Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Pada umumnya pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, dan belum
berpusat pada siswa. Pemebelajaran di sekolah lebih bersifat menghafal atau pengetahuan
faktual, hal ini menjadikan pembelajaran tidak searah dengan tujuan pendidikan nasional.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa
berpikir kritis, berpikir logis, sistematis, bersifat objektif, jujur dan disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan yang berguna untuk kehidupan dalam masyarakat termasuk
dunia kerja. Mata pelajaran hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan, untuk dapat melatih
siswa memiliki keterampilan berpikir.
Salah satu keterampilan berpikir adalah berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang
tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan
lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Masalah selanjutnya
adalah bagaimana mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya
dengan materi pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika yang dapat membantu
para siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Di lain pihak objek matematika
yang abstrak menjadikan matematika dianggap sulit oleh siswa, khususnya bagi tingkat SD
yang umumnya masih berada pada tahapan berpikir konkrit akan menghambat kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.

BAB II
ISI
Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan
informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan
memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin
dalam situasi membingungkan. Membahas tentang berpikir tingkat tinggi, mengingatkan
kepada Taksonomi Bloom, terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher-level thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek
analisa, aspek evaluasi dan aspek mencipta. Sedang tiga aspek lain dalam ranah yang sama,
yaitu aspek mengingat, aspek memahami, dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intelektual
berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking. Membahas tentang berpikir tingkat tinggi,
dibahas dahulu tentang keterampilan berpikir.
A.

Definisi Keterampilan Berpikir


Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah

pecah ke dalam langkahlangkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir.
Satu contoh keterampilan berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan
sebagai kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi
dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi hasil akhir yang
terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan berpikir menarik kesimpulan tersebut,
pertamatama proses kognitif inferring harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai
berikut: (a) mengidentifikasi pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b)
mengidentifikasi fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang
telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir. Terdapat tiga
istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu
berpikir tingkat tinggi (higher level thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan
berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak
dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Berpikir kritis
merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari
berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar
dari suatu titik. Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan
atau bagian-bagian.

Kemampuan berpikir merupakan proses keterampilan yang bisa dilatihkan, artinya


dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif akan merangsang siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir. Oleh karena itu maka guru diharapkan untuk mencari
metode dan strategi pembelajaran yang dampaknya dapat meningkatkan kemampuan berpikir
siswa.
B.

Cara Melatih Siswa Berpikir Tingkat Tinggi


Di Indonesia, proses pembelajaran yang melatih siswa berpikir tingkat tinggi

memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah terlalu dominannya peran guru di sekolah
sebagai penyebar ilmu atau sumber ilmu (teacher center) belum student center, dan fokus
pendidikan di sekolah lebih pada yang bersifat menghafal/pengetahuan faktual. Siswa hanya
dianggap sebagai sebuah wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain yang
sebenarnya sudah cukup klasik namun memang sulit dipecahkan, adalah sistem penilaian
prestasi siswa yang lebih banyak didasarkan melalui tes-tes yang sifatnya menguji
kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa yang dicap sebagai siswa yang pintar atau sukses
adalah siswa yang lulus ujian. Ini merupakan masalah lama yang sampai sekarang masih
merupakan polemik yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Diperlukan higher level questions (rich questions), pertanyaan yang meminta siswa
untuk menyimpulkan, hypothesis, menganalisis, menerapkan, mensintesis, mengevaluasi,
membandingkan, kontras atau membayangkan, menunjukkan jawaban tingkat tinggi. Untuk
menjawab higher level questions (rich questions) diperlukan penalaran tingkat tinggi yaitu
cara berpikir logis yang tinggi, berpikir logis yang tinggi sangat diperlukan siswa dalam
proses pembelajaran di kelas khususnya dalam menjawab pertanyaan, karena siswa perlu
menggunakan pengetahuan,

pemahaman, dan keterampilan

yang

dimilikinya

dan

menghubungkannya ke dalam situasi baru.


Soal-soal ulangan yang dibuat oleh guru perlu memperhatikan beberapa hal:
1.

Soal hendaknya menggunakan stimulus, stimulus yang baik hendaknya menyajikan


informasi yang jelas, padat, mengandung konsep/gagasan inti permasalahan, dan benar

2.

secara fakta.
Soal yang dikembangkan harus sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan

3.
4.

di dalam kelas maupun di luar kelas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Soal mengukur keterampilan berpikir kritis.
Soal mengukur keterampilan pemecahan masalah.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah mulai diterapkan di Indonesia


sebenarnya cukup kondusif bagi pengembangan pembelajaran keterampilan berpikir, karena
mensyaratkan siswa sebagai pusat belajar. Namun demikian, bentuk penilaian yang dilakukan
terhadap kinerja siswa masih cenderung mengikuti pola lama, yaitu model soal-soal pilihan
ganda yang lebih banyak memerlukan kemampuan siswa untuk menghafal. Prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan dalam pembelajaran keterampilan berpikir di sekolah antara lain
adalah sebagai berikut:
1.
2.

keterampilan berpikir tidak otomatis dimiliki siswa.


keterampilan berpikir bukan merupakan hasil langsung dari pembelajaran suatu bidang

3.

studi.
pada kenyatannya siswa jarang melakukan transfer sendiri keterampilan berpikir ini,

4.

sehingga perlu adanya latihan terbimbing.


pembelajaran keterampilan berpikir memerlukan model pembelajaran yang berpusat
kepada siswa (student-centered).
Selain beberapa prinsip di atas, satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam melatih

keterampilan berpikir adalah perlunya latihan-latihan yang intensif. Seperti halnya


keterampilan yang lain, dalam keterampilan berpikir siswa perlu mengulang untuk
melatihnya walaupun sebenarnya keterampilan ini sudah menjadi bagian dari cara
berpikirnya. Latihan rutin yang dilakukan siswa akan berdampak pada efisiensi dan
otomatisasi keterampilan berpikir yang telah dimiliki siswa. Dalam proses pembelajaran di
kelas,

guru

harus

selalu

menambahkan

keterampilan

berpikir

yang

baru

dan

mengaplikasikannya dalam pelajaran lain sehingga jumlah atau macam keterampilan berpikir
siswa bertambah banyak.
Hasil penelitian Computer Technology Research (CTR) menunjukkan bahwa
seseorang hanya dapat mengingat apa yang dilihatnya sebesar 20%, 30% dari yang
didengarnya, 50% dari yang didengar dan dilihatnya, dan 80% dari yang didengar, dilihat dan
dikerjakannya secara simultan. Selain itu Levie dan Levie dalam Azhar Arzad (2009: 9) yang
membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus
kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar
yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan
menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Sedangkan stimulus verbal memberikan hasil
belajar yang lebih baik apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berurut-urutan

(sekuensial). Dalam dunia pendidikan ada 3 model seorang siswa dalam menerima suatu
pelajaran;
1.
2.
3.

I hear and i forget (saya mendengar dan saya akan lupa).


I see and i remember (saya melihat dan saya akan ingat).
I do and i understand (saya melakukan dan saya akan mengerti).
Jika pengajaran keterampilan berpikir kepada siswa belum sampai pada tahap siswa

dapat mengerti dan belajar menggunakannya, maka keterampilan berpikir tidak akan banyak
bermanfaat. Pembelajaran yang efektif dari suatu keterampilan memiliki empat komponen,
yaitu: identifikasi komponen-komponen prosedural, instruksi dan pemodelan langsung,
latihan terbimbing, dan latihan bebas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran keterampilan berpikir adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan
melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak.
Tahapan tersebut adalah:
1.

Identifikasi komponen-komponen prosedural


Siswa diperkenalkan pada keterampilan dan langkah-langkah khusus yang diperlukan
dalam keterampilan tersebut. Ketika mengajarkan ketrampilan berpikir, siswa
diperkenalkan pada kerangka berpikir yang digunakan untuk menuntun pemikiran

2.

siswa.
Instruksi dan pemodelan langsung.
Selanjutnya, guru memberikan instruksi dan pemodelan secara eksplisit, misalnya
tentang kapan keterampilan tersebut dapat digunakan. Instruksi dan pemodelan ini
dimaksudkan supaya siswa memiliki gambaran singkat tentang keterampilan yang

3.

sedang dipelajari, sehingga instruksi dan pemodelan ini harus relatif ringkas.
Latihan terbimbing
Latihan terbimbing seringkali dianggap sebagai instruksi bertingkat seperti sebuah
tangga. Tujuan dari latihan terbimbing adalah memberikan bantuan kepada anak agar
nantinya bisa menggunakan keterampilan tersebut secara mandiri. Dalam tahapan ini

4.

guru memegang kendali atas kelas dan melakukan pengulangan-pengulangan.


Latihan bebas.
Guru mendesain aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa dapat

melatih

keterampilannya secara mandiri, misalnya berupa pekerjaan rumah. Jika ketiga langkah
pertama telah diajarkan secara efektif, maka diharapkan siswa akan mampu
menyelesaikan tugas atau aktivitas ini 95% - 100%. Latihan mandiri tidak berarti
sesuatu yang menantang, melainkan sesuatu yang dapat melatih keterampilan yang
telah diajarkan.

1.
2.
3.

Ada 3 tipe seorang guru dalam mengajar;


Guru biasa, yaitu yang selalu menjelaskan
Guru baik, yaitu yang mampu mendemonstrasikan dan
Guru hebat, adalah guru yang mampu menginspirasikan, yakni guru yang mampu
membawa siswanya untuk berpikir tingkat tinggi.
Pelajaran yang diajarkan dengan cara mengajak siswa untuk berpikir tingkat tinggi akan
lebih cepat dimengerti oleh siswa. Jadi untuk keberhasilan penguasaan suatu materi
pelajaran atau yang lain, usahakan dalam proses belajarnya selalu menggunakan caracara yang membuat siswa untuk selalu berpikir tingkat tinggi.

Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan tahapan pembelajaran yang sesuai


dengan pemikiran siswa yang akan memudahkan guru untuk mendorong siswa berpikir
tingkat tinggi. Enam tahapan aktivitas yang harus dilalui siswa agar dapat mengembangkan
berpikir tingkat tinggi siswa adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

menggali informasi yang dibutuhkan ;


mengajukan dugaan;
melakukan inkuiri;
membuat konjektur;
mencari alternatif;
menarik kesimpulan.
Pada umumnya pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, dan belum

berpusat pada siswa. Pembelajaran di sekolah lebih bersifat menghafal atau pengetahuan
faktual, hal ini menjadikan pembelajaran tidak searah dengan tujuan pendidikan nasional.
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa
berpikir kritis, berpikir logis, sistematis, bersifat objektif, jujur dan disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan masalah yang berguna untuk kehidupan dalam masyarakat
termasuk dunia kerja. Mata pelajaran hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan, untuk
dapat melatih siswa memiliki keterampilan berpikir.
Salah satu keterampilan berpikir adalah berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang
tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan
lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
C.

Berpikir Tingkat Tinggi

Secara khusus, Tran Vui (2001: 5) mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat


tinggi sebagai berikut: Higher order thinking occurs when a person takes new information
and information stored in memory and interrelates and/or rearranges and extends this
information to achieve a purpose or find possible answer in perplexing situations. Dengan
demikian, kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan
informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan
menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut
untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan
yang sulit dipecahkan.
Thomas dan Thorne (2005) menyatakan bahwa Higher order thinking is thinking
on higher level that memorizing facts or telling something back to someone exactly the way
the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without
having to think about it. Thats because its much like arobot; it does what its programmed to
do, but it doesnt think for it self. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
keterampilan yang dapat dilatihkan.
Dilihat dari kinerja otak sebagai pusat berpikir, otak terdiri dari belahan otak kiri dan
otak kanan. Otak kiri banyak mendukung kemampuan berpikir kritis, sedangkan otak kanan
banyak mendukung kemampuan berpikir kreatif. Antara otak kiri dan otak kanan
dihubungkan oleh korpus kolosum. Korpus kolosum kadang membuka hubungan antara otak
kiri dan otak kanan. Otak akan menjadi reaktor apabila otak kiri dan kanan terhubung oleh
korpus kolosum dalam keadaan terbuka.
Kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan indikator kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Pengembangan berpikir kritis dan berpikir kreatif tidak akan terlepas
dari pengembangan kemampuan kinerja otak kiri dan otak kanan yang membutuhkan latihan
yang berlanjut yang dapat dilakukan melalui pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah.
Berpikir kritis merupakan salah satu salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir
kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan
untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis.
Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives,
yaitu sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara,

memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar
dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan. Wade (1995) mengidentifikasi
delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

merumuskan pertanyaan,
membatasi permasalahan,
menguji data-data,
menganalisis berbagai informasi,
menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
menghindari penyederhanaan yang berlebihan,
mempertimbangkan berbagai intepretasi, dan
mentoleransi ambiguitas.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dikemukakan pula oleh Scriven,

berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam
membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan
mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran,
pertimbangan, dan komunikasi yang

akan membimbing dalam menentukan sikap dan

tindakan (Walker: 2001: 1).


Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis
harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi: analisis, sintesis, pengenalan
masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian. Walaupun matematika berkaitan
dengan teori logika, namun kemampuan berpikir kritis tidak akan berkembang jika dalam
pembelajaran matematika siswa hanya dilatih untuk menghafal rumus, menemukan rumus
tanpa mengetahui kaitan satu dengan yang lainnya, atau menyelesaikan soal secara mekanik,
tanpa melibatkan keterampilan berpikir.
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk
atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenali pembuatnya
(Harlock, 1978). Conny R Semiawan (1999) mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu
kondisi, sikap, atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin
dirumuskan secara tuntas. Melalui pembelajaran matematika kemampuan kreativitas siswa
dapat dilatihkan, sebagai contoh siswa diberi permasalahan sebagai berikut:
Seekor kerbau beratnya 500 kg, berapa ekor kambing yang kamu perlukan agar
jumlah semua berat badannya sama dengan berat badan kerbau itu?

Melalui permasalahan tersebut diperlukan krativitas dan produktivitas berpikir siswa


untuk mengambil keputusan matematis yang reasonable, menentukan berat kambing terlebih
dahulu, kemudian memutuskan apakah berat setiap kambing sama, atau berbeda.

BAB III
PENUTUP

A.

Simpulan
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa bukan merupakan hasil langsung dari

pengajaran matematika, tetapi keterampilan yang harus dilatihkan guru pada siswa, siswa
tidak otomatis memiliki keterampilan ini. Seperti halnya keterampilan yang lain, siswa perlu
mengulang keterampilan berpikir melalui latihan yang intensif walaupun sebenarnya
keterampilan ini sudah menjadi bagian dari cara berpikirnya. Latihan rutin yang dilakukan
siswa akan berdampak pada efisiensi dan otomatisasi keterampilan berpikir yang telah
dimiliki siswa. Untuk melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa memerlukan
model pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered), dan siswa mengetahui
cara mengembangkan kemampuan berpikir, melalui kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Erman Suherman, dkk, 2003, Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia

KAPITA SELEKTA II
BERPIKIR TINGKAT TINGGI
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dosen Pengampu: Dr. Dwijanto, M.S

Disusun Oleh:
Suswati
0401511049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

Anda mungkin juga menyukai