Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

Kupang, 13 Nopember 2012

OPSI PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN BELU (RI) DAN TIMOR


LESTE
(Melalui Pendekatan Empirik dan Perbandingan Model Teoritis dari beberapa Kasus Negara )
Jauhari Effendi1, Sri Kurniati A.2 dan Sudirman S.3
1

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Nusa Cendana, Jl.
Adisucipto-Penfui, Kupang.NTT 85361, Indonesia
2,3
Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto-Penfui, Kupang.NTT
85361, Indonesia
Email: jafe64@yahoo.co.id, sri_kurniatia@yahoo.com ,dan sridirman@yahoo.com

ABSTRAK
Kawasan perbatasan antar negara memiliki potensi strategis bagi berkembangnya kegiatan perdagangan
internasional yang saling menguntungkan. Kawasan ini juga berpotensi besar menjadi pusat pertumbuhan wilayah,
terutama dalam hal pengembangan industri, perdagangan dan pariwisata. Hal ini akan memberikan peluang bagi
peningkatan kegiatan produksi yang selanjutnya akan menimbulkan berbagai efek pengganda (multiplier effects)
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian tentang pengembangan kawasan perbatasan Belu Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste melalui pendekatan empirik dan model teoritis yang telah
digunakan dari beberapa kasus negara yang telah berhasil dan gagal dalam mengembangkan kawasan perbatasan.
Metode desktriptif dan pendekatan empirik digunakan untuk menganalisis pengembangan kawasan perbatasan
melalui proses perbandingan model teoritis dari beberapa kasus di negara yang telah berhasil maupun gagal
dalam mengembangkan kawasan perbatasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pendekatan teoritis dan berdasarkan kondisi eksisting kawasan
perbatasan Belu Timor Leste, maka pengembangan kawasan tersebut dapat dilakukan dengan melalui pendekatan
perencanaan dengan mendahulukan membangun infrastruktur (infrastructure led) sebagai investasi sebelum
aktifitas ekonomi dimulai.
Kata Kunci: Kawasan Perbatasan, Infrastruktur, Investasi

komprehensif dan integratif. Kegiatan pembangunan


yang ada masih berupa rencana pembangunan parsial
dengan pendekatan yang sangat sektoral. Minimnya
alokasi anggaran untuk membangun fasilitas
infrastruktur dasar dan mendorong aktivitas ekonomi
membuat hampir sebagian besar daerah perbatasan
tetap tak beranjak menjadi lebih baik secara
signifikan. Dengan program pembangunan yang tidak
terstruktur dan terkoordinasi, pada umumnya kondisi
di kawasan perbatasan sangat memprihatinkan. Dari
aspek kesejahteraan, warga Indonesia yang tinggal di
kawasan perbatasan tetap terbelakang karena
ketersediaan sarana dan prasarana masih jauh dari
apa yang yang diharapkan.
Beberapa tahun belakangan ini kawasan
perbatasan menjadi agenda yang terus menerus
menjadi tema utama dalam pembahasan dan
pembicaraan, baik pada skala internasional, nasional,
maupun lokal/daerah (Hamid, 2003). Pembicaraan itu
menjadi semakin serius ketika keputusan kasus
Pulau Sipadan dan Ligitan menempatkan Indonesia
pada posisi yang kalah. Kekalahan ini telah
mendorong semakin tingginya intensitas perhatian
pemerintah pusat dan pemerintah daerah di dalam

1. PENDAHULUAN
Wilayah Kabupaten Belu merupakan salah satu
pintu masuk utama ke wilayah Indonesia yang
mempunyai peranan penting dalam lalu lintas orang
maupun barang. Wilayah Belu pada tahun 2005
dimekarkan menjadi 17 kecamatan dari sebelumnya
hanya 12 kecamatan pada tahun 2004. Jumlah
penduduk kaabupaten Belu tergolong rendah yaitu,
hanya 343.777 jiwa
pada tahun 2004 dengan
kepadatan yang rendah pula, yaitu 140,57 jiwa/km2
(Pemda dan BPPS Belu, 2004). Pada Tahun 2005
jumlah penduduk Belu bertambah menjadi 354.681
jiwa, dengan kepadatan penduduk 145 jiwa/km2
(BPPS, Belu, 2006). Jumlah dan kepadatan penduduk
tertinggi terdapat di Kota Atambua. Hal ini mudah
dipahami karena kecamatan ini adalah ibukota
kabupaten, dimana tersedia peluang kerja/usaha serta
berbagai jenis sarana dan prasarana, ekonomi dan
sosial yang merupakan faktor pendukung untuk
mendapatkan penghidupan yang layak.
Pada saat ini kawasan perbatasan Belu Provinsi
Nusa Tenggara Timur (Republik Indonesia) dengan
Batu Gede (Timor Leste) belum dikelola secara baik
dan belum adanya konsepsi pembangunan yang jelas,
T-75

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

pengembangan, penataan, dan pemberdayaan


kawasan perbatasan. Perhatian tersebut antara lain
berupa telah terjadinya aktivitas pembangunan di
beberapa kawasan perbatasan, meskipun dalam skala
yang relatif kecil. Menurut Hamid (2003), kawasan
perbatasan antar negara merupakan kawasan yang
strategis karena merupakan titik tumbuh bagi
perekonomian regional maupun nasional. Melalui
kawasan ini, kegiatan perdagangan antar negara dapat
dilakukan dengan mudah, cepat dan murah yang pada
gilirannya akan mendorong naiknya aktivitas
produksi masyarakat, pendapatan masyarakat, dan
berujung pada kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan kondisi ini, maka diperlukan suatu
penataan kawasan perbatasan dengan melakukan
pemetaan lingkungan/kawasan berdasarkan fungsi
ruang di daerah perbatasan. Dalam hal ini membuat
suatu model pengembangan wilayah di kawasan
perbatasan dengan melibatkan stakeholder antar
kedua Negara (Indonesia/Timor Leste). Kajian
pengembangan wilayah perbatasan akan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan aspek sektoral
dan aspek spasial. Pendekatan yang mengacu pada
aspek sektoral dan spasial tersebut mendorong
lahirnya konsep pengembangan wilayah yang harus
mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ruang
sesuai daya dukung, mampu memberi kesempatan
kepada sektor untuk berkembang tanpa konflik dan
mampu meningkatkan kesejahteraan secara merata.
Konsep tersebut digolongkan dalam konsep
pengembangan wilayah yang didasarkan pada
penataan ruang.

kelompok analisis, yaitu analisis kuantitatif dan


analisis kualitatif.
2.3.1 Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan
menggunakan alat analisis untuk dapat menghasilkan
suatu temuan atau informasi yang diinginkan dari
hasil olahan data tersebut. Hasil akhir dari analisis
kuantitatif ini masih perlu diperkuat dengan
interpretasi dan deskripsi secara kualitatif.
2.3.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan
deskriptif yaitu, dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul, antara
lain
dengan
cara:
mendeskripsikan;
menginterpretasikan kondisi atau hubungan yang ada;
memperhatikan yang sedang berlangsung serta
kecenderungan yang akan terjadi kemudian; sehingga
dari data yang ada dapat ditafsirkan serta
disimpulkan. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif
secara umum digunakan pada semua tahapan analisis,
yaitu: untuk menghasilkan suatu opsi pengembangan
kawasan perbatasan dilakukan proses dengan
membandingkan model teoritis dari beberapa kasus
di negara yang telah berhasil maupun gagal dalam
mengembangkan kawasan perbatasan. Analisis
deskriptif dilakukan terhadap beberapa model negara
di negara lain berdasarkan potensi wilayahnya
dengan beberapa asumsi, konsep dan konteks tertentu
sehingga didapatkan model teoritis.
3.

HASIL PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Masyarakat Kabupaten


Belu
3.1.1
Keadaan Alam
Kabupaten Belu adalah salah satu kabupaten
yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
wilayahnya terletak di sebelah Timur. Kabupaten

2. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 1 tahun
dengan mengambil lokasi penelitian kawasan
perbatasan Belu-Atambua Provinsi Nusa Tenggara
Timur dengan mengambil salah satu sampel PLB I
Motaain (RI) - Batu Gede (Timor Leste)
2.2 Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kuantitatif dan kualitatif yaitu meliputi semua
informasi dan data-data yang berkaitan dengan
potensi kawasan perbatasan yang menjadi tujuan dan
sasaran penelitian. Selanjutnya dari kompilasi data
yang dihasilkan akan dianalisis untuk dapat
memperoleh gambaran tentang perkembangan dan
fakta tertentu dengan kondisi empiris atau variabel
yang diselidiki secara komprehensif.

Belu terletak pada koordinat 124 126 lintang


selatan. Posisinya sangat strategis karena berada pada
persimpangan Negara Timor Leste dengan bagian
lain Provinsi Nusa Tenggara Timur serta pada titik
silang antara Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten
TTU. Adapun batas wilayah Kabupaten Belu adalah
sebagai berikut: sebelah utara dengan Selat Ombai,
sebelah selatan dengan Laut Timor, sebelah timur
dengan Negara Timor Leste serta sebelah barat
dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor
Tengan Selatan. Dengan wilayah seluas 2,445.57
2

Km atau 5.16% dari luas wilayah Povinsi Nusa


Tenggara Timur dan keseluruhannya merupakan
wilayah daratan, Kabupaten Belu yang terbagi dalam
24 Kecamatan memiliki aksesibilitas cukup baik,
terutama koordinasi dan komunikasi antar wilayah.

2.3 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini secara garis besar terbagi dalam dua
T-76

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Belu


merupakan daerah datar berbukit-bukit hingga
pegunungan dengan sungai-sungai yang mengalir ke
utara dan selatan mengikuti arah kemiringan
lerengnya. Sungaisungai yang ada di Kabupaten
Belu mengalir dari bagian selatan dan bermuara di
Selat Ombai dan Laut Timor. Dari 14 sungai yang
bermuara di bagian utara, yang banyak digunakan
penduduk untuk pertanian adalah sungai Baukama,
Malibaka, dan Talau. Wilayah datar terletak di bagian
selatan memanjang sampai ke Tenggara pada pesisir
pantai Laut Timor dengan kemiringan kurang dari
2%, sedangkan daerah datar berombak sampai
bergelombang 3-40% hampir merata di seluruh
wilayah yaitu mencapai 55.86% dari luas wilayah.
Wilayah pegunungan (>40%) terdapat di wilayah
tengah ke arah Timur dengan luas wilayah sekitar
17.40%.

Amfoang Utara; (2) Kabupaten Timor Tengah Utara:


Kecamatan Miomafo Barat, Miomafo Timur &
Kecamatan Insana Utara; (3) Kabupaten Belu:
Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Tasifeto
Timur, Lamaknen,Kecamatan Rehaat & Kecamatan
Kobalima.
Perbatasan laut
Kawasan perbatasan Laut Wilayah NTT dengan
RDTL meliputi 4 Kabupaten, 5 Kecamatan: (1)
Kabupaten Kupang: Kecamatan Amfong Utara; (2)
Kabupaten Belu: Kecamatan Tasifeto Barat,
Kecamatan Kobalima; (3) Kabupaten TTU:
Kecamatan Insana Utara; (4) Kabupaten Alor:
Kecamatan Alor Barat Daya.
3.3 Konsep Wilayah
Menurut Glasson (1974:36) ada dua cara
pandang yang berbeda tentang wilayah, yaitu
subjektif dan obyektif. Cara pandang subjektif
wilayah adalah alat untuk mengidentifikasi suatu
lokasi yang didasarkan atas kriteria tertentu atau
tujuan tertentu. Dengan demikian, banyaknya
wilayah tergantung kepada kriteria yang digunakan.
Wilayah hanyalah suatu model agar kita bisa
membedakan lokasi yang satu dengan lokasi yang
lainnya.
Wilayah itu dibedakan berdasarkan
musim/temperatur yang dimilikinya atau berdasarkan
konfigurasi lahan, jenis tumbuh-tumbuhan, kepadatan
penduduk, atau gabungan dari ciri-ciri diatas.
Dalam
melakukan
studi
mengenai
pengembangan wilayah, khususnya tentang wilayah
perbatasan antar negara (transborder region), hal
yang perlu dijelaskan adalah beberapa konsep tentang
wilayah (region) itu sendiri. John Glasson (1974:37)
mengemukakan konsep tentang wilayah sebagai
metode klasifikasi yang muncul melalui dua hal yang
berbeda, yaitu yang mencerminkan kemajuan
ekonomi dari perekonomian sederhana ke sistem
industri yang kompleks. Pada fase pertama
memperlihatkan wilayah formal yaitu berkenaan
dengan keseragaman dan didefinisikan menurut
homogenitas.
Fase
kedua
memperlihatkan
perkembangan wilayah fungsional yaitu berkenaan
dengan interdependensi, saling hubungan antara
bagian-bagian dan didefinisikan menurut koherensi
fungsional.
Wilayah formal adalah wilayah geografik yang
seragam atau homogen menurut kriteria tertentu.
Pada awalnya kriteria yang digunakan untuk
mendefinisikan wilayah formal, terutama adalah
bersifat fisik seperti topografi, iklim dan vegetasi
dikaitkan dengan konsep determinasi geografik.
Tetapi berikutnya terjadi peralihan kepada
penggunaan kriteria ekonomi, seperti tipe industri

3.1.2 Keadaan Penduduk


Ditinjau dari segi budaya dan antropologis,
penduduk Kabupaten Belu dalam susunan
masyarakatnya terbagi atas 4 sub etnik yang besar
yaitu: Ema Tetun, Ema Kemak, Ema Bunak dan Ema
Dawan Manlea. Keempat sub etnik mendiami lokasilokasi dengan karakteristik tertentu dengan kekhasan
penduduk mayoritas penganut agama Kristen
Katolik. Mata pencaharian utama adalah bertani yang
masih dikerjakan secara ekstensif tradisional. Dari
aspek ekologis, kondisi tanah Belu sangat subur
karena selain memiliki lapisan tanah jenis berpasir
dan hitam juga dikondisikan dengan curah hujan
yang relatif merata sepanjang tahun. Daerah Belu
yang subur tersebut membuatnya potensial untuk
dikembangkan menjadi daerah peternakan dan
pertanian. Sub sektor perikanan dengan kawasan
pantai yang membentang dari Belu bagian selatan
sampai utara turut mempengaruhi pemerataan
pekerjaan dan pendapatan. Selain itu dari sub sektor
kehutanan kontribusi yang diperoleh juga signifikan
dengan beberapa jenis pohon seperti cendana,
eukaliptus, kayu merah dan jati. Dari sektor dan sub
sektor lainnya seperti perdagangan dan jasa, industri
dan lainnya juga memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pembentukan PDRB dan
peningkatan PAD.
3.2 Gambaran Umum Kawasan Perbatasan Belu (RI)
dan RDTL
3.2.1 Lingkup Wilayah Perbatasan
Perbatasan darat

Kawasan perbatasan darat Timor bagian barat


dengan RDTL secara administrasi meliputi 10
Kecamatan: (1) Kabupaten Kupang: Kecamatan
T-77

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

atau tipe pertanian. Wilayah alamiah adalah wilayah


formal fisik. Usaha yang dilakukan pada waktuwaktu berikutnya untuk menentukan batas daerahdaerah formal ekonomi telah didasarkan pada kriteria
seperti tingkat pendapatan dan laju pertumbuhan
ekonomi (Glasson, 1974:38).
Wilayah fungsional adalah wilayah geografik
yang memperlihatkan suatu koherensi fungsional
tertentu, suatu interdependensi dari bagian-bagian,
bila didefinisikan berdasarkan kriteria tertentu.
Wilayah fungsional ini kadang-kadang disebut
sebagai wilayah Nodal atau polarized region dan
terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti
desa-kota yang secara fungsional saling berdekatan.
Wilayah formal atau wilayah fungsional ataupun
gabungan keduanya memberikan suatu kerangka bagi
klasifikasi tipe wilayah yang ketiga yaitu wilayah
perencanaan. Wilayah perencanaan merupakan
wilayah geografik yang cocok untuk perencanaan dan
pelaksanaan rencana-rencana pembangunan untuk
memecahkan persoalan-persoalan wilayah.

semula dari daerah perbatasan (frontier) sebagai


sebuah barrier (rintangan), menjadi suatu kawasan
perbatasan sebagai filter, kemudian membentuk
kawasan perbatasan sebagai sebuah zona kontak.
Sebagai contoh, dalam kasus Hongkong-Shenzhen,
hubungan ekonomi terjadi secara tertutup dan
simbiosis. Beberapa kerangka institusional muncul
melalui konsultasi. Hubungan perusahaan paling
banyak bergerak dalam bentuk joint ventures.
3.7 Konsep Daya Saing Wilayah (Regional
Competitiveness)
Dalam pembangunan ekonomi yang esensinya
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
semakin tinggi dan semakin adil, maka peningkatan
daya saing merupakan suatu agenda utama yang tidak
mungkin diabaikan. Namun mungkin ada banyak
cara untuk itu. Keberhasilan banyak pihak (negaranegara yang dinilai berhasil dalam pembangunan
ekonominya) menunjukkan bahwa suatu pendekatan
baru telah membawa kepada keberhasilan tersebut,
walaupun ini bukan berarti pendekatan yang akan
secara seketika membawa kepada keadaan tersebut.
Ini merupakan (dan memerlukan) rekonseptualisasi
dalam pembangunan ekonomi daerah.
3.8
Daya
Saing
Wilayah
(Regional
Competitiveness)
Tujuan utama pembangunan ekonomi di sebuah
negara adalah menghasilkan standar hidup yang
tinggi dan selalu meningkat untuk seluruh warga
negaranya. Kemampuan menghasilkan tersebut
bergantung tidak hanya daya saing, tetapi juga pada
produktifitas sumber daya yang dimiliki. Menurut
Porter (1993), sebuah perusahaan harus memahami
apa yang menjadi penentu (determinan) pokok
kemampuan atau memahami ketidak mampuannya
membangun dan mempertahankan keunggulan
bersaing. Porter menegaskan bahwa standar hidup
sebuah negara dalam jangka panjang ditentukan oleh
kemampuan negara itu mencapai produktifitas yang
tinggi dan mencapai level produktifitas dalam
industri dimana sebuah industri dapat berkompetisi.
Porter menganalisis posisi daya saing sebuah negara
berdasarkan konsep strategis keunggulan kompetitif
perusahaan dan industri (Porter, 1998 dalam Budd
dan Hirmis, 2004).
Selanjutnya,
Camagni
(2002)
juga
menyampaikan bahwa daya saing daerah kini
merupakan salah satu isu sentral, bukan saja dalam
rangka mengamankan stabilitas ketenagakerjaan,
tetapi juga memanfaatkan integrasi eksternal
(kecenderungan global), keberlanjutan pertumbuhan
kesejahteraan dan kemakmuran lokal/daerah.
European Commission (1996) mendefinisikan daya
saing regional sebagai kemampuan suatu wilayah
memproduksi barang dan jasa yang sesuai kebutuhan

3.6 Tipologi Kawasan Perbatasan


Tipologi yang diadopsi dari pemikiran Wu
(2001:21-24) ini pada dasarnya adalah sebuah
klasifikasi karakteristik dari pengembangan kawasan
perbatasan sehingga setiap tahapan pengembangan
dapat
diidentifikasi.
Klasifikasi
bertujuan
meningkatkan
studi
komparatif
dengan
mengelompokkan karakteristik proses timbulnya
pengembangan
kawasan
perbatasan
dan
menggambarkan proses pengembangan ke tahap
selanjutnya. Klasifikasi juga memfokuskan perhatian
pada faktor kontribusi bagi pengembangan kawasan
perbatasan. Tabel 1 menunjukkan sebuah tipologi
pengembangan
kawasan
perbatasan
dengan
menyoroti beberapa hubungan ekonomi dan institusi,
jaringan infrastruktur, biaya tenaga kerja, dan factor
migrasi. Selanjutnya menurut Wu (2001:22), rencana
pengembangan kawasan perbatasan Tumen River
Development Zone menggambarkan perbedaan
sangat mendasar antara Hongkong dan Shenzhen.
Pengembangan kawasan perbatasan berbasis sektor
informal antara Polandia dan Jerman dan antara
Thailand dan tetangganya berbeda dengan euro
region (Uni Eropa). Kawasan China-HongkongMacau, atau Uni Eropa (EU) mempunyai konsep
enterprise network (jejaring perusahaan). Untuk
kebutuhan pembanding, maka tipologi ini dapat
menjelaskan
berbagai
macam
dinamika
pengembangan wilayah kawasan dimaksud.
Tipologi kawasan perbatasan merepresentasikan
sebuah rangkaian pengembangan. Menurut Ratti
(1993),
pengembangan
kawasan
perbatasan
merupakan sebuah rangkaian proses pergerakan yang
T-78

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

pasar internasional, dan pada saat bersamaan mampu


menjaga tingkat pendapatan yang tinggi secara
berkelanjutan. Agar menjadi kompetitif, penting bagi
wilayah untuk menjamin kualitas dan kuantitas
tenaga kerjanya. Konsep paling berarti tentang daya
saing di tingkat negara adalah produktifitas nasional.
Peningkatan standar hidup tergantung pada kapasitas
perusahaan di dalam sebuah negara untuk mencapai
tingkat produktifitas yang tinggi guna meningkatkan
produktifitas sepanjang waktu.
Peranan wilayah sub-nasional, yaitu apakah
Kabupaten atau Kota dalam mempengaruhi lokasi
aktifitas ekonomi, agaknya semakin penting dewasa
ini (Kuncoro, 2004). Berbagai studi dalam bidang
sosial ekonomi dan perubahan social menekankan
semakin pentingnya daerah dan peran barunya
sebagai pelaku ekonomi dalam konfigurasi baru pola
pembangunan spasial (Rodriguez-Pose, 1998).
Ohmae dengan lantang berpendapat bahwa dalam
dunia tanpa batas (borderless world), daerah (region
state) akan menggantikan negara bangsa (nation
states)
sebagai
pintu
gerbang
memasuki
perekonomian global (Ohmae, 1995). Porter (1990)
mempertanyakan peran negara sebagai unit analisis
yang relevan dengan mengatakan bahwa para
pesaing di banyak industri, dan bahkan seluruh
klaster industri, yang sukses pada skala internasional,

ternyata seringkali berlokasi di suatu kota atau


beberapa daerah dalam suatu negara. Lebih lanjut
Porter menekankan pentingnya peranan teknologi,
strategi organisasi dan geografi ekonomi dalam
proses inovasi dan upaya menjaga keunggulan
kompetitif (competitive advantage) perusahaan
secara berkelanjutan (Porter & Solvell, 1998). Porter
berpendapat bahwa derajat pengelompokan industry
secara geografis dalam suatu negara memainkan
peranan penting dalam menentukan sektor manakah
yang memiliki keunggulan konpetitif pada skala
internasional (Porter, 1990). Dewasa ini ia
mengajukan hipotesis menarik bahwa klaster industri,
yang ditandai dengan konsentrasi geografis dari
perusahaan-perusahaan dan institusiinstitusi yang
saling berkaitan satu sama lain pada suatu bidang
tertentu, agaknya jauh lebih produktif dilihat dari
sudut organisasi industri (Porter, 1998, dalam
Kuncoro, 2004:5).
3.3 Pembahasan Hasil Penelitian
3.3.1 Mencari Model Teoritis Pengembangan
Kawasan Perbatasan
Untuk menggambarkan pilihan pengembangan
kawasan perbatasan Belu Timor Leste, akan
dijelaskan beberapa kasus pengembangan kawasan
perbatasan. Pendekatan ini dikelompokkan menjadi 3
(tiga) macam, yaitu pertama, perencanaan dengan

Tabel 1 Tipologi Pengembangan Kawasan Perbatasan

Tipe
Wilayah
Perbatasan
Wilayah
Border

Wilayah
Crossborder

Hubungan
Ekonomi
Kecil dan
Kontrol
Ketat

Hubungan
terikat

Kerangka
Institusi/
Pemerintah
Kecil

Tipe
Perusahaan

Jaringan
Infrastruktur

Migrasi

Perorangan/
Perusahaan
kecil

Kontrol
ketat
(frontier)

Terjadi
hanya pada
satu sisi
Terjadi
Mekanisme
Konstruktif

Berkembang
dengan spontan/ alamiah
Permasalahan
besar dan
kecil disetiap
sisi hubungan
kontraktual

Bottleneck
akibat ketatnya control
dan inefisien
Idem

Consultatif
Planning
control
perbatasan
masih penting

Migrasi
terkontrol

Joint Ventures

Wilayah
Transborder

Simbiosis

Kerjasama
Institusi

Jaringan perusahaan;
Transfer teknologi; Sharing Network

Perencanaan
Jaringan
Infrastruktur
Bersama

Perbedaan
Upah
Buruh
Sangat
Besar

Contoh
Kasus
Rusia
ChinaKorut
(Tumen)
ThailandCinaBurma-Laos

Besar

PolandiaJerman

Berkurang

HongkongShenzhen

Prosedur
Kecil
sederhana bahkan nol
Uni Eropa
dan
pergerakan
rela-tif
bebas
Sumber : CT. Wu.dalam "Cross-border Development in Changing World" New Regional Development Paradigm
Vol.2 2001:2
T-79

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

mendahulukan
membangun
infrastruktur
(infrastructure led) sebagai investasi sebelum
aktifitas ekonomi dimulai. Kedua, mendahulukan
investasi sektor swasta (investment led), dan ketiga,
mendahulukan program-program dan kebijakan
(policy led) yang bertujuan untuk memfasilitasi
pembangunan
kawasan
perbatasan. Terdapat
perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam kategori
ini, yang menunjukkan karakteristik dominan yang
ada. Sehingga pendekatan ini hanya membatasi
dengan 3 (tiga) pendekatan (Wu, 2001: 28-33).

kawasan perbatasan dengan jaringan perusahaan yang


mereka miliki akan menjadi pusat kunci. Dalam
beberapa kasus, pengembangan perbatasan di Uni
Eropa akan dihadapkan pada berbagai masalah
seperti konflik etnis dan budaya serta bottlenecks
transportasi. Hal ini menyebabkan ekspektasi di Uni
Eropa terhadap pengembangan perbatasan akan
menjadi semacam norma. Tujuan dari pengembangan
kawasan perbatasan di Uni Eropa adalah memperkuat
keunggulan daya saing serta komplementaritas
ekonomi. Program program bantuan keuangan
ditujukan bagi pengembangan institusi yang
potensial. Studi tentang interaksi serta perilaku
pencari kerja mengidentifikasikan bahwa diantara
negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa
terdapat kesamaan level kondisi perekonomian secara
fisik, kognitif dan budaya. Bertram (1998) dalam
studinya tentang Eurogion Viadrina, sebuah kawasan
perbatasan
antara
Jerman
dan
Polandia
menyimpulkan bahwa terjadi ketidak sesuaian
perencanaan
dalam
pengembangan
kawasan
perbatasan. Bertram juga mengungkapkan tujuan
kompetisi dalam sub-unit kawasan cenderung
menghalangi pengembangan kawasan perbatasan.
Inisiatif lokal dan pemerintah juga dapat menjadi
kendala, meningkatkan biaya transaksi yang dapat
diukur dari indikasi bertambahnya prosedur-prosedur
resmi.

Mendahulukan
Pembangunan
Infrastruktur
(Infrastructure led)
Kegiatan ini biasanya melibatkan peran
pemerintah atau lembaga multilateral dalam
perencanaan pengembangan kawasan yang belum
atau tidak mempunyai nilai ekonomi secara
signifikan. Hal ini dikarenakan kawasan yang akan
dikembangkan tersebut secara geografis adalah
kawasan terpencil atau karena alasan politik dan
keamanan sehingga tidak berkembang. Dua contoh
kawasan yang mewakili pendekatan ini adalah Tumen
River Development Zone dan Hongkong-Shenzhen
Special Economic Zone (SEZ).
Mendahulukan Investasi Sektor Swasta (Investment
led)
Terdapat beberapa contoh pendekatan ini yang
muncul di zona perbatasan. Sering hal ini menjadi
permulaan dari rencana pengembangan tetapi
pengembangan sektor swasta berskala kecil
cenderung mendominasi pada awalnya. Dominasi
perdagangan di kawasan perbatasan Polandia dan eks
Jerman Timur, perbatasan Thai-China-Burma dan
Laos (TCBL), dan perbatasan China-Vietnam di
Dongxing dan Mong Chai, merupakan tiga contoh
kasus dalam pendekatan ini

3.3.2 Pilihan Pengembangan Kawasan Belu dan


Timor Leste dengan Pendekatan Lesson
Learned
Penggunaan model teoritis pengembangan
kawasan perbatasan yang merupakan model yang
digali berdasarkan pengalaman empirik lokal yang
diperkaya oleh beberapa pengalaman empirik di
negara lain harus berdasarkan potensi wilayahnya.
Dalam menganalisis model teoritis berdasarkan
lesson learned dilakukan dengan beberapa aspek
pendekatan berdasarkan hal-hal yang telah dan
sedang terjadi dalam hubungan antar negara di
wilayah perbatasan (Wu, 2001: 28-33). Kedekatan
secara kultural dan komplementaritas ekonomi
menjadi sesuatu yang dominan dan mendukung
terjadinya interaksi di berbagai wilayah perbatasan.
Dari beberapa lesson learned tersebut, maka dapat
diambil suatu opsi bahwa kawasan perbatasan Belu
dapat
dikembangkan
melalui
pendekatan
perencanaan dengan mendahulukan membangun
infrastruktur (infrastructure led) sebagai investasi
sebelum aktifitas ekonomi dimulai. Alasan utama
diambil opsi ini diakibatkan meningkatnya arus
informasi dan globalisasi yang menjadi penyebab
semakin tingginya intensitas interaksi dan kerjasama
antar negara di wilayah perbatasan tersebut. Alasan

Mendahulukan Kebijakan Pembangunan (Policy


Led)
Uni Eropa (EU) secara kontras merencanakan
integrasi dan penggabungan negara-negara Eropa ke
dalam kesatuan moneter dan membentuk kawasan
seolaholah tanpa batas (borderless). Kedua ciri-ciri
tersebut mendorong secara aktif suatu kesepakatan
resmi melalui program-program spesifik dan
financial assistance. Keberadaan zona-zona industri
utama sperti The Upper Rhine, Badden Wurttemberg,
dan Emilia-Romagna telah menjalani proses
pembelajaran berdasarkan pengalaman yang relevan
dari berbagai kawasan di dunia, banyak diantaranya
merupakan kawasan perbatasan. Dalam konteks ini,
hal tersebut akan melahirkan ekspektasi bagi
persaingan antar unit-unit kawasan industri dan
T-80

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember 2012

lain, yakni dengan mengambil beberapa kasus


pengembangan kawasan perbatasan yang terjadi
akibat terjadinya transisi ekonomi suatu negara
terhadap ekonomi yang berorientasi pasar, seperti
yang terjadi pada kasus perbatasan HongkongShenzhen, Polandia-Jerman, dan perbatasan Thailand
dengan beberapa negara tetangganya. Kegiatan ini
biasanya melibatkan peran pemerintah atau lembaga
multilateral dalam perencanaan pengembangan
kawasan yang belum atau tidak mempunyai nilai
ekonomi secara signifikan. Hal ini dikarenakan
kawasan yang akan dikembangkan tersebut secara
geografis adalah kawasan terpencil atau karena alasan
politik dan keamanan sehingga tidak berkembang.
Dua contoh kawasan yang mewakili pendekatan ini
adalah Tumen River Development Zone dan
Hongkong-Shenzhen Special Economic Zone (SEZ).

DAFTAR PUSTAKA
Gonzalez, Pablo Wong. New Strategies of Transborder
Regional Development. In Edgington, David W.
et.al.(eds). New Regional Development Paradigms,
London : Greenwood press. Vol. 2, 2001. 2001.
pp.57-59.
Heyn Peter Ahab. Perbatasan Negara Sebagai Teras
Depan Bangsa. Badan Arsip Daerah Provinsi NTT.
2011.
Hamid, Rusnawir. Analisis Keterkaitan Antar Wilayah
Perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak, Tesis tidak
diterbitkan, Magister Pembangunan Kota dan
Daerah, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada. 2003.
Ikhwanuddin.
Penyusunan
Kebijakan
Nasional
Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia.
Bappenas. 2005.
Jayadinata, Johara.T. Tata Guna Tanah dalam Perencanan
Pedesaan, Perkotaan & Wilayah. Penerbit: ITB
Bandung. 1999.
Kuncoro, Mudrajad. Analisis Spasial dan Regional : Studi
Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia.
Yogyakarta. Penerbit : UPP AMP YKPN. 2002.
Mukti, Sri Handoyo. Konsep Pengembangan Kawasan
Perbatasan Kalimantan Indo Malay Techno
Agropolitan Corridor (IMTAC). Bulletin Tata Ruang,
2003. hal. 8-9.
Porter, Michael.E. The Competitive Advantage of Nation.
New York : The Free Press. 1990.
Riyadi, D.S. Dampak Globalisasi Ekonomi dan Kebijakan
Regionalisasi Terhadap Pengembangan Wilayah
Indonesia. Dalam Ambardi, M.U dan Prihawantoro,
S. (eds). Pengembangan Wilayah dan Otonomi
Daerah (pp.3-23). Jakarta : BPPT. 2002a
Riyadi, D.S. 2002b. Pengembangan Wilayah : Teori dan
Konsep Dasar. Dalam Ambardi, M.U dan
Prihawantoro, S. (eds). Pengembangan Wilayah dan
Otonomi Daerah (pp.47-64). Jakarta : BPPT.
Wu, Chung- Tong. Cross-Border Development in a
Changing World : Redefining Regional Development
Policies. In Edgington, David W. et.al.(eds). New
Regional Development Paradigms, Vol. 2, 2001.
p.21-36. London : Greenwood Press.

4. KESIMPULAN
Dengan melalui pendekatan teoritis dan
berdasarkan kondisi eksisting kawasan perbatasan
Belu Timor Leste, maka pengembangan kawasan
tersebut dapat dilakukan dengan melalui pendekatan
perencanaan dengan mendahulukan membangun
infrastruktur (infrastructure led) sebagai investasi
sebelum aktifitas ekonomi dimulai.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
telah membiayai penelitian ini. Penelitian ini
merupakan sebagian dari hasil penelitian Strategis
Nasional (STRANAS) yang dilaksanakan pada tahun
2012 dibawa koordinasi Lembaga Penelitian
Universitas Nusa Cendana Kupang

T-81

Anda mungkin juga menyukai