Anda di halaman 1dari 13

SEDIMENTOLOGY OF COAL AND COAL BEARING

SEQUENCE
By
R.A. Rahmani And R.M Flores
Oxford, London
Edinburgh, 1984
Fluvial Model Of the Lower Permian Coal Measure of Son-Mahanadi and KoelDamodar Valley basins, India
SATYENDRA M. CASSHYAP and RAM C. TEWARI
Depertement of Geology, Aligarh Muslim University, Aligarh, India
ABSTRAK
Fluatile Permian awal coal measure Karharbari dan Barakar terlihat secara luas pada
cekungan Lembah Son-Mahanadi dan Koel-Damodar di timur-tengah dan bagian timur
India. Percobaan telah dilakukan untuk membandingkan evolusi yang terjadi pada tipe
fluvial didalam dua sabuk cekungan pada dasar dalam jumlah yang melimpah dan asosiasi
vertikalnya pada litho-fasies, arus purba dan morfologi channel purba, dan sifat geometri
dan kualitasnya pada lapisan batubara interbedded.
Penggabungan keterangan-keterangan mengenai sedimentological menunjukkan perbedaan
yang jelas didalam evolusi coal measure fluviatile di dua sabuk cekungan. Sungai
anastomosed yang berkelok-kelok rendah dimana diendapkan bagian terbesar dari
Karharbari dan Barakar di bagian proximal (tenggara) cekungan Mahanadi, menjadi cukup
berkelok-kelok di bagian distal (barat laut) Lembah Son. Pada Lembah Koel-Damodar,
yang menunjukkan bagian distal pada sistem sungai yang terpisah, aliran bedload
berkelok-kelok rendah menjadi lebih berkelok-kelok sepanjang hilir menuju barat dan
barat laut dan juga melewati waktu tertentu, pengendapan klastik halus dalam jumlah yang
besar. Perbedaan pola aliran channel pada dua cekungan tersebut dilengkapi dengan
perbedaan orisinil pada profil cekungan, kisaran suplai sedimen dan kisaran burial.
Ini menunjukkan bahwa morfologi aliran channel dan sedimentasi, diantara faktor-faktor
lainnya, secara basar dikontrol oleh ketebalan, geometri, dimensi pada asosiasi lapisan
batubara, dan juga dipengaruhi oleh kualitasnya.
Analisis Lithofaises
Fasies Kerakal, batupasir sangat kasar hingga kasar
Sikuen channel fill, terbukti menunjukkan penurunan progresif pada kompetensi arus yang
berasal dari bagian bawah ke bagian atas. Gerusan erosi yang banyak terjadi, terdiri dari
trough dan planar cross-beds dan channel individu dengan dasar berbentuk cembung
keatas membuktikan terjadinya pengendapan oleh agradasi vertikal pada aliran yang
berkelok-kelok rendah (Moody-Stuart, 1966; Campbell, 1976; Collison, 1978).
Keberadaannya sebagai tubuh channel multistorey dan multilateral menunjukkan
perubahan lateral yang berulangkali pada bar pasir kerikil channel sungai yang bercabang.
Fasies batupasir kasar hingga batupasir halus
Penggabungan superposisi lateral pada tubuh batupasir dapat untuk menghitung
perkembangan multilateral dan muktistorey pada tubuh batupasir. Serpih tipis (10-20 cm)
secara umum berada diantara dua tubuh batupasir channel pada sikuen vertikal.
Tubuh pasir channel berbutir kasar hingga sedang yang terdiri dari trough dan planar
cross-bedding secara lokal yang mungkin dilengkapi dengan perpindahan arus-bawah pada
sand dunes, sandwaves, bars melintang/linguoid di channel aliran air dangkal, tergantung

pada morfologi lokal, kedalaman, velositas dan rezim arus (flow) (Allen, 1968; Smith,
1970, 1972; Collison, 1970; Harma et al., 1975). Tubuh batupasir yang melembar seperti
cross-bedded yang berbentuk datar dengan dasar yang tidak rata pada bagian atas mungkin
dilengkapi dengan pertumbuhan lateral pada channel aliran yang berkelok-kelok ( MoodyStuart, 1966; Allen, 1970; Collinson, 1978). Bagaimanapun, satuan cross-stratified epsilon
tertentu menurut Allen (1965) tidak dapat dikenali pada keadaan ini menunjukkan
ketiadaan orientasi yang tepat pada outcrops atau kemungkinan dikarenakan satuan ini
tidak terbentuk secara umum pada endapan yang berkelok-kelok (Allen, 1970; Leeder,
1973; Jackson, 1978).
Fasies batupasir halus, batulanau dan serpih
Fasies klastik halus termasuk batupasir halus laminasi ripple, interbedded dengan
batulanau dan serpih.
Batupasir berbutir halus terbentuk tipis (10-60 cm), tubuh-tubuh berbentuk seperti prisma
secara lateral melensa keluar yang termasuk beberapa puluh meter. Tubuh-tubuh tersebut
secara umum memperlihatkan laminasi paralel lurus (gmb. 10 ) dengan crenulation yang
kecil di tempatnya.laminasi ripple cross secara umum jelas diperlihatkan tergantung pada
intermixing material karbonat didalam batupasir halus, serpih dan batulanau.
Lapisan tipis yang tidak menerus pada klastik halus yang disamakan dengan endapan
dibagian atas bars berpasir dan didalam dataran banjir yang terpisah pada aliran berkelok
rendah selama periode pengurangan penyaluran. Lapisan tetap dan tebal pada batupasir
halus interbedded, batulanau dan serpih dipengaruhi dengan pengendapan yang melewati
perkembangan vertikal yang stabil dan overbank yang luas selama periode penyaluran
yang lebih besar dan overflow berkelok-kelok sedang hingga channel aliran yang berkelok.
Fasies batubara
Pada dasar asosiasi geometri dan lithologi, lapisan batubara dapat secara luas dibagi
menjadi dua kelas: (i) lapisan batubara tipis hingga tebal sedang (~30 cm-4 m) yang
dipengaruhi split secara lateral termasuk beberapa puluh meter atau lebih; secara lokal
lapisan batubara tersebut lebih tebal. Lapisan batubara tersebut biasanya membaji diantara
tubuh batupasir channel atau kemungkinan mengandung serpih karbonat atau serpih
dibawah dan channel batupasir diatas. (ii) Lapisan batubara yang memiliki ketebalan 4 m
hingga 30 m atau lebih dan memiliki luas lateral beberapa ratus meter hingga beberapa
kilometer atau beberapa puluh kilometer melewati panjang cekungan. Lapisan batubara ini
seringkali mengandung lapisan tipis serpih karbonat (dirtband), terkadang terdapat split,
dan pada umumnya dengan interbedded dan tertutup didalam klastik halus.
Perbedaan-perbedaan didalam geometri dan asosiasi vertikal pada lapisan batubara
kemungkinan dipengaruhi dengan perbedaan evolusi sedimenter pada rawa batubara dan
disertai kondisi hidrogeologi.
Hubungan vertikal lithifasies : karakter siklus
Anggota basal pada satuan siklus yang terpilih sebagai dasar dari batupasir pada nilai
kemungkinan yang lebih tinggi dan didukung oleh keterangan lapangan yang relevan
(Tewari & Casshyap, 1983).
PALAEOCURRENT DAN PALAEOSLOPE
Petunjuk penyerta berdasar pada penelitian yang dilakukan baru-baru ini (Smith, 1972;
Dot, 1973) yang menunjukkan struktur primer yang digunakan disini telah dipisahkan
untuk analisis palaeocurrent, dalam pandangan pada perbedaan bentuk lapisannya masingmasing dan orientasi didalam channel aliran. Diantara cross-bedding, skala besar tipe
trough yang telah diamati lebih dipercaya sebagai petunjuk palaeocurrent daripada planar
cross-beds.

Bagaimanapun juga, perkembangan planar foresets yang berdampingan dengan trough


sebagai single set atau cosets cukup berguna didalam interpretasi lapisan dan kondisi rezim
arus (flow) (Smith, 1972); Harms et al., 1975).
REKONSTURKSI PALAEOCHANNEL
Penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa variasi parameter palaoechannel yakni
kedalaman channel, lebar channel, dan sinuosity kemungkinan dapat dihitung pada dasar
magnitude struktur sedimentary primer. Perhitungan ini, berdasar pada perkembangan
persamaan empiris untuk aliran(stream) modern (Langbien & Leopold, 1966; Schumm,
1968a,b,1972; Friend & Moody-Stuart, 1972; Leeder, 1973), pembatas sebagai tinjauan
ditempat lain (Ethridge dan Schumm, 1978). Hasil kuantitatif demikian dibanding baik
dengan rock-fill keseluruhan, dan model pengendapan relevan disimpulkan dari
penggabungan studi outcrop. Beberapa percobaan telah berturut-turut dilakukan untuk
menyimpulkan morfologi palaeochannel pada channel fluvial kuno (Cotter, 1971; Friend
& Moody-Stuart, 1972; Miall, 1976; Nami, 1976; Padgett & Ehrlich, 1976).
Sinuosity channel
Sinuosity pada channel aliran ditetapkan sebagai perubahan angular rata-rata pada bagian
channel aliran. Langbien & Leopold (1966) mengembangkan persamaan empiris diantara
sinuosity (P) dan perubahan angular rata-rata di bagian channel (0), yang disederhanakan
oleh Miall (1976) menjadi
1
P = ___________
(1- (0/252))2
dimana 0 merupakan variasi angular rata-rata didalam orientasi azimuths cross-bedding.
Persamaan diatas telah digunakan untuk menyimpulkan sinuosity pada palaechannel kuno
(Miall. 1976; Long, 1978; Casshyap & Khan, 1982b).
Kedalaman channel
Metode yang lebih dipercaya dan langsung untuk menghitung kedalaman channel,
menggunakan ketebalan pada epsilon cross-bedding, tidak dapat dipakai pada masalah ini
karena kurangnya keberadaan struktur. Secara alternatif, Allen (1968) menghubungkan
berdasar pada tinggi dune dan kedalaman channel disederhanakan sebagai H = 0.68 ds (1-19)
digunakan sebagai measure pada kedalaman channel minimum. Hubungan yang sama
digunakan untuk menetapkan kedalaman palaeochannel pada tahun baru-baru ini (Miall,
1976; Casshyap & Tewari, 1980; Casshyap & Khan, 1982b). Perhitungan kedalaman
channel dari hubungan diatas menggunakan ketebalan rata-rata pada trough cross-bedding
dibanding baik dengan kedalaman channel yang benar-benar measured pada outcrops.
Lebar channel
Lebar channel bankfull telah diperhitungkan disini menggunakan perkembangan hubungan
empiris oleh Leopold & Maddock (1953) dan direkomendasikan oleh Allen (1968) sebagai
petunjuk:
W = 42 ds (1-11) dimana ds merupakan kedalaman channel dan W merupakan lebar pada
channel aliran yang sesuai.
MODEL SEDIMENTASI FLUVIAL
Trough dan planar cross-bedded sets pada channel batupasir berada pada bagian top atau
berdekatan dengan gravel bars yang sesuai hingga pengendapan oleh sand dunes,
sandwaves, bars melintang/linguoid pada air dangkal (Collison, 1970; Smith, 1972; Miall,
1977). Gerusan erosional yang banyak terjadi dan dasar cembung keatas pada beberapa

tubuh channel merupakan bukti adanya pengendapan oleh pertumbuhan vertikal (MoodyStuart, 1966; Campbell, 1976).
Arus yang diketahui untuk mentransport sedikit lanau dan lempung disekeliling
channel(Schumm, 1963).
Perubahan lateral pada subchannels secara progresif menjadi lebih penting daripada
aggradasi vertikal (Smith & Smith, 1980) untuk menghitung hubungan dan dispersal
fasies, sebagai kemajuan sedimentasi.
Tubuh batupasir yang berupa cross-bedded dan berbutir kasar sampai sedang yang
membentuk endapan oleh migrasi arus bawah pada sand dunes, lingouid dan transverse
bars pada aliran pasiran rendah hingga sinuosity sedang.
Karakter sedimentary ini ditambah hubungan interbed pada klastik halus secara tidak
langsung menunjukkan endapan oleh pertumbuhan lateral didalam aliran berkelok sedang
(Moody-Stream, 1966; Allen, 1970). Terkonsentrasinya batupasir halus, batulanau, serpih
dan batubara dapat dihubungkan secara tepat berturut-turut hingga levees, back swamps
dan rawa gambut disekitar flood plain (Allen, 1970).
EVOLUSI RAWA BATUBARA (COAL SWAMP)
Gambar 17 (A,B,C) secara skematik menggambarkan perkembangan dan evolusi coal
swamps didalam dataran alluvial yang dialirkan oleh aliran pada pertambahan channel
sinuosity mulai dari astomosing/braided hingga meandering.
Perkembangan coal swamps pada dataran sungai astomosing
Pertumbuhan lateral dan vertikal pada bedload butiran dan pasiran sebagai bars
longitudinal, bars tranverse dan bars liguoid dan dunes secara lokal yang disertai oleh
endapan tubuh serpih melensa tipis melalui suspensi pada bagian top channel bars dan
overbanks stabil pada subchannel selama stage sungai awal. Perkembangan rawa gambut
dapat divisualisasikan didalam daerah rendah yang melapisi dan terproteksi pada dataran
banjir yang tertinggal dan/atau bagian distal dari crevase splay (gambar 17A). Pada
butiran gambut yang tertimbun menjadi rawa gambut atau berasal dari tumbuhan
subaquatic pada rawa tersebut menjadi perdebatan karena ketiadaannya bukti-bukti.
Perubahan lateral coal swamps pada braid bars di crevasse splay yang terganggu atau
berakhir secara periodik yang disebabkan oleh splitting pada lapisan batubara dan/atau
perkembangan siklus asymmetrical.
Progradasi pada crevasse splay menjadi coal swamps disebabkan pengaruh splitting pada
lapisan batubara, yang secara umum ditemukan.
Perkembangan coal swamps pada dataran sungai berkelok.
Pengaruh keberadaan interbeds tipis pada serpih karbonat dan batu pasir atau dirt bands,
yang dinamai secara lokal, yang berhubungan tidak langsung dengan klastiks menjadi rawa
gambut sebagai fasies overbank atau fasies crevasse splay selama banjir periodik.
KESIMPULAN
Perbedaan diatas pada pola channel aliran didalam dua cekungan dipengaruhi oleh
dimensi pada coal swamps, geometridan hubungan vertikalnya temasuk fasies underlying
dan overlying.
Ketebalan dan luas lapisan batubara dengan serpih karbonat interbeds yang lebih besar dan
klastik halus memiliki abu yang lebih tinggi, kaya akan vitrinite dan umumnya sedikit
split, dan tersusun menjadi akumulasi butiran vegetasi didalam banyak atau sedikitnya
lapisan rendah overbank dan interchannel coal swamps, dan secara lokal didalam danau
yang terproteksi pada aliran meandering.

Perbedaan didalam komposisi sedimentary dan karakter lapisan batubara dapat, dalam
urutannya, tersusun menjadi perbedaan didalam konfigurasi cekungan, profil cekungan dan
masing-masing unsur syntektonisme didalamnya serta bagian luar cekungan.
Relationship of fluviodeltaic facies to coal deposition in the Lower Fort Union
Formation (Paleocene), south western North Dakota
EDWRAD S. BELT *, ROMEO M. FLORES*, PETER D. WARWICK*, KEVIN M.
CONWAY, KIRK R. JOHNSON and ROBERT S. WASKOWITZ
United States Geological Survey, Box 25046, DFC, MS 972 Denver. CO 80225, U.S.A,
Amherst College, Amherst, MA 01002, U.S.A and University of Kentucky, Lexington, KY
40506, U.S.A.
ASSOSIASI LITHOFASIES
Assosiasi fasies back swamp
Asosiasi fasies ini terdiri dari serpih karbonat, lumpur non-laminasi terakar, seat earth, dan
batubara. Satuan pasir sangat jarang, dan selalu tipis. Penghalusan keatas merupakan
rangkaian yang khas pada asosiasi fasies backswamp, yang meliputi lumpur lanauan dari
bottom hingga top, lumpur lempungan, serpih karbonat, seath earth, dan batubara.
Penetrasi akar ditemukan di seluruh lithologi kecuali pada serpih karbonat. Beds batubara
memilik ketebalan lebih dari lebih dari 1 cm (0.5 in) yang merupakan ciri pada fasies ini.
Distribusi vertikal dan lateral pada asosiasi fasies ini termasuk endapan penunjuk strata
didalam rawa yang paling jauh dari satuan pasir channel fluvial.
Asosiasi fasies shelly water poded
Asosiasi fasies ini terdiri dari lumpur laminasi yang secara umum mengandung canglang
moluska. Terkadang, fasies ini mengandung jejak-jejak lubang-lubang invertebrata dan
tidak ada tubuh fosil. Lumpur tersebut bisanya sebagian besar sangat dekat dengan
lempung murni di dasar pada satuan yang berada langsung diatas batubara; lumpur
bertambah pada kandungan lanau bagian atas, yang didalam urutannya, merupakan
gradasional menjadi sikuen crevasse splay mengkasar keatas yang melapisi diatasnya.
Terkadang, asosiasi fasies ini tidak terlapisi oleh sikuen yang mengkasar keatas tetapi
merupakan bagian atas transisional menjadi fasies backswamp. Dimana dilapisi oleh
endapan crevasse splay, endapan channel yang didekatnya biasanya mengalami asosiasi.
Dimana dilapisi oleh fasies backswamp, fasies yang diteliti biasanya berada paling jauh dar
endapan crevasse atau endapan channel. Demikian, asosiasi fasies ini menunjukkan
endapan subaqueous interchannel.
Asosiasi fasies crevasse
Karakteristik utama pada asosiasi fasies ini adalah sikuen pengkasaran keatas. Asosiasi
fasies ini terdiri dari lumpur yang dilapisi atasnya oleh lumpur interbedded dengan pasir.
Lapisan pasir menjadi lebih tebal secara progresif sebagai lumpur interbeds tipis di bagian
atas. Meskipun ukuran butir pada satuan pasir tidak mengalami perubahan, istilah
pengkasaran keatas akandigunakan untuk sikuen didalam laporan ini.
Di area pada perkembangan pasir maksimum, menunjukkan keberadaan beberapa lumpur
interbeds, sebagian pasir channel cross-bedded dapat ditemukan. Pasir-pasir tersebut, yang
merupakan endapan channels pengisi, di sejajarkan terutama dengan bioturbasi, pasir
rippled yang memperlihatkan geometri seperti lembar. Bioturbasi dibentuk oleh lubang
lubang binatang dan akar tumbuhan-tumbuhan pada umumnya.
Strata diatas sikuen pengkasaran ke atas pada crevasse lobes yang terdiri juga endapan
backswamp atau endapan yang secara bertahap menghalus keatas, dimana satuan lumpur
mengalami penebalan berada sebagai lapisan pasir yang menjadi tipis. Sikuen pengkasaran

keatas yang melapisi secara kasar oleh material kaya organik, endapan backswamp yang
berbutir halus yang dihubungkan dengan sikuen asymmetrical. Sikuen pengkasaran keatas
yang secara betahap dilapisi oleh endapan penghalusan keatas yang dinamakan sikuen
symmetrical (Belt, 1975, 1984).
Fasies crevasse berada diantara backswamp/ fasies shelly water ponded dan channel serta
fasies levee. Hubungan keruangan (gambar 5, 6, 7) memperlihatkan fasies crevasse yang
kemungkinan berasosiasi dengan fasies channel daripada fasies lainnya. Bahwasannya,
fasies crevasse berpasir harus berasal dari titik sumber channel. Pemisahan didaerah levee
di channel pada permasalahan endapan berbentuk kipas banjir yang menjadi floodbasins
dibagian atas dataran delta dan dataran alluvial.
Assosiasi fasies levee
Asosiasi fasies yang dicirikan oleh satuan lumpur yang diklasifikasikan menjadi lumpur
dan satuan pasir tipis. Jejak akar lazim ada dan akar biasanya merusak lapisan dan laminae
pada unit ini. Asosiasi fasies kemungkinan paling susah untuk dikenali. Asosiasi fasies
tersebut dapat secara umum dikenali dengan penaksirannya pada endapan channel utama
selama tingkatan banjir sungai. Kapanpun beban suspensi pada sungai terdiri dari lempung
smektit yang meluap diatas banksnya, menyebabkan endapan levee memperlihatkan tekstur
popcorn dan pasir levee memperlihatkan lithifikasi dangkal, analisa X-ray pada levee,
channel, dan endapan backswamp memperlihatkan perubahan progresif pada smektit
menjadi kaolinit dan illit yang jauh dari endapan channel menunjukkan perubahan pada
smektit oleh asam setelah pengendapan didalam backswamp. Meskipun, diagnosa yang
dilakukan pada endapan levee menunjukkan keberadaan lempung smektit. Ini cocok
dengan channel beban suspensi yang berdekatan dengan levee (Belt et al., 1983a).
Asosiasi fasies channel
Asosiasi fasies ini terdiri dari endapan pasir cross-bedded clean yang memajang, channel
gerusan dasar. Endapan lain, dihasilkan dari keadaan yang terpisah, terakumulasi didalam
channels. Endapan lain ini dapat juga bercampur dengan pasir dan lumpur didalam sikuen
penghalusan keatas, atau lempung murni.
Pasir cross-bedded clean dapat diinterpretasikan sebagai endapan yang dihasilkan dari
pengisian pada channel aktif. Laminasi ripple memisahkan trough dan tabular cross sets
yang mengindikasikan fluktuasi yang terjadi pada rezim alian channelized. Pasir dapat juga
diinterpretasikan sebagai pengisi energi tinggi selama fase pemisahan.
Sikuen penghalusan atas pada pasir dan lumpur yang merupakan ripple bendded dan
didalam beberapa kasus penetrasi akar. Tipe endapan channel ini mengembangkan dua ciri
geometri internal. Ciri pertama memperlihatkan lumpur interbedded dan satuan pasir yang
memiliki dip sebesar 20o. Endapan dengan ciri ini melapisi channel clean atau pasir
thalweg, dan sebagian equivalent secara lateral dengan pasir channel clean. Pada hubungan
berikutnya, dip pada point endapan-endapan ini downdip menuju endapan pasir tebal.
Satuan dipping ini diinterpretasikan sebagai point bars, dan endapan-endapan lateral pasir
tebal yang menuju point bars didalam bagian thalweg dan didalam bagian pengisi
pemisahan energi tinggi. Endapan channel yang dipetakan memperlihatkan dips pada
endapan-endapan point bar berlawanan satu sama lain di successive bends pada thalweg
yang berkelok. Ciri lainnya pada channel pengisi lempung dan pasir berupa sikuen
penghalusan atas sederhana yang melapisi secara horisontal yang termasuk channel. Ciri
endapan ini menunjukkan pasif, secara berangsur-angsur terisi setealah pemisahan channel.
Tipe ketiga pada channel pengisi telaminasi atau terstruktur lempung. Lempung tersebut
tertembus akar ketika terstruktur; penetrasi akar hanya berada pada top ketika terlaminasi.
Endapan channel ini diinterpretasikan sebagai sedimen yang terisi perlahan setelah
pemisahan channel yang cepat dan terkadang dinamakan penyumbat lempung (Warwick,
1982).

Crevasse spaly and roof-rock quality in the Threequarters Seam (Carboniferous) in


the East Midlands Coalfield, U.K.
PAUL D. GUION
Departement Of Geology and Physical Sciences, Oxford Polytechni, Headington, Oxford
OX3 OBP, U.K.
ABSTRACT
Interpretasi pada lingkungan pengendapan dan studi palaeocurrent dapat untuk mengetahui
kondisi roof, yang bernilai potensial didalam perencanaan kegiatan penambangan.
Kegiatan tersebut terpotong oleh channel utama, yang disertai oleh sebuah sabuk pada
lapisan batubara washouts. Channel banks tersebut telah mengalami crevassing,
memberikan kenaikan pada channel crevasse lateral yang lebih kecil dengan rock-rolls di
dasarnya. Sekelompok batupasir crevasse splay ber-dasar jelas, dengan distally tipis, yang
terisi menjadi dangkal, danau floodbasin melalui channel crevasse, yang akhirnya
terpisahkan dan tersumbat. Endapan danau pengisi floodbasin terbentuk banyak pada roof
lapisan batubara dan terdiri dari sikuen pengkasaran keatas pada batulempung dan
batulanau lapisan lenticular. Batupasir crevasse splay interbedded biasanya
memperlihatkan gelombang atau aliran reworked tops. Penggenangan asal, non-marine
bivalves oleh pasir crevasse splay menyebabkan keanekaragaman struktur lepas
Pelecypodichnus.
PENDAHULUAN
Crevasse splays yang terjadi didalam alluvial atau lingkungan delta dimana terjadi
kelebihan air yang meninggalkan channel utama atau distribusi melewati bagian rendah
atau terputus di leeves (Allen, 1965a). Dimana pada umumnya terdiri dari lembaran tipis
sedimen berpasir yang melapisi di dalam floodbasins atau daerah interdistributary.
Crevasse splays tersebut terisi oleh channels crevasse, yang memperlihatkan pemutusan
didalam banks pada channel utama, melalui yang mana air dan sediment tertransport
menuju floodbasins atau daerah interdistributary.
Contoh dari endapan crevasse splay modern telah di terangkan oleh Happ, Rittenhouse &
Dobson (1940), Fisk et al. (1954), Kruit (1955), Welder (1959), Coleman & Gagliano
(1964), Arndorfer (1973) dan Staub & Cohen (1979). Keterangan singkat mengenai
karakteristiknya telah disajikan oleh Allen (1965a), dan Elliot (1974) membahas formasi
pada crevasse splay didalam lingkungan interdistributary.
Crevasse splay yang tersendiri terendapkan dari pemasukan mendadak pada floodwater
muatan sedimen, dan penghalusan keatas dari satuan tunggal yang mencirikan,
menggambarkan penyusutan aliran selama pengendapan. Rangkaian pada crevasse splay
yang tersendiri dapat memperlihatkan penebalan keatas dalam package keseluruhan,
mengindikasi progradasi pada sistem splay menjadi floodbasin atau daerah
interdistributary. Dasar dari endapan crevasse splay kemungkinan tererosi atau terganggu,
tergantung pada magnitude pada aliran dari yang mana itu terendapkan dan posisinya
didalam sistem crevasse splay. Crevasse splay sering biasanya mengalami channelisasi
didalam bagian proximal, dan hingga mengalami dasar yang terosi. Istilah channel
crevasse splay kemungkinan digunakan untuk menjelaskan proximal tersebut, bagian
channelisasi pada crevasse splay. Endapan crevasse splay yang menyebar menjadi lobes
distally, yang memiliki gangguan atau dasar gradasional datar.
Erosi permukaan basal dikombinasikan dengan penghalusan keatas menyebabkan sedikit
kesamaan pada endapan channel crevasse splay dengan endapan sikuen oleh migrasi

sungai berskala kecil (Allen, 1963, 1964, 1965b, 1970). Collison (1978) menegaskan
bahwa adanya kesulitan-kesulitan dalam membedakan antara endapan pada channels
migrasi minor dan crevasse splay tersebut.
Endapan-endapan crevasse splay kuno berasosiasi dengan sedimen alluvial pada umur
Devonian yang dijelaskan oleh Allen (1964), dan contoh Carboniferous terbentuk didalam
lingkungan delta telah didokumentasikan oleh Elliot (1974, 1975, 1976) dan Leeder
(1974). Pentingnya endapan crevasse splay telah dikenali didalam sikuen pembawa
barubara, terlihat secara jelas Amerika Utara (Duff & Walton, 1973; Baganz, Horne &
Ferm, 1978; Horne et al., 1978; Flores, 1979; Ethridge & Flores, 1981; Kravits & Crelling,
1981; Taylor, 1981). Endapan splay umumnya dihasilkan didalam splits batubara dan
bentuk memanjang, tubuh lenticular dalam split. Bagaimanapun, deskripsi ini berdasar
pada singkapan permukaan, dalam banyak kasus, dan terdapat sedikit detail dokumentasi
pada endapan didalam pekerjaan batubara bawah tanah.
Pengurangan ketebalan merupakan hasil dari erosi pada bagian kecil top lapisan batubara,
atau kompaksi lokal pada lapisan batubara yang menunjukkan tubuh batupasir yang
kompeten didalam roof. Dengan demikian rolls memiliki efek yang sedikit hebat daripada
washout.
Kesempatan yang diambil untuk penyelidikan detail dalam urutan untuk menjelaskan
geometri pada tubuh batupasir menyebabkan washouts dan rolls serta untuk menyimpulkan
kronologi pada peristiwa pengendapan.
LINGKUNGAN PENGENDAPAN PADA ROOF LAPISAN BATUBARA
THREEQUARTERS
Interpretasi
Dalam channel, endapan channel-pengisi aktif (aliran tinggi) dan terpisah (aliran rendah)
telah dibedakan. Selama kondisi aliran tinggi (gmb. 4A), pangendapan pasir pada point
bars terjadi, membentuk sikuen penghalusan keatas (Allen, 1965b). Selama pemisahan
(aliran rendah) terjadi beberapa proses yang berlangsung (gmb. 4B):
1. Endapan silt atau lumpur dari suspensi, terutama berasal dari hulu;
2. pembalikan pada aliran (Fisk, 1947), dengan air floodbasin yang mengalir kembali
hingga interdistributary, mengendapkan sedimen halus, dan menyediakan
pengelompokkan bagi organisme;
3. keruntuhan pada banks yang tidak stabil hingga channels (Fisk, 1947; Turnbull,
Krinitszky & Weaver, 1996; Shabica, 1970; Laura, 1971);
4. pemisahan, dengan sedikit keseragaman sedimentasi, meninggalkan daerah yang
awalnya tak terisi, dimana sesudah itu menjadi terisi oleh endapan batubara atau cannel.
Channel tersebut terbukti telah mengerosi turun ke tingkatan pada gambut selama kondisi
channel aliran tinggi, menyebabkan didalam sebagian dan pemindahan total pada lapisan
batubara. Batubara yang berulang-ulang dan menebal dapat telah digunakan untuk
memahami massa gambut selama keruntuhan bank (Laury, 1971); rafting pada gambut
(Raistrick & Marshall, 1939, p. 85); atau longsoran gambut (Wilford, 1966) menyebabkan
penimbunan gambut. Batulanau breksia dengan sedimen sesar-halus diinterpretasikan
sebagai produk dari keruntuhan bank selama fase aliran rendah dalam channel.
Geometri yang komplek dan litologi pada wilayah washout tanpa diragukan mengalami
perubahan oleh konmpaksi berikutnya (Baldwin, 1971), dengan sesar dan permukaan
slickenside pada asal kompaksional berada.
Channel crevasse
Ada beberapa deskripsi detail mengenai infills pada channel crevasse recent lain oleh
Singh (1972), yang menjelaskan trough cross-bedding, meskipun tidak mungkin untuk

membangun model umum yang detail mengenai cervasse channel infilling, didasarkan
pada studi yang modern.
Channel crevasse berlangsung pada periode waktu yang lama, dan mengisi banyak splays
(Welder, 1959; Arndorfer, 1973). Dimana crevasses channel berhubungan dengan teluk
interdistributary dengan distribusi delta, terjadi pembalikan arus, tergantung pada tingkatan
sungai dan keadaan gelombang (Arndorfer, 1973). Terjadi kemungkinan bagi crevasses
channel terhubungkan dengan floodbasins ke sistem sungai hingga kemunduran pada
tingkatan sungai rendah, kememungkinkan air didalam floodbasins untuk mengalir menuju
channels. Batupasir didasar crevasse channels diinterpretasikan sebagai endapan aktif
(arus tinggi), ketika bedload pasiran pada channel distribusi akan terbuka. Bagaimanapun,
selama kondisi arus rendah atau pada pemisahan, crevasse channel terisi oleh batulanau
laminasi yang mengalami bioturbasi lokal (gambar. 6).
Walaupun crevasse channels telah mengerosi hingga tingkat bagian atas pada lapisan
batubara, erosi pada lapisan batubara itu sendiri nampak diabaikan, dengan hanya terjadi
perpindahan lokal di bagian atas pada lapisan batubara yang memberikan reaksi pada rolls
batuan pada 50s dan 51s (gambar 3).
Proximal crevasse splays
Interpretasi
Endapan crevasse splay umumnya berupa lembaran berbentuk tongue atau lobe pada pasir,
tebal kurang dari 2m, diendapkan dari influx pada floodwater menjadi floodbasin atau
teluk interdistributary (Happ et al., 1940; Welder, 1959; Coleman et al., 1964; Coleman,
1969; Arndorfer, 1973). Endapan tersebut menunjukkan penghalusan keatas,
mengindikasikan penyusutan arus, dan mungkin telah mengerosi permukaan basal secara
proksimal, dimana banjir terbatasi dalam crevasse splay channel, tetapi arus yang
menyebar jauh dari sumber, erosi sedikit terjadi, dan menyebabkan permukaan basal yang
akar. Bagia top pada endapan crevasse splay kemungkinan mengalami reworked oleh arus
atau gelombang (Elliot, 1974).
Endapa crevase splay channel memperlihatkan petunjuk asymmetry, terutama didalam
bagian proximal (gambar 8), yang tersusun hingga sinous alami pada crevase splay
channels. Offset timbunan pada splays mengindikasikan bahwa splays tersebut tidak
tebentuk secara serentak, tetapi terendapkan secara sikuen, peralihan posisi oleh avulsion
didalam ciri subdelta. Ini menganggap bahwa posisi pada endapan awal crevasse splay
mengontrol gradien turun dimana nantinya crevasse splay akan mengalir.
Endapan danau-pengisi floodbasins
Batupasir crevasse splay distal mengalami interbedded dengan batulanau pada roof bawah
(gambar 5,6,7,9). Lapisan-lapisan ini memiliki ketebalan berkisar dari kurang dari 1 cm
hingga lebih besar dari 30 cm, dan sekitar 5 lapisan berada didalam roof bawah diatas
lapisan batubara. Batupasir pada umumnya memperlihatkan laminasi ripple cross dan
dasar yang jelas, tetapi memiliki top gradasional. Butiran tumbuhan communited umumnya
banyak. Sebagian batupasir mengandung batulanau interlaminasi yang menghias bagian
atasnya, dan melalui secara gradasi keatas menjadi batulanau dengan batupasir melensa.
Banyak lapisan batupasir dapat membekas pada jarak yang amat jauh didalam colliery
workings dimana ditemukan pada perubahan lapisan secara lateral, seperti yang terdapat
didalam gambar 9:
1. satuan batupasir agak tebal yang dapat habis secara tiba-tiba.
2. satuan batupasir yang berangsur menipis secara lateral hingga tidak lama akn membrkas.
3. batupasir yang berangsur menjadi interlaminasi dengan batulanau secara lateral.
4. batulanau penghias yang bertambah kelimpahannya secara lateral sehingga satuan
tersebut menjadi batulanau/batupasir wavy-bedded.

Didalam sebagian daerah bagian top batupasir berbentuk symmetrical, crested ripples lurus
dipenagruhi oleh aktivitas gelombang (gambar 11). Material penyusun lainnya pada
batupasir crevasse splay distal dimana tertumpuk didalam offset penunjuk; jadi, seperti
batupasir yang habis secara lateral, secara umum tergantikan oleh lainnya pada horison
yang lebih tinggi atau yang lebih rendah.
Interpretasi
Danau floodbasin secara daerah pengaliran yang buruk pada relief kecil terletak
berdekatan dengan atau diantara aktif, tetapi sedikit lebih tinggi, sabuk perbukitan alluvial
berkelok. Floodbasins berperan sebagai cekungan stilling yang dimana suspended sedimen
halus dapat mengendap dari arus overbank setelah butiran suspended kasar telah
diendapkan pada leeves atau crevasse splay (Allen, 1965a).
Endapan floodbasin yang khas berupa lempung, meskipun lanau dan pasir juga ada, dan
endapan tersebut hampir seragam pada ketebalan vertikal keseluruhan. Ketiadaan penunjuk
ciri-ciri utama pada keberadaannya, seperti suncracks, calcretes, dan sebagainya
mengindikasikan floodbasin yang menerus dibawah permukan air danau.
Danau air tawar yang berasal dari floodbasins sekarang dapat diketahui sebagai ciri-ciri
yang penting pada banyak lingkungan pembentuk batubara (Ferm & Cavaroc, 1968;
Williams, 1968; Duff & Walton, 1973; Scott, 1978; Flores, 1979; Ethridge & Flores, 1981).
Batulanau laminasi dan batulanau disertai batupasir melensa interbedded dengan batupasir
crevasse splay distal (Gambar 5,6,7,9), kemungkinan tertransport menuju floodbasin
melalui crevasse channnels. Setelah pengendapan pasir pada crevasse splay sebagai
bedload, sedimen halus tersisa didalam suspension (Coleman, 1969), dan berangsur-angsur
mengendap atau tertranspor ketempat lain. Jadi, persoalan besar mengenai lanau yang telah
tertransport menuju danau floodbasin melalui crevasse channels. Batulanau dengan
batupasir melensa yang khas pada banyak roof normal (gambar 10) dihasilkan dari
pengendapan suspension bolak-balik dengan aktivitas arus, gelombang atau badai.
Crested ripples lurus yang berada didalam batulanau lenticular-bedded dan dibagian top
pada sebagian batupasir crevasse splay distal (gambar 11). Umumnya melalui workings
penjajaran sub-parallel keseluruhan. Bagaimanapun, penyesuaian muatan tidak meiliki
hubungan dengan pola paleocurrent menyeluruh (gambar 3). Ripples tersebut dipikirkan
telah terbentuk oleh aktivitas gelombang, dengan sub-parallel alaminya mengindikasikan
penyesuaian yang tetap pada gelombang-gelombang tersebut. Formasi-formasi pada
gelombang didalam danau pada pengambilan yang terbatas telah didokumentasi oleh
Hutchinson (195&) dan Komar (1974).
Batulanau overbank-flood yang mengalami interbedded dengan bagian atas pada roof
normal didalamsebagian daerah yang tersingkap didalam colliery workings sukar untuk
diinterpretasikan pada dasar lithologi. Batulanau masif serupa telah diinterpretasikan
sebagai endapan subaerial levee oleh Elliots (1968, 1969). Bagaimanapun,
Ada bukti kecil mengenai keberadaan subaerial seperti akar pengganggu, pengaruh
oksidasi atau pengeringan.
Asosiasi pada batulanau overbank flood dengan endapan floodbasin danau pengisi yang
konsisten berasal dari overbank flood yang meluas menjadi floodbasin dari channel aktif
pada tingkat yang lebih tinggi.

Konsentrasi sulfur didalam batubara Palaegon Jepang


TOSHIO SHIMOYA

Mitsui Coal Mining Company Ltd. Murimachi 2-1, Nihonbashi, Tokyo 103, Japan
ABSTRACT
Tidak ada korelasi yang ditemukan diantara kandungan total sulfur dan derajat
pembentukan batubara, yang menunjukkan penyatuan sulfur didalam tahapan
pembentukan gambut.
Ada hubungan kebalikan pada kandungan total sulfur dengan selang waktu diantara lapisan
dasar batubara dan marine yang melapisi diatasnya dengan zona brackish-water. Ini
menunjukkan bahwa air laut yang dapat mencapai hingga gambut orisinil dari sedimen
marine didekatnya berperan penting didalam pertambahan kandungan sulfur didalam
batubara Palaegone Jepang.
PENDAHULUAN
Penelitian yang dilakukan mengungkapkan bahwa pertambahan kandungan sulfur selama
tahapan pembentukan gambut dapat terjadi kerena pengaruh marine (Casagrande et al.,
1997; Wang et al., 1982). Kisaran pada kandungan sulfur didalam batubara Palaeogene
Jepang berbeda-beda secara luas. Sebagian besar batubara diendapkan didalam lingkungan
paralic sehingga sikuen pembawa batubara dipengaruhi sebagian luasnya oleh serbuan
marine. Korelasi diantara diantara kandungan total sulfur dan selang waktu diantara lapisan
batubara dan marine yang melapisi diatasnya dan horison brackish-water yang terbentuk.
KEBERADAAN DAN KANDUNGAN SULFUR
Sulfur yang ada didalam bentuk yang berbeda-beda didalam batubara diklasifikasikan
menjadi sulfur inorganik dan sulfur organik. Sulfur inorganik dan sulfur organik yang
ditentukan oleh J.I.S. (Japanese Industrial Standard). Bahwa, Eschka dan metode
pembakaran bertemperatur tinggi diaplikasikan untuk penentuan kandungan total sulfur.
Kandungan sulfur inorganik ditentukan oleh metode yang sama yaitu I.S.O. (International
Organization for Standardization) Rekomendasi R 157. Kandungan sulfur organik
ditentukani oleh subtraksi kandungan inorganik sulfur dari kandungan total sulfur.
Sulfur inorganik yang ada sebagaian besar sebagai penyebaran butiran framboidal,
micronodules, kristal tunggal yang jarang, dan penyatuan kristal pada sulfida besi, yang
dimana biasa mengandung pyrit dan jarang mengandung marcasit. Pyrit pengisi rekahan
yang dengan jelas mengendap lebih lama dibandingkan butiran framboidal dan
micronodules. Pyrit pengisi rekahan umumnya jarang tetapi melimpah didalam batubara
pada lapangan batubara Jacoban, yang dihasilkan dari pembenaman didalam mata air
panas. Sulfur organik didalam batubara dijelaskan keberadaan sebagai thiols, sulfida dan
thiophine derivatives (Tissot & Welte, 1978).
Derajat pada pembentukan batubara diindikasikan oleh kandungan zat terbang (volatile
matter )(dry ash-free basis) yang dikorelasikan dengan perkiraan vitrinoid (Shimoyama &
Iijima, 1978). Gambar 5 menunjukan tidak ada korelasi diantarakandungan total sulfur dan
derajat pembentukan batubara. Ini merupakan petunjuk yang kuat bahwa keberadaan sulfur
tidak tetentu pada batubara selama tingkatan diagenetik burial; oleh karena itu, tingkatan
maturity didalam ranks; batubara lignite, subbituminous, dan bituminous.
KONSENTRASI SULFUR DAN BESI DIDALAM LAPISAN BATUBARA
Ketika ion sulfat didalam airlaut Paleogene yang tersaring kedalam lapisan gambut orisinil,
ion sulfat diuraikan menjadi ion sulfur oleh bakteri pengurai sulfat. Ion sulfur, disatu sisi,
bereaksi dengan besi menjadi bentuk sulfida yang, pada tahapannya, bereaksi dengan unsur
pokok organik menjadi persenyawaan sulfur organik.
Besi didalam lapisan batubara terutama berasal dari profil pelapukan lateritic didekatnya
didalam bentuk oksida besi dan hydroksida, dan terakumulasi dengan lempung dan butiran
tumbuhan. Partikel lempung kaolin dapat menyerap dan membawa kelimpahan oksida besi

dan hidroksida yang dibebaskan dengan mudah dibawah kondisi anaerobik (Carrol, 1958)
didalam rawa batubara.
Ketiadaan korelasi diantara kandungan total sulfur dan derajat pembentukan batubara,
seperti yang diperlihatkan didalam gambar 5, petunjuk kuat bahwa keberadaan sulfur tidak
menentu didalam batubara pada tahapan awal diagenetik, yaitu, tahapan pembentukan
gambut.
Menurut penelitian pada diagenesis karbonat didalam lapangan batubara Palaeogene
Jepang oleh Matsumoto (1978a, b), dan Matsumoto & Iijima (1981), sikuen pembawa
batubara air tawar, dan marine serta bracwish water interbeds mengandung berbagai
akumulasi pada karbonat Ca-Mg-Fe (tabel 2). Bagaimanapun, besi sulfida yang ada
sebagai butiran framboidal dan microconcretions selalu diperlihatkan pada awal tahap
pembentukan diagenesis burial sebelumnya hingga karbonat yang paling awal yang
terbentuk didalam sedimen halus pada kedalaman burial yang kurang dari 400-500 m.
Sulfur organik didalam batubara juga dipertimbangkan dialam tahapan pembentukan
gambut. Thiols dan sulfida didalam batubara dipertimbangkan untuk terbentuk oleh reaksi
pada zat organik dengan gas hidrogen sulfida didalam sedimen organik halus, dan
mengalami perubahan bentuk menjadi thiophene derivatives didalam proses metamorfisme
(Tissot & Welte, 1978).
Harris et al. (1981) menyimpulkan bahwa konsentrasi sulfur tinggi bersamaan dengan
kehadiran konsentrasi yang lebih tinggi pada unsur lainnya seperti rubidium dan
phosphorous didalam serpih interbeds didalam bagian bawah tengah pada lapisan batubara
yang menunjukkan kondisi awal marine yang baru terbentuk didalam perkembangan pada
lapisan batubara ini.
KONSENTRASI SULFUR DIDALAM BATUBARAMIIKE
Air asin diinterpretasikan hingga pembentukan oleh pencampuran pada perangkap air laut
dan air tawar di kedalaman lebih dari 300-400 m selama burial, yang terindikasi oleh
diagenesis karbonat (Matsumoto & Iijima, 1981). Porositas berkurang menurut kompaksi
dengan pengurangan kedalaman burial dan air pada core yang terbuang berikutnya dari
sedimen orisinil menjadi sedimen undercompacted didekatnya (Magara, 1976, 1978).
Pencampuran pada fosil didalam air yang didukung oleh komposisi hidrogen dan oksigen
pada fosil air (Tanai, 1982). Ini petunjuk bahwa kandungan sulfat dan rasio sulfat chlorine
pada air asin sangat kecil dibandingkan dengan air laut normal. Sebagian besar, jika tidak
semua, ion sulfat didalam fosil air kemungkinan ada pada sikuen pembawa batubara
didalam bentuk besi sulfida dan parsenyawan sulfur organik. Kisaran konsentrasi pada
sulfur inorganik biasanya lebih besar dibanding dengan yang ada di sulfur organik.
Hubungan yang dekat diantara sulfur inorganik dan horison abu tinggi yang menunjukkan
afinitas genetik. Sebagian besar besi oksida dan hidroksida tertransportasi kedalam rawa
batubara sebagai partikel suspended koloid atau sebagai lapisan pada partikel lempung
kaolin, yang dimaksudkan oleh Carrol (1958). Karenanya, horison abu tinggi didalam
lapisan batubara kaya akan lempung sehingga bermula dari penggabungan kelimpahan besi
oksida dan hidroksida yang bereaksi dengan ion sulfur menjadi bentuk besi sulfida.
KESIMPULAN : HUBUNGAN KANDUNGAN TOTAL SULFUR PADA INTERVAL
DIANTARA LAPISAN BATUBARA DAN LAPISAN ATAS MARINE HINGGA
HORISON BRACKISH-WATER
Disini, konsentrasi sulfur yang diperlihatkan tidak dipengaruhi oleh infiltrasi pada air laut
dari sedimen marine lapisan atas. Pada pertambahan didalam sulfur tersusun hingga
infiltrasi air laut mulai dari strata lapisan atas selama tahapan pembentukan gambut.
Hal yang dicapai pada air laut yang dipengaruhi secara alami yang tidak hanya oleh
interval diantara lapisan batubara dan lapisan atas marine hingga horison brackish-water
tetapi juga oleh litologi pada interval yang mengontrol permeabilitas. Ini dapat

disimpulkan bahwa yang diperoleh pada air laut yang contemporaneous yang kaya akan
ios sulfat hingga gambut orisinil berperan penting didalam konsentrasi total pada sulfur
didalam lapisan batubara.

Anda mungkin juga menyukai