Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti, adalah program studi yang bertujuan untuk menghasilkan sarjana
yang dapat memahami bumi sebagai suatu system alam, dapat mengenali hukum alam
yang terjadi secara keseluruhan sehingga mampu untuk melakukan pekerjaan
eksplorasi dan eksploitasi yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jenjang S 1 di Program
Studi Teknik Geologi para mahasiswa diwajibkan untuk membuat laporan pemetaan
geologi. Pemetaan geologi dilakukan untuk mengaplikasikan dan mengetahui keadaan
geologi suatu daerah yang meliputi : geomorfologi, jenis litologi, dan posisi
stratigrafinya, struktur geologi yang berkembang, sejarah geologi, serta potensi
alamnya.
Pemetaan geologi daerah Banyumas, Kecamatan Banyumas, Kabupaten
Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, dilakukan untuk mengetahui gejala gejala
geologi yang terdapat daerah tersebut beserta potensi sumber daya alamnya. Hasil
yang diperoleh dari pemetaan geologi diharapkan dapat mendukung data yang telah
ada sebelumnya serta dapat berguna bagi pendayagunaan sumber daya alam daerah
tersebut.

I.2 Batasan Masalah


Kondisi geologi di daerah banyumas dan sekitarnya diperlukan untuk
mengetahui potensi sumber daya alam beserta gejala-gejala geologi yang terdapat
didaerah tersebut. Hasil yang diperoleh dari pemetaan geologi diharapkan dapat
mendukung atau menambah data yang telah ada sebelumnya, sehingga dapat berguna
untuk perencanaan pembangunan serta pendayagunaan sumber daya alam daerah
tersebut.

I.3 Rumusan Masalah


Dalam pemetaan ini yang dilakukan adalah untuk mengetahui potensi yang
ada didaerah banyumas dan sekitarnya seperti melakukan penelitian dengan

pengambilan data seperti struktur dan stratigrafi batuan, geomorfologi, dan sejarah
geologi yang ada di daerah tersebut.

I.4 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pemetaan di daerah Kutawaringin - Ciniru, Kecamatan
Selajambe Ciniru Garawangi, Kabupaten Kuningan dan Ciamis, Propinsi Jawa
Barat ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan S1 Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti.
Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan gambaran rinci keadaan
geologi di daerah pemetaan, yaitu : geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah
geologi dan evaluasi geologi yang disajikan dalam bentuk peta lintasan, peta dan
penampang geomorfologi, peta dan penamapang geologi serta kolom stratigrafi
terukur.

I.5 Manfaat penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi yang ada di
daerah pemetaan sehingga dapat diketahui potensi sumberdaya alam yang ada serta
potensi apasaja yang terdapat pada daerah pemetaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Fisiografi Regional


Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi
menjadi 6 zona fisiografi, yaitu:
Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium Bogor Serayu
Utara Kendeng, Deperesi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, dan
Pegunungan Selatan Jawa.
1. Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km kea rah
selatan. Semakin ke arah timur, lebarnya menyempit hingga 20 km.
2. Gunungapi Kuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G. Dieng, G.
Sundoro, G. Sumbing, G. Ungaran, G. Merapi, G. Merbabu, dan G. Muria.
3. Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan tegal, zona ini
tertutupi oleh produk gunungapi kwarter dari G. Slamet. Di bagian tengah
ditutupi oleh produk volkanik kwarter G. Rogojembangan, G.Ungaran,
dan G.Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor
dengan batas antara keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga
Ajibarang, persis di sebelah barat G. Slamet, sedangkan ke arah timur
membentuk Zona Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di selatan
Dataran Aluvial Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang
terlipat kuat dan terintrusi. Zona Kendeng meliputi daerah yang terbatas
antara Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan
singkapan batuan tertua berumur Oligosen-Miosen Bawah yang diwakili
oleh Formasi Pelang.
4. Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga selatan.
Sebagian merupakan dataran pantai dengan lebar 10-25 km. Morfologi
pantai ini cukup kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur
yang relatif lebih terjal.
5. Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa
membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini
terputus oleh Depresi Jawa Tengah.

6. Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah


yang membentuk kubah dan punggungan. Di bagian barat dari
Pegunungan Serayu Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh
bentuk antiklonorium yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan
tertua terbesar di Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.

Sebahagian peta fisiografi Jawa Tengah - Van Bemmelen, 1949

II.2 Geomorfologi Regional


Penamaan satuan geomorfologi daerah pemetaan berdasarkan atas parameter
deskriptif, litologi, dan proses genetik baik secara endogen maupun eksogen yang
terjadi didaerah pemetaan tersebut. Pembahasan geomorfologi bermaksud untuk
mengelompokkan bentang alam secara sistematis berdasarkan kenampakan bentukbetuk relief di lapangan, kemiringan lereng, beda tinggi serta variasi litologi, pola
aliran sungai, genetik sungai dan struktur geologi yang mengontrolnya.
Secara umum geomorfologi daerah pemetaan memperlihatkan perbukitan dan
bergelombang. Namun pengklasifikasian bentang alam ini, dilakukan dengan
mengacu pada parameter-parameter relief yang disusun oleh Van Zuidam (1983)
(Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi relief Van Zuidam , 1983


KELERENGAN

SATUAN RELIEF

02%

Datar

37%

Miring landai

8 13 %

Bergelombang miring

14 20 %

Pebukitan bergelombang

21 55 %

Pebukitan tersayat tajam

56 140 %

Pegunungan tersayat tajam

> 140 %

Pegunungan tersayat curam

Berdasarkan genesanya (Hidartan dan Handaya , 1994), bentukan bentang


alam

dibedakan

berdasarkan

dominasi

gaya-gaya

yang

bekerja

selama

pembentukannya, terdiri atas bentukan bentang alam asal endogen dan eksogen.
Bentukan bentang alam asal endogen : (a) Bentuk Asal Struktural yaitu bentuk lahan
struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik yang berupa
pengangkatan, perlipatan dan patahan. Gaya tektonik ini bersifat konstruktif
(membangun) dan pada awalnya hampir semua bentuk lahan di roman muka bumi ini
dibentuk oleh kontrol struktural dan (b) Bentuk Lahan Asal Volkanik adalah bentukan
lahan yang terjadi karena pengaruh aktifitas volkanik berupa kepundan, kerucut
semburan, medan lava, medan lahar dan sebagainya yang umumnya berada pada
wilayah gunung api. Sedangkan bentang alam asal eksogen terdiri atas ; (a) Bentuk
asal fluvial adalah bentuk lahan yang berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air
permukaan yang berupa pengikisan pengangkutan, dan penimbunan pada daerah
rendah seperti lembah dan daratan alluvial ; (b) Bentuk asal marine , aktifitas marine
yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang surut dan pertemuan terumbu karang.
Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang
melapar sejajar garis pantai; (c) Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karst), adalah bentuk
lahan karst dihasilkan oleh proses solusi / pelarutan pada batuan yang mudah larut.
Mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan oleh tingkat
pelarutan batuan yang tinggi; (d) Bentuk Lahan Asal Aeolian (Angin), adalah
bentukan ini dipengaruhi oleh udara dan angin yang dapat membentuk medan yang
khas dan berbeda bentuknya dari daerah lain. Endapan angin terbentuk oleh
pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin yang umumnya
dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu (loess); (e) Bentuk Lahan Asal
Glasial, adalah bentuk yang dihasilkan oleh aktivitas gletser, tidak berkembang
didaerah tropis kecuali sedikit di puncak Gunung Jaya Wijaya di Indonesia ; (f)
Bentuk Asal Denudasional, adalah proses denudasional (penelanjangan) merupakan
kesatuan dari proses pelapukan, pegerakan tanah, erosi dan kemudian diakhiri dengan
proses pengendapan.
5

Secara umum relief daerah pemetaan ini adalah naik dapat dilihat dari utara
peta da kemudian disebelah selatan peta reliefnya menurun.

II.3 Struktur Geologi Regional


Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh
subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Mikro Sunda.
Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra
satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur
dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa.
Arah yang pertama adalah arah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW) yang disebut
dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupaka pola dominan
yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada
80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah Utara-Selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan
Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu
(Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di
dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah Barat-Timur
(E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik
seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949 op.cit.
Pulunggono dan Martodjojo, 1994).

Pola struktur geologi Pulau Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)

Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan


interpretasi Foto ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa
Tengah adalah Barat Laut-Tenggara dan Timur Laut-Barat Daya dan beberapa pola
struktur sesar mempunyai arah Barat-Timur.

II. 4 Stratigrafi Regional


Stratigrafi Regional yang digunakan penulis mengacu pada Djuri dkk. (1996),
Kastowo dan Suwarna (1996) dan Condon dkk. (1996). Batuan tertua pada daerah
penelitian adalah Formasi Pemali. Di atas Formasi Pemali secara berurutan ke atas
diendapkan selaras dengan Formasi Rambatan, Formasi Halang, dan Formasi
Kumbang. Hubungan Formasi Halang dan Formasi Kumbang adalah menjari.
Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbidit. Di atas Formasi
Kumbang diendapkan selaras Formasi Tapak dan Formasi Kalibiuk. Formasi
Kaliglagah diendapkan selaras di atas Formasi Kalibiuk. Di atas Formasi Kaliglagah
diendapkan Formasi Ligung, Formasi Mengger pada lingkungan darat. Selaras di atas
Formasi Mengger diendapkan Formasi Linggopodo pada lingkungan darat pada kala
Plistosen Akhir. Setelah itu diendapkan produk volkanik Gunung Slamet Muda dan
endapan aluvial pada lingkungan darat pada kala Holosen.

1. Formasi Pemali
Formasi Pemali tersusun atas napal globigerina berwarna abu-abu muda
dan abu-abu kehijauan, terdapat sisipan batugamping pasiran, batupasir tufan, dan
batupasir kasar. Umur dari Formasi Pemali adalah Miosen Awal. Tebal formasi ini
diperkirakan mencapai 900 meter.

2. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan tersusun atas serpih, napal, dan batupasir gampingan.
Napal berselang-seling dengan batupasir gampingan berwarna kelabu muda. Pada
bagian atas terdiri dari batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai biru
keabu-abuan. Umur dari Formasi Rambatan adalah Miosen Tengah dan tebalnya
diperkirakan 300 meter.

3. Formasi Halang
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit, konglomerat tufan, dan
napal bersisipan batupasir. Terdapat jejak organisme di atas bidang perlapisan
batupasir. Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen turbidit pada zona batial
atas (Kastowo dan Suwarna, 1996). Umur Formasi Halang adalah Miosen Akhir dan
mempunya ketebalan 390-2600 meter. Praptisih dan Kamtono (2009) menyatakan
Formasi Halang Bagian Atas disusun oleh batupasir, batulempung, dan perselingan
antara batupasir dan batulempung. Pada perselingan batupasir dan batulempung
dicirikan oleh batupasir yang berwarna abu-abu, halus-kasar, tebal lapisan 10-20 cm,
struktur sedimen perlapisan bersusun, laminasi sejajar, dan wavy. Batulempung
berwarna kehitaman, tebal 0,5-10 cm.

4. Formasi Kumbang
Formasi Kumbang terdiri dari breksi, lava andesit, tuf, dibeberapa tempat
breksi batuapung dan tuf pasiran (Djuri dkk., 1996). Terdapat juga aliran lava andesit
dan basalt (Condon dkk., 1996), serta tuf. Ketebalan formasi ini mencapai 2000
meter. Kastowo dan Suwarna (1996) menyatakan umur formasi ini Miosen TengahPliosen Awal. Formasi Kumbang merupakan endapan turbidit dari suatu sistem kipas
bawah laut (upper fan) yang dipengaruhi oleh kegiatan vulkanisme (Kartanegara dkk.,
1987).

5. Formasi Tapak
Formasi Tapak tersusun atas batupasir berbutir kasar berwarna kehijauan
dan konglomerat, setempat breksi andesit. Di bagian atas terdiri dari batupasir
gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung kepingan moluska (Djuri
dkk., 1996). Anggota Breksi Formasi Tapak terdiri dari breksi gunungapi dan
batupasir tufan (Condon dkk., 1996). Anggota Batugamping Formasi Tapak
merupakan lensa-lensa gamping tak berlapis yang berwarna kelabu kekuningan.
Umur dari Formasi Tapak adalah Pliosen Awal-Pliosen Tengah. ketebalan dari
formasi ini berkisar antara 500-1650 meter (Kartanegara dkk., 1987)

6. Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk tersusun atas napal lempungan bersisipan batupasir,
kaya moluska. Kelompok moluska tersebut mengindikasikan tidal zone facies yang
8

berumur Pliosen. Umur dari Formasi Kalibiuk adalah Pliosen Awal.

7. Formasi Kaliglagah
Formasi Kaliglagah tersusun atas batulempung, napal, batupasir, dan
konglomerat, di beberapa tempat lignit setebal 10-100 cm (Djuri dkk., 1996). Pada
bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal hijau, batupasir bersusunan
andesit, dan konglomerat. Pada umumnya batupasir memperlihatkan struktur silang
siur dan mengandung sisipan lignit. Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (Kastowo
dan Suwarna, 1996).

8. Formasi Ligung
Formasi Ligung tersusun atas aglomerat andesit, breksi, dan tuf berwarna
abu-abu di beberapa tempat. Terdapat Anggota Lempung Formasi Ligung yang
tersusun atas batulempung tufan, batupasir tufan, dan konglomerat, setempat sisa
tumbuhan dan batubara muda yang menunjukkan bahwa anggota ini diendapkan di
lingkungan bukan marin.

9. Formasi Mengger
Formasi Mengger tersusun atas tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan
dengan sisipan konglomerat dan lapisan tipis magnetit. Pada formasi ini juga
ditemukan fosil mamalia yang termasuk kategori upper vertebrate zone yang
menunjukkan umur Plistosen awal. Ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai 150
meter.

10. Formasi Linggopodo


Formasi Linggopodo tersusun atas breksi gunungapi, tuf, dan lahar yang
berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung Copet (van Bemmelen, 1949). Formasi
ini tersebar di Pemalang, Pekalongan, Batang hingga Ungaran.
Berdasarkan ciri-ciri litologi kelompok batuan pada daerah penelitian, maka
disimpulkan daerah penelitian tersusun atas Formasi Kumbang, Formasi Halang, dan
Formasi Tapak.

II.5 Satuan Litologi Daerah Pemetaan

Satuan litologi daerah pemetaan ini adalah satuan batu breksi, satuan perselingan
batupasir dan batulempung dengan formasinya yaitu:
a. Formasi Halang
Formasi ini tersusun dari perselingan batupasir, batulempung,
batunapal dan tufa dengan sisipan breksi. Bagian bawah terdiri dari breksi dan
batunapal dengan sisipan batupasir(tebal sekitar 5-10 cm sampai 1m) dan
batulempung. Lebih ke atas terdapat perselingan batupasir (tebal sekitar 510cm sampai 1m) dan batunapal dengan sisipan batulempung, tufa dan
kalkarenit(tebal sekitar 5-30cm). Bagian atas formasi didominasi oleh
batunapal dan batupasir dengan sisipan tufa, batulempung dan batupasir
konglomeratan. Di bagian ini lapisan tufa semakin banyak. Sisipan batupasir
konglomeratan terdapat di bagian paling atas.
Foraminifera planktonic dijumpai pada batunapal, baik di bagian bawah
maupun bagian atas formasi ini. Di bagian bawah menunjukkan umur N15N16 atau Miosen Tengah- Miosen Akhir (Safaruddin, 1982). Dengan
demikian umur Formasi Halang adalah Miosen Tengah sampai Pliosen Awal
(N15-N18). Berdasarkan temukan foraminifera bentos disimpulkan bahwa
lingkungan pengendapan Formasi Halang adalah Batial Atas (200-1000m)
(Safaruddin, 1982). Menurut Haryono (1981), Formasi Halang disimpulkan
sebagai endapan turbidit dimana bagian bawah bersifat proksimal, bagian atas
bersifat distal, serta diendapkan di bagian dalam sampai luar kipas laut dalam
(submarine fan).
b. Anggota Breksi Formasi Halang
Breksi dengan komponen andesit, basal dan batugamping, masa dasar
batupasir tufan kasar, sisipan batupasir dan lava basal.

10

BAB III
METODOLOGI DAN TAHAP PENELITIAN

III.1 Lokasi Pemetaan


Daerah pemetaan terletak di Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas,
Kecamatan Banyumas dan Kemrajen dan sekitarnya. Secara geografis daerah
pemetaan keseluruhan kavling terletak pada 109 15 27,5 - 109 18 45 BT dan
07 32 10,5 - 07 34 53. Luas daerah pemetaan adalah 30 km2, dengan ukuran 5
km x 6 km.

III.1 Lokasi Daerah Pemetaan dan Peta Kontur

11

Kabupaten

Lokasi Kavling
Kecamatan

Banyumas
Banyumas

Kemrajen

Desa/Kelurahan
Pasinggahan
Kedunggede
Kejawar
Karangrau
Tanggeran
Pageralang
Karangsalam
Adisana
Alasmalang

III.2 Metodologi
Pemetaan ini dilakukan dengan melewati beberapa tahapan, yaitu tahap
persiapan dan perencanaan, tahap pemetaan lapangan, tahap penelitian laboratorium
dan tahap penyusunan laporan.
III.2.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan
Tahap ini terdiri dari 4 kegiatan, antara lain :
1. Studi Literatur mengenai daerah pemetaan dari peneliti peneliti terdahulu.
2. Perencanaan lintasan lokasi pengamatan yang sesuai dengan efesiensi dan
efektifitas seorang geologi yang bekerja di lapangan, yaitu dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Lintasan tegak lurus dengan jurus
Diutamakan lintasan yang melewati sungai dan memotong seluruh
formasi yang terdapat di daerah pemetaan.
Perencanaan lintasan harus mempertimbangkan faktor resiko
keselamatan.
3. Analisis peta topografi, digunakan untuk prediksi awal indikasi adanya
struktur geologi dan variasi geologi yang dijumpai di daerah pemetaan.
4. Persiapan Perlengkapan dan Pemilihan Base Camp
Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain :
Peta Topografi 1 : 25.000
Kompas Geologi

12

Buku Lapangan & Alat Tulis


Kantong Contoh Batuan
Plastik Peta
Larutan HCL 10%
Loupe
Palu Geologi
Kamera Digital
Komparator Batuan

III.2.2 Tahap Penelitian Lapangan


Hal hal yang perlu dilakukan di lapangan adalah sebagai berikut :
Menentukan lokasi pengamatan dan plotting pada peta topografi.
Pengamatan dan pengukuran singkapan batuan serta pengambilan
contoh batuan untuk analisis laboratorium.
Pengukuran struktur geologi.
Pencatatan data observasi dalam buku lapangan.
Pengambilan foto geomorfologi dan singkapan batuan.
Pembuatan penampang tektonik.

III.2.3 Tahap Penelitian Laboratorium


Tahap penelitian laboratorium dilaksanakan untuk melengkapi dan
memperkuat data lapangan.
1. Analisis Mikropaleontologi dan Stratigrafi
Analisis ini bertujuan untuk interpretasi umur relative dari batuan serta untuk
mengetahui lingkunagn pengendapan daerah pemetaan.
2. Analisis Petrografi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tekstur dan komposis mineral dari
batuan serta penentuan jenis dan nama batuan.
3. Analisis Kalsimetri
Analisis ini dilakukan untuk menentukan kadar karbonat dalam batuan.

III.2.4 Tahap Penyusunan Laporan

13

Penyusunan laporan merupakan tahap akhir pemetaan geologi daerah x


sebagai suatu dokumen yang berisi laporan pemetaan dan menggabungkan hasil
hasil penelitian lapangan, laboratorium, analisis dan kesimpulan.

III.3

Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penulisan laporan ini terdiri dari :

BAB 1. PENDAHULUAN
Pada bab 1, berisi penejlasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan lokasi
pemetaan dan kesampaian daerah, metode pengelitian, siste atika pembahasan dalam
laporan dan peralatan yang dibutuhkan pemetaan.

BAB 2 GEOMORFOLOGI
Pada bab 2, berisi penjelasan tentang kenampakan bentang alam
(geomorfologi) di daerah pemetaan ditunjang oleh kenampakan geomorfologi secara
regional.

BAB 3 STRATIGRAFI
Pada bab 3, berisi penjelasan tentang runtunan satuan batuan berurutan dari
tua ke muda yang dijumpai di daerah pemetaan yang ditunjang oleh stratigrafi
regional.

BAB 4 STRUKTUR GEOLOGI


Pada bab 4, berisi penjelasan tentang berbagai kenampakan struktur geologi di
daerah pemetaan yang ditinjau dari struktur geologi regional.

BAB 5 SEJARAH GEOLOGI


Pada bab 5, menjelaskan tentang setiap aspek dan peristiwa geologi (satuan
batuan dan struktur geologi) yang terjadi di daerah pemetaan secara kronologis.

BAB 6 EVALUASI GEOLOGI


Pada bab evaluasi geologi berisi penjelasan mengenai evaluasi geologi (bahan
galian dan bencana alam) daerah pemetaan.

BAB 7 KESIMPULAN
14

Pada bab terakhir, berisi kesimpulan geologi daerah pemetaan.

DAFTAR PUSTAKA
Berisi semua referensi buku, makalah, dan sumber referensi lain yang
digunakan selama melakukan pemetaan dan menyusun laporan.

LAMPIRAN
Berupa peta, analisis kalsimetri dan analisis petrografi.

III.5 Peneliti Terdahulu


Daerah pemetaan telah diteliti oleh beberapa peneliti terdahulu, diantaranya
adalah :

Sukendar Asikin (1988), menganalisa struktur geologi Indonesia berdasarkan


tektonik lempeng sehingga dapat mengetahui proses tektonik regional Pulau
Jawa.

15

BAB IV
WAKTU DAN RENCANA

IV.1 Waktu
Pemetaan ini dilaksanakan 30 hari, dari tanggal 7 Agustus 7
September.

IV.2 Rencana

Tahapan Kegiatan

Juni

Juli

Bulan
Agustus September Oktober November Desember Januari

Tahap Persiapan
Pembuatan Proposal dan Peta (kontur, aliran dll)
Tahap Pemetaan Lapangan
Tahap Penelitian dan Analisa Laboratorium
Tahap Penyusunan Laporan
Presentase (Kolokium)

Tahap 1: Tahap Persiapan, meliputi;


Studi pustaka, Pembuatan proposal, pembuatan peta kontur, peta geomorfologi
dengan intrepetasi dan peta pola aliran sungai, pembuatan lintasan.
Lalu, persiapan untuk di lapangan dari mulai perlengkapan yang digunakan
ketika di lapangan nanti serta barang-barang yang akan dibawa ke daerah pemetaan
masing-masing. Penentuan basecamp di kavling atau tempat tinggal.

Tahap 2: Tahap Pemetaan Lapangan, meliputi;


Melakukan perijinan di daerah kavling masing-masing yang sudah di
tentukan, melakukan Tectonic Section dan Measured Section untuk melakukan
pengamatan tersebut. Tentukan Geomorfologinya, mendeskripisikan batuan dan
pengambilan sampel batuan serta pengambilan data struktur geologi, seperti sesar,
kekar, breksiasi.
Tahap 3: Tahap Penelitian dan Analisa Laboratorium
Menganalisis paleontology, petrografi, stratigrafi, struktur geologi dan
evaluasi geologi dengan data yang sudah didapat.
Tahap 4: Tahap Penyusunan Laporan

16

Pembuatan draft, peta geomorfologi, peta lintasan dan lokasi pengamatan, peta
geologi dan rekonstruksi penampang geologi.
Presentase (Kolokium)
Mempresentasekan daerah pemetaan geologi tersebut.

17

Anda mungkin juga menyukai