Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PANCASILA

PEMAHAMAN SERTA PENGAMALAN


PANCASILA SECARA GARIS BESAR HISTORIS

Disusun Oleh :
ALVIN INDRA CAHYA
NIM. 11.11.5302
KELOMPOK E
S1 - TEKNIK INFOTMATIKA
Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer

AMIKOM YOGYAKARTA
TAHUN 2011

ABSTRAKSI
Panca artinya lima
"syiila"vokal" i pendek artinya "batu sendi","alas",atau "dasar"
"syiila "vokal" i" panjang artinya "peraturan tingkah laku yang baik, yang penting
atau yang senonoh.
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan)
atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksankan oleh para penganut
biasa atau awam.
Secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI
pertama Dr.Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan
dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan
dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
1.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik


Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.

2.

Rumusan

Pancasila

yang

ditetapkan

oleh

Panitia

Persiapan

Kemerdekaan Indonesiasebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat


erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3.

Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama


belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.

LATAR BELAKANG MASALAH


Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila sebagai dasar Negara selain
berubah-ubahnya penjelasan Ir. Soekarno sebagai perumus pertama Pancasila
sebagai respons terhadap kondisi dunia dalam era Perang Dingin adalah belum
jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-silanya, hubungannya dengan
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta bagaimana format pelaksanaannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat interpretasi yang amat
personalistik, elitis, dan miopik terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanya
difahami sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan merupakan
serangkaian asas yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan oleh para
pemimpin kepada rakyat, serta terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun
1945.
Masalah dasar di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan Pancasila
secara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam
memerdekakan diri dari penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru, serta
membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur dalam negara baru yang
dibangun bersama tersebut. Oleh karena itu diperlukan reinterpretasi serta
rekonstruksi terhadap Pancasila yang memungkinkan Pancasila bisa dipahami
secara konsisten dan koheren serta dapat ditindaklanjuti dalam konteks dan dalam
kerangka institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini
penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1. Apakah landasan filosofis Pancasila?
2. Apakah pengertian dari pancasila sebagai ideologi bangsa?
3. Pembahasan Pancasila secara historis

TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari segi historis.
3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila.
4. Untuk mengetahui fungsi utama Pancasila bagi bangsa dan negara
Indonesia.
5. Untuk mengetahui bukti bahwa Pancasila dijadikan sebagai dasar
falsafah negara Indonesia.

PEMBAHASAN HISTORIS
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila
memiliki dua macam arti :
Panca artinya lima
"syiila"vokal" i pendek artinya "batu sendi","alas",atau "dasar"
"syiila "vokal" i" panjang artinya "peraturan tingkah laku yang baik, yang penting
atau yang senonoh.
Ajaran Pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan)
atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksankan oleh para penganut
biasa atau awam. Pancasila yang berisi lima larangan atau pantangan itu
menurut isi lengkapnya sbb :
1. Dilarang membunuh
2. Dilarang mencuri
3. Dilarang berzina
4. Dilarang berdusta
5. Dilarang minum-minuman keras.
Istilah Pancasila sudah dikenalsejak jaman Majapahit dalam buku
Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu
Prapanca yang diartikan lima perintah kesusilaan (Pancasilakrama) yang berisi
lima larangan sebagai berikut tidak boleh:
1. Melakukan kekerasan
2. Mencuri
3. Berjiwa dengki
4. Berbohong
5. Mabuk akibat minuman keras
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar keseluruh
Indonesia maka sisi-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih juga

dikenal di dalam masyarakat Jawa, yang disebut dengan "lima larangan" atau
"lima pantangan" moralitas yaitu :
1. Mateni artinya membunuh
2. Maling artinya mencuri
3. Madon artinya berzina
4. Mabok artinya minuman keras
5. Main artinya berjudi
Semua huruf diberi awalan M atau dalam bahasa Jawa disebu Ma oleh karena itu
lima prinsip Ma lima atau M5 yaitu lima larangan (Ismaun,1981:79)

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA


Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu.
Kata idea berasal dari bahasa Yunani eidos yang artinya bentuk, kata idein
yang artinya melihat.Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertianpengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya dengan
cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus
dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar,
pandangan atau faham.

PENGERTIAN PANCASILA
Secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI
pertama Dr.Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan
dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan
dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Proses perumusan Pancasila adalah
sebagai berikut :

A. Mr.Muhammad Yamin
Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidangnya yang
pertama. Pada kesempatan in Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang
pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di hadapan
sidang lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut merumuskan sebagai
berikut
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Peri Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliu merumuskan rancangan UUD RI. sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B. Rumusan Soepomo
Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat kesempatan
mengemukakan pokok-pokok pikiran seperti berikut:
1. Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan Negara nasional yang
bersatu dalam arti totaliter atau integralistik. Maksudnya Negara Indonesia
merdeka tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar,
akan tetapi yang mengatasi segala golongan, baik golongan besar maupun
golongan kecil.
2. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap
waktu ingat kepada Tuhan. Dalam Negara nasional yang bersatu urusan

agama

akan

diserahkan

kepada

golongan-golongan

agama

yang

bersangkutan.
3. Mengenai kerakyatan beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan
Negara Indonesia harus dibentuk sistim Badan Permusyawaratan. Oleh
karena itu kepada Negara harus berhubungan erat dengan Badan
Permusyawaratan agar mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita
rakyat.
4. Dalam lapangan ekonomi, Prof. Soepomo mengusulkan agar sistim
perekonomian Negara nasional yang bersatu itu diatur berdasarkan asas
kekeluargaan. Asas ini merupakan sifat dari masyarakat timur, termasuk
masyarakat Indonesia.
5. Mengenai hubungan antar bangsa mengusulkan supaya Negara Indonesia
bersifat Negara Asia Timur Raya yang merupakan anggota dari pada
kekeluargaan Asia Timur Raya.
Apabila kita analisis pokok-pokok pikiran Dr. Soepomo di atas, maka dapat kita
peroleh adanya lima hal untuk dasar Negara Indonesia merdeka. Meskipun tidak
dituliskan secara terperinci. Prof. Dr. Soepomo menyarankan Negara Indonesia
memilih teori Negara Integralistik yang dinilai lebih sesuai dengan semangat
kekeluargaan. Kelima pokok pikiran tersebut sebagai berikut:
1. Paham Negara Persatuan
2. Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepada Tuhan
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan
5. Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya
Jika kita analisis perbandingan dengan rumusan Pancasila yang sekarang
(Pembukaan UUD 1945), pokok-pokok pikiran Soepomo itu termasuk dalam
rumusan Pancasila. Pokok pikiran pertama termasuk sila ketiga. Pokok pikiran
kedua termasuk sila pertama. Pokok pikiran ketiga termasuk sila keempat. Pokok
pikiran keempat termasuk sila kelima dan pokok pikiran kelima masuk dalam sila

kedua. Hal penting yang disampaikan oleh Soepomo dan diterima adalah paham
Negara integralistik-nya.
C. Ir. Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya
dihadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno
secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara indonesia yang akan
dibentuknya, yang rumusannya sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Beliu mengusulkan rumusan dasar tersebut mengajukan nama Pancasila
sebagai dasar negara, istilah tersebut atas saran seorang ahli bahasa.Usul
mengenai nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia secara bulat
disepakati diterima sidng BPUPKI dan ditetapkan bahwa tanggal 1 Juni pada saat
ini disebut hari lahirnya Pancasila.

D. PIAGAM JAKARTA
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional Dokuritzu Zyunbi
Tioosakay membahas mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam
sidang badan penyelidik yang dikenal dengan panitia sembilan berhasil menyusun
sebuah askah piaga

ya g dike al de ga

Piaga

Jakarta ya g didala

ya

memuat Pancasila yang rumusannya sebagai berikut :


1. Ketuha a de ga kewajiba

e jala ka syariat Isla

bagi pe eluk-

pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

E. LAHIRNYA PEMERINTAH INDONESIA


Kemerdekan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945
disaksikan juga oleh PPKI tim perumus yang terdiri dari 9 orang antara lain :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Mohammad Hatta
3. Mrs.A.A. Maramis
4. Abikusno Tjokrosujoso
5. Abdulkhar Muzakir
6. Haji Agus Salim
7. Mr.Ahmad Subardjo
8. K.H.A. Wahid Hasyim
9. Mr.Mohammad Yamin.
Keesokan harinya tangal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya dan
menetapkan :
1. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakil
Presiden Republik Indonesia.
4. Pekerjaan Presiden sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 mengandung isi dasar negara
Indonesia yaitu PANCASILA
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
10

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
1.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik


Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia.

2.

Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesiasebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat
erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.

3.

Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama


belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.

REFORMASI PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA


Reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan
yang tidak baik menjadi keadaan yang lebih baik. Reformasi kadang
disalahartikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal, se ua boleh ,
penjarahan atau pele gsera

penguasa tertentu. Beberapa catatan penting

yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengartikan reformasi, antara
lain sebagai berikut.
1. Reformasi bukan revolusi
2. Reformasi memerlukan proses
3. Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan
4. Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural
5. Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda
6. Reformasi memerlukan arah
Berbagai faktor yang mendorong munculnya gerakan reformasi antara lain:
Pertama, akumulasi kekecewaan masyarakat terutama ketidakadilan di bidang

11

hukum, ekonomi dan politik; kedua, krisis ekonomi yang tak kunjung selesai;
ketiga, bangkitnya kesadaran demokrasi, keempat, merajalelanya praktek KKN,
kelima, kritik dan saran perubahan yang tidak diperhatikan.
Gerakan reformasi menuntut reformasi total, artinya memperbaiki segenap
tatanan kehidupan bernegara, baik bidang hukum, politik, ekonomi, sosialbudaya, hankam dan lain-lain. Namun pada masa awal gerakan reformasi,
agenda yang mendesak untuk segera direalisasikan antara lain: pertama,
mengatasi krisis; kedua, melaksanakan reformasi, dan ketiga melanjutkan
pembangunan. Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut dibutuhkan
acuan nilai, dalam konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk dibicarakan.
Eksistensi Pancasila dalam reformasi di tengah berbagai tuntutan dan
euforia reformasi ternyata masih dianggap relevan, dengan pertimbangan,
antara lain: pertama, Pancasila dianggap merupakan satu-satunya aset nasional
yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang
hampir koyak. Keyakinan ini didukung oleh peranan Pancasila sebagai
pemersatu, hal ini telah terbukti secara historis dan sosiologis bangsa Indonesia
yang sangat plural baik ditinjau dari segi etnis, geografis, maupun agama. Kedua,
Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara, jika dasar negara berubah,
maka berubahlah negara itu. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa para
pendukung gerakan reformasi yang tidak menuntut mengamandemen
Pembukaan UUD 1945 yang di sana terkandung pokok-pokok pikiran Pembukaan
UUD 1945 yang merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila.
Kritik paling mendasar yang dialamatkan pada Pancasila adalah tidak
satunya antara teori dengan kenyataan, antara pemikiran dengan pelaksanaan.
Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan Pancasila dalam satu kesatuan
antara

pemikiran

dan

pelaksanaan.

Gerakan

reformasi

mengkritik

kecenderungan digunakannya Pancasila sebagai alat kekuasaan, akhirnya hukum


diletakkan di bawah kekuasaan. Pancasila dijadikan mitos dan digunakan untuk
menyingkirkan kelompok lain yang tidak sepaham.

12

Beberapa usulan yang masih dapat diperdebatkan namun kiranya penting bagi
upaya mereformasi pemikiran Pancasila, antara lain: Pertama, mengarahkan
pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke arah yang lebih konkret. Kedua,
mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang sangat ideologis (untuk
legitimasi kekuasaan) ke ilmiah. Ketiga, mengarahkan pemikiran Pancasila dari
kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu dengan menggeser pemikiran dengan
menghilangkan

egosentrisme

pribadi,

kelompok,

atau

partai,

dengan

menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme sosial, politik, budaya, dan


agama.
Berbagai

bentuk

penyimpangan,

terutama

dalam

pemikiran

politik

kenegaraan dan dalam pelaksanaannya dimungkinkan terjadi karena beberapa hal,


di antaranya, antara lain: Pertama, adanya gap atau ketidakkonsisten dalam
pembuatan hukum atau perundang-undangan dengan filosofi, asas dan norma
hukumnya. Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas dan norma hukum adalah
pondasi, maka undang-undang dasar dan perundang-undangan lain di bawahnya
merupakan bangunan yang dibangun di luar pondasi. Kenyataan ini membawa
implikasi pada lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara tidak dapat
memerankan fungsinya secara optimal. Para ahli hukum mendesak untuk diadakan
amandemen UUD 1945 dan mengembangkan dan mengoptimalkan lembaga
judicial review yang memiliki independensi untuk menguji secara substansial dan
prosedural suatu produk hukum.

PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM


Hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang
melekat pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup
sebagaimana layaknya manusia. Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia
dipandang sebagai aksioma yang bersifat given, dalam arti kebenarannya
seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan tidak memerlukan penjelasan
lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).

13

Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga


masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara
lain: Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi
keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM,
demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup. (2) Isu HAM selalu diangkat oleh
media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak
Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. (3) Masalah
HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara
donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan
secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme
dan partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya
bersifat universal diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham
partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas
tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap
bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis, yang
melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena
menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi. (2) tataran ideologis, yang
melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya
partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara tertentu. (3) tataran
kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan situasi dan
kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat
dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR
dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih
bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD
1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan
beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan

14

pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak
atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan
penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain: pertama,
UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit
menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga
negara. Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak
pengaturan

konstitusi

RIS

dan

UUDS

1950,

namun

mendelegasikan

pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan


Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak

Asasi

Manusia.

Tap

MPR

ini

memuat

Pandangan

dan

Sikap

Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia.

15

KESIMPULAN
Adalah merupakan tantangan sejarah bagi gelombang demi gelombang
negarawan serta cendekiawan Indonesia pasca peristiwa berdarah tersebut untuk
merumuskan, meluruskan, dan menjabarkan Pancasila dalam pasal-pasal UndangUndang Dasar 1945 ke dalam undang-undang organik, secara lebih historis,
dinamis, konsisten dan koheren, sehingga dapat diwujudkan aspirasi dan
kepentingan rakyat Indonesia yang menjadi raison berdirinya Negara kesatuan
Republik Indonesia ini.
Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila sebagai dasar Negara selain
berubah-ubahnya penjelasan Ir. Soekarno sebagai perumus pertama Pancasila
sebagai respons terhadap kondisi dunia dalam era Perang Di gi ?adalah
belum jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-silanya, hubungannya
dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta bagaimana format
pelaksanaannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat interpretasi yang amat
personalistik, elitis, dan miopik terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanya
difahami sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan merupakan
serangkaian asas yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan oleh para
pemimpin kepada rakyat, serta terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun
1945.
Masalah dasar di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan Pancasila
secara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam
memerdekakan diri dari penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru, serta
membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur dalam negara baru yang
dibangun bersama tersebut. Oleh karena itu diperlukan reinterpretasi serta
rekonstruksi terhadap Pancasila yang memungkinkan Pancasila bisa dipahami
secara konsisten dan koheren serta dapat ditindaklanjuti dalam konteks dan dalam
kerangka institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

16

DAFTAR PUSTAKA
ASAL MULA PANCASILA
A.T. Soegito, 1983, Pancasila Tinjauan dari Aspek Historis, FPIPS
IKIP, Semarang.
2. A.T. Soegito, 1999, Sejarah Pergerakan Bangsa Sebagai Titik Tolak
Memahami Asal Mula Pancasila, Makalah Internship Dosen-Dosen Pancasila
se Indonesia, Yogyakarta.
3. Alhaj dan Patria, 1998. BMP. Pendidikan Pancasila. Penerbit
Karunika, Jakarta 4 5.
4. Bakry Noor M, 1998, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta.
5. Dardji Darmodihardjo, 1978, Santiaji Pancasila, Lapasila, Malang.
6. Harun Nasution, 1983. Filsafat Agama, NV Bulan Bintang. Jakarta.
7. Kaelan,
1993,
Pendidikan
Pancasila
Yuridis
Kenegaraan,
Paradigma, Yogyakarta.
8. Kaelan,
1999,
Pendidikan
Pancasila
Yuridis
Kenegaraan,
Paradigma, Yogyakarta.
9. Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT.
Gramedia,Jakarta.
10. Notonagoro, 1957, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila Cet. 2,
Pantjoran tujuhJakarta.
11. Soenoto, 1984, Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah dan
Pelaksanaannya, PT. Hanindita, Yogyakarta.
1.

PEMBAHASAN PANCASILA
1. Heuken, 1988, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, edisi 6,
Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
2. Kaelan, 1996, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta.
3. Koentjaraningrat, 1980, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, PT. Gramedia,
Jakarta.
4. Manuel Kasiepo, 1982, Dari kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara,
Birokrasi, dan Politik di Indonesia Era Orde Baru, Dalam Jurnal Ilmu Politik,
AIPI-LIPI, PT. Gramedia, Jakarta.
5. Kaelan, 1999, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Paradigma, Jogjakarta.
6. Hadi Sitia Unggul, SH, 2001, Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I dan II
UUD 1945, Harvarindo, Jakarta.
7. http://vivixtopz.wordpress.com/modul-kuliah/pendidikan-pancasila/modulmata-kuliah-pancasila/
8. http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=520

17

Anda mungkin juga menyukai