Anda di halaman 1dari 28

1

Fokus utama dari tulisan Iris Young adalah suatu pencarian kerangka
politik emansipatori untuk menantang teori politik liberal individualist dan
pengaruhnya pada gangguan birokrasi dalam kehidupan setiap hari. Menurut
Iris bahwa ada kecenderungan gerakan perempuan secara politis yang
menekankan sexual dan minoritas etnik, lingkungan dan sebagainya justru
telah kembali pada tradisi legitimasi kontrak melawan otoritas birokrasi
negara dan privat kontemporer yang legalistic sebagaimana yang telah
dilihat oleh John Keane. Sumber tradisi teori ideal politik modern liberal dan
yang tidak realistis itu berasal dari pemahaman Rosseau tentang kebebasan
dan politik kooperasi sebagaimana yang juga menjadi dasar pengembangan
teori John Keane.

“Konsep partisipasi individual yang dikembangkan oleh Rosseau terdiri dari


emansipasi melalui persaingan yang berlawanan satu dengan yang lain;
autentik partisipasi dan melegitimasi bentuk diatur oleh pencapaian
komunikasi intersubjektif seacara fisik dari setiap kualitas individu dan
pencapaian titik keunikan dan ketidaksesuaian.”

Dasar pemikiran Rosseau ini telah menjadi suatu karakter politik


emansipatori yang ideal dari politik modern dan juga oleh institusi-instutusi
dan birokrasi kapitalisme. Pertanyaan Iris adalah bagaimanakah sehingga
politik emnasipatori model ini yang menjadi suatu ideal yang harus
terealisasi sampai pada kehidupan keseharian? Menjawab pertanyaan ini, iris
pertama-tema melihat tujuan konsep politik emansipatori yang kontemporer
yakni untuk menolak peraturan hukum sebagai yang bertentangan dengan
tradisi perilaku atau kebiasaan dan bhkan telah gagal untuk merangkul
2

komitmen yang dapat mengawetkan dan mendalami kebebasan civil. Untuk


mencapai tujuan itu, maka Iris menjelaskan titik berangkat pencarian teori
dan praktek modern justru pada komitmen masyarakat demokrasi sebagai
permulaan demokratisasi dan bukan pada institusi ekonomi, NGO dan yang
non-legislative.
Iris menolak jika pencariannya itu hanya dihubungkan dengan
kecenderungan pertimbangan bahwa ia sendiri sebagai pendukung politik
emansipatori untuk mematahkan modernisme daripada sekedar menemukan
penindasan politik ideal modern. Untuk itu Iris merasa perlu untuk
menemukan beberapa alasan tertentu yang masuk akal. Pertimbangannya
justru menukik pada alasan yang snagat masuk akal bahwa sejak teori dan
praktek politik yang dikembangkan sejak abad 19 sampai 20 itu sangat sulit
untuk disatukan kemudian berlanjut pada teori politik modern yang menjadi
problematic; teori dan praktek politik modern keduanya melanjutkan dan
mematahkan aspek-aspek masa lalu politik barat. Berasal dari titik
pandangan inilah minat feminist dimulai, meskipun, politik emansipasi
mendapat penolakan dari tradisi-tradisi moral dan kehidupan politik
modern.
Yang pertama-tama memikirkan tentang keterkucilan perempuan dari
kehidupan publik dan kehidupan politik bertentangan dengan janji
demokrasi liberal tentang emansipasi universal dan kesetaraan yakni Mary
Wollstonecraft dan beberapa laki-laki lain. Mereka mengidentifikasikan
kebebasan perempuan dengan perluasan hak-hak sipil dan politik untuk
memasukan perempuan pada istilah yang sama sebagaimana laki-laki dan
masuknya perempuan kedalam kesetaraan yang sama dengan laki-laki dalam
kehidupan publik yang didominasi oleh laki-laki.
3

Meskipun usaha itu sudah berlangsung dua abad tetapi justru masih
menimbulkan pertanyaan bentuk partisipasi perempuan yang tidak
meyakinkan dalam dunia publik sehingga emansipasi perempuan mulai
dipertanyakan oleh feminisme. Analisis feminist bahwa teori dan praktek
politik modern sebagai kesetaraan formal dan rasionalisasi universal dirusak
secara mendalam oleh bias maskulin dengan mempersoalkan apakah itu
yang dimaksud dengan human dan hakekat masyarakat? Kultur moden di
barat telah didominasi oleh laki-laki yang telah meminggirkan perempuan
dari dunia publik dan politik. Hanya feminist yang telah melihat didalam
dominasi yang bukan hanya penyimpangan dalam politik modern, tetapi
juga yang telah melihat rasisme dihormati sebagai endemik pada modernitas.
Jadi yang dipersoalkan oleh Iris, yakni dominasi laki-laki dalam dunia
public yang meskipun sudah diperjuangkan 2 abad oleh Mary
Wollstonecraft dan beberapa laki-laki lain, tetapi tetap saja perempuan
terkucilkan. Pertanyaan Iris jikalau analisis feminist telah melihat
kecenderungan diskriminasi perempuan di rana publik, maka ia
mempertanyakan apakah ini yang dimaksud dengan human dan hakekat
masyarakat? Untuk mengembangkan kesetaraan itu secara nyata dari
perspektif feminist, maka Iris menganalisis teori dan praktek politik modern
yang liberal berikut ini:
1. Bagian ini secara keseluruhan Iris menguraikan tentang dua benang

respons feminist baru-baru ini terhadap moral dan teori politik modern
dan gelombang dari keduanya secara bersama-sama. Pada bagian
pertama ini, Iris terinspirasi oleh kritik Gilligan yang mengasumsikan
bahwa Kantian-like tentang “hak-hak etis” menguraikan tingkat
tertinggi dari perkembangan moral bagi perempuan sebaik laki-laki.
Pekerjaan Gilligan mendorong tradisi teori moral deontologist
4

meminggirkan dan devalues kekhasan perempuan, lebih partikularis


dan pengalaman kehidupan moral yang efektif dan bukan dalam
kategori universal dan publik. Di dalam klasifikasinya Gillligan
memelihara suatu oposisi antara universal dan partikular, keadilan dan
care, pertimbangan dan efektifitas, yang menurut Iris, insghtnya itu
sangat menantang.
2. Bagian pertama, Iris memperlihatkan bahwa suatu etika emansipatori

harus mengembangkan konsep pertimbangan normative yang tidak


menentang pertimbangan bagi hasrat dan efektivitas. Iris meragakan
isu ini melalui pertanyaan asumsi pertimbangan normative tradisi
deontologist sebagai imparsial dan universal. Iris memperlihatkan
imparsialitas yang ideal mengungkapkan logic of identity dalam
bahasa Theodor Adorno yang mennyangkal dan menekan perbedaan.
Kehendak kesatuan diekspresikan oleh imparsial yang ideal dan
pertimbangan universal membangkitkan oposisi antara pertimbangan
dan hasrat dan efektivitas.
3. Didalam bagian kedua, Iris mencari untuk menghubungkan kritik

bagian pertama dari cara pertimbangan normative modern yang


membangkitkan oposisi dengan kritik feminist terhadap teori politik
modern, secara khusus sebagai yang dipamerkan oleh Rosseau dan
Hegel. Teori mereka membuat bidang publik dari negara
mengungkapkan titik padang imparsial dan universal dari
pertimbangan normative. Pengungkapan mereka tentang civic public
kewarganegaraan yang ideal mengandalkan oposisi antara public dan
privat dari demensi kehidupan manusia yang dihubungkan dengan
oposisi antara pertimbangan pada satu sisi dan tubuh, efektivitas dan
hasrat pada sisi lain. Dalam bagian ini juga, Iris mempertimbangakan
5

teori tindakan komunikatif dari Habermas mengambil alih arah bagi


perkembangan konsep pertimbangan normative bukan dengan
mencari kesatuan imparsialitas yang transcendent dan tidak
menentang pertimbangan bagi hasrat dan efektivitas. Iris
memperlihatkan bahwa meskipun potensi etika komunikatif
Habermas, ia juga meminta komitmen pada impartial dan
universalitas yang ideal. Dalam konsep komunikasinya itu, Habermas
menghasilkan ulang pertentangan antar pertimbangan dan efektivitas
yang menjadi karakter dari pertimbangan deontologi modern.
4. Feminist melihat bahwa ekslusi perempuan dari public universalist

secara teori dan pratik bukan semata-mata kecelakaan (accident) atau


penyimpangan. Civic public yang ideal memamerkan kehendak untuk
kesatuan dan membutuhkan ekslusi eksistensi dari aspek manusia
yang menantang pembubaran eksklusi terhadap perempuan.
Alasannya bahwa sejak seorang warga laki-laki menyatakan titik
pandang pertimbangan universal dan imparsial, lagipula ia tengah
memelihara hasrat dan perasaan partikular. Analisis bagian kedua
mempertimbangkan konsep emansipatori kehidupan public dapat
menjamin inklusi semua orang dan kelompok-kelompok bukan
melalui tuntutan penyatuan universalitas tetapi melalui promosi
heterogenitas dalam publik.
5. Akhirnya, dalam bagian keempat, Iris memberikan suatu sketsa bagi

konsep alternative kehidupan publik. Slogan feminist ‘the personal is


political’ mendorong tidak seorangpun, tindakan atau atribut-atribut
seseorang akan dipinggirkan dari diskusi publik dan pengambil
keputusan meskipun self-determination harus dimintakan. Dari ideal
gerakan politik contemporary di US, Iris mengarahkan gambaran
6

heterogenis publik dengan aestetik dan efektif sebaik diskursif dan


dimensi-dimensi.

1. Argumentasi Melawan Universalitas yang Mengatasi Partikularitas.


Iris memperlihatkan sekaligus menganalisis konsep-konsep mendasar
yang menyentuh etika politik modern. Ia mulai dengan melihat definisi etika
modern tentang impartialitas sebagai tanda dari pertimbangan moral.
Sebagai karakter pertimbangan, imparsial berarti sesuatu yang berbeda dari
sikap adil yang pragmatis, yang mempertimbangkan kebutuhan dan
keinginan orang lain sebaik keinginan diri sendiri. Tidak memihak
(impartial) berarti mampu melihat secara keseluruhan dan bagaimana
perspektif dan minat-minat khusus yang telah disediakan oleh suatu situasi
moral dan berhubungan satu dengan yang lain di dalam suatu cara bahwa,
sebab patrtialitasnya, setiap perspektif tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Moral imparsial berdiri di luar dan dibawah situasi setiap orang-orang yang
mempertimbangkan, dengan tidak dipertaruhkan di dalam, atau
mengharuskan untuk mengadopsi suatu situasi yang berada diluar situasi
khasnya. Bagaimanapun juga, Iris berargumentasi bahwa pertimbangan
normative ideal sebagai yang berdiri pada suatu titik yang mengatasi seluruh
perspektif adalah ilusif dan opresif. Dengan kata lain, Iris Young menolak
pengaggungan terhadap sikap etis universal sebab berarti meminggirkan
perspektif dan moral imparsial. Bagi Iris sikap etis dengan memamakai
standart universal berarti perspektif dan etika yang tidak realistik tetapi
justru ilusif dan opresif.
Untuk menjelaskan penolakannya itu, Iris berangkat dari sikap kritisnya
terhadap 2 hal: utilitarian dan tradisi deontologist dari teori etika modern,
menekankan definisi pertimbangan moral sebagai imparsial. Disini Iris
7

membatasi diskusinya pertimbangan deontologist pada 2 pertimbangan.


Utilitarianisme tidak sama dengan deontologist, tidak mengasumsikan
bahwa deontologist memuat pertimbangan normative secara khusus.
Utilitarianisme mendefinisikan pertimbangan (reason) etika di dalam cara
yang sama sebagai aktivitas alternative yang lain. Kemudian Iris juga
menguji suatu oposisi antara pertimbangan dan keinginan serta oposisi yang
nampak di dalam pertimbangan deontologist.
Normative ideal dari pertimbangan imparsial dilanjutkan penekanannya
oleh para ahli filsafat sebagai ‘titik pandang moral’. Berdasarkan pengamat-
pengamat ideal yang berupaya untuk memposisikan secara original suatu
ruang bagi yang lain itu, maka para filsuf mulai mempertimbangkan suatu
point of view sebagai imparsial. Titi pandang ini membangun suatu
counterfactual, suatu situasi dari pertimbangan yang menggerakan rakyat
dari konteks actual suatu keputusan-keputusan moral, pada suatu situasi
dimana pertimbangan-pertimbangan itu tidak ada. Sebagaimana bantahan
Michel Sandel bahwa ketidakperpihakan yang ideal menyaratkan
pembangunan ideal dari suatu abstraksi diri yang muncul dari konteks nyata
dari orang banyak; diri sendiri secara deontologist tidak komit pada akhir
dari suatu sejarah yang particular, dari seorang anggota yang tidak ada
rakyat dan komunitasnya. Artinya bahwa pertimbangan ketidakperpihakan
yang ideal sesungguhnya berangkat dari abstraksi situasi yang dikhayalkan
dan tidak mempertimbangkan kecenderungan situasi particular. Berangkat
dari sinilah nomatif yang ideal itu dibangun.
Mengapa rasional normative menyaratkan suatu bangunan dari khayalan
sendiri dalam suatu situasi khayalan dari suatu pertimbangan (reasioning)?
Sebab pertimbangan itu seperti pertimbangan ilmuwan berdasarkan tuntutan
deontologist untuk membedakan dirinya sendiri sebagai ‘logika identitas’
8

sebagaimana yang didorong oleh Theodor Adorno. Dalam logika ini,


pertimbangan identitas tidak semata-mata berarti memiliki ‘reason’ atau
suatu kisah atau secara intelegent berefleksi terhadap dan
mempertimbangkan suatu situasi. Bagi suatu identitas yang logis,
pertimbangannya adalah rasio, prinsip penurunan objek-objek pemikiran
terhadap suatu ukuran umum terhadap hukum universal.
Identitas yang logis berdiri dalam suatu dorongan yang terus menerus
untuk memikirkan sesuatu secara bersama-sama, di dalam suatu kesatuan
untuk memformulasi suatu representasi dari keseluruhan, suatu totalitas.
Keinginan itu sendiri paling kurang setua Parmenide dan logika identitas
mulai dengan pemahaman universal filsafat kuno. Melalui pengertian
esensinya, dipikirkan bahwa yang particular terikut kedalam kesatuan.
Sepanjang perbedaan kualitatif yang menegaskan esensinya, program murni
dari pengidentifisikasian melalui tuntutan yang tidak sempurna. Secara
kongkrit partikular telah terbawah ke dalam kesatuan dibawah bentuk
universal, padahal bentuk particularitas itu sendiri tidak dapat direduksi
kedalam kesatuan.1
Tetapi suatu konseptualisasi membawa impresi atau mengalir dari
pengalaman kedalam suatu aturan yang menyatukan dan membandingkan.
Ini bukan suatu penyatuan daya dari konsep itu sendiri sehingga konsep
Adorno menemukan bahaya.2 Logika identitas mengalir melampaui suatu
upaya untuk menata dan menguraikan pengalaman-pengalaman partikular.
Hal ini membangun seluruh sistem-sistem yang mencari suatu perubahan
yang melanda kesatuan pemikiran. Masalah dengan logika identitas yakni
1
Iris melihat bahwa Cartesian ‘ego’ pendiri filsfat modern yang merealisasikan proyek pentotalan ini.
‘cogito’ itu merupakan ekspresi dari ide identitas murni, sebagai refleksi self-presence dari kesadaran
ahtinurani pada irinya sendiri. Konsep ini membawa subjektivitas yang transcendent dipikirkan sekarang
lebih ditebalkan daripada pencarian komprehensif semuruh entitas dalam kesatuan dengan dirinya sendiri
dan didalam suatu penyatuan sistem dengan yang lain, hal 61. inilah sumber totalitas itu berangkat.
2
Ini Catatn kritis Young terhadap Adorno.
9

pemikiran yang mencari segala sesuatu dibawah suatu kontrol, untuk


menyingkirkan semua yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi dan
sekaligus untuk mengidealkan kenyataan secara tubuh fisik yang berlari
lebih cepat dari subjek, untuk mengeliminasi yang berlainanan.
Deontologikal reason mengekspresikan logika identitas melalui
pengeliminasian yang lain paling kurang dalam dua cara: pengurangan
spesifikasi dari situasi dan perbedaan diantara subjek-subjek moral.
Pertimbangan normative impartialitas memiliki persyaratan yakni
memerlukan persyaratan universalitas. Imparsial menantang bahwa ‘semua
situasi mempunyai aturan-aturan yang sama dan aturan-aturan yang dapat
mengurangi kesatuan dari suatu peraturan atau prinsip, mengatasi jaminan
imparsialitas dan universalitas’ Bagi moralitas Kantian, untuk menguji
kebenaran dari suatu pembenaran, penimbang-penimbang imparsial
membutuhkan bukan melihat ke luar pemikiran tetapi hanya mencari
konsistensi universabilitas dari suatu peribahasa atau pepata. Jika
pertimbangan memahami peraturan-peraturan moral yang diaplikasikan
kepada universalitas untuk bertindak dan memilih kemudian tidak akan ada
pertimbangan bagi suatu perasaan, minat atau kecondongan hati untuk
masuk kedalam pembenaran moral. Pertimbangan deontologist tidak dapat
meminggirkan spesifikasi dan variabilitas dari situasi-situasi kongkrit
dimana peraturan-peraturan harus diaplikasikan. Melalui permintaan tegas
pada imparsialitas dan universalitas pertimbangan moral, bagaimanapun
juga pertimbangan itu menyerahkan dirinya sendiri pada ketidaksanggupan
secara rasional untuk memahami dan mengevalusi konteks partikular moral
di dalam partikularitasnya.
Imparsial moral yang ideal, selalu mencari untuk meminggirkan yang
lain didalam bentuk pembedaan subjek moral. Pertimbangan imparsial mulai
10

mengadili dari suatu titik pandang di luar perspektif partikular individu-


individu yang meliputi interaksi, sanggup mentotalkan perspektif ini ke
dalam keseluruhan atau apa yang disebut general will. Disinilah juga titik
pandang dari pengurungan transsendensi Ilahi. Subjek imparsial
membutuhkan bukan subjek yang lain yang perspektifnya akan diambil ke
dalam narasi dan dengan siapa diskusi akan terjadi. Tuntutan adanya
imparsial, berarti memuat suatu tuntutan otoritas untuk memutuskan suatu
isu, didalam tempat menurut minat dan berkeinginan daftar muatannya. Titik
pandang imparsial ditaruh pada suatu kisah dari semua perspektif yang
memungkinkan dan bukan melalui suatu perundingan dengan yang lain.
Didalam perbincangan moral, adanya imparsial berarti adanya
ketidakpemihakan: secara keseluruhan diefektifkan oleh perasaaan (feeling)
didalam suatu pembenaran. Ide imparsialitas hanya mencari untuk
meminggirkan perubahan didalam pengertian perbedaan, didalam pengertian
yang berkaitan dengan pancaindra, keinginan dan ekpresi-ekspresi
emosional yang mengikatku untuk perwujutan sesuatu, yang saya sendiri
pahami didalam relasi khususnya denganku. Mengapa ide-ide imparsialitas
menyaratkan pemisahan pertimbangan moral dari keinginan, efektifitas dan
relasi dengan sesuatu yang berkaitan dengan yang dapat dilihat saja, people
dan situasi? Sebab hanya melalui mengeluarkan desire, efektivitas dan
tubuh dari pertimbangan imparsialitas dapatlah mencapai kesatuannya.
Logika identitas secara tipikal mengeneralkan dikotomi daripada
kesatuan. Gerakan untuk membawa partikular dibawah suatu kategori
universal menciptakan suatu perbedaan antara inside dan outside. Pengakuan
terhadap setiap entitas particular termasuk situasi, berarti keduanya semilar
dengan dan berbeda dari entitas partikular yang lain dan situasi, lalu setiap
entitas dan situasi itu tidak lagi sempurna dan tidak di anggap sebagai
11

absolute. Argumentasi untuk membawa mereka ke dalam kesatuan dibawah


suatu kategori atau prinsip memerlukan perwujutan beberapa pemilikan dari
entitas atau situasi. Sebab pentotalan suatu gerakan selalu meninggalkan
suatu ingatan, proyek pengurangan particular-partikular kepada suatu
kesatuan harus digagalkan. Logika identitas mendorong perbedaan ke dalam
dikotomi oposisi normative: esensi-aksident, good-bad, normative dan
penyimpangan. Dikotomi tidak simetris, bagaimanapun juga berdiri didalam
hierarkhis, istilah pertama yang menandai kesatuan positif dari inside
sedangkan istilah kedua tidak dievaluasi dan manadai sisa-sisa pemaknaan
yang dari luar dirinya (atau yang sudah diambil oleh istilah pertama).
Gerakan pengucilan yang menyebabkan dikotomi terjadi pada jalan ini
bagi suatu pertimbangan deontologist. Sebagaimana yang sudah Iris
diskusikan, bangunan suatu titik pandang imparsial tiba pada suatu abstraksi
dari kenyataan khusus seseorang ke dalam suatu situasi. Pengabstraksian
partikularitas semacam ini berdasarkan suatu kenyataan yang ada dan
cenderung melampirkan pengalaman particular dari suatu peristiwa. Dari
sana kemudian muncul pengertian bahwa perrtimbangan normative
didefinisikan sebagai imparsial dan pertimbangan itu menegaskan kesatuan
dari subjek moral, didalam pengertian apakah semua subjek memiliki cara-
cara yang sama atau mirip. Pertimbangan ini berhadap-hadapan sebagai
oposisi dengan keinginan dan efektivitas sebagai partikularitas seseorang
atau sebagai pembeda setiap entitas.
Beberapa masalah tentang pengucilan terhadap feeling dan desire dari
pertimbangan moral. Sebab semua perasaan, kecenderungan hati, kebutuhan
dan hasrat (desire) menjadi setara secara irasional, sebagai suatu kesetaraan
inferior. Melalui pertentangan, filsafat moral mencari standar-standart bagi
pembedaan diantara minat yang baik dan yang jahat, yang bangsawan dan
12

dasar sentiment-sentimen. Contohnya, etika dalam pemikiran Aristoteles


secara tepat membedakan keinginan yang baik dan yang jahat dan untuk
mempererat hasrat yang baik, hasrat rasional dan irasional. Pertimbangan
deontologist mempunyai perlawanan dari kewajiban moral untuk merasakan
kegagalan, untuk mengakui sentiment-sentimen moral dari simpaty,
keharusan dan perhatian didalam pembuktian pertimbangan bagi dan
memotovasi tindakan moral. Pengalaman kita dengan kehidupan moral guru-
guru kita, lagipula bahwa tanpa impuls penyimpangan atau kemarahan
banyak pilihan moral yang tak dapat dilakukan lagi.
Jadi sebagai konsekuensi oposisi antara pertimbangan dan hasrat,
keputusan moral dibangun didalam pertimbangan-pertimbangan simpaty,
perhatian dan penilaian dari perbedaan yang dibutuhkan dan ditegaskans
ebagai yang bukan rasional (irasional), tidak objektif dan hanya sentimental.
Pada tingkat ini yang perempuan contohkan atau yang diindetikan dengan
model atau pembuat keputusan moral, kemudian perempuan terbuang atau
terpinggirkan dari rasionalitas moral. Rasionalitas moral dari kelompok yang
lain yang pengalaman atau steriotipenya diasosiasikan dengan hasrat,
kebutuhan dan efektifitas, lagipula dicurigai.
Melalui pengeluaran secara sederhana hasrat, efektivitas dan kebutuhan,
akhirnya pertimbangan deontologist menindas mereka dan menyetel
moralitas didalam oposisi terhadap kebahagiaan. Fungsi kewajiban adalah
untuk inner nature tuan, bukan untuk membentuknya didalamn
kelangsungan yang terbaik. Sejak semua penghasratan secara sama
dicurigai, kita tak punya jalan dari pembedaan yang menghasratkan yang
baik dan yang jahat yang akan mengembangkan kemampuan seseorang dan
relasi-relasi dengan yang lain dan yang menghalangi seseorang tetapi
sekaligus membantu perkembangan kekerasan. Didalam adanya
13

peminggiran dari pengertian, seluruh pengharatan, perasaan dan kebutuhan


menjadi tak disadari tetapi menurut Iris bukan cara inilah yang
menyebabkan motivasi tindakand an perilaku. Dengan cara ini, tugas
pertimbangan (rasio) adalah untuk mengontrol dan mengecam hasrat.

2. Penyatuan Civic Public


Dichotomy antara pertimbangan dan hasrat nampak dalam teori
politik modern yang tercermin didalam pembedaan antara universal,
kenyataan public dari kedaulatan dan negara pada satu sisi dan pada sisi lain
wilayah privat particular dari kebutuhan dan hasrat. Teori dan praktek politik
normative modern politik manolong untuk menubuhkan impartialitas di
dalam wilayah public dari negara. Seperti imparsialitas dari pertimbangan
moral wilayah publik ini dari negara mencapai generalitasnya melalui
peminggiran partikularitas, hasrat, perasaan dan beberapa aspek kehidupan
yang diasosiasikan dengan tubuh. Didalam teori dan praktek politik modern
pencapaian suatu kesatuan public di dalam particular terjadi melalui
peminggiran perempuan dan yang lain itu di asosiasikan dengan alami dan
tubuh.
Latar belakang dikhotomi itu dijelaskan oleg Iris sebagai akibat dari
ruang public semakin terbuka, terutama sejak pertengahan abad 19, diawali
dengan perkembangan pusat-pusat masyarakat urban abad 18 yang dalam
perkembangannya kemudian meningkatkan kritik ruang public (Habermas)
melalui berbagai surat kabar, kedai kopi dan forum-forum lain, termasuk
teater-teater dan institusi lainnya, nampak sebagai arena kehidupan publik
yang penuh permainan dan sexis. Lapangan public abad-abad ini telah
mencampurkan sexis dan klas, diskusi yang serius dan penuh permaian dan
mencapurkan aestetik dan political. Ide universalitas negara yang
14

mengekspresikan suatu titik pandang imparsial yang mengatasi minat-minat


khusus adalah bagian dari reaksi pada mendiferensiakan public (64). Orang-
orang republik (pemerintah) telah menumbuhkan ide-ide universalitas
negara dalam ide civic public dimana teori dan praktek
diinstitusionalisasikan melalui akhir abad 18 di Eropa dan US untuk
menekan masyarakat dan bahasa yang heterogenik dari public urban3.
Institusionalisasi telah mengatur kembali kehidupan sosial terhadap suatu
defisi public dan private yang keras.
Filsafat politik Rosseasu adalah paradigma ideal dari public civic abad
ini, yang mengekspresikan reaksi pengalaman urban publik abad 18 secara
tepat sebaik kesimpulan terhadap reaksi dalil-dalil dan kesimpulan teori
otomistik dan individual dari negara yang diungkapkan oleh Hobbes. Civik
publik mengekspresikan point of view dari universal dan impartialdari
pertimbangan, berdiri bertentangan terhadap dan mengungkapkan hasrat,
sentiment dan mengeluarkan hasrat, sentiment dan partikularitas dari
kebutuhan-kebutuhan dan minat. Dari dalil dan minat individu kita tak
mungkin tiba pada konsepsi relasi sosial normative yang cukup kuat.
Perbedaan atonisme egoisme dan civil society telah dikekang oleh hukum-
hukum yang dijalankan oleh tantangan dari pengukuman (punishment).
Lagipula alasan membawa rakyat bersama-sama untuk mengakui minat
umum dan general will.
Kedaulatan rakyat menubuhkan titik pandang universal dari minat
kolektif dan kesetraan warganegara didalam pengejaran minat-minat
individual, rakyat telah memiliki orientasi partikular. Pertimbangan
normative telah membalikan suatu point of view imparsial. Bagaimanapun

3
Latar belakang ini jarang ditemukan dalam uraian teori politik sebab diterima sebagai suatu situasi yang
biasa-biasa saja dan tidak perlu dipertentangkan.
15

juga bahwa semua individu mempunyai pertimbangan dapat diadopsi


dengan mengungkapkan suatu general will dan tidak dapat mereduksi suatu
kumpulan minat-minat partikular. Partisipasi4 dalam general will sebagai
seorang warga adalah suatu ungkapan kebangsawanan dan kebebasan murni
manusia. Seperti komitment rasional terhadap kolektivitas tidak cocok
dengan kepuasan personal dan bagi Rosseasu ini adalah tragedi kemanusiaan
(65).
Rousseau melihat fungsi wilayah publik yang seharusnya untuk
menyatukan dan homogenitas serta menganjurkan metode-metode yang
membantu komitmen diantara warga untuk menorong penyatuan melalui
perayaan publik5. Sementara kesatuan, puritas (kemurnian) dan generalitas
bidang public menyaratkan transendensi dan menekankan partialitas serta
defesensiasi kebutuhan, hasrat dan efektivitas. Rousseau dengan kuat
mempercayai bahwa akan ada kehidupan manusia tanpa emosi dan kepuasan
kebutuhan dan hasrat.6 Manusia memiliki kealamian secara particular seperti
perasaan, kebutuhan yang ada dijadikan ada didalam wilayah privat dari
kehidupan domestik, melampaui tujuan moral guardians.
Politik filsafat Hegel yang mengembangkan konsep ruang publik dari
negara sebagai yang mengungkapkan impartsialitas dan universalitas sebagai
yang perlawanan terhadap partisalitas dan substansi hasrat. Bagi Hegel nilai
relasi sosial liberal berdasarkan pada kebebasan individu untuk
mendefinisikan diri sendiri, mengejar yang mereka sendiri inginkan,
hanyalah menguraikan salah satu aspek kehidupan sosial, wilayah
masyarakat sipil, sebagai anggota civil society pencapaian seseorang bagi
4
Iris Young menganalisis konteks social munculnya partisipasi yang muncul dari kebebasan murni dan
kebangsawanan manusia yang tidak sekedar dipertentangkan dengan suatu kegiatan, hasrat dan kebutuhan
yang bukan dari negara.
5
Perayaan-perayaan kenegaraan adalah suatu upaya untuk membawa perasaan dalam satu ikatan kesatuan
yang berbeda dengan perasaan kesatuan dalam nasib (solidaritas).
6
Rosseau menyangkal emosi sebagai bagian integralitas manusia dan mengaggungkan rasionalitas belaka.
16

dirinya sendiri dan keluarganya. Akhir ini bertentangan dengan yang lain,
tetapi merubah transaksi dan menghasilkan banyak sekali harmoni dan
kepuasan. Sebagai warganegara pada sisi lainnya seseorang tidak lokus pada
keinginan partikular tetapi melahirkan hak-hak yang diartikulasikan secara
universal dan tanggungjawab. Titik pandang negara dan hukum mengatasi
semua minat-minat khusus demi mengungkapkan universal dan spirit
rasional kemanusiaan. Negara hukum dan tindakan mengungkapkan general
will, sebagai minat seluruh masyarakat. Sejak pemeliharaan titikpandang
universal digunakan didalam pengejaran minat khususnya adalah suatu
kesulitan jika bukan imposible, sekelompok klas individu dibutuhkan untuk
menjual pekerjaan untuk memelihara kebaikan publik dan titik pandang
universal dari negara yang bagi Hegel pemerintah adalah kelas universal7.
Marx, tentu saja pertama-tama yang menyangkal tuntutan negara bagi
impartialitas dan universalitas. Perbedaan antara bidang public dari
kewarganegaraan dan bidang private dari keinginan individual dan
menyisahkan kompetisi dan ketidaksetaraan adalah bidang private yang
tidak pernah disentuh. (65). Dalam masyarakat kapitalis aplikasi prinsip
impartial menghasilan posisi penguasa sebab minat atau hasrat penuh
kekuatan partial kemudian dipertimbangkan didalam cara yang sama yakni
sebagai yang tanpa kekuasaan. Meskipun kritik ini penuh daya tidaklah
pernah Marx berhenti untuk mempertanyakan ideal dari publik dan yang
mengekspresikan suatu perspektif normative dari impartial dan universal
secara berbeda. Marx bersungguh-sungguh menekankan bahwa masyarakat
luas tidak dapat terealisasi didalam masyarakat kapitalis.

7
Pemimpin negara adalah kelas universal yang menjaga pekerjaaan untuk pemeliharaan universalitas. Atas
nama universalitas, akan dapat memakai kekerasan untuk memaksa kehidupan harmini dst.
17

Dilema dalam teori politik modern menemukan bahwa didalam


proklamasi imparsial dan general ruang publik8 sekaligus ditemukan
peminggiran perempuan dari partisipasi ruang publik. Ini bukan sekedar
kesalahan tetapi mengesankan civic public yang diidealkan sebagaimana
yang terekpresi dalam minat umum menyebabkan point of view
pertimbangan partialitas berhasil dipinggirkan. Minat yang bertentangan
diasumsikan terpinggirkan termasuk aspek efektifitas dari eksistensi
manusia (66). Secara praktis asumsi ini telah mendorong homogenitas warga
didalam civic public. Akibat peminggiran ini, individu-individu dan
kelompok-kelompok tidak merasa pas dengan model dan pertimbangan atau
rasional warga yang dapat mengatasi tubuh dan sentiment. Peminggiran ini
didasarkan pada dua kecenderungan bahwa feminist menekankan: oposisi
antara pertimbangan dan keinginan dan asosiasi sifat ini dengan
keberagaman manusia.
Rosseau dan Hegel justru melihat bahwa perempuan terpinggirkan
dari ruang publik sebab mereka masuk dalam pertimbangan kategori
karakter efektivitas, hasrat dan tubuh. Hanya melalui terfragmentasinya
kesatuan maka hasrat dan penubuhann digerakan kedalam ruang public9.
Dalam hal ini, haruslah diwaspadai apa yang disebut dengan pendidikan
moral dalam perpektif normative.
Sementara pembagian moral pekerja antara pertimbangan dan
sentiment dunia borjuis telah berhasil menginstitusionalkan karakter
maskulinitas sama dengan pertimbangan (Reason) sementara feminitas
dengan sentiment dan hasrat. Linda Nicholson punya argumentasi bahwa

8
General public adalah universalitas dalam perpektif normative sementara imparcialitas adalah
bagaoiaimana general public itu sendiri didalarkan pada imparsialitas kelompok individu yang memiliki
kekuasaan dan kemudian menjadi pengajaga kehendak universalitas negara.
9
Inilah tujuan dari tema pada bagian ini.
18

wilayah keluarga dan kehidupan personal sebagai penciptaan modern


sebagai bidang negara dan hukum sebagai bagian dari proses yang sama
masiha da setengah halaman belum diterjemahkan.

3. Habermas, Penentang Pertimbangan dan affektivitas.


Untuk mengekspresikan bahwa imparsilitas dan universalitas point of
view dari pertimbangan harus dapat dibangun dengan mentransendensikan
semua situasi, konteks dan perspektif (68) dan untuk menemukan cara itu
maka identifikasi point of view pertimbangan, devaluasi dan represi
memiliki kebutuhan yang sangat nyata, hasrat dan perasaan yang dimiliki di
dalam kehidupan moral praktis yang tak mungkin dapat dibatasi hanya pada
pertimbangan itu sendiri. Sebab ide impartial adalah ilusi dan sebab jalan
masuk untuk menuntut alasan normative sebagai isu imparsial dan
universal10 secara praktis terpinggirkan didalam politik perseorangan dan
diasosiasikan dengan efektifitas, tubuh, maka kita membutuhkan suatu
konsepsi alasan normative yang tidak mengikat idealitas dan tidak
menentang pertimbangan pada efektivitas dan hasrat. Saya berpikir bahwa
idea etika komunikatif dari Habermas menyediakan titik tolak yang
mempromosikan suatu konsepsi alasan normative. Banyak cara dimana
formulasi teori tindakan komunikasi, bagaimanapun juga menguasai
beberapa masalah yang mengkarakterkan alasan-alasan deontologist.
Dalam teori nampaknya untuk mengembangkan suatu konsepsi
rasionalitas dengan titiktolak pragmatis didalam pengekspresian diskusi
yang menolong untuk mencapai pengertian. Pertimbangan tidak berarti
prinsip universal mendominasi partikularitas tetapi lebih secara kongkrit

10
Baik kedua-duanya, partial dan universal normative terpinggirkan dalam isu politik praktis menurut Isris
Young.
19

berarti alasan-alasan yang diberikan, pendirian praktis dari yang dapat


masuk akal, kehendak baik untuk bebicara dan mendengar11. Benar dan
kebenaran bukan sesuatu yang telah diketahui oleh intuisi atau melalui
pengujian konsistensi, tetapi hanya dicapai dari suatu proses, suatu diskusi.
Komunikasi etik menggeser monologism authoritarian dari alasan
deontologisme. Model dialogis pertimbangan menggantikan transendensi
ego yang didudukan pada suatu puncak darimana itu dapat menangani
segala sesuatu melalui penurunannya pada kesatuan yang sintetik.
Dalam teori Habermas juga melihat secara langsung pada
pertentangan kecenderungan didalam filsafat modern untuk mengurangi
pertimbangan instrumental, suatu kecenderungan yang diikuti dari asumsi,
dari pertimbangan kesadaran, dari sesuatu yang terkurung. Ia meminta
dengan tegas bahwa normative, aestetik dan ungkapan-ungkapan ekspresif
hanya sebagai yang rasional, sebagai faktual atau suatu strategi tetapi
berbeda didalam cara pengevaluasian rasionalitas mereka. Dari semua
pertimbangan Habermas punya teori tindakan komunikasi lebih banyak
mengambil alih etika feminist daripada etika modern dan teori politik.
Habermas tidak cukup hanya menuntut point of view kritik pertimbangan
deontologist yang dibuat oleh Iris sendiri. Ia menguasasi komitmen terhadap
imparsialitas dan dihasilkan ulang didalam teori komunikasi suatu oposisi
antara pertimbangan dan hasrat.
Konsep dialogis dari pertimbangan normative adalah imparsial dan
universal. Sebab tidak ada titik pandang imparsial dimana suatu subjek
berpendirian tidak memihak dan tidak memihak untuk memasukan semua

11
Komunikasi aksi dari Habermas dapat dipakai sebagai konsep dialog dalam konteks civil society yang
memngungkin semua perbedaan-perbedaan itu didengar. Titik tolak perubahan yang diletakannya bukan
pada ukuran normative universal atau praktikularlitas tetapi lebih pada ukuran ada keinginan untuk
membicarakan dan mendengar, pendirian praktis yang masuk akal.
20

perspektif, untuk tiba pada suatu pengertian objektif dan complete dari suatu
isu dan pengalaman, semua perspektif dan partisipan harus menyumbang
pada suatu diskusi. Jadi pertimbangan dialogis seharusnya untuk
menyatakan secara tidak langsung alasan yang dikontekstualisasikan,
dimana jawabannya adalah hasil dari pluralitas perspektif yang tidak dapat
mengurangi kesatuan (unity). Didalam suatu diskusi pembicara-pembicara
membutuhkan bukan hanya melepaskan perspekktif particular mereka dan
juga bukan hanya mengurung motivasi dan perasaan mereka. Sepanjang
dialog yang mengikuti semua perspektif untuk berbicara secara bebas dan
mendengar serta meletakannya ke dalam suatu laporan, ekspresi kebutuhan,
motive dan perasaan tidak akan memiliki signifikansi semata-mata dan tidak
akan bias atau mengurangi kesimpulan sebab mereka akan berinteraksi
dengan kebutuhan yang lain, yakni motivasi dan perasaan.
Habermas sendiri mengurangi perjanjian ini untuk merumuskan
pertimbangan normatif12 secara kontekstual dan secara perspektif sebab ia
menunut suatu komitment pada pertimbangan ideal normative sebagai
pengungkapan suatu imparsial point of view. Lebih daripada mengisyaratkan
kesewenang-wenangan suatu ego transsendental sebagai pertimbangan
orang-orang imparsial, apakah ontologism tradisi, ia menuntut bahwa
imparsial point of view secara aktual dipertimbangkan oleh suatu diskusi
normative yang mencari suatu pencapaian persetujuan. Suatu keyakinan di
dalam posibilitas dari suatu konsensus adalah suatu kondisi dari permulaan
dialog dan kemungkinan suatu konsensus yang secara aktual diisyaratkan
oleh suatu diskusi normative yang mencari untuk mencapai suatu
persetujuan. Suatu keyakinan didalam suatu kemungkinan dari
pengisyaratan konsensus bahwa masyarakat terpelihara di dalam suatu
12
Kekurangan pemikiran normative dari Habermas menurut pertimbangan Iris Young.
21

diskusi ‘dibawah suatu kondisi yang menetralkan semua motif penerimaan


dari pencarian kebenaran secara kooperatif’. Habermas menuntut disini
secara teoritis untuk membangun suatu presumpsi dari imparsialitas secara
eksplisit terbawah oleh suatu diskusi norma-norma yang menuntut untuk
pencapaian suatu konsensus. Iris mengambil ini sebagai suatu argument
transcendental sebanyak yang ia memperagakan abstraksinya dari motivasi
dan pertimbangan sebagai suatu kondisi serta dan hasrat pertimbangan
karakteristik suatu deontologist. Lagi melalui interpretasi pragmatis dari
pertimbangan dialogis tidak memiliki suatu persyaratan bahwa partisipan-
partisipan harus abstrak dari semua motif didalam pencapaian persetujuan.
Komunikasi ethik juga menjanjikan untuk memutuskan oposisi antara
pertimbangan normative dan hasrat dimana pertimbangan deontologist
diingkari. Individu membutuhkan, hasrat dan perasaan yang secara rasional
diartikulasikan dan dipahami, tidakl ebih daripada mendapat fakta tentang
dunia dan norma-norma. Suatu interpretasi yang mungkin dari etika
komunikasi kemudian menjadi tuntutan normative adalah hasil dari
pengekspresian suatu kebutuhan, perasaan dan keinginan dimana individu-
individu menuntut untuk bertemu dan diakui melalui orang lain dibawah
kondisi-kondisi dimana semua memiliki suatu suara yang setara didalam
pengekspresian kebutuhan dan hasrat mereka. Habermas berhenti pada
pertimbangan yang normative sebagai dialog tentang pertemuan kebutuhan
dan perasaan pengakuan. Syeila Habib membantah itu sebab Habermas
memanggil suatu pertimbangan pengertian normative, ia menemukan bahwa
norma-norma harus mengkreasikan minat-minat yang dibagikan. Di dalam
diskusi skema ini, kebutuhan individual dan perasaan dipisahkan dari diskusi
tentang norma-norma.
22

Iris menyatakan bahwa Habermas menghasilkan suatu oposisi antara


alasan dan keinginan dan perasaan di dalam konsepsinya tentang
komunikasi lagi pula sebab Habermas devaluasi dan mengabaikan eskpresif
dan aspek-aspek komunikasi dengan tubuh. Model linguitas Habermas
mengambil konsep komunikasinya sebagai wacana atau argumentasi. Di
dalam argumentsi peraturan implisit menggarisbawahi tindakan semua
bahasa apakah teleologika, normative atau dramatugikal. Di dalam diskursus
umum, subjek membagi aktivitas yang didiskusikan olehnya untuk datang
pada persetujuan dengan apa yang didiskusikannya. Rakyat membuat
penekanan bagaimana mereka menuntut validitas, memberikan alasan-alasan
bagi penekanan mereka dan menyaratkan pertimbangan yang lain. Dalam
model ideal dari suatu diskursif tidak ada kekuatan yang memaksa
persetujuan melawan argument terbaik. Model komunikasi situasi yang
berupaya mencapai pengertian yang dimaksudkan, mendefinisikan
pengertian dari suatu ungkapan: pengertian dari suatu ungkapan terdiri dari
dalam pertimbangan yang mengatasi atau mengalihkan ungkapan itu. Untuk
memahami pengertian dari suatu ungkapan adalah untuk memahami
kondisi validitasnya.
Bagi Habermas komunikasi berarti partisipasi13 dalam pengertian
diskusi pengertian yang sama melalui ungkapan yang berarti bahwa
persetujuan ungkapan menunjuk pada sesuatu didalam objektif sosial atau
dunia subjektif.
Disamping itu, muncul pengabaian cara bicara dalam diskusi yang
mendaftarkan presumsi-presumsi dari beberapa kesatuan: kesatuan dari
pembicaraan subjek memahami dirinya sendiri dan memperlihatkan dengan

13
Konsep tentang partisipasi sangat beragam dan habermas menunjukan suatu konsep yang lain dalam
tulisan ini.
23

penuh meyakinkan untuk memungkapkan perasaannya sendiri, kesatuan


subjek dengan orang lain, yang membuat itu mungkin bagi mereka untuk
memiliki pengertian yang sama, dalam sense kepantasan atau keterhubungan
antara suatu ungkapan atau aspek dengan yang lain atau lebih dari kata-kata
dari apa yang ia ekspresikan. Melalui cara ini penteorian bahasa Habermas
memamerkan logika identitas yang didiskusikan pada bagian pertama atau
apa yang Derida sebutkan dengan metaphisik dari suatu kehadiran. Model
komunikasi yang secara implicit mengira bahwa pembicara pada diri mereka
sendiri atau dengan yang lain dan yang secara significant berdiri didalam
representasi melalui suatu tanda dari suatu objek. Untuk meyakinkan
Habermas menyangkal suatu realitas interpretasi dari fungsi ungkapan. Ini
bukan sebagai pemikiran dimana kata-kata dari suatu bagian situasi manusia
dan bahasa kehidupan sosial. Meskipun ia mengasumsikan bahwa ungkapan
akan dapat memiliki suatu pengertian tunggal dalam cara yang sama melalui
pembicara sebab mereka menegaskan bahwa ungkapan berarti
mengespresikan relasi yang sama ke arah suatu dunia. Konsep pengertian
mengabaikan cara-cara dimana pengertian muncul dari relasi pada yang lain
diungkapkan dan barangkali mengabaikan pengertian yang jamak dari
gerakan pengungkapan yang significant.
Iris mendorong model komunikasi ini menghasilkan oposisi antara
pertimbangan dan keinginan sebab seperti pertimbangan normative modern
mengeluarkan dan mendevaluasi perbedaan-perbedaan: kenyataan akan
tubuh, aspek pembicaraan yang efektif, aspek musical dan figurative dari
semua ungkapan, yang semuanya menyumbangkan formasi dan pengertian
arti mereka. John Keane membantah Habermas punya model abstrak
discourse, kekhasan aspek-aspek bicara: gesture, ekpresi wajah, tone suara,
rithme. Juga abstrak material yang dibahasakan dalam tulisan sebagai tanda-
24

tanda baca, kalimat konstruksi dan sebagainya. Model komunikasi juga


abstrak dari dimensi retorik dari komunikasi yanga dalah evokasi istilah-
istilah, metafora, elemen-elemen pembicaraan yang dramatis, melaluimana
seorang pembicara menegaskan dirinya pada audiensi khusus. Ketika people
memindahkan didalam situasi pembicaraan kongkrit, ketika mereka
menerima dan memberikan pertimbangan dari satu pada yang lain dengan
pertolongan untuk mencapai pengertian, gesture, ekspresi wajah, ekspresi
wajah, tone suara ebaik evokasi metafora dan penekanan dramatic aspek-
aspek krusial dari komunikasi mereka.
Kekurangan komunikasi Habermas14 yakni tidak berperanya metafora,
joke, ironi dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi yang menggunakan
surprise dan duplicitas. Model komunikasi Habermas yang beroperasi
dengan dengan memegang suatu perbedaan yang implicit antara pengertian
literal dan figurative dan antara suatu pengertian dan ekspresi persoalannya.
Secara implicit, model komunikasi yang mengira suatu keaslian dari
pengertian ungkapan melalui pemilahan dari aspek ekspresif dan
metaphorical.
Ia menyadari ironi, paradoks, allusion, metaphora dan sebagai
katajadian pun seolah-olah mode-mode praktis linguistik, yang
menmgasumsikan pengertian literar rasional dalam pertentangannya dengan
mode-mode pembicaraan yang penuh permainan, multiple dan efektif.
Dalam konteks komunikasi praktis, seperti bentuk ambiguisitas dan
penuhpernmainan dari suatu ekspresi biasanya gelombang didalam dan
diluar mode yang ditekankan, bersama-sama membuktikan suatu tindakan
komunikasi.

14
Catatan kritis Iris Young terhadap Habermas.
25

Konsep Julia Kristeva tentang bicara/pidato lebih menubuhkan


alternative yang ditentang oleh HAbermas yang lebihbaik membuka suatu
konsep etika komunikasi. Suatu ungkapan yang memiliki daya penggerak
dalam konsep Julia dimana ia menunjuk moment-moment simbolik dan
semiotic. Nama simbolik fungsi refresnsial dari ungkapan cara
mensituasikan pembicara dalam relasi dnegan suatu realitas diluar diri
seseorang.. nama-nama semiotic yang tidak disadari, aspek tubuh ungkapan.
Kristeva menambahkan suatu makna komunikasi tidak sebatas apa yang
dibicarakan oleh Habermas tetapi sekaligus menunjukan rasa mencintai dan
dicintai.

4. Kearah Heterogenitas Kehidupan Publik.

Argumentasi Iris terhadap pomilahan antara privat dan public dalam teori
politik modern menyebabkan homogenitas memerlukan peminggiran banyak
orang pribadi dan kelompok, secara khusus perempuan dan merealisasikan
kelompok-kelompok secara cultural yang diidentifikasi dengan tubuh,
keliaran dan irasionalitas. Didalam konfromitasnya dengan ide modern dari
pertimbangan normative, ide public di dalam teori politik modern dan
praktek yang menandai wilayah eksistensi manusia didalam mana warga
mengungkapkan rasionalitas dan universalitas yang diabstrasikan dari situasi
partikularitas mereka dan kebutuhan dan yang bertentangan dengan
perasaan. Kritik feminist dari ekslusionari public tidak dinyatakans ecara
tidak langsung, sebagaimana Jean Ealtain punya dorongan, suatu kehancuran
pembedaan antara publik dan private. Tentu saja Iris setuju dengan beberapa
penulis lainnya yang menuntut kehidupan temporari telah menghancurkan
publik dan politik emansipatori meminta pembaharuan sense kehidupan
publik. Menguji homogenitas dan peminggiran dari teori politik modern
26

dalam kehidupan public bagaimanapun juga menunjukan bahwa kita tak


dapat memimpikan pembaharuan kehidupan public sebagai suatu penemuan
ideal jaman pencerahan. Tentu saja kita membutuhkan untuk
mentransformasi perbedaan antara public dan private yang tidak
dikorelasikan dengan suatu oposisi antara pertimbangan dan efektivitas dan
hasrat atau universal dan partikularitas.
Pengertian utama dari kehidupan publik adalah terbuka dan dapat
diakses. Untuk kehidupan demokratis berarti dua hal: public sphere dan
ekspresi public. Untuk kehidupan publik setiap orang memiliki akses.
Ekspresi publik ketika partai boleh menyaksikan didalam institusi yang
memberikan kesempatan bagi yang lain untuk memberi respons pada
ekspresi dan masuk dalam suatu diskusi. Ekspresi dan diskusi adalah politik
ketika mereka memunculkan dan menekankan isu nilai moral atau
desirabilitas manusia dari suatu institusi atau praktek yang memutuskan efek
sekelompok besar orang. Konsep pullik seperti ini diperoleh dari aspek
pengalaman urban modern, mengungkapkan suatu konsepsi relasi sosial
didalam prinsip yang tidak ekslusionary.
Pemahaman tradisional tentang pengertian bidang private, sebagaimana
pemikiran Hannah Arendt secara etimologi dihubungkan dengan
penyimpangan, apa yang tersembunyi dari yang menjadi pandangan atau apa
yang tak dapat dibawah untuk dipandang. Private dalam pandangan
tradisional dihubungkan dengan perasaan malu dan ketidaklengkapan
termasuk penubuan dan personalitas aspek efektif dari kehidupan manusia
dari public.
Privaci yang dipinggirkan dari dunia publik sebagai bagian dari aspek
teori liberal, sebagai aspek kehidupan dan aktivitas dimana hak individu
sebagai hak untuk meminggirkan yang lain. Iris menekankan kelangsungan
27

suatu agensi sebagai yang individu undurkan lebih daripada menjaga keluar.
Dengan pertumbuhan birokrasi negara dan non negara, menyerang privacy
dalam bukan sekedar menjaga negara diluar upaya-upaya tertentu tetapi
mepertanyakan tindakan negara positif untuk menjamin bahwa aktivitas
organisasi bukan negara, sebagai korporasi-korporasi, respek pada tuntutan
individu pada privacy.
Slogan feminist ‘personal adalah politik’ tidak menyangkal suatu
pembedaan publik dan private tetapi juga tidak menyangkal suatu devisi
sosial antara wilayah public dan private dengan perbedaan institusi-institusi,
aktivitas dan atributnya manusia. Dua prinsip mengikuti dari slogan ini: a.
tidak ada institusi sosial atau praktek yang diekslusikan suatu prioritas
sebagai tujuan subjek bagi diskusi dan ekspresi public. b. tidak ada individu,
tindakan-tindakan atau aspek kehidupan pribadi yang dikokohkan didalam
privacy.
1. gerakan perempuan kontemporari telah membuat isu public diluar
banyak tuntutan praktis dan yang diremehkan bagi diskusi public:
Pengertian promouns, kekerasan domestic melawan perempuan,
praktek-praktek keterbukaan laki-laki bagi perempuan, penyerangan
terhadap perempuan dan anak, devisi pekerjaan secara sex dan
seterusnya. Politik radikal didalam kehidupan contemporary terdiri
atas pengambilan banyak tindakan dan aktivitas private yang sangat
dalam sebagaimana individu-individu dan penanaman modal mereka.
2. prinsip kedua mengatakan bahwa tidak seorangpun atau aspek-aspek
yang akan dikuatkan kedalam privacy. Konsep modern terhadap
publik. Iris membantah penmciptaan suatu konsepsi kewargaan yang
terbuang dari perhatian public banyak aspek-aspek particular dari
seseorang. Kehidupan public diperkiraan buta terhadap sex, ras, umur
28

dan sebagainya. Seperti suatu konsep public dihasilkan didalam


ekslusi seseorang dan aspek-aspek seseorang dari kehidupan public.
Pandangan liberal banyak dipakai sebagai perspektif untuk menjelaskan
aktivitas mereka.
Gerakan sosial tahun 1960an, 70an, 80an mulai menciptakan suatu
gambaran yang lebih mendeferensiasikan public dan mempertentangkan
secara langsung yang secara langsung menduga negara imparsial dan
universalist.

Anda mungkin juga menyukai