskresi pada air susu ibu.
Farmakokinetik: Dalam studi pemberian 10 mg tablet , sekali sehari
selama 10 hari, tingkat serum rata-rata puncak 311 ng / mL. Puncak level darah
untuk 0,3 ug/ml dicapai antara 30- 60 menit setelah pemberian Cetirizine 10 mg.
Waktu paruh plasma kira-kira 11 jam. Absorpsi sangat konsisten pada semua
subjek. Efek metabolik cetirizine yang tersisa dalam sistem untuk maksimal 21
jam sebelum dibuang, eliminasi rata -hidup adalah 8 jam. Sekitar 70% dari obat
tersebut diekskresi atau dikeluarkan melalui buang air kecil, yang setengah
diamati sebagai senyawa cetirizine tidak berubah. Lain 10% diekskresikan.
11
Pengeluaran melalui ginjal 30 ml/menit dan waktu paruh ekskresi kira-kira 9 jam.
Cetirizine terikat kuat pada protein plasma.5,6
Siklosporin
Farmakokinetik : Siklosporin merupakan imunosupresif kuat yang
terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein
intraseluler) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Banyak studi menyatakan bahwa terapi siklosporin
jangka pendek bisa memberi kebaikan kepada pasien dermatitis atopi dewasa dan
anak-anak.Indikasi : pada beberapa penyakit autoimun seperti uveitis endogen,
psoriasis, dermatitis atopi, rheumatoid atritis, penyakit crohn dan sindrom
nefrotik. Dosis : 5mg/kgBB biasanya diberikan dengan jangka waktu pendek dan
jangka waktu panjang (1 tahun). Ada juga sumber yang mengatakan bahwa
siklosporin dalam bentuk mikroemulsi bisa diberikan setiap hari pada pasien
dewasa dengan dosis 150 mg (dosis rendah) dan 300 mg (dosis tinggi).6
Kortikosteroid sistemik
Penggunaan kortikosteroid sistemik seperti prednison jarang diberikan
pada pasien dengan dermatitis atopi yang kronik. Peningkatan perbaikan pada
pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid sistemik biasanya berkait dengan
rebound yang parah setelah terapi glukokortikoid sistemik dihentikan. Terapi
jangka pendek kortikosteroid oral sesuai untuk eksaserbasi akut dermatitis atopi.
Dosis yang diberikan untuk penggunaan terapi dengan kortikosteroid oral harus
dikurangi (tappering) dan perawatan kulit juga harus dilakukan dengan cara
aplikasi kortikosterid topical serta pemberian emolien untuk mencegah terjadinya
rebound.5
Indikasi : Penyakit kolagen : systemik lupus eritematosus, karditis
rheumatik akut, dan sistemik dermatomitosis (polymitosis).5
Penyakit kulit : pemphigus, bullous dermatitis herpetiformis, eritema multiforme
yang berat (Stevens Johnson sindrom), eksfoliatif dermatitis, mikosis fungoides,
psoriaris, dan dermatitis seboroik .5
12
waktu
memasuki
jaringan,
glukokortikoid
berdifusi
atau
Terapi topikal
Hidrasi kutaneus
Pasien dermatitis atopi mempunyai kulit yang kering dan fungsi sawar
kulit yang terganggu. Kondisi ini bisa memberikan morbiditas dengan cara
membentuk mikrofisura dan celahan pada kulit sekaligus menjadi port de entry
13
bagi patogen kulit, bahan iritan, dan alergen, sekaligus mengakibatkan infeksi
sekunder. Kondisi ini bisa menjadi lebih parah ketika musim dingin. Untuk
mengurangi gejala secara simptomatis, dapat dilakukan dengan aplikasi emolien
yang oklusif untuk mengembalikan kelembapan kulit. Kombinasi penggunaan
emolien yang efektif dengan terapi hidrasi membantu mengembalikan dan
mempertahankan sawar stratum korneum serta mengurangi frekuensi aplikasi
glukokortikoid topikal. Pelembab yang tersedia dalam berbagai sediaan
diantaranya krem, losion, atau ointment. Namun, campuran losion dan krem
bersifat iritan akibat penambahan substansi lain seperti preservatif, pelarut, dan
pewangi. Losion yang mengandung air bisa mengering karena efek evaporasi.
Ointment hidrofilik tersedia dalam berbagai viskositas tergantung dari kebutuhan
pasien.6
Terapi topikal untuk menggantikan lipid epidermal yang abnormal,
memperbaiki hidrasi kulit, dan disfungsi sawar kulit bisa diberikan pada pasien
dermatitis atopi ini. Hidrasi dengan mandi dan kompres basah (wet dressing)
merangsang penetrasi kortikosteroid topikal. Kompres basah tersebut juga bisa
melindungi lesi dari garukan yang persisten, seterusnya memberikan proses
penyembuhan lesi ekskoriasi. Kompres basah direkomendasikan pada bagian
yang terkena dermatitis atopi berat atau bagian yang melibatkan terapi dalam
jangka waktu yang lama. Namun, penggunaan kompres basah yang berlebihan
bisa mengakibatkan maserasi dan dipersulit dengan infeksi sekunder. Kompres
basah dan mandi berpotensi membuat kulit menjadi kering dan membentuk fisura
jika tidak diikuti dengan aplikasi emolien topikal.6
Terapi kortikosteroid topikal
Terapi kortikosteroid topikal merupakan dasar untuk anti-inflamasi lesi
kulit yang eksematous. Disebabkan oleh efek sampingnya, kortikosteroid topikal
hanya digunakan untuk dermatitis atopi eksaserbasi akut. Studi terbaru
menunjukkan bahwa kontrol dermatitis atopi bisa dilaksanakan dengan terapi
setiap hari dengan kortikosteroid topikal.6
14
epidermis,
seterusnya
meningkatkan
absorbsi
sistemik
jika
dibandingkan dengan krim. Efek samping dari kortikosteroid dapat dibagi menjadi
dua yaitu efek samping lokal dan efek samping sistemik yang disebabkan oleh
supresi hypothalamus pituitary-adrenal.6
15
Efek sampingnya termasuk striae, atrofi kulit, dermatitis perioral dan akne
rosasea. Kortikosteroid kuat bisa mengakibatkan supresi adrenal (terutama pada
bayi dan anak kecil). Kortikosteroid sedang (fluticasone propionate) 0.05% krim
pada bagian wajah dan bagian tubuh lain yang signifikan aman untuk digunakan
pada anak-anak berumur 1 bulan sampai 3 bulan. Pada penggunaan fluticason
0.05% krim juga bisa diaplikasikan pada anak-anak umur 3 bulan selama
maksimal 4 minggu. Fluticason losion pula bisa digunakan pada anak-anak 12
bulan ke atas. Krim dan ointment mometason bisa digunakan pada anak-anak
berumur 2 tahun ke atas.6
Preparat ter
Preparat ter mengandungi antipruritik dan anti inflamasi yang memberi
efek pada kulit, walaupun efek yang dihasilkan tidak seperti kortikosteroid
topikal. Preparat ter bermanfaat dalam mengurangi potensi kortikosteroid topikal
pada terapi maintenance dermatitis atopi kronik. Preparat ter ini tidak boleh
digunakan pada inflamasi kulit yang akut karena bisa menyebabkan iritasi pada
kulit. Efek samping dari preparat ter adalah folikulitis dan fotosensitivitas.
Preparat ter juga dikatakan mengandung efek karsinogenik.5,6
3.2.3
Intervensi
Fototerapi
Cahaya matahari memberi banyak kebaikan pada pasien dermatitis atopi.
Walaupun sinaran yang terlalu panas bisa mencetuskan pruritus yang
memperberat kondisi pasien.Broadband UVB, Broadband UVA, Narrowband
UVB (311 nm), UVA-1 (340 hingga 400 nm) dan kombinasi fototerapi dengan
UVA-B menjadi terapi adjuvan (tambahan) yang bermanfaat untuk pasien
dermatitis
atopi.
Investigasi
dari
mekanisma
fotoimunologi
yang
16
menyebar. Efek samping jangka waktu pendek bagi fototerapi adalah eritema,
nyeri kulit, pruritus, dan pigmentasi. Efek samping jangka panjang adalah proses
penuaan yang prematur dan juga maligna kulit.5,6
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
James
W.
Atopic
Dermatitis,
Eczema
and
Non-Infectious
4.
5.
6.
7.
18