Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Perubahan SAK dan Standar Laporan Keuangan


Perubahan PSAK 19 revisi 2010 dengan PSAK 19 tahun 2000 dapat dilihat pada
beberapa aspek. Pertama, pada ruang lingkup PSAK No. 19 revisi 2010 kontrak
pemegang polis termasuk aset tak berwujud berbeda dengan PSAK No.19 revisi 2000
dimana kontrak pemegang polis dikecualikan dari ruang lingkup.
Kedua, aset tak berwujud pada PSAK No. 19 revisi 2010 memiliki definisi aset
nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik. Pada PSAK No. 19 revisi 2000 aset tak
berwujud memiliki definisi aset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau tujuan
administratif. Dilihat dalam perbedaannya PSAK terbaru tidak menjelaskan definisi nilai
spesifik berbeda dengan PSAK sebelumnya pengertian nilai spesifik entitas dijelaskan
dengan terperinci sebagai nilai sekarang dari arus kas entitas yang diharapkan timbul
dari meneruskan menggunakan aset dan dari pertukaran aset tersebut pada akhir masa
manfaatnya atau diharapkan muncul saat menetapkan kewajiban.
Ketiga, pengidentifikasian dari aset tak berwujud pada PSAK No. 19 revisi 2010
menyebutkan identifikasi tersebut secara individu atau bersama kontrak terkait lainnya
dan juga aset tak berwujud merupakan aset yang timbul dari kontrak atau hak legal
lainnya terlepas apakah hak tersebut dapat ditransfer atau terpisah dari entitas atau dari
hak dan kewajibannya lainnya. Pada PSAK No. 19 revisi 2000 tidak menyebutkan
32

identifikasi aset tak berwujud secara individu atau secara bersama kontrak terkait yang
lain dan juga tidak terdapat penjelasan mengenai masalah kontrak dan hak legal.
Keempat, perolehan terpisah dari aset tak berwujud pada PSAK No. 19 revisi
2010 dengan contoh biaya yang dapat diatribusikan imbalan kerja karyawan (IAS 19),
biaya untuk menguji, imbalan professional dan contoh biaya yang tidak dapat
diatribusikan biaya untuk memperkenalkan produk atau jasa baru, biaya memindahkan
usaha ke tempat atau ke tingkat konsumen baru, dan biaya administrasi dan overhead
lainnya. Pada PSAK No. 19 revisi 2000 biaya yang dapat diatribusikan yaitu imbalan
profesional dan tidak terdapat contoh biaya yang tidak dapat diatribusikan.
Kelima, pada PSAK No. 19 revisi 2010 terdapat pengakuan biaya pada jumlah
tercatat aset dengan pengecualian biaya-biaya seperti biaya yang ditangguhkan sampai
aset dapat digunakan sesuai keinginan manajemen dan kerugian awal operasi sedangkan
pada PSAK No. 19 revisi 2000 yang tidak termasuk jumlah tercatat aset tak berwujud
adalah selisih antara total pembayaran dengan nilai tunai dalam hal pembayaran
ditangguhkan melebihi periode penjualan kredit normal.
Keenam, aset tak berwujud yang didapatkan dari akuisisi sebagai bagian dari
kombinasi bisnis pada PSAK No. 19 revisi 2010 mencatat harga perolehan pada nilai
wajar pada saat akuisisi. Pihak yang mengakuisisi mengakui aset terpisah dari goodwill
dalam proses penelitian dan pengembangan pemberi aset. Pada PSAK No. 19 revisi
2000 tidak dibahas mengenai akuisisi sebagai bagian dari kombinasi bisnis.
Ketujuh, pada PSAK No. 19 revisi 2010 terdapat teknik untuk mengukur nilai
wajar aset tak berwujud yang didapat dari kombinasi bisnis dengan menerapkan
beberapa gambaran transaksi saat ini ke dalam indikator yang mengarahkan
profitabilitas aset serta mengurangi perkiraan arus kas yang akan datang dari aset. Pada
33

PSAK No.19 revisi 2000 tidak terdapat pembahasan mengenai teknik untuk mengukur
nilai wajar aset tak berwujud yang diperoleh dari kombinasi bisnis.
Kedelapan, terdapat peraturan mengenai aset tak berwujud yang diakuisisi dari
hibah pemerintah pada PSAK No. 19 revisi 2010 yaitu dapat diakui dengan harga
perolehan dengan nilai wajar atau nilai nominal dan pemerintah dapat mengalokasikan
aset tak berwujud kepada entitas sedangkan pada PSAK No. 19 revisi 2000 tidak
terdapat aturan mengenai hibah pemerintah.
Kesembilan, aset tak berwujud yang diperoleh melalui pertukaran dengan pihak
lain dapat diukur dengan nilai wajar dengan pengecualian transaksi yang kurang
mengandung substansi komersial dan nilai wajar aset yang diterima atau diserahkan
tidak dapat diandalkan. Jika aset tak berwujud diperoleh melalui pertukaran dan
memenuhi kedua hal tersebut maka aset tak berwujud diukur dengan jumlah tercatat aset
yang diserahkan berbeda dengan PSAK No. 19 revisi 2000 harga perolehan aset diukur
dengan nilai wajar dari aset yang diterima dan tidak terdapat penjelasan mengenai
pengecualian lainnya.
Kesepuluh, pengukuran setelah pengakuan pada PSAK No. 19 revisi 2010 dapat
dilakukan dengan memilih model biaya atau model revaluasi sesuai dengan perusahaan
tersebut sedangkan pada PSAK No. 19 revisi 2000 entitas hanya dapat menggunakan
model biaya. Model biaya dihitung dengan cara biaya perolehan dari aset tak berwujud
dikurangi dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai
sedangkan pada model revaluasi menggunakan nilai wajar aset tak berwujud dikurangi
dengan akumulasi amortisasi dan akumulasi kerugian penurunan nilai.
Kesebelas, pada PSAK No. 19 revisi 2010 masa manfaat dari aset tak berwujud
dapat ditentukan oleh entitas apakah aset tak berwujud tersebut memiliki masa manfaat
34

terbatas ataupun tidak terbatas sebaliknya pada PSAK No. 19 revisi 2000 masa manfaat
dari aset tak berwujud pada umumnya tidak melebihi 20 tahun.
Keduabelas, aset tak berwujud yang memiliki masa manfaat tak terbatas tidak
diamortisasi serta terdapat pengujian penurunan nilai aset setiap tahun dan ketika
terdapat indikasi penurunan nilai. Pada PSAK No. 19 revisi 2000 tidak terdapat
ketentuan mengenai hal tersebut baik amortisasi maupun uji penurunan nilai.
Ketigabelas, nilai yang dapat diperoleh kembali tidak diungkapkan pada PSAK
No. 19 revisi 2010 sedangkan pada PSAK No. 19 revisi 2000 terdapat penilaian setiap
tahun untuk aset tak berwujud yang belum digunakan dan juga aset tak berwujud yang
diamortisasi lebih dari 20 tahun.
Terakhir, PSAK No.19 revisi 2010 mengatur masalah penghentian ataupun
pelepasan dari aset tak berwujud ketika keuntungan dari pelepasan tidak diakui sebagai
revenue melainkan diakui sebagai gain atau loss. Pada PSAK No. 19 revisi 2000 tidak
terdapat aturan mengenai hal tersebut.
Dari perubahan-perubahan tersebut yang paling signifikan perubahannya
mengenai masalah masa manfaat dari aset tak berwujud. Pada PSAK No. 19 revisi 2010
umur manfaat dari aset tak berwujud menjadi terbatas atau tidak terbatas. Tidak ada
pembatasan mengenai umur manfaat aset yang paling maksimal adalah 20 tahun. Umur
manfaat aset yang tidak terbatas bukan berarti tidak terhingga. Aset tidak berwujud
dikatakan umur manfaatnya tidak terbatas apabila tidak diketahui batas waktunya pada
saat pengkajian, namun bisa terjadi di masa yang akan datang umurnya menjadi terbatas.
Hal ini bisa disebabkan karena adanya perubahan pada estimasi akuntansi dan juga
adanya indikasi penurunan nilai.

35

Sesuai dengan PSAK No. 19 revisi 2010 par.91 menyatakan bahwa


Terminologi tidak terbatas bukan berarti tidak terhingga. Umur manfaat aset
tak berwujud hanya mencerminkan bahwa tingkat pengeluaran perawatan masa
depan yang disyaratkan untuk merawat agar aset dapat berfungsi sesuai dengan
standar kinerja yang dinilai pada saat dilakukannya estimasi umur manfaat aset
tak berwujud tersebut, serta kemampuan dan maksud entitas untuk mencapai
tingkat tersebut. Kesimpulan bahwa umur manfaat aset tak berwujud adalah tidak
terbatas tidak bergantung pada rencana pengeluaran masa depan yang lebih dari
yang disyaratkan untuk merawat aset pada standar kinerjanya.
IV.2 Sumber Data
Data yang digunakan di penelitian ini berupa 433 laporan keuangan perusahaan
yang terdaftar di BEI ini didapatkan oleh peneliti dengan mengunduh laporan keuangan
yang telah diaudit pada tahun pembukuan yang berakhir 31 Desember 2011. Sumber
pengunduhan adalah situs resmi dari BEI, pada http://www.idx.co.id. Setelah
mendapatkan seluruh laporan keuangan yang diperlukan, peneliti melakukan penelitian
dengan memfokuskan pada aset tak berwujud pada setiap laporan keuangan beserta
notes to financial statement yang terkait dengan aset tak berwujud.
Laporan keuangan yang akan dianalisis telah dikelompokkan sesuai dengan
bidang usaha dari perusahaan-perusahaan tersebut, seperti yang terdapat pada
Indonesian Capital Market 2011 (telah disebutkan pada III.1.2 Bidang Usaha) hal
tersebut untuk memudahkan peneliti mengetahui dampak penerapan SAK 19 (Revisi
2010) terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI (secara umum) dan
terhadap setiap kelompok industri (secara khusus). Analisis tersebut akan dilakukan
setelah perusahaan-perusahaan tersebut diketahui memiliki aset tak berwujud karena
fokus dari penelitian ini merupakan hal tersebut dan hanya perusahaan yang memiliki
aset tak berwujud saja yang akan diteliti.

36

Berikut adalah tabel ringkasan banyaknya perusahaan yang diteliti untuk


penelitian ini dan juga perusahaan yang memiliki aset tak berwujud dalam setiap sub
sektor.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Klasifikasi Perusahaan yang Diteliti

Jumlah
perusahaan

Kategori

Perusahaan yang
memiliki aset tak
berwujud

General
13 perusahaan
Agriculture, Forestry & Fishing Primary Sectors
6 perusahaan
Animal Feed & Husbandry Primary Sectors
27 perusahaan
Mining & Mining Services Primary Sectors
8 perusahaan
Construction
54 perusahaan
Total General Category
Manufacturing

1 perusahaan
1 perusahaan
5 perusahaan
1 perusahaan
8 perusahaan

17 perusahaan
3 perusahaan
9 perusahaan
11 perusahaan
3 perusahaan
8 perusahaan
8 perusahaan
4 perusahaan
14 perusahaan
3 perusahaan
16 perusahaan
2 perusahaan
6 perusahaan
5 perusahaan
5 perusahaan
17 perusahaan
3 perusahaan

5 perusahaan
0 perusahaan
1 perusahaan
2 perusahaan
0 perusahaan
0 perusahaan
1 perusahaan
1 perusahaan
4 perusahaan
0 perusahaan
1 perusahaan
0 perusahaan
0 perusahaan
0 perusahaan
2 perusahaan
2 perusahaan
0 perusahaan

Food & Beverages


Tobacco Manufacturers
Textile Mill Products
Apparel & Other Textile Products
Lumber & Wood Products
Paper & Allied Products
Chemical & Allied Products
Adhesive
Plastics & Glass Products
Cement
Metal & Allied Products
Fabricated Metal Products
Stone, Clay, Glass & Concrete Products
Cables
Electronic & Office Equipment
Automotive & Allied Products
Photographic Equipment

37

9 perusahaan
5 perusahaan
Pharmaceuticals
4 perusahaan
2 perusahaan
Consumer Goods
16 perusahaan
4 perusahaan
Transportation Services
8 perusahaan
5 perusahaan
Telecommunication
29 perusahaan
10 perusahaan
Whole Sale & Retail Trade
200 perusahaan
45 perusahaan
Total Manufacturing Category
Banking, Credits Agencies Other Than Bank, Securities, Insurance & Real Estate
Banking
Credit Agencies Other than Bank
Securities
Insurance
Real Estate & Property
Hotel & Travel Services
Holding & Other Investment Companies
Others
Total Banking, Credits Agencies Other Than
Bank, Securities, Insurance & Real Estate
TOTAL PERUSAHAAN

31 perusahaan
17 perusahaan
15 perusahaan
11 perusahaan
52 perusahaan
13 perusahaan
8 perusahaan
32 perusahaan
179 perusahaan

10 perusahaan
2 perusahaan
2 perusahaan
3 perusahaan
6 perusahaan
1 perusahaan
1 perusahaan
9 perusahaan
34 perusahaan

433 perusahaan

87 perusahaan

Jumlah perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia sebanyak 443


perusahaan, namun sepuluh perusahaan belum melaporkan laporan keuangannya baik di
website bursa efek ataupun di website masing-masing perusahaan sampai dengan
tanggal 15 Juni 2012, perusahaan tersebut adalah:
1. Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA)
2. Buana Listya Tama Tbk (BULL)
3. Davomas Abadi Tbk (DAVO)
4. Elnusa Tbk (ELSA)
5. Sumi Indo Kabel Tbk (IKBI)
6. Mitra International Resources Tbk (MIRA)
7. Sorini Agro Asia Corporindo (SOBI)
8. Renuka Coalindo (SQMI)
9. Star Petrochem (STAR)
10. Truba Alam Manunggal Engineering (TRUB)
Penulis belum mendapatkan sepuluh laporan keuangan yang diaudit tersebut baik
di website Bursa Efek Indonesia ataupun di website masing-masing perusahaan tersebut
sementara itu salah satu perusahaan yang belum melaporkan laporan keuangannya yaitu
38

PT Berlian Laju Tanker Tbk dilakukan penghentian perdagangan efek mulai tanggal 25
Januari 2011 sehingga tidak bisa mengikuti perdagangan efek sesi I hingga ada
pengumuman lebih lanjut.
Penulis melakukan penilaian terhadap kualitas dari notes to financial statement
untuk mengetahui nilai dari laporan keuangan perusahaan yang memiliki aset tak
berwujud di dalam perusahaan sesuai dengan poin-poin sebagai berikut:
1. Adanya ayat khusus pada notes to financial statment yang mengungkapkan
bahwa perusahaan telah menyajikan dan mengungkapkan aset tak berwujud
sesuai dengan SAK 19. (PSAK No.19 revisi 2010 paragraf 119)
2. Adanya pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan
tersebut pada aset tak berwujud. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 122)
3. Adanya pengungkapan mengenai umur manfaat dari aset tak berwujud, terbatas
atau tidak terbatas. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 119a)
4. Adanya pengungkapan dampak dari revisi SAK 19 baik pengungkapan dalam
bentuk nominal ataupun dalam bentuk kalimat.
5. Adanya pengungkapan mengenai SAK terkait lainnya dengan aset tak berwujud,
baik secara terpisah atau tidak seperti mengenai penurunan nilai dan aset tidak
lancar yang dimiliki untuk dijual. (PSAK No. 19 revisi 2010 paragraf 119e)
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka bobot penilaian terhadap laporan
keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI terbagi atas skala:
0:

tidak memenuhi semua syarat tersebut di atas

1:

hanya memenuhi salah satu syarat yang ada di atas

2:

memenuhi dua butir syarat yang disebutkan di atas

3:

terdapat tiga butir syarat yang dipenuhi dari poin-poin di atas

4:

memenuhi empat butir poin di atas


39

5:

memenuhi keseluruhan poin yang disebutkan di atas

Setiap perusahaan yang mengungkapkan satu kriteria yang diberikan akan diberikan
nilai 1 dan perusahaan yang tidak mengungkapkan salah satu kriteria akan diberi nilai
0.
Hasil dari penelitian ini dihitung sesuai dengan jumlah kriteria yang dimiliki oleh
setiap perusahaan lalu ditambahkan dengan nilai perusahaan yang berada dalam sektor
yang sama sehingga hasil dari penghitungan nilai laporan keuangan akan didapatkan per
sektor.
Kriteria ini dibuat berdasarkan adanya revisi SAK 19 dan juga sesuai dengan
standar pengungkapan aset tak berwujud, PSAK No. 19 yang secara umum di dalamnya
terdapat ayat-ayat khusus mengenai pengungkapan yang harus diungkapkan oleh
perusahaan diantaranya mengenai umur manfaat aset, penurunan nilai yang harus
diungkapkan yang berkaitan dengan SAK 48.
Sebagai penelitian lanjutan, peneliti juga akan mendata implementasi SAK 48
mengenai penurunan nilai aset pada perusahaan yang juga erat kaitannya dengan SAK
No. 19 mengenai aset tak berwujud. Perhitungan rasio aset tak berwujud terhadap nilai
total keseluruhan aset juga dilakukan untuk mengukur seberapa besar hubungan antara
aset tak berwujud terhadap pencatatan aset dalam laporan keuangan perusahaan tersebut.
Peneliti juga akan menganalisa aset tak berwujud di dalam laporan keuangan perusahaan
baik masalah penyajian ataupun pengungkapannya dan juga kaitannya terhadap
goodwill.

IV.3 Hasil Penelitian

40

Beberapa sektor yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tidak memiliki aset tak
berwujud diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tobacco Manufacturers
Lumber & Wood Products
Paper & Allied Products
Cement
Fabricated Metal Products
Stone, Clay, Glass & Concrete Products
Cables
Photographic Equipment

Dari 433 perusahaan yang dianalisis terdapat 87 perusahaan yang memiliki aset
tak berwujud pada tahun buku 2011. Selain dari 87 perusahaan tersebut terdapat lima
perusahaan yang mengungkapkan bahwa mereka memiliki aset tak berwujud pada tahun
2010 namun pada tahun 2011 aset tak berwujud tersebut telah habis masa manfaatnya.
Kelima perusahaan tersebut yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Japfa Comfeed Indonesia


Multi Bintang Indonesia
Leyand International
Metrodata Electronics
Sat Nusapersada

Kelima perusahaan tersebut telah dikecualikan dari sampel penelitian karena sudah
tidak lagi memiliki aset tak berwujud yang dapat diperhitungkan pada tahun 2011.
Berdasarkan langkah-langkah penelitian yang disebutkan sebelumnya dan
pendataan laporan keuangan yang telah disebutkan diatas, hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

41

42

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Penilaian Laporan Keuangan Perusahaan

Bidang

Jumlah perusahaan
yang memiliki aset tak
berwujud

Ayat
Awal

Penyebutan Umur Pengungkapan


SAK
Manfaat
Dampak

Ayat-Ayat
Terkait
Lain

General
Agriculture, Forestry & Fishing Primary Sectors
Animal Feed & Husbandry Primary Sectors
Mining & Mining Services Primary Sectors
Constructions

1
1
5
1

1
1
4
0

0
1
4
0

0
1
3
1

0
0
0
0

0
0
0
0

Food & Beverages


Textile Mill Products
Apparel & Other Textile Products
Chemical & Allied Product
Adhesive
Plastics & Glass Products
Metal & Allied Products
Electronic & Office Equipment
Automotive & Allied Products
Pharmaceuticals
Consumer Goods
Transportation Services
Telecommunication
Whole Sale & Retail Trade

Manufacturing
5
1
2
1
1
4
1
2
2
5
2
4
5
10

3
1
2
0
1
4
1
2
2
3
2
4
4
6

5
1
1
1
1
1
1
2
1
5
2
3
4
5

5
1
1
1
1
1
1
2
1
5
2
3
4
4

0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1

0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
43

Banking, Credits Agencies Other Than Bank, Securities, Insurance & Real Estate
10
7
7
Banking
10
1
1
1
Credit Agencies Other than Bank
2
1
2
2
Securities
2
1
2
2
Insurance
3
4
4
4
Real Estate & Property
6
1
1
1
Hotel & Travel Services
1
0
1
0
Holding & Other Investment Companies
1
9
5
7
8
Others
63
63
62
Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria
87
Persentase perusahaan yang memenuhi
72,41%
72,41%
71,26%
kriteria

0
0
0
1
1
0
1
0
6
6,90%

0
0
0
0
0
0
0
1
3
3,45%

44

Pada tabel 4.2 disajikan daftar perusahaan sesuai dengan sektornya dengan
jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Pada
akhir bagian tabel dapat dilihat jumlah keseluruhan perusahaan yang memenuhi kriteria
tersebut beserta dengan persentase dari perusahaan yang telah memenuhi kriteria
tersebut dan dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang dijadikan objek penelitian.
Berdasarkan tabel tersebut, peneliti menemukan bahwa penerapan dari SAK 19
belum diterapkan secara baik dan menyeluruh pada perusahaan yang tercatat di BEI. Hal
ini terlihat pada nilai persentase pengungkapan pada notes to financial statement yang
rata-ratanya cukup rendah walaupun banyak perusahaan telah mengungkapkan ayat
khusus yang berisi perubahan PSAK dan kebijakan akuntansi terhadap aset tak
berwujud. Namun, terdapat juga beberapa perusahaan yang belum memenuhi kriteria
tersebut. Sedangkan persentase terkecil terdapat pada pengungkapan dampak dari
adanya revisi SAK 19 dan SAK lain yang terkait dengan aset tak berwujud.
Dari lima kriteria pengungkapan aset tak berwujud pada laporan keuangan,
diketahui bahwa jumlah perusahaan yang memenuhi empat kriteria adalah tiga
perusahaan atau 3,45% dari total perusahaan yang memiliki aset tak berwujud, empat
puluh tujuh perusahaan atau 54,02% memenuhi tiga kriteria, lima belas perusahaan atau
17,24% memenuhi dua kriteria dan lima belas perusahaan atau sebesar 17,24%
memenuhi satu kriteria. Sedangkan sisanya sebanyak tujuh perusahaan atau sebesar
8,04% tidak memenuhi kriteria sama sekali. Berdasarkan hasil penelitian bahwa diantara
87 perusahaan yang memiliki aset tak berwujud tidak ada yang memenuhi keseluruhan
kriteria yang telah dibuat maka dapat disimpulkan bahwa penerapan dari SAK 19 belum
dapat diimplementasikan secara baik dan benar dalam suatu perusahaan.

45

Dari kelima kriteria tersebut, terdapat dua kriteria yaitu pengungkapan dampak
dan ayat-ayat terkait lainya, dengan persentase yang sangat kecil. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengimplementasikan PSAK No. 19 secara
keseluruhan. Pembahasan kriteria yang dihubungkan dengan perusahaan sebagai berikut:
1. Kriteria pertama yaitu ayat khusus pada notes to financial statment yang
mengungkapkan bahwa perusahaan telah menyajikan dan mengungkapkan aset
tak berwujud sesuai dengan SAK 19 telah diterapkan oleh sebagian besar
perusahaan yang ada di bursa efek dengan persentase sebesar 72,41% memiliki
jumlah perusahaan sebanyak 63 perusahaan. Sebanyak 24 perusahaan belum
menerapkan pengungkapan ini. Pengungkapan ini bersifat informasi apakah
suatu PSAK tersebut sudah diterapkan dan dijalankan oleh perusahaan tersebut
atau belum. Setelah dianalisa tidak hanya PSAK 19 saja yang tidak diungkapkan
namun juga PSAK lainnya yang baru saja direvisi dan seharusnya diungkapkan
untuk diketahui masalah pengimplementasian di dalam perusahaan. Yang
teridentifikasi paling signifikan memiliki pengungkapan yang baik dalam kriteria
ini yaitu sektor Banking. Sektor ini telah menerapkan kriteria ini pada semua
perusahaan yang diteliti yaitu sebanyak 10 perusahaan dalam sektor ini telah
memenuhi kriteria ini.
2. Kriteria selanjutnya mengenai pengungkapan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan tersebut pada aset tak berwujud. Kriteria ini
seharusnya diungkapkan untuk mengetahui jenis dan masa manfaat dari aset tak
berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan walaupun pada saat tertentu
perusahaan tersebut tidak memiliki aset tak berwujud. Kebijakan mengenai hal
tersebut bisa diungkapkan sehingga bisa memudahkan pembaca laporan
46

keuangan dalam menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan aset tak berwujud.
Sama dengan kriteria pertama, kriteria ini memiliki persentase sebesar 72,41%
sebanyak 63 perusahaan telah mengungkapkan kebijakan akuntansi yang
berhubungan dengan aset tak berwujud dalam perusahaan. Perusahaan yang tidak
mengungkapkan kebijakan ini yaitu sebesar 24 perusahaan. Tidak ada sub sektor
yang signifikan dalam pengungkapan ini karena memiliki jumlah yang sebanding
antara yang mengungkapkan kebijakan dengan yang tidak mengungkapkan
dalam suatu sektor.

3. Kriteria ketiga mengenai umur manfaat dari aset tak berwujud, terbatas atau
tidak terbatas. Kriteria ini dapat dilihat dari pengungkapan kebijakan akuntansi
yang dilakukan oleh perusahaan karena pada pengungkapan kebijakan akuntansi
juga biasanya diungkapkan mengenai jenis dan umur manfaat dari aset tak
berwujud tersebut namun, beberapa perusahaan juga mengungkapkan mengenai
umur manfaat di notes to financial statement yang langsung berhubungan dengan
aset tak berwujud. Umur manfaat berguna bagi perusahaan untuk menentukan
aset tak berwujud perlu diamortisasi atau tidak karena aset tak berwujud yang
memiliki masa manfaat yang tidak terbatas tidak lagi diamortisasi sesuai dengan
kebijakan baru pada PSAK No. 19 revisi 2010. Perusahaan yang telah
mengungkapkan umur manfaat dari aset tak berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan cukup banyak yaitu 62 perusahaan dari 87 perusahaan yang dianalisis
atau sebesar 71,26%.
4. Kriteria selanjutnya yaitu pengungkapan dampak dari revisi SAK 19 baik
pengungkapan dalam bentuk nominal ataupun dalam bentuk kalimat. Persentase
47

dari kriteria ini sangat kecil hanya sebesar 6,90% atau sebanyak enam
perusahaan yang hanya mengungkapkan dampak dari revisi PSAK No.19.
Dampak yang diungkapkan biasanya mengenai perubahan yang signifikan yang
terjadi pada revisi tersebut dan penerapannya di dalam perusahaan. Perusahaan
yang memiliki kriteria ini diantaranya:
a. Multipolar
b. Unilever Indonesia
c. Wicaksono Overseas International
d. Lippo General Insurance
e. Indonesian Paradise Property
f. ABM Investama
Keenam perusahaan tersebut mengungkapkan perubahan yang terjadi dari PSAK
No. 19 revisi 2000 ke PSAK No. 19 revisi 2010 dengan menekankan pada
signifikansi perubahan tersebut dan dampaknya terhadap aset tak berwujud yang
ada di perusahaan tersebut.

5. Kriteria terakhir mengenai SAK terkait lainnya dengan aset tak berwujud, baik
secara terpisah atau tidak seperti mengenai penurunan nilai dan aset tidak lancar
yang dimiliki untuk dijual. Hanya sedikit perusahaan yang mengungkapkan
kaitan aset tak berwujud dengan item lainnya yang terhubung dengan SAK
spesifik. Beberapa perusahaan bahkan tidak mengungkapkan adanya impairment
atau tidak di perusahaan tersebut sesuai dengan SAK 48 (Penurunan Nilai Aset).
Beberapa perusahaan yang memenuhi kriteria ini hanya mengaitkan aset tak
berwujud dengan penurunan nilai sesuai dengan SAK 48 selebihnya tidak ada
yang mengaitkan dengan SAK lain. Perusahaan yang memenuhi kriteria ini dan
mengaitkan dengan SAK 48 yaitu:
a. Indopoly Swakarsa Industry
b. Kalbe Farma
48

c. Jasuindo Tiga Perkasa


Kriteria ini memiliki jumlah yang sangat kecil dengan persentase 3,45% dari 87
perusahaan hanya tiga perusahaan yang mengungkapkan mengenai SAK terkait
lainnya. Walaupun banyak hal yang terkait dengan aset tak berwujud namun
secara keseluruhan perusahaan tidak mengungkapkan SAK terkait lainnya.

IV.4 Uji Korelasi


Uji korelasi atau hubungan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
hubungan antara nilai dari laporan keuangan dengan persentase aset tak berwujud
terhadap total aset. Nilai dari laporan keuangan didapatkan dari hasil penelitian
sebelumnya pada tabel 4.2 dan persentase aset tak berwujud terhadap laporan keuangan
disajikan sesuai dengan sektornya.

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Rata-Rata Laporan Keuangan Terhadap


Rasio Aset Tak Berwujud Berbanding Total Aset
(disusun berdasarkan nilai laporan keuangan)

Bidang Usaha

Nilai
Laporan
Keuangan

Presentase
Aset Tak
Berwujud
Terhadap Total
Aset
49

Electronic & Office Equipment


Consumer Goods
Animal Feed & Husbandry Primary Sectors
Textile Mill Products
Adhesive
Metal & Allied Products
Hotel & Travel Services
Pharmaceuticals
Food & Beverages
Securities
Telecommunication
Banking
Transportation Services
Others
Mining & Mining Services Primary Sectors
Real Estate & Property
Apparel & Other Textile Products
Chemical & Allied Products
Automotive & Allied Products
Insurance
Holding & Other Investment Companies
Whole Sale & Retail Trade
Plastics & Glass Products
Credit Agencies Other than Bank
Agriculture, Forestry & Fishing Primary Sectors
Constructions
Tobacco Manufacturers
Lumber & Wood Products
Paper & Allied Products
Cement
Fabricated Metal Products
Stone, Clay, Glass & Concrete Products
Cables
Photographic Equipment

3.50
3.50
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
2.80
2.60
2.50
2.40
2.40
2.33
2.33
2.20
2.17
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.60
1.50
1.50
1.00
1.00
-

1.16%
5.15%
1.31%
0.67%
0.58%
0.15%
0.19%
0.62%
5.28%
0.46%
1.41%
0.20%
0.22%
0.57%
2.13%
0.10%
0.07%
0.21%
0.38%
0.30%
0.06%
0.65%
0.45%
0.15%
1.46%
0.07%
-

Tabel 4.3 digunakan untuk menghitung korelasi atau hubungan antara nilai
laporan keuangan dengan presentase total aset tak berwujud terhadap total aset. Korelasi
merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua
50

atau lebih variabel. Korelasi yang akan digunakan disini merupakan koefisien korelasi
Pearson (Pearsons product moment coefficient). Korelasi ini merupakan analisis untuk
mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang mempunyai distribusi data
normal. Dengan asumsi yaitu data yang digunakan merupakan data normal, variabel
yang dihubungkan memiliki subjek yang sama, dan variabel memiliki skala interval
ataupun rasio. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:99) skala interval merupakan
skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat dan jarak construct yang diukur
sedangkan skala rasio merupakan skala pengukuran yang menunjukkan kategori,
peringkat, jarak dan perbandingan construct yang diukur. Skala rasio menggunakan nilai
absolut, sehingga memperbaiki kelemahan skala interval yang menggunakan nilai relatif.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menggunakan rumus korelasi
Pearson,

rxy

n xi y i xi yi

n x

2
i

xi n y i y i
2

Dimana
x = rasio total aset tak berwujud terhadap total aset perusahaan
y = nilai laporan keuangan atau kualitas laporan keuangan perusahaan
r = besarnya koefisien korelasi
n = banyaknya data yang digunakan
Data diuji kenormalannya dengan menggunakan tes Kolmogorov Smirnov.
Berdasarkan Priyatno (2012:147) uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk mengetahui
distribusi data, apakah data tersebut termasuk distribusi normal, poisson, uniform, atau
51

exponential. Jika signifikansi lebih dari 0,05 maka residual berdistribusi normal. Setelah
diuji kenormalan dari data kemudian dihitung korelasi antara nilai laporan keuangan
dengan persentase aset tak berwujud terhadap total aset. Hasil pengujian yang diperoleh
adalah sebagai berikut:

NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Nilai_Laporan_K Total_Aset_Tak_
euangan

Berwujud_Terha
dap_Total_Aset

26

26

Mean

2.3204

.009231

Std. Deviation

.67373

.0136774

Absolute

.125

.304

Positive

.080

.304

Negative

-.125

-.264

Kolmogorov-Smirnov Z

.637

1.551

Asymp. Sig. (2-tailed)

.812

.016

Normal Parametersa,b

Most Extreme Differences

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Dari hasil uji tersebut didapatkan bahwa nilai signifikansi (Asymp.Sig 2-tailed)
sebesar 0,812. Karena Sikkgnifikansi lebih dari 0,05 (0,812 > 0,05) maka residual nilai
tersebut telah normal.

Correlations

Correlations
Nilai_Laporan_K Total_Aset_Tak_
euangan

Berwujud_Terha
dap_Total_Aset

Nilai_Laporan_Keuangan

Pearson Correlation

.340

52

Sig. (2-tailed)

.089

N
Total_Aset_Tak_Berwujud_T
erhadap_Total_Aset

26

26

Pearson Correlation

.340

Sig. (2-tailed)

.089

26

26

Output correlations menjelaskan tentang nilai koefisien korelasi dan nilai


signifikansi antara variabel nilai laporan keuangan dengan aset tak berwujud terhadap
total aset. Dapat diketahui berdasarkan uji dari korelasi tersebut hubungan antara nilai
laporan keuangan dengan persentase aset tak berwujud terhadap total aset sebesar 0,340
yang artinya hubungan kedua variabel tersebut positif. Mengacu pada pendapat Carver
dan Nash (2012:56) yang menyatakan bahwa koefisien korelasi (simbol r)
mengasumsikan nilai dari -1 dan +1. Nilai aboslut yang mendekati 1 memiliki korelasi
yang sangat kuat dan sebaliknya jika nilai r mendekati -1 maka korelasi sangat lemah
yang mengindikasikan bahwa korelasi ataupun hubungan antara kedua variabel sangat
kecil. Dapat diinterpretasikan bahwa dengan nilai r sebesar 0,340 korelasinya termasuk
rendah. Kesimpulannya bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara aset tak berwujud
dengan kualitas laporan keuangan perusahaan walaupun berbanding lurus tetapi nilai
hubungannya sangat kecil.

IV.5 Analisa Penyajian Aset Tak Berwujud Dalam Laporan Keuangan


IV.5.1 Pengungkapan Jenis Aset Tak Berwujud
Jenis dari aset tak berwujud yang ada di laporan keuangan seharusnya
diungkapkan sesuai dengan yang tertera di PSAK No. 19 baik dalam kelompok
besar ataupun kelompok kecil dan bisa memberi informasi yang relevan bagi

53

pembaca laporan keuangan. Dari 87 perusahaan yang memiliki aset tak berwujud
sebanyak tujuh perusahaan atau 8,04% tidak mengungkapkan jenis dari aset tak
berwujud yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut juga tidak
mengungkapkan jenisnya pada catatan di dalam laporan keuangan yang berkaitan
langsung dengan aset tak berwujud.

IV.5.2 Hubungan Kualitas Laporan Keuangan dengan Auditor


Laporan keuangan yang telah di audit memiliki kualitas yang lebih baik
dibandingkan sebelum di audit, namun pada kenyatannya dilihat dari sisi
pengungkapan aset tak berwujud masih banyak yang belum sesuai dengan
standar yang seharusnya. Bahkan dari lima kriteria yang diberikan untuk
menentukan kualitas tidak ada satupun yang memiliki nilai lima atau sempurna
dalam pengungkapan laporan keuangan. Laporan keuangan yang memiliki
kualitas nilai hanya satu berjumlah 15 perusahaan dengan persentase 17,24%
yang menunjukkan bahwa masih banyak laporan keuangan yang belum
memenuhi standar. 37 dari 87 atau 42,53% laporan keuangan yang memiliki aset
tak berwujud di audit oleh Kantor Akuntan Publik empat besar yaitu
Pricewaterhouse Cooper (PwC), Ernst and Young, Deloitte, dan KPMG.
Pricewaterhouse Cooper mengaudit sebanyak delapan perusahaan dengan ratarata memenuhi tiga kriteria yang diajukan yang artinya perusahaan tersebut telah
mengungkapkan dengan cukup baik laporan keuangannya dari sisi aset tak
berwujud dan PwC sebagai auditor juga memberikan opini wajar untuk ke
delapan perusahaan tersebut. Ernst & Young mengaudit lima belas perusahaan
atau 17,24% dari 87 perusahaan yang memiliki aset tak berwujud. Laporan yang
54

diaudit oleh Kantor akuntan ini paling panyak memenuhi dua kriteria dari lima
kriteria yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa bagi KAP besar pun kualitas
laporan keuangan bisa memiliki presentase yang sangat rendah. KPMG dan
Deloitte melakukan audit pada masing-masing tujuh perusahaan dengan
persentase masing-masing sebesar 8,04%. Kualitas laporan keuangan yang
diaudit oleh dua Kantor akuntan ini memenuhi rata-rata tiga kriteria dari lima
kriteria yang diberikan. Nilai ini sama dengan rata-rata kualitas laporan keuangan
yang diaudit oleh PwC. 87 laporan keuangan ini diberikan opini wajar oleh para
auditor termasuk perusahaan yang diaudit oleh emapat KAP besar namun,
kualitas laporan keuangan yang diaudit belum benar-benar sesuai dengan standar
yang berlaku.

IV.5.3 Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud


Dari 87 perusahaan yang memiliki aset tak berwujud, 10 perusahaan
mengungkapkan dalam laporan keuangan mereka bahwa dilakukan pengujian
penurunan nilai namun, tidak terdapat penurunan nilai pada aset tak berwujud di
perusahaan. Sebanyak 77 perusahaan tidak mengungkapkan masalah penurunan
nilai dalam perusahaan sehingga tidak bisa diketahui tidak tercantumnya
pengungkapan penurunan nilai karena tidak ada indikasi penurunan nilai
sehingga tidak ada pengujian atau pengujian dilakukan namun tidak terdapat
penurunan nilai yang terjadi pada aset tak berwujud di perusahaan.

IV.5.4 Aset Tak Berwujud dengan Goodwill

55

Dalam 87 perusahaan yang diteliti masih banyak perusahaan yang


menggabungkan aset tak berwujud dengan goodwill yang berasal dari kombinasi
bisnis atau akuisisi perusahaan. Pada PSAK No. 19 revisi 2010 disebutkan
bahwa kriteria keteridentifikasian dari aset tak berwujud harus bisa dibedakan
secara jelas dengan muhibah (goodwill), tercatat tujuh perusahaan dari 87
perusahaan yang mengungkapkan aset tak berwujud yang di dalamnya terdapat
goodwill dari akuisisi perusahaan lain. Sehingga banyak pengungkapan
penurunan nilai di dalam catatan atas aset tak berwujud yang mengungkapkan
penurunan nilai dari goodwill bukan penurunan nilai dari aset tak berwujud.
Penghitungan yang terdapat pada penelitian ini yaitu penghitungan rasio total
aset tak berwujud terhadap total aset mengecualikan goodwill di dalam
perhitungan sehingga nilai dari aset tak berwujud tidak termasuk dengan
goodwill.

IV.6 Rekomendasi Bagi Pihak yang Berkepentingan


Laporan keuangan merupakan suatu tempat informasi dimana para pemegang
kepentingan bisa mengetahui data-data penting yang berhubungan dengan perusahaan
dan dapat mengambil kesimpulan dari data-data yang ada di dalam laporan tersebut.
Laporan keuangan juga sebagai tolak ukur dari kinerja perusahaan seberapa patuhnya
perusahaan menjalankan kinerja dan mencapai target yang diharapkan. Pemegang
kepentingan perusahaan yaitu para investor, manajemen,pemerintah bahkan masyarakat
umum dapat mengetahui hal yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan
56

keuangan. Maka berdasar hal tersebut perusahaan harus menyajikan laporan keuangan
yang sesuai dengan standar dan kebijakan yang terbaru sejalan dengan adanya isu-isu
terbaru yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan.
Bagi manajemen, laporan keuangan memiliki arti seperti laporan kinerja yang
harus bisa dipertanggung jawabkan karena pada laporan tersebut terdapat informasi
mengenai kegiatan dan kinerja perusahaan yang sudah dilakukan. Laporan keuangan
disusun dengan netral, relevan, dan transparan sehingga perusahaan di sisi pihak lain
bisa mendapatkan respon yang positif jika memang kinerja perusahaan sesuai dengan
yang diharapkan oleh semua pihak. Dengan laporan yang sesuai dengan standar yang
berlaku dan pengungkapannya dalam segala sisi terlihat jelas dan baik otomatis bagi
perusahaan terbuka hal tersebut menjadi keuntungan karena kemungkinan banyak
investor yang akan menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Maka dari itu sangat
penting bagi perusahaan untuk mengungkapkan laporan keuangannya sesuai dengan
standar yang berlaku dan juga standar yang terbaru sehingga tidak ada ketidaksesuaian
yang terjadi dalam pengungkapan. Diharapkan manajemen sebagai bagian internal
perusahaan memisahkan penyajian dan pengungkapan aset tak berwujud dengan
goodwill yang timbul dari penggabungan usaha yang berbentuk akuisisi sehingga baik
perhitungan ataupun analisanya dapat dipisahkan dengan menerapkan standar yang
berbeda dari kedua item tersebut dan membuat tidak terjadi kesalahan interpretasi dari
laporan keuangan karena adanya penggabungan dua item yang seharusnya terpisah.
Aset tak berwujud termasuk aset yang nilainya kecil dan tidak signifikan di
beberapa perusahaan sehingga pengungkapannya dilakukan tidak sesuai dengan standar
yang berlaku namun di perusahaan lainnya aset tak berwujud sangat menunjang bagi
kinerja perusahaan tersebut karena beberapa perusahaan sangat mengandalkan aset tak
57

berwujud dalam kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian, diharapkan


nantinya perusahaan baik yang memiliki aset tak berwujud yang sangat mendukung
kinerja perusahaan maupun yang tidak memiliki hubungan terlalu erat dengan efektifitas
perusahaan dapat menerapkan standar pengungkapan laporan keuangan yang terkait
dengan aset tak berwujud secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan standar yang
berlaku.
Pemegang kepentingan seperti investor juga sangat bergantung pada laporan
keuangan. Jika laporan keuangan dari perusahaan tidak mengungkapkan item-item aset
tak berwujud sesuai standar akuntansi yang berlaku maka para investor akan kesulitan
untuk mengambil kesimpulan dari kinerja perusahaan tersebut. Jadi, jika laporan
keuangan dimana para investor menanam dananya belum mengimplementasikan standar
yang sesuai para investor akan kesulitan bahkan tidak bisa mengambil keputusan yang
sesuai karena keputusan mereka salah satunya berdasarkan informasi pada laporan
keuangan.
Bagi IAI sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan standar
pelaporan keuangan sebaiknya diadakan sosialisasi ataupun workshop mengenai standar
baru ataupun kebijakan baru dan juga mengemukakan dampak dari revisi tersebut
terhadap laporan keuangan sehingga perusahaan juga lebih bisa memahami kebijakankebijakan baru tersebut yang nantinya bisa diimplementasikan ke dalam laporan
keuangan perusahaan. IAI sebagai lembaga besar juga dapat memberikan simulasi
ataupun membuat perangkat lunak yang memungkinkan adanya contoh pembuatan
laporan keuangan sesuai dengan standar yang terbaru untuk memudahkan perusahaan
dalam membuat laporan keuangan sehingga tidak ada salah penafsiran atas suatu
kebijakan yang baru.
58

59

Anda mungkin juga menyukai