Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing telah menjadi hewan kesayangan yang sangat dibutuhkan oleh
manusia. Hal ini membuat nilai ekonomis anjing menjadi tinggi bahkan harganya
bisa mencapai ratusan juta rupiah. Didukung dengan pengetahuan pemeliharaan
yang baik anjing telah menjadi peliharaan baik bagi orang tua maupun muda.
Walaupun manajemen pemeliharaan telah baik, tidak jarang ditemukan anjing
berkualitas mati secara mendadak baik karena penyakit, faktor umur maupun yang
tanpa sebab (Natasaputra, 2005).
Sampai saat ini, anjing ketika mati biasanya hanya dikubur saja, padahal
setelah matipun masih ada bagian tubuh yang bisa dimanfaatkan. Bagian tubuh
yang bisa dimanfaatkan adalah testis pada anjing jantan dan ovarium pada anjing
betina. Pada anjing jantan yang mati, cauda epididimis merupakan sumber
spermatozoa (Yu dan Leibo, 2002). Spermatozoa yang berasal dari cauda
epididimis telah memiliki kemampuan membuahi oosit yang sama baiknya
dengan spermatozoa hasil ejakulasi (Hewitt et al., 2001). Hal ini disebabkan
karena motilitas spermatozoa dari epididimis adalah 60% sampai 70% dan
akrosom utuh sebesar 72% (Bateman, 2001)
Puja et al.(2005) menyatakan bahwa spermatozoa yang dikoleksi dari
bagian cauda epididimis pada anjing yang mati mampu bertahan hidup sampai
lima hari. Bahkan Yu dan Leibo (2002) melaporkan bahwa spermatozoa motil
1

masih dapat diperoleh dari epididimis anjing setelah delapan hari penyimpanan
jaringan pada suhu 40C.

Spermatozoa hasil koleksi dari epididimis telah

dibuktikan fertilitasnya baik secara konvesional seperti inseminasi buatan maupun


dengan

teknologi

reproduksi

terbantu

seperti

fertilisasi

in

vitro

dan

intracytoplasmic sperm injection (ICSI). Beberapa peneliti telah berhasil


membuktikan spermatozoa epididimis berhasil digunakan untuk melakukan
fertilisasi misalnya pada anjing (Tsutsui et al., 2003; Hori et al., 2004; Kline et
al., 2005) dan pada kucing (Tsutsui et al., 2003).
Pemanfaatan spermatozoa dari bagian epididimis memberikan harapan
baru untuk mengumpulkan material genetik hewan jantan telah mati. Upaya
pengolahan spermatozoa dari epididimis untuk keperluan aplikasi teknologi
reproduksi menjadi metode alternatif yang dapat dimanfaatkan pada anjing yang
memiliki kualitas genetik unggul yang ditemukan mati. Pemanfaatan spermatozoa
epididimis ini juga berpotensi digunakan pada ternak berkualitas unggul serta
satwa liar yang mati secara mendadak (Pangestu, 1997).
Spermatozoa epididimis pada anjing mati mengalami proses kematian
yaitu pengurangan dengan derajat berbeda atau hilangnya ciri ciri fungsi
penggunaan energi, sintesis, kerja, dan pertumbuhan sel pada waktu yang berbeda.
Spermatozoa yang diambil setelah anjing mati masih dapat bertahan hidup sampai
dengan 6 jam setelah kematian. Agar spermatozoa pada epididimis bisa bertahan
lebih lama sebelum pengolahan dan mengantisipasi di daerah terpencil yang tidak
memungkinkan dilakukan pengolahan maka diperlukan media transpor agar
proses kematian berlangsung lambat. Media transpor yang umum digunakan

untuk mempertahankan fisiologis tubuh adalah larutan garam natrium. Namun,


larutan ini sering tidak tersedia. Karena itu perlu dicarikan bahan lainnya yang
mudah didapat dan mampu mempertahankan fisiologis tubuh (Sumarsono et al.,
1997)).
Gopikrishna et al.(2008) menyatakan kelapa adalah bahan yang mudah
didapat dan harganya murah serta berpotensi sebagai bahan transpor dan mampu
mempertahankan fisiologis sel. Hal ini karena air kelapa mempunyai kandungan
gula dan mineral yang lengkap, dan memiliki kesetimbangan elektrolit seperti
cairan dalam tubuh manusia. Air kelapa muda juga dapat digunakan sebagai
media penyimpanan folikel preantral kambing (Costa et al., 2002).
Perkembangan teknologi reproduksi pada tiga dekade terakhir telah
menunjukkan kemajuan yang signifikan. Beberapa strategi dalam evaluasi semen
telah dikembangkan agar penilaian kualitas semen dapat dipercaya. Strategi yang
dimaksud adalah metode preparasi semen, teknik pengecatan dan jumlah sel yang
dievaluasi. Telah tercatat bahwa terdapat variasi penilaian dengan menggunakan
teknik konvensional pada semen yang sama oleh pemeriksa dan laboratorium
berbeda. Karena itu diperlukan teknik pemeriksaan yang memungkinkan
menghasilkan penilaian yang variasinya kecil. Karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan semen tingkat lanjut agar menghasilkan penilaian lebih baik dari
evaluasi semen secara konvensional (Rijsselaere et al., 2007). Pemeriksaan semen
tingkat lanjut sangat penting dilakukan apabila semen yang ditampung akan
dibekukan. Beberapa evaluasi tingkat lanjut antara lain pemeriksaan integritas
DNA dengan menggunakan Acridine orange (Traganos., 1994).

Acridine orange (AO) merupakan senyawa organik yang secara luas


digunakan untuk mengetahui kualitas chromatin spermatozoa dan untuk
mempelajari siklus sel. Acridine orange (AO) bersipat sedikit kationik, lipofilik,
serta mampu menyerap struktur sel dan membran organel (Han., 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah media transpor dan lamanya transportasi berpengaruh terhadap
viabilitas spermatozoa cauda epididimis testis anjing ?
2. Apakah media transpor dan lamanya transportasi berpengaruh terhadap
integritas DNA spermatozoa cauda epididimis testis anjing ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh media transpor dan lamanya transportasi terhadap
viabilitas spermatozoa cauda epididimis testis anjing.
2. Mengetahui pengaruh media transpor dan lamanya transportasi terhadap
integritas DNA spermatozoa cauda epididimis testis anjing.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang media transpor yang baik sehingga dapat
digunakan untuk mengangkut testis dari tempat yang jauh agar kualitas
sperma tetap baik.
2. Untuk memberikan informasi tentang pemanfaatan spermatozoa dari
hewan yang mati untuk dapat kembali digunakan dengan bantuan

teknologi reproduksi, terutama hewan yang langka dan hewan yang


memiliki keunikan tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Domestikasi Anjing
Klasifikasi organisme anjing yang ditemukan oleh oleh Linnaeus
berdasarkan sistem binomial yang ditandai dengan dua bagian nama, bagian
pertama menandakan genus dan bagian kedua menandakan nama speies (spesifik
epitet). Nama genus biasanya diletakan di depan sedangkan nama spesies di
belakangnya dengan huruf kecil (Rees, 1991).
Dari waktu ke waktu manusia merasa betapa bergunanya anjing dalam
kehidupan manusia. Manusia mulai menangkap anjing liar, melakukan seleksi
terhadap penampilan fisik, prilaku agar anjing menjadi piaraan yang baik.
Kegiatan ini lazim disebut dengan istilah domestikasi. Anjing kemungkinan
merupakan mamalia domestik sangat folimorfik dan menurut sistem binomial,
nama ilmiah yang diberikan pada anjing domestika adalah Canis familiaris,
sehingga alternatif untuk menandai perbedaan kelompok digunakan nama sub
spesifik atau breed (Evan, 1993).
Anjing domestik hasil domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang
lalu, atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu. Perkiraan ini berdasarkan
bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Sampai saat ini, anjing telah
berkembang menjadi ratusan ras dengan berbagai macam variasi, mulai dari
anjing tinggi badan beberapa puluh sentimeter seperti chihuahua hingga Irish
Wolfhound yang tingginya lebih dari satu meter. Warna bulu anjing bisa beraneka
6

ragam, mulai dari putih sampai hitam, juga merah, abu-abu (sering disebut
"biru"), dan coklat. Selain itu, anjing memiliki berbagai jenis bulu, mulai dari
yang sangat pendek hingga yang panjangnya bisa mencapai beberapa sentimeter.
Bulu anjing bisa lurus atau keriting, dan bertekstur kasar hingga lembut seperti
benang wol (Rees, 1991).
2.2 Minat Masyarakat Dalam Memelihara Anjing
Sejak berabad abad yang lalu anjing telah dekat dengan manusia. Pada
awalnya anjing dipelihara oleh manusia sebagai teman dalam berburu dan sebagai
penanda bahaya kalau ada serangan dari suku bangsa lainnya. Kemudian dengan
adanya gaya hidup menetap maka manusia mulai memanfaatkan anjing sebagai
penjaga tempat tinggal mereka (Aspinal, 1976).
Dalam kehidupan masyarakat tradisional anjing dipelihara dengan cara
dilepas begitu saja. Akan tetapi dengan semakin berkembangnya zaman anjing
mulai dipelihara dalam kandang atau diikat. Dalam kehidupan masyarakat
beberapa

anjing

juga

dianggap

bertuah

dan

membawa

keberuntungan

(Natasaputra, 2005) .
Anjing merupakan hewan domestikasi yang dimanfaatkan sebagai hewan
kesayangan yang dipelihara untuk kepentingan psikologis manusia. Berbeda
dengan hewan ternak, anjing lebih dimanfaatkan karena kecerdikan, keunikan dan
ketangguhannya. Dalam dunia militer dan kepolisian anjing banyak dimanfaatkan
sebagai anjing pelacak, baik sebagai pelacak barang barang bukti tindak pelaku
kejahatan maupun sebagai pencari korban bencana (Puja, 2007).

Dengan semakin berkembangnya peradaban banyak orang yang memelihara


anjing sebagai kegemaran. Hal ini membuat nilai anjing baik secara ekonomi
maupun secara psikologi menjadi semakin tinggi. Anjing sering dipakai dalam
perlombaan untuk mengetahui kecerdikan serta bentuk anatomi tubuhnya. Bahkan
anjing banyak diamanfaatkan untuk menuntun orang yang buta (Larkin dan
Stockman, 2001).
Bagi penggemar anjing, memiliki anjing yang berkelas tinggi merupakan
suatu prestise, oleh karena itu anjing anjing tersebut sangat disayangi dan
mendapatkan perlakuan yang istimewa. Anjing yang memiliki kualifikasi yang
baik akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Bahkan anjing yang berkelas
champion bisa memiliki nilai sampai ratusan juta rupiah (Larkin dan Stockman,
2001; Natasaputra, 2005).
Di Indonesia para penggemar anjing semakin meningkat, hal ini dibuktikan
dengan semakin banyaknya perkumpulan penggemar anjing dan lomba lomba
untuk mengetahui ketangkasan, kecerdikan dan anatomi tubuh anjing yang baik
(Natasaputra, 2005).
2.3 Alat Reproduksi Anjing Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari : (1) Testis yang dikelilingi tunika
vaginalis dan selubung testis, (2) epididimis, (3) Duktus deferens, (4) kelenjar
aksesori (kelenjar vesikulosa dan prostat), (5) urethra dan (6) penis yang
dilindungi oleh preputium (Dellmann dan Brown, 1992 ; Junaidi, 2006).

2.3.1 Testis
Testis merupakan organ reproduksi yang utama pada hewan jantan. Testis
mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai penghasil spermatozoa dan hormon
sex jantan (androgen). Spermatozoa tidak dihasilkan oleh testis sejak lahir tetapi
spermatozoa dihasilkan oleh testis melalui serangkaian pembelahan sel
spermatogonia pada tubulus semeniferus menjadi spermatozoa mulai umur 4
bulan (Puja, 2007).
Setiap hewan mamalia domestik memiliki sepasang testis yang berbentuk
bulat atau lonjong dan terletak di dalam skrotum. Testis anjing memiliki ukuran
yang bervariasi antara anjing ras besar dan anjing ras kecil. Pada anjing berat
badan tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan ukuran testis. Ukuran testis
anjing rata rata 3x2x1,2 cm. Testis kanan lebih ringan jika dibandingkan dengan
testis kiri (Hori et al., 2004).
Testis dibungkus oleh jaringan yang bersipat serosa yang disebut dengan
tunika vaginalis. Tunika vaginalis memiliki lapis yang terdiri dari mesotel dan
jaringan ikat yang melekat pada tunika albugenia. Tunika albugenia merupakan
lapisan pembungkus testis yang paling luar yang yang merupakan suatu
membrana putih dan disusun oleh jaringan ikat elastis (Puja, 2007).
Parenkim testis terdiri atas tubulus semeniferus, yang dikelilingi oleh
jaringan interstitial yang mengandung sel Leydig, pembuluh darah, limfe dan
jaringan saraf. Sel Leydig menghasilkan hormon testoteron, progesteron, adan
kemungkinan hormon estrogen (Puja, 2007). Sel Leydig berbentuk polihedral dan

10

tidak teratur berinti bulat dibagian tengah dengan kromatin yang tersebar di luar
membran inti (Peter et al., 2001).
Arteri testikularis dan vena testikularis merupakan pembuluh darah utama
yang mensuplai darah ke testis. Kedua pembuluh darah ini membentuk pleksus
pampiniformis yang merupakan tempat pertukaran arus untuk menyesuaikan suhu
darah sebelum memasuki testis (Evans, 1993). Sedangkan sistem persyarafannya
adalah inervasi melalui pleksus testikularis dari sistem syaraf simphatetik
(Purswell dan Freeman, 1993).
2.3.2 Epididimis
Epididimis mamalia merupakan alat kelamin aksesori dinamik, tergantung
pada androgen testikularis untuk menjaga status deferensiasi epitel. Terdiri dari
sejumlah (8-25) duktus eferentis dan duktus epididimis yang panjang berliku liku.
Secara makroskopis epididimis terdiri dari kepala badan dan ekor yang muncul
secara medial dan berlokasi di permukaan dorsolateral testis dan terbungkus oleh
tunuka albugenia yang terdiri dari jaringan ikat pekat tidak teratur, dibalut oleh
selaput visceral (Dellman dan Brown, 1992, Junaidi, 2006).
Lebih lanjut Junaidi (2006) menyatakan kepala berada pada craniomedial
testikel dan ini merupakan bagian terbesar dari epididimis. Badan berada pada
dorsomedial sepanjang testikel dan berlanjut dengan ekor yang berada pada
caudal ekstremitas dari testikel dan diletakan ke akhir cauda dari testis oleh
ligamentum testis, corda spermatikus keluar dari ekor epididimis pada sapek
caudomedial dari testis dan memperluas ke medial testis sampai ke saluran

11

inguinal ke cincin inguinal. Ligamentum dari ekor epididimis melekat ke testis


dan epididimis ke tunika vaginalis.
Duktuli eferentes merupakan penghubung rete testis dengan duktus
epididimis. Epitel duktuli eferentes berbentuk epitel sebaris yang mengandung
silia. Sel yang bersilia itu membantu pergerakan spermatozoa ke duktus
epididimis. Duktuli eferentes dan bagian awal dari duktus epididimis mengandung
kepala epididimis. Duktus epididimis sangat berkelok kelok dan mengulir.
Panjang dutus epididimis sangat bervariasi tergantung pada spesies hewannya.
Bagian corfus epididimis merupakan bagian yang paling sempit diantara kepala
dan ekor epididimis. Duktus epididimis dibalut oleh epitel banyak lapis,
dikelilingi oleh jaringan ikat longar dan otot polos dengan susunan melingkar.
Dua tipe sel terdapat pada epitel, yaitu sel utama berbentuk silinder dan sel basal
berbentuk poligonal (Puja, 2007).
Hewitt (1997) menyatakan bahwa pergerakan sperma disepanjang
epididimis merupakan akibat dari peristaltis. Cauda epididimis berfungsi
sebagai tempat penyimpanan spermatozoa sebelum diejakulasikan. Cauda
epidimis yang dapat dipalpasi pada skrotum di bagian belakang dari skrotum.
2.3.3 Duktus Deferens
Duktus deferens atau vas deferens mengangkut spermatozoa dari ekor
epididimis ke urethra. Dindingnya mengandung otot-otot licin yang berperan
penting dalam mekanisme pengangkutan semen pada waktu ejakulasi. Kelenjarkelenjar

aksesori

terdiri

dari

kelenjar

vesika

seminalis,

prostata

dan

12

bulbourethralis. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang merupakan bagian terbesar


dari cairan dan mengandung banyak karbohidrat, protein, asamasam amino,
beberapa mineral dan asam sitrat. Cairan aksesoris ini mempunyai daya buffer
yang tinggi untuk spermatoza selain adanya keseimbangan mineral yang baik,
sehingga spermatoza yang ada dalam semen mempunyai daya hidup yang lama
(Hardjopranjoto, 1995).
Duktus deferens merupakan kelanjutan dari duktus epididimis yang setelah
membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut lurus membentuk
duktus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal duktus deferens terdapat
dalam funikulus spermatikus. Dalam rongga perut, berlanjut dalam membentuk
lipatan peritoneum (plica duktus deferensis). Ujung terminal duktus deferens,
terlepas apakah membentuk ampula (pada kuda, ruminansia, anjing). Pada anjing
dan kambing, kelenjar dikelilingi oleh jaringan ikat periglandular tanpa sel otot
polos (Dellman dan Brown, 1992).
2.3.4 Kelenjar Aksesori
Ejakulat mengandung spermatozoa dan cairan dari kelenjar aksesori yang
terdiri dari sekreta kelenjar epididimis dan kelenjar aksesori hewan jantan.
Kelenjar aksesori mencakup : bagian duktus deferent berkelenjar, kelenjar
vesikulosa, kelenjar prostata, dan kelenjar bulbourethralis. Pada anjing sedikit
berbeda dengan hewan lainnya yaitu tidak terdapat kelenjar bulbourethralis dan
kelenjar seminalis (Hewitt et al., 2001).

13

Kelenjar prostat merupakan satu satunya kelenjar aksesori yang terdapat


pada anjing. Kelenjar ini terletak di bagian tengah pelvis atau 1 cm di belakang
leher kantung kencing, berbentuk globular dan simetris. Ukuran kelenjar ini
bervariasi dengan volume kira kira 6-15 ml dan berat 1,7-14,5 gram. Bagian
dalamnya mengandung beberapa lobulus kelenjar (Puja, 2007).
Prostat memegang peranan penting terhadap volume dari ejakulat anjing.
Cairan prostat berwarna bening, cairan ini dieksresikan pada fraksi pertama dan
terakhir dari ejakulat. Sekresi cairan ini mengandung laktat, kholesterol, enzim
dan sedikit gula. Cairan ini secara konstan disekresikan ke dalam duktus
sekretorius prostatik urethra (Junaidi, 2006). Menurut Puja (2007) cairan prostat
dapat menetralisasi plasma semen dan membuatnya asam dengan akumulasi
karbondioksida dan asam laktat, serta untuk merangsang gerak spermatozoa
ejakulat.
2.3.5 Urethra
Urethra merupakan saluran yang berfungsi untuk menyalurkan urine dan
semen. Urethra anjing dibagi menjadi segmen prostat, membranosa dan
spongiosa. Segmen prostat menjulur dari kandung kemih ke pinggir caudal
kelenjar prostat. Segmen membranosa berawal dari daerah tersebut dan berakhir
di urethra yang memasuki bulbus penis dari permukaan dimana segmen spongiosa
berlanjut ke gerbang luar urethra. Pada urethra segmen prostat, lipatan dorso
median bersipat permanen, krista urethra bersipat sebagai pembesaran kencing
disebut Kolikulus seminalis (Dellman and Brown, 1992).

14

Seluruh mukosa urethra membentuk lipatan memanjang yang memipih


dan lenyap selama berlangsung proses ereksi dan kencing. Pada anjing jantan,
duktus deferen bermuara pada urethra. Sel mukosa urethra dibalut oleh epitel piph
peralihan. Perototan urethra terdiri dari lapisan otot polos di daerah kantung
kemih dan otot kerangka di bagian sisi urethra (Puja, 2007).
2.3.6 Penis
Penis merupakan organ untuk kopulasi pada anjing jantan. Penis anjing
diklasifiksikan antara tipe vaskuler dan tipe fibroelastik. Pada tipe vaskuler
banyak ditemukan adanya pembuluh darah pada korpus cavernosa. Tetapi pada
tipe fibroelastis mengandung sedikit pembuluh darah dan banyak jaringan ikat
(Puja, 2007).
Penis terdiri dari ; (1) dua struktur erektil yaitu korpora kavernosa penis,
(2) korpus spongiosum penis mengitari urethra spongiosa,(3) Gland penis.
Struktur internal penis merupakan jaringan covernosus yang terdiri dari sinus
sinus darah yang dipisahkan oleh jaringan pengikat yang disebut septa (Dellman
dan Brown, 1992).
2.4 Proses Spermatogenesis dan Spermatozoa.
Proses spermatogenesis terjadi didalam tubulus seminiferus testis. Proses
ini mulai saat hewan mencapai puncak pubertas dan terus berlanjut selama umur
reproduktif hewan. Pada anjing waktu yang diperlukan dalam proses
spermatogenesis diperkirakan 61 hari. Pada umur 4 bulan anjing sudah mengalami

15

proses spermatogenesis, tetapi spermatozoanya tidak nampak pada ejakulat


sampai umur 10-12 bulan (Allen, 1992).
Proses Spermatogenesis dimulai dari proses diferensiasi sel-sel germinal
premordial menjadi spermatogonium. Spermatogonium ini mempunyai jumlah
kromosom diploid (2n). Spermatogonia ini menempati membran basal atau bagian
terluar dari tubulus seminiferus. Spermatogonia ini akan mendapatkan nutrisi dari
sel Sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatogonia akan
bermitosis berkali-kali membentuk spermatosit primer. Spermatosit primer
mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis.
Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder
(Hewitt, 1997).
Proses pembentukan spermatosit sekunder, dimulai saat spermatosit
primer menjauhi dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak, dan terjadilah
meiosis pertama membentuk dua spermatosit sekunder yang masing-masing
memiliki kromososm haploid (1n). Proses meiosis pertama ini langsung diikuti
dengan pembelahan meiosis kedua yang membentuk empat spermatid masingmasing dengan kromosom haploid. Akhirnya spermatid akan bertransformasi
membentuk spermatozoa. Proses spermatogenesis ini terjadi pada suhu normal
tetapi lebih rendah dari pada suhu tubuh, dan proses ini juga dipengaruhi oleh sel
sertoli (Hewitt et al., 2001)..
Jadi jika dilihat dari tahapannya, proses spermatogenesis dibagi menjadi
tiga tahapan (1) tahapan spermatocytogenesis, (2) tahapan meiosis, (3) tahapan
spermiogenesis. Tahapan spermatocytogenesis merupakan tahapan dimana

16

spermatogonia bermitosis menjadi spermatid primer, proses ini dipengarui oleh


sel sertoli, dimana sel sertoli yang memberi nutrisi-nutrisi kepada spermatogonia,
sehingga dapat berkembang menjadi spermatosit. Tahapan meiosis merupakan
tahapan spermatosit primer bermiosis I membentuk spermatosit sekunder dan
langsung terjadi meiosis II yaitu pembentukan spermatid, dari spermatosit
sekunder. Proses ini terjadi saat spermatosit primer menjauhi lamina basalis, dan
sitoplasma semakin banyak.Tahapan spermiogenesis merupakan tahapan terakhir
pembentukan spermatozoa, dimana terjadi transformasi dari spermatid menjadi
spermatozoa. Tahapan ini terdiri dari empat fase : yaitu fase golgi, fase tutup, fase
akrosom, dan fase pematangan.
Setelah terbentuk spermatozoa, spermatozoa ini secara struktural terdiri
dari kepala sperma yang mengandung nukleus dan akrosom dengan enzim
akrosomal, midle piece yang mengandung mitokondria untuk metabolisme
spermatozoon, dan ekor sperma (Junaidi, 2006). Akrosomal yang terbentuk dari
badan golgi dan mengandung enzim hialuronidase yang berfungsi untuk
melisiskan bentuk telur. Pada bagian ini juga terdapat inti sperma yang
menyimpan sejumlah kode informasi genetik yang akan diwariskan kepada
keturunannya. Bagian ekor merupakan alat gerak sperma menuju ovum (Puja,
2007).
2.5

Air Kelapa (Cocos nucifera)


Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae.

Dalam klasifikasi tumbuhan, pohon kelapa termasuk dalam genus: cocos dan

17

species: nucifera. Kelapa berasal dari pesisir samudra Hindia, namun kini telah
tersebar di seluruh daerah tropis (Setyamidjaya, 1991).
Air kelapa jumlahnya berkisar antara 25 persen dari komponen buah
kelapa. Pemanfaatannya masih terbatas dan kebanyakan terbuang sebagai limbah.
Bedasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi air kelapa tua terdiri
dari air 91,23 %, protein 0,29 %, lemak 0,15 %, karbohidrat 7,27 % dan abu 1,06
%. Selain itu airkelapa juga mengandung vitamin C dan vitamin B kompleks.
Sedangkan dalam air kelapa muda kandungannya adalah air sebanyak 95,5 %,
protein 0,1 %, lemak kurang dari 0,1 %, karbohidrat 4 %, dan abu 0,4 %. Air
kelapa muda juga mengandung vitamin C dan vitamin B komplek yang terdiri
atas asam nikotinat, asam pantotenat, biotin, asam folat, vitamin B1 dan sedikit
piridoksin. Air kelapa

muda juga mengandung sejumlah mineral antara lain

kalium, natrium, kalsium,

magnesium, besi, tembaga, fosfor, dan sulfur

(Rindengan, 2002).
Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler yang
lebih erat dari plasma ekstraseluler. Zat-zat utama yang terkandung dalam air
kelapa antara lain kalium, kalsium, dan magnesium. Sedangkan natrium, klorida,
dan fosfat, ditemukan dalam jumlah konsentrasi yang lebih rendah. Air kelapa
merupakan cairan hipotonik dibandingkan plasma, dan memiliki gravitasi spesifik
sekitar 1,020, sebanding dengan plasma darah. Air kelapa memiliki osmolaritas
tinggi karena adanya kandungan gula didalamnya, terutama glukosa dan fruktosa,
juga kaya akan banyak asam amino esensial antara lain lisin, sistin, fenilalanin,
histidin, dan tryptophan. Air kelapa juga unggul dalam melakukan pemeliharaan

18

untuk kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai


nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin, dan mineral
(Gopikrishnaet al., 2008).
Secara alami air kelapa mempunyai komposisi gula dan mineral yang
lengkap, sehingga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai
minuman isotonik yaitu minuman yang memiliki kesetimbangan elektrolit seperti
cairan dalam tubuh manusia. Air kelapa muda juga telah digunakan sebagai
larutan rehidrasi oral bagi penderita diare. Hasil penelitian menunjukkan air
kelapa memiliki indeks rehidrasi yang lebih baik dibandingkan dengan sport
drink atau minuman penambah stamina (Lysminiar, 2010).
Thomas (2008) menyatakan bahwa beberapa penelitian telah menunjukan
efektifitas air kelapa dalam menjaga viabilitas sel sama dengan Hanks Balanced
Salt Solution (HBSS). Baby Hamster Kidney (BHK-21) yang dikultur dalam
Hanks Balanced Salt Solution (HBSS), pada 15 menit pertama, jumlah sel pada
group yang menggunakan Hanks Balanced Salt Solution (HBSS) lebih tinggi
dibandingkan yang menggunakan air kelapa, tapi pada menit ke- 15 menit sampai
menit ke- 120, efektifitas air kelapa dalam menjaga viabilitas sel sama dengan
Hanks Balanced Salt Solution (HBSS).
2.6. Acridine Orange
Acridine Orange adalah pewarna yang mampu mengikat asam nukleat sel
yang memancarkan fluoresensi hijau ketika terikat dengan dsDNA dan fluoresensi
merah ketika terikat dengan ssDNA atau RNA. Karakteristik yang unik ini

19

membuat acridine orange dapat digunakan untuk mempelajari siklus sel. Acridine
orange (AO) bersipat sedikit kationik, lipofilik, serta mampu menyerap struktur
sel dan membran organel (Han., 2010).
Acridine orange (AO) memiliki sifat metachromatic yang umumnya
digunakan dalam mikroskop fluoresensi dan aliran cytometry analisis fisiologi
seluler. Tekanan proton mendorong keasaman lisosomal menghasilkan gradien pH
yang signifikan yang mengakibatkan konsentrasi efisien AO dalam organel
lisosom . Efektivitas proses konsentrasi AO ini cukup untuk membuat konsentrasi
intra-lisosomal dan menyebabkan pengendapan AO menjadi butiran kecil
(Traganos., 1994).

20

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penggunaan spermatozoa dari bagian epididimis memberikan harapan baru
untuk mempertahankan garis keturunan hewan dengan material genetik unggul
meskipun hewan yang bersangkutan telah mati. Hal ini disebabkan karena
spermatozoa yang masih hidup masih dapat dikoleksi dari bagian epididimisnya
sampai beberapa hari.
Pada anjing mati, epididimis merupakan sumber untuk mendapatkan
spermatozoa (Yu dan Leibo, 2002). Spermatozoa yang dikoleksi dari bagian
epididimis anjing mempunyai konsentrasi 1,03 x 109 (Bateman, 2001), dengan
motilitas mencapai 89,4% (Hori et al., 2004).
Spermatozoa yang berasal dari epididimis mempunyai kemampuan
membuahi oosit yang sama baiknya dengan spermatozoa hasil ejakulasi. Hal ini
disebabkan karena mengalami proses pendewasaan selama perjalanan dari caput
epididimis menuju cauda epididimis. Yu dan Leibo (2002) menyatakan bahwa
spermatozoa yang dikoleksi dari epididimis anjing yang disimpan pada suhu 40C
selama 8 hari masih mempunyai kemampuan bergerak.
Spermatozoa yang diambil langsung saat kematian menunjukkan
persentase hidup yang lebih tinggi dibandingkan 3 jam pasca kematian dan 6 jam
pasca kematian (Puja et al., 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama
spermatozoa berada dalam epididimis setelah kematian semakin meningkat
20

21

spermatozoa yang mati atau semakin sedikit yang hidup. Terjadinya penurunan
persentase spermatozoa hidup pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
oleh penurunan penggunaan energi, sintesis, pertumbuhan dan fungsi dari organ
tersebut (Campbell et al, 2000).
Kematian dicirikan dengan berhentinya proses biologis (Hill dan Lavia,
1980), tetapi sel gonad masih berpotensi digunakan (Sumarsono, 1997),
mengingat kecepatan kematian jaringan berbeda. Agar proses kematian
diperlambat maka perlu adanya perlakuan yang mampu mempertahankan
fisiologik normal pada organ.
Larutan NaCl fisiologis 0,9%, umum digunakan sebagai media untuk
mempertahankan laju proses kematian pada organ. Hal ini disebabkan NaCl
fisiologis 0,9% bersifat sebagai larutan isotonis terhadap tubuh. Demikian juga
bahan alam seperti air kelapa telah diketahui sebagai bahan yang sifatnya isotonis.
Hal ini disebabkan air kelapa banyak mengandung mineral, anion yang berperan
sebagai bahan yang dapat menjaga keseimbangan cairan tubuh.

22

3.2 Konsep

TESTIS ANJING

NaCl 0,9%

1jam

Spermatozoa

NaCl 0,9%

Air Kelapa
Muda

2 jam

Spermatozoa

Motilitas
Persentase Hidup
Abnormalitas
Integritas DNA

Gambar 3.1 : Kerangka konsep penelitian

1 jam

Spermatozoa

Air Kelapa
Muda

2 jam

Spermatozoa

23

3.3 Hipotesis
1. Ada pengaruh media transpor dan lamanya transportasi terhadap viabilitas
spermatozoa cauda epididimis testis anjing
2. Ada pengaruh media transpor dan lamanya transportasi terhadap integritas
DNA spermatozoa cauda epididimis testis anjing.

24

BAB IV
MATERI DAN METODE
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental, dengan menggunakan rancangan
acak lengkap pola faktorial 2x2 (dua macam media transpor x dua waktu
pengamatan). Dua macam media yang digunakan adalah NaCl fisiologis dan air
kelapa. Dua waktu pengamatan adalah 1 jam dan 2 jam setelah penyimpanan
dalam media.
4.2 Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel anjing dilakukan di Desa Melinggih, Payangan
Gianyar. Pemeriksaan spermatozoa dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar.
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013.
4.3

Penentuan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer didapat dengan

pengambilan sampel testis lengkap dengan epididimisnya pada anjing lokal untuk
dikoleksi spermatozoanya.
Populasi target dalam penelitian ini adalah populasi anjing yang dipelihara
masyarakat di Kecamatan Payangan, Gianyar.
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah anjing jantan yang tampak
tidak menunjukkan kelainan secara klinis dengan umur 1,5 tahun sampai 2 tahun.
24

25

4.4 Besar Sampel


Besar sampel penelitian ditentukan dengan rumus dari (t-1) (n-1)15,
dengan rumus penentuan sampel adalah sebagai berikut
(2-1)(n-1)15
(1)(n-1)15
(n-1) 15
n 16
t = perlakukan, n = jumlah sampel.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah 2 maka jumlah sampel (n) yang diperlukan
adalah = minimal 16 buah testis.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel Bebas :NaCl fisiologis (0.9%), Air kelapa muda, waktu 1 jam dalam
media, waktu 2 jam dalam media.
Variabel Tergantung : viabilitas spermatozoa (motilitas, jumlah spermatozoa
hidup, abnormalitas) dan integritas DNA spermatozoa
cauda epididimis anjing lokal.
Variabel Kendali :umur dan status kesehatan.

26

4.6 Definisi operasional variabel


Motilitas spermatozoa adalah gerak maju spermatozoa dari satu titik ke
titik lainnya dalam suatu garis. Spermatozoa diperiksa dibawah mikroskop cahaya
dengan pembesaran 400 kali, dilihat pergerakan spermatozoa sampai 100
spermatozoa (Hori et al., 2004).
Jumlah spermatozoa hidup adalah persentase spermatozoa yang hidup
yang ditentukan dengan pewarnaan eosin. Spermatozoa yang hidup ditandai
dengan kepala berwarna putih dan yang mati ditandai dengan kepala berwarna
merah.
Abnornalitas adalah persentase spermatozoa yang abnormal, dievaluasi
dengan mengunakan preparat ulas tipis yang dipakai untuk mengevaluasi
parameter jumlah spermatozoa hidup (Root-Kustritz, 1998).
Integritas DNA adalah

kerusakan DNA spermatozoa. Kerusakan ini

dievaluasi dengan pengecatan Acridine Orange. Spermatozoa dengan DNA yang


rusak ditandai dengan warna orange atau merah, sedangkan yang baik akan
berwarna hijau dibawah mikroskop flourensensi.
Larutan NaCl 0,9% adalah larutan isotonis yang dengan konsentrasi NaCl
0,9 % dimana cairan ini tidak merusak struktur sel.
Air kelapa muda adalah cairan yang terdapat dalam kelapa, dimana daging
buah kelapa tersebut belum terbentuk dengan sempurna.

27

Waktu 1 jam dalam media adalah selama 1 jam testis direndam dalam
media sebelum diproses.
Waktu 2 jam dalam media adalah selama 2 jam testis direndam dalam
media sebelum diproses.
Umur dan status kesehatan adalah anjing jantan yang secara klinis tidak
menampakan gejala penyakit yang berumur diatas 1,5 tahun- 2 tahun.
4.7 Bahan Penelitian
Testis anjing jantan lokal, NaCl fisiologis 0.9%, air kelapa muda (Coccus
nucifera), Acridine Orange, dan larutan Carnoys (methanol : glacial acetic acid
(3;1).
4.8 Alat Penelitian
Satu set alat bedah, container box, termometer, mikroskop flourensence,
mikroskop cahaya, object glass , cover glass, pipete pasture, batang gelas dan
osse.
4.9 Prosedur Penelitian
Testis beserta epididimis anjing diambil dari hasil kastrasi. Testis yang
telah diambil dimasukan kedalam container box dengan suhu 40 C yang telah
berisi transpor media berupa NaCl fisiologis dan air kelapa muda sesuai dengan
rancangan. Setelah sesuai dengan waktu yang ditentukan spermatozoa dari cauda
epididimis dikoleksi dengan cara pembilasan (flushing) menggunakan larutan tris

28

kuning telur. Cairan yang telah mengandung spermatozoa ditampung dalam


tabung sentrifus (falcon) 15 ml. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap
motilitas, persentase hidup, abnormalitas, dan integritas DNA.
4.9.1 Motilitas
Semen diambil dengan batang gelas, diletakkan pada objek gelas dan
ditutup dengan gelas penutup. Object glass yang digunakan sebelumnya telah
dihangatkan dalam inkubator pada suhu 380C. Spermatozoa diperiksa dibawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali, dilihat pergerakan spermatozoa
sampai 100 spermatozoa
4.9.2 Jumlah Persentase Hidup
Jumlah spermatozoa hidup dievaluasi dengan mengunakan preparat ulas
tipis. Jumlah spermatozoa hidup adalah persentase spermatozoa yang hidup yang
ditentukan dengan pewarnaan eosin. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan
kepala berwarna putih dan yang mati ditandai dengan kepala berwarna merah.
Dengan menghitung jumlah spermatozoa yang menyerap warna dapat dihitung
rasio jumlah spermatozoa yang mati dan hidup.
4.9.3 Abnormalitas Spermatozoa
Persentase spermatozoa yang abnormal, dievaluasi dengan mengunakan
preparat ulas tipis yang dipakai untuk mengevaluasi parameter jumlah
spermatozoa hidup. Dihitung kelainan morfologi yang terjadi pada kepala, bagian
tengah dan ekor spermatozoa sampai 100 spermatozoa.

29

4.9.4 Integritas DNA


Kerusakan DNA dievaluasi dengan pengecatan Acridine orange ( AO).
Pertama teteskan sampel pada object glass dan dikering anginkan. Setelah kering
teteskan larutan Carnoys (Methanol: glacial acetil acid, 3:1v/v). Selanjutnya
dikeringanginkan, setelah kering diwarnai dengan pewarna AO 1% selama 10
menit. Setelah 10 menit, slide dicuci dengan air suling dan selanjutnya
dikeringanginkan. Periksa slide di bawah mikroskop flrourosence. Spermatozoa
yang tampak hijau adalah normal, sedangkan bila berwarna orange atau merah
mengalami kerusakan. Dilakukan penghitungan sebanyak 100 spermatozoa setiap
pemeriksaan.
4.10 Analisis data
Data mengenai viabilitas spermatozoa dan integritas DNA dianalisa sesuai
prosedur GLM (General Linear Model) dengan menggunakan program SPSS
ver.17 for window.

30

BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Motilitas, Persentase Hidup dan Integritas DNA Spermatozoa Epididimis
Anjing Lokal
Berdasarkan hasil pengumpulan semen dari epididimis anjing lokal bali
diperoleh bahwa motilitas spermatoza rata-rata seperti pada tabel Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Kualitas Spermatozoa Anjing Lokal Hasil Koleksi dari epididimis
Parameter

Hasil

Motilitas

71,56 6,14

Abnormalitas

7,25 1,18

Persentase Hidup

78,68 2,72

Integritas DNA

92,25 2,40

5.2 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap


Motilitas Spermatozoa Asal Epididimis
Hasil pemeriksaan motilitas spermatozoa yang dikoleksi dari epididimis
yang disimpan pada media transpor air kelapa muda dan NaCl fisiologis
menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa masih berada di atas rata-rata nilai
normal. Rata-rata motilitas spermatozoa yang dikoleksi dari epididimis yang
disimpan pada media transpor berupa air kelapa muda selama satu jam dan dua
jam dapat dilihat pada tabel 5.2.

30

31

Tabel 5.2 Rata-rata motilitas spermatozoa pada lama transportasi dan media
transpor berbeda
Media Transpor

Waktu Penyimpanan
1 Jam

2 jam

NaCl Fisiologis

71,25 5,85

63,00 1,82

Air Kelapa Muda

71,70 5,73

65,50 1,29

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis media transpor tidak


berpengaruh nyata terhadap motilitas spermatozoa asal epididimis (P>0.05). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa air kelapa muda mempunyai potensi yang sama
dengan NaCl fisiologis dalam hal mempertahankan metabolisme fisiologis
spermatozoa. Waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap motilitas
spermatozoa baik pada media transpor air kelapa muda maupun NaCl fisiologi
(P<0.01). Artinya semakin lama testis disimpan dalam transpor media akan
menyebabkan penurunan motilitas secara nyata.
5.3 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Persentase Hidup Spermatozoa Asal Epididimis
Hasil pemeriksaan semen yang dikoleksi dari epididimis yang disimpan
pada media transpor air kelapa muda dan NaCl fisiologis menunjukkan bahwa
persentase hidup spermatozoa masih berada di atas rata-rata nilai normal. Ratarata persentase hidup spermatozoa yang dikoleksi dari epididimis yang disimpan

32

pada media transpor berupa air kelapa muda selama satu jam dan dua jam dapat
dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Rata-rata persentase hidup spermatozoa pada waktu transportasi
dan media transpor dan lama transportasi.
Media Transpor

Waktu Penyimpanan
1 Jam

2 jam

NaCl Fisiologis

77.0 1.82

76.25 1.50

Air Kelapa Muda

78.252.87

75.75 1.50

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis media transpor tidak


berpengaruh nyata terhadap persentase hidup spermatozoa asal epididimis
(P>0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa air kelapa muda mempunyai potensi
yang

sama

dengan

NaCl

fisiologis

dalam

hal

mempertahankan

metabolismefisiologis spermatozoa.
Lama waktu transportasi pada media transpor tidak berpengaruh pada
persentase hidup spermatozoa (Gambar 5.1). Artinya meskipun rata rata
persentase hidup spermatozoa nampak berbeda antara waktu 1 jam dengan 2 jam
namun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna(P>0.05). Pada transportasi
sampai waktu dua jam ternyata persentase hidup spermatozoa asal epdidimis
masih di atas 70%, artinya sampai waktu dua jam setelah pengambilan testis,
spermatoza masih layak untuk digunakan.

33

A
B

A
A

B
A

Gambar 5.1 Gambar spermatozoa yang hidup dan mati pada berbagai perlakuan
(A= perlakuan NaCl 0,9% +1 jam, B= perlakuan NaCl 0,9% + 2 jam, C =
perlakuan air kelapa muda + 1 jam, dan D = perlakuan air kelapa muda + 2 jam).
Tanda Panah (A) menunjukan spermatozoa mati dan tanda panah (B) menunjukan
spermatozoa hidup
5. 4 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Abnormalitas Spermatozoa Asal Epididimis
Rata-rata persentase abnormalitas spermatozoa normal yang dikoleksi dari
epididimis yang disimpan pada media transpor berupa air kelapa muda selama
satu jam dan dua jam dapat dilihat pada tabel 5.4.

34

Tabel 5.4 Rata-rata persentase abnormalitas spermatozoa pada waktu transportasi


dan media transpor dan lama transportasi
Media Transpor

Waktu Penyimpanan
1 Jam

2 jam

NaCl Fisiologis

7.75 0.95

8.25 1.50

Air Kelapa Muda

7.00 0.81

8.25 1.89

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis media transpor tidak


berpengaruh nyata terhadap persentase abnormalitas spermatozoa (P>0.05). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa air kelapa muda mempunyai potensi yang sama
dengan NaCl fisiologis dalam hal mempertahankan abnormalitas spermatozoa.
Lama waktu transportasi testis pada media transpor tidak berpengaruh pada
persentase abnormalitas spermatozoa (Gambar 5.2). Artinya waktu transportasi
selama dua jam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan
persentase spermatozoa abnormal dibandingkan dengan persentase abnormalitas
spermatozoa pada kontrol dan lama transportasi selama satu jam maupun selama 2
jam (P>0.05). Pada transportasi

sampai waktu dua jam ternyata persentase

abnormalitas spermatozoa asal epididimis masih di bawah 10%, artinya sampai


waktu dua jam setelah pengambilan testis, spermatoza masih layak untuk
digunakan.

35

A
B
B
A

A
B

Gambar 5.2 Gambar spermatozoa yang normal dan abnormal pada berbagai
perlakuan (A= perlakuan NaCl (0,9% +1 jam, B= perlakuan NaCl 0,9% + 2 jam,
C = perlakuan air kelapa muda + 1 jam, dan D = perlakuan air kelapa muda + 2
jam). Tanda Panah (A) menunjukan spermatozoa abnormal dan tanda panah (B)
menunjukan spermatozoa normal
5.5 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Integritas DNA Spermatozoa Asal Epididimis
Rata-rata persentase integritas DNA spermatozoa

yang dikoleksi dari

epididimis yang disimpan pada media transpor berupa air kelapa muda selama
satu jam dan dua jam dapat dilihat pada tabel 5.5.

36

Tabel 5.5 Rata-rata persentase integritas DNA spermatozoa pada waktu


transportasi dan media transpor dan lama transportasi
Media Transpor

Waktu Penyimpanan

1 Jam

2 jam

NaCl Fisiologis

93.002.44

90.503.10

Air Kelapa Muda

92.252.62

90.25 2.62

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis media transpor tidak


berpengaruh nyata terhadap persentase integritas DNA spermatozoa (P>0.05).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa air kelapa muda mempunyai potensi yang
sama dengan NaCl fisiologis dalam hal mempertahankan integritas DNA
spermatozoa.
Lama waktu transportasi testis pada media transpor tidak berpengaruh
pada persentase integritas DNA spermatozoa. Artinya waktu transportasi selama
dua jam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan persentase
spermatozoa normal dibandingkan dengan persentase abnormalitas spermatozoa
pada kontrol dan lama transportasi selama satu jam maupun selama 2 jam
(P>0.05).

37

Gambar 5.3 Spermatozoa dengan DNA yang mulai terdenaturasi (tanda panah)
pembesaran 400x

38

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Motilitas Spermatozoa Asal Epididimis
Pelaksanaan inseminasi buatan hingga saat ini masih menggunakan
spermatozoa yang diproses dari hasil koleksi semen melalui ejakulasi. Selain
sumber penampungan semen dari hasil ejakulasi, spermatozoa dapat juga diambil
langsung dari epididimis pada seekor anjing yang mati atau pada testis hasil
kastrasi (Hasegan et al., 2012). Semen yang berasal dari koleksi hewan yang telah
mati belum banyak mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena ada anggapan
bahwa kematian mengakhiri dengan segera segala aktivitas biologis dari suatu
individu. Pemanfaatan potensi yang masih ada biasanya terbatas pada
pengambilan beberapa organ tertentu seperti kornea, ginjal, dan organ lainnya
yang masih dapat didonorkan. Namun, masih ada bagian yang dapat
dimanfaatkan, yaitu gonad atau organ reproduksi primer.
Pada penelitian ini, spermatozoa yang dikoleksi dari epididimis
menunjukkan adanya variasi pada individu. Hasil pemeriksaan motilitas
menunjukkan nilai normal.

Hasil pemeriksaan motilitas pada penelitian ini

didapat rata-rata 71,7 %. Data penelitian ini menunjukkan bahwa spermatozoa


epididimis telah memiliki kemampuan motilitas yang setara dengan motilitas
spermatozoa ejakulat sehingga dapat digunakan untuk keperluan inseminasi
buatan (Angrimani et al., 2012).
38

39

Media traspor merupakan media untuk penyimpanan testis anjing sebelum


dilakukan aspirasi terhadap spermatozoa yang terdapat pada cauda epididimisnya.
Kandungan bahan media transpor akan berpengaruh terhadap

kualitas

spermatozoa yang terdapat di dalam cauda epidimis anjing. Media trasnsport testis
menggunakan air kelapa muda dan NaCl fisologis selama 1 jam menunjukkan
motilitas yang baik. Motilitas spermatozoa pada media transpor air kelapa adalah
(71,7 5,73)%, sedangkan pada media transpor NaCl fisiologis menunjukkan
rata-rata (71,25 5,85)%. Lamanya penyimpanan pada media transpor
mengakibatkan terjadinya penurunan motilitas ini dibuktikan oleh adanya
penurunan motilitas selama waktu penyimpanan dua jam baik pada air kelapa
muda maupun NaCl fisiologis. Setelah waktu dua jam motilitas spermatozoa
menjadi masing masing (65,5 1,29)% dan

(63,0 1,82)%. Motilitas

spermatozoa cauda epidimis pada media transpor air kelapa muda baik dalam
waktu satu jam maupun dua jam terlihat lebih lebih tinggi dibandingkan NaCl
fisiologis 0,9% hal ini disebabkan karena Kandungan zat penyangga

yang

terdapat pada air kelapa muda lebih tinggi walaupun secara statisistik tidak
berpengaruh nyata (P<0.01). Bahan-bahan yang terkandung didalam air kelapa
muda dapat menjaga permiabilitas membran sel cauda epididmis sehingga
spermatozoa yang terdapat dalam cauda epididimis tetap terjaga viabilitas dan
integritas DNAnya. Salisbury and
tingginya motilitas dikarenakan

Vandenmark (1961) menyatakan bahwa

masih

tersedianya nutrisi yang dibutuhkan,

selain itu spermatozoa dapat memanfaatkan energi berupa ATP untuk bergerak.
Pelepasan

energi dari penguraian ATP digunakan untuk pergerakan sperma.

40

Semakin lama waktu penyimpanan motilitas akan terus mengalami penurunan


karena persediaan energi semakin terbatas. Walaupun terjadi penurunan motilitas
selama penyimpanan 2 jam, hasil pengamatan motilitas ini

masih dianggap

normal dan layak digunakan untuk inseminasi buatan (IB), karena motilitas
minimum untuk IB pada anjing adalah 60% (Johnston, 1991).
6.2 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap

Persentase Hidup Spermatozoa Asal Epididimis


Jika dilihat dari persentase hidup spermatozoa, jenis media transpor air
kelapa dan NaCl fisiologis mempunyai kemampuan yang sama dalam
mempertahankan kehidupan sparmatozoa. Hal ini menunjukan bahwa air kelapa
mempunyai kandungan yang cukup untuk mempertahankan kestabilan pH dan
memiliki potensi sebagai penyangga permeabilitas sel cauda epididimis anjing,
sehingga persentase hidup spermatozoa yang terdapat di dalamnya tetap tinggi.
Air kelapa memiliki sifat dan karakteristik yang hampir sama dengan cairan
sperma.
6.3 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Abnormalitas Spermatozoa Asal Epididimis
Jika dilihat dari abnormalitas spermatozoa, media transpor air kelapa muda
dan NaCl fisiologis memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga tingkat
abnormalitas spermatozoa sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah abnormalitas
selama penyimpanan. Rata rata tingkat abnormalitas spermatozoa dalam media
transpor kelapa muda dan NaCl fisilogis selama 1 jam adalah adalah 7,75% dan

41

7,00 %. Bila dibandingkan dengan penelitian Hori et al.(2009) menunjukkan


bahwa abnormalitas spermatozoa pada penelitian ini sedikit lebih rendah. Hori et
al.(2009) mendapatkan bahwa waktu sampai 6 jam setelah dikoleksi dari
epididimis spermatozoa rata-rata abnormalitasnya 7,9%. Adanya perbedaan ini
kemungkinan disebabkan karena waktu pengambilan spermatozoa dari epididimis.
6.4 Pengaruh Jenis Media Transpor dan Waktu Transportasi Terhadap
Integritas DNA Spermatozoa Asal Epididimis
Air kelapa muda dan NaCl fisiologis sebagai media transpor terhadap
testis memberikan perlindungan yang baik terhadap kondisi integritas DNA
spermatozoa cauda epidimis anjing lokal. Hal ini sesuai dengan temuan pada
spesies lain seperti pada kuda integritas DNA yang tidak baik berkisar antara 414% (Morrel et al.,2008) dan pada manusia berkisar antara 6-37% (Erenpreiss et
al., 2004).

Dalam penelitian ini, tidak ditemukan adanya spermatozoa yang

mengalami denaturasi total dimana ditandai dengan warna sperma berwarna


merah dibawah mikroskop fluorosence seperti yang dilaporkan Tejada et al.
(1984). Pada penelitian ini sperma yang diamati adalah berwarna kuning
kehijauan artinya sperma baru mulai terdenaturasi. Hal ini disebabkan karena
media transport baik air kelapa muda maupun NaCl fisilogis 0,9 % mampu
mempertahankan kondisi permeabilitas testis, sehingga kondisi DNA spermatozoa
yang terdapat dalam cauda epididimis tidak terdenaturasi secara sempurna.

42

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Media transpor berupa air kelapa muda dan NaCl fisologis 0,9% tidak
berpengaruh nyata terhadap motilitas, persentase hidup, abnormalitas, dan
integritas DNA spermatozoa cauda epididimis anjing lokal.
2. Waktu trasnsportasi berpengaruh nyata terhadap motilitas tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase hidup, abnormalitas dan integritas
DNA spermatozoa cauda epididimis anjing lokal.
7.2 Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa air kelapa muda dapat
digunakan untuk media transpor testis anjing lokal. Perlu dilakukan penelitian
lanjut, mengenai kemampuan fertilisasi spermatozoa epididimis yang disimpan
dalam media transpor air kelapa baik secara in vitro maupun in vivo.

42

43

DAFTAR PUSTAKA
Allen WE., 1992. Fertility and Obtestrics in Dog. Blackwell ScientificPublication.
Angrimani SR.,Lucio CF.,Veiga GAL., Silva LCG., Regazzi FM., Nichi M. dan
Vacnnucchi CI., 2012. Proceedings of the 7th International Symposium on
Canine and Feline Reproduction - ISCFR, Whistler, Canada.
Aspinal, K.W., 1976. First Step in veterinary Science. Ballere Tindall-London.
Bateman HL., 2001. Effects of Semen Extender Composition and
CoolingMethods on Canine Sperm Function and Cryo-survival. University
of Guelph, Thesis
Campbell NA., Reece JB. and Mitchell LG., 2000. Biologi. Edisi kelima. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Costa, SHF., Santos, RR., Ferreira, MAL., Machado, VP., Rodrigues, APR., dan
Ohashi, OM. 2002. Preservation of goat preantral follicles in saline or
coconut water solution. Braz. J. Vet. Res. Anim. Sci. 39;(6).
Dellmann HR., dan Brown EM.,1992. Buku Teks Histologi Veteriner II
Penerjemah R. Hartono. 3 edition.
Erenpreiss J, Jepson K, Giwercman A, Tsarev I, Erenpreisa Je, Spano M., 2002.
Toluidine blue cytometry test for sperm DNA conformation: comparison
with the flow cytometric sperm chromatin structure and TUNEL assays.
Human Reproduction. 19(10):2277-2282
Evan HE., 1993. Miller Anatomi of the Dog 3rd edition. W. B. Saunder Company.
Gopikrishna V., Thomas T., Kandaswamy D., 2008. A Quantitative Analysis of
Coconut Water: A New Storage Media For Avulsed Teeth. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. Feb;105:e61-e65.
Hafez ESE., 1987. Reproduction in Farm Animal. Lea and Febiger Philadelphia.,
Han, J., 2010. Fluorescent indicators for intracellular pH. Chem Rev 110, 27092728.
Hardjopronjoto S.,1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University
Press.
Hasegan I., Sonea A., Matei M.,Vintila L., Ion C., dan Bortoiu A, 2012. Semen
Collection, Assessment and Processing for in vitro Fertilization in Dog a
Review. Animal Science and Biotechnologies, 45 (1).

44

Hewitt D. 1997. Physiology and Endocrinology of the Male in Manual of Small


Animal Reproduction and Neonatology, ed. G Simpson, G England,M
Harvey, pp. 61 British: British Small Animal Veterinary Association.
Hewitt DA, Leahly R, Sheldon, dan Engglad GC., 2001. Cryopreservation of
Epididymal Dog Sperm. Anim Reprod Sci.67:101-11.
Hill, R.B.N., dan Lavia, M.F., 1980. Principle of Pathologic.Edition 3rd Oxford
University Press.
Hishinuma M dan Sekine J., 2003. Evaluation Of Membrana Integrity Of canine
epididymal Dog Spermatozoa by short Hypoosmotic Swelling Test with
Ultrapure Water. J vet Med Sci.65: 817-820.
Hori T., Ichikawa M., Kawakami E., Tsutsui T., 2004. Artificial Insemenation of
Frozen Epididymal Sperm in Beagle Dogs. J Vet Med Sci 66:37-41.
Hori T., Uehara Y., Ichikawa M., Kawakami E., Tsutsui T., 2009. Influence of the
Time between Removal and Cooling of the Canine Epididymis on PostThaw Caudal Epididymal Sperm Quality. J. Vet. Med. Sci. 71(6): 811815.
Johnston S.D., 1991. Performing a Complete Canine Semen Evaluation in Small
Animal Hospital. Vet Clin North Am Small Anim Pract. 21:467-485.
Junaidi A. 2006. Reproduksi dan Obstetri Pada Anjing. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Kline P., Majdie G, Sterbene N, Cebulj-Kadune, Butinar J. dan Kosee M., 2005.
Establishment of Apregnancy Following Intravaginal Insemination
withEpididymal Semen from a Dog Castrated Due to Benignprostatic
Hyperplasia. Reprod Domest Anim.40(6):559-561.
Larkin P, dan Stockman M. 2001. Dog Breeds and Dog Care, pp. 141-142. Inc,
USA.
Lysminiar AN., 2010. Air Kelapa Sebagai Cairan Elektrolit Tubuh Alami.
Available from: URL: http://lysminiar-an.students-blog.undip.ac.id.
Diunduh tanggal 30 Oktober 2010.
Morrell J.M, Johannisson A, Dalin A, Hammar L, Sandebert T, RodriguezMartinez H., 2010. Sperm morphology and chromatin integrity in Swedish
warmblood stallions and their relationship to pregnancy rates. Acta Vet
Scand. 50(2).
Natasaputra I. 2005. Golden Retriever. Penebar Swadaya, Jakarta.

45

Pangestu, M., 1997.Potensi Spermatozoa Epididimis yang Diperoleh Setelah


Kematian sebagi Sumber sel gamet.Forum komunikasi reproduksi.
Peter MA, De Rooji DG, Teerds KJ, Van De Gaag L, dan van Sluijs FJ, 2001.
Spermatognesis and Testicular Tumor in Aeging Dogs. J reprod Fertil
Suppl. 57:419-421.
Puja, IK., Trilaksana IGNB., Lontoh R., (2005) Peluang Penggunaan Spermatozoa
Epididimis yang Dikoleksi Setelah Kematian Sebagai Sumber Sel Gamet
Pada Anjing. Biota. 10(2): 109-113.
Puja IK., 2007 Aspek Reproduksi Pada Pengembangan Anjing. Udayana
University Press Denpasar.
Purswell BJ, Freeman LE. 1993. Reproduction in the Canine Male : Anatomy,
Endocrinology, and Speramatogenesis. Canine Practice.18:8.
Rees.Y., 1991.The Nature. Library Dogs The Black Company Hongkong. 1618.
Rijsselaere T., Maes D., Hoflack G., de Kruif A., Van Soom A. 2007. Effect of
body weight, age and breeding history on canine sperm quality parameters
measured by the Hamilton-Thorne Analyser. Reproduction in Domestic
Animals 42, 143-148.
Rindengan B. 2002. Kandungan Asam Lemak Omega 9 dan Omega 6 pada
Beberapa Jenis Kelapa Hibrida. Buletin Palma 28: 1-6.
Rootkustritz, M.V., Olson, P.M., Jhonston, S.D., 1998. The Effect of Stains and
Investigatigators on Assesment of Morphology of Canine Spermatozoa. J
Am Anim Hosp Assoc. 34:348-352.
Salisbury GW., dan Vandemark NL., 1961. Physiology of Reproduction and
Artificial Inseminationof Cattle. p 361. W.H. Freeman and Co., San
Francisco.
Setyamidjaya D., 1991. Bertanam Kelapa, Budidaya dan Pengolahannya, 3rd. Ed,
Jakarta: Penerbit Kanisius..
Subrata IM., 1999. Analisis Sperma Rutin. Cetakan I. Upada Sastra. NV
Percetakan Bali.
Sumarsono SH., Pangestu M., Kusurnaningtyas., Kaiin EM., Samuel S., Sutasurya
LA., dan Sudarwati, 1997. Teknologi Mikro Manipulasi untuk Konservasi
Satwa Langka Indonesia Suatu Alternatif Teknologi. Dalam Forum
Komunikasi Reproduksi.

46

Tejada RI., Mitchell JC, Norman A., Marik JJ., Friedman S. 1984. A test for the
Practical Evaluation of Male Fertility by Acridine Orange (AO)
Fluorescence. Fertil Steril. 42:8791.
Thomas, Toby., 2008. Comparative Evaluation of Mainte-Nance of Cell Viability
of an Experimental Transpor Media Coconut Wate with Hanks Balanced
Salt Solution and Milk, for Transporation of an Avulsed Tooth: An in Vitro
Cell Culture Study. J Conserv Dent. ;11(1): 22-29.
Traganos, F., 1994. Supravital Cell Staining with Acridine Orange Differentiates
Leukocyte Subpopulations. Method Cell Biol. 41: 185-194.
Tsutsui T., Tezuka T., Mikasa Y., Sugisawa H., Kirihara N., Hori T., dan
Kawakami E., 2003.Artificial Insemination with Canine Semenstored at a
Low Temperature. J.Vet.Med.Sci 65(3) : 307-312.
Yu I., dan Leibo SP., 2002. Recovery of Motile, Membrane-Intact Spermatozoa
from Canine Epididimis Stored for 8 days at 40C. Theriogenology. 57 :
1179-1190.

Anda mungkin juga menyukai