STROKE HEMORAGIK
Disusun oleh:
Destini Puji Lestari
22020111130032
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
A. PENGERTIAN
1. Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik
atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian (Ginsberg, 2005).
CVA (Cerebro Vascular Accident) atau sering disebut stroke adalah
kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam yang menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, proses bepikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk
kecacatan lain (Muttaqin, 2008).
Menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral
(stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan
aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat
perdarahan dalam otak.
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler
(Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi.
3. Faktor Resiko
a. Hipertensi
b. Hipotensi
c. Obesitas
d. Kolesterol darah tinggi
e. Riwayat penyakit jantung
f. Riwayat penyakit diabetes mellitus
g. Merokok
h. Stress
B. ETIOLOGI
Menurut Batticaca, penyebab stroke hemoragik yaitu:
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak,
edema, dan mungkin herniasi otak.
C. PATOFISIOLOGI
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl,
2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
g. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
D. PATHWAY
Hipertensi/ terjadi
perdarahan
aneurisma
Ekstravasasi darah di
otak
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer
otak
Perdarahan serebri
TIK
Hipertensi/ terjadi
perdarahan
Iskemia
Anoksia
aktifitas elektrolit
Nyeri
Aktifitas elektrolit
anoksia
terhenti
Pompa Na+ dan Ka+
Metabolisme anaerob
gagal
Metabolit asam
Acidosis lokal
sel
Edema intrasel
Edema Ekstrasel
edema
Lesi di Kapsul
Gangguan bicara/penglihatan,
Kerusakan
Nerves I-XII
neuron
ketidakefektifan
bersihan
jalan
napas
10
2)
Penilaian buruk
3)
2)
3)
4)
Disfagia global
5)
Afasia
6)
Mudah frustasi
F. KOMPLIKASI
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Nasissi, 2010).
11
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila
terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,
prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Nasisi, 2010).
G. PENATALAKSANAAN
1.
2.
12
Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low
heparin, tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
b) Neuroprotektan
1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen
2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke
dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak
3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
4.
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO),
tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk
pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek
sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral
13
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Dewanto (2009) pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan
adalah :
1. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,
dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis
serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
14
I.
PEMERIKSAAN PRIMER
Primary survey (pengakajian primer)dilakukan melalui beberapa tahapan,
antara lain (Gilbert., DSouza., & Pletz, 2009) :
1. General Impressions
a. Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
b. Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
c. Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
2. Pengkajian Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
4) Lakukan intubasi
3. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain:
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
15
4.
5.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tandatanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
1) Pemberian terapi oksigen
2) Bag-Valve Masker
3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain:
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
e. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
16
6.
J.
PEMERIKSAAN SEKUNDER
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No. RM,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama,
pengunaan
obat-obat
antikoagulan,
aspirin
dan
kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat
emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun
keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut dan hygiene kepala
b. Mata:buta,kehilangan daya lihat
c. Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
17
d.
e.
Leher,
Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
f.
Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
18
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
bagian
ini
sulit
di
test
demikian
pula
dengan
ix.
21
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala
klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
22
23
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DAN TUJUAN
Diagnosa Keperawatan: Resiko
ketidakefektifan jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
Tujuan: setelah melakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
perfusi jaringan otak tercapai
maksimal ditandai dengan:
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang.
3. GCS 456
4. Pupil isokor, reflek cahaya (+)
5. Tanda-tanda vital normal
Diagnosa Keperawatan :
Hambatan
mobilitas
berhubungan
hemiparese/hemiplagia.
INTERVENSI
1.
24
RASIONAL
1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan.
2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi
4.
5.
6.
7.
3.
4.
25
5.
26
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler-kapiler.
berubah posisi
5. Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah
posisi.
6. Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit.
27
5.
6.
M. Kepustakaan
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Nurarif, Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa medis & NANDA, NIC- NOC. Yogyakarta:
MediAction
Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical Surgical
Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott
Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :
EGC
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih
bahasa: Widyawati dkk.Jakarta:EGC
28