Oleh:
Ersa Yuliza, S. Farm (1441012011)
Sujia Nospiatdi, S.Farm (1441012051)
BAB I
TINJAUAN PENYAKIT
Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS)
1. Definisi
AIDS (acquired Immunodeficiency syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae.
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Klasifikasi Infeksi HIV berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006)
Fase klinik
1
2
3
4
Uraian:
Fase 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar,/pembuluh limpfa) menetap dan
menyeluruh.
Fase 2
Penurunana berat badan (< 10%), tanpa seba. Infeksi saluran pernafasan atas
(sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut
bibir, ulkus mulut beulang, popular eruptions, seborrhoeik dermatitis, infeksi jamur
pada kuku.
Fase 3
Penurunan berat badan (> 10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab sampai >
1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap > 1 bulan). Kandidatas oral menetap.
Tuberkulosis pulmonial (barua), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat (misalnya
penemonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet,
infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada
pelvic, acute necrozin ulcerative stomatitis, gingivitis atau perodontitis anemia yang
penyebabnya tidak diketahui (< 8 g/dl0, neurtopenin (< 0,5 x 109/I dan atau
trombositopenia kronik (> 50 x 109/I).
Fase 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), Penemocystis penemonia
(pneumonia karena Pnemocystis carinii), penmonia bakteri berulang, infeksi herpes
simplex kronik (orolabial, genital atau anorektal > 1 bulan) Oesophageal candidiasis (or
candidiasis of tachea, bronchi or lugs), TBC ekstrapilmonal, Kaposi sarcoma, Infeksi
sitomegalovirus (retinitis atau di organ lain) toksoplasma di SSP, HIV ensefalopati,
Extrapulmonary cryploccosis temasuk meningitis, Disseminated non-tuberculous
mycobacteria
infection,
profressive
multifocal
leukoencephalapathy,
choronic
symptomatic
HIV-associated
nephropathy
atau
HIV-associated
cardiomyopathy.
2.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi
yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion
matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu
gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting
dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi
dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari
gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi
dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain
(Brooks, 2005).
virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari.
Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV
yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin
bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit klinis
yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi
dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yang dapat
terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin
daripada yang ditemukan pada awal infeksi (Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan
daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis
mikroorganisme
dapat
menyerang
bagian-bagian
tubuh
tertentu.
Bahkan
mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan penyakit
(Zein, 2006).
3.
Cara penularan
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan,
persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006).
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur
tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas
kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI. 7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja
kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu
pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci,
2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja
kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
4.
Patofisiologi
Dalam tubuh odha, partikel virys bergabung DNA sel pasien, sehingga satu kali
orang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua oran yang
terinfeksi HIV, sebaian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir
semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan ejala AIDS, dan kemudian meninggal.
PErjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai
dengan perusakn system kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Infeksi HIV akan memperlihatkan gejala tertentu.Sebagian memperlihatkan
gejala khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi
adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar ketah bening, ruam diare,atau
batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala). Masa
tanpa gejala ini umumnya berlangsung 8-10 tahun. TEtapi ada sekelompok kecil orang
yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat sekitar 2 tahun, dan ada yang pejalanan
penyakitnya lambat (non-progressor).
Seiring
dengan
makin
memburuknya
kekebalan
tubuh,
odha
mulai
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ters terhadap antibody HIV ini
yaitu adalnya masa jendela. Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV
sampai mulai timbulnya antibody yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi
mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi. Jadi jika pada masa ini hasil tes HIV
pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang
negative. Untuk itu jika kecerigaan akan adanya resiko terinfeksi cukup tinggi, perlu
dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan kemudian.
WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibody
terhadap HIV dibawah ini tergantung tujuan penyaringan keadaan populasi dan keadaan
pasien
Tabel strategi Pemeriksaan anti-HIV
Tujuan pemeriksaan
Keamanaan transfuse
dan tranplantasi
Strategi Pemeriksaan
I
Prevelansi
Surveillance
>10 %
Diagnosis
10 %
II
Bergejala infeksi
>30%
HIV/AIDS
30 %
Tanpa gejala
>10 %
II
10 %
III
kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. NAmun jika
pemeriksaan yang kedua adlah non-reaktif, maka pemeriksaan harus diulang
dengan ke-2 metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dapat dilaporkan sebagai
indeterminate.
Strategi III, menggunakan 3 kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama,
kedua dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes
pertama reaktif, kedua reaktif dan ketiga non-reaktif atau pertama reaktif, kedua
dan ketiga non-reaktif maka keadaan ini disebut sebagai equivocal atau
indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap
HIV atau beresiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut
sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak
beresiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai non-reaktif.
Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang
berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifikasi yang lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat
dan spesifitas yang tinggi. Psositif paslsu dapat terjadi pada perempuan yang
telah melahirkan beberapa kali., pada yang mendapatkan vaksin hepatitis B,
HIV, influenza, atau rabies, penerima transfuse darah berulang., dan penderita
gagal ginjal atau hati., atau sedang menjalani hemodialisis kronik,. NEgatif
palsu dapat terjadi bila pasien baru terinfeksi, dan test dilakukan sebelum
pembentukan antibody yang adekuat. Waktu minimum untuk terbentuknya
tets konfirmasi.
Test beban virus menghitung virema dengan mengukur jumlah virus RNA,
polymerase
Chain
Reaction
(RT-PCR,
branched
DNA (bDNA),
dan
7.
Gejala Klinis
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada
penyakit yang disebut AIDS.
8. Terapi
sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi HIV.
Sasaran sekunder adalah peningkatan limfosit CD4
perbaikan.
Setiap ARV digunakan dalam kombinasi harus selalu digunakan sesuai dengan
regimen dosis.
Setiap orang yang terinfeksi HIV, bahkan dengan beban virus di bawah batas
yang dapat terdeteksi, harus dipertimbangkan dapat menularkan dan harus diberi
konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan pengguanaan obat yang
berikatan dengan penularan HIV dan infeksi pathogen lain.
Terapi direkomendasikand pada seluruh penderita HIV dapat dilihat pada table
berikut:
Rekomendasi untuk memulai terapi dengan Antiretroviral (ARV) pada remaja dan
dewasa berdasarkan fase klinik dan tanda imunologi.
Fase klinik WHO
1
2
Terapi
Terapi
atau infeksi HIV ringan. Ini tidak berguna pada pasien tanpa gejala.
Pemberian terapi ARV direkomendasikaan untuk seluruh pasien HIV dengan
nilai CD4 < 350 sel/mm3 dan TBC pulmonal atau infeksi bakteri berat.
Tepatnya nilai CD4 > 200/mm3 pada infeksi HIV belum ditetapkan.
Terapi farmakologi
sukses pada terapi HIV, ada tiga golongan obat ARV yaitu:
1. Reverse Transcripse Inhibitor (RTI)
a. Analog nukleosida (NARTI)
Analog nukleotida (NtARTI)
b. Non nukleosida (NNRTI)
2. HIV Protease inhibitor (PI)
3. Fusion inhibitor
Bila terjadi kegagalan terapi yang dapat disebabkan oleh resistensi atau pasien
tidak dapat menoleransi reaksi obat yang tidak diinginkan maka terapi harus di
tukar.
Regimen yang direkomendasikan dan perubahan terapi dilihat di table 1.
Tabel 1. Rekomendasi regimen lini pertama terapi perubahan terapi ke lini kedua
infeksi HIV pada orang dewasa
Alternatif
Pi
ddI + 3 TC ( AZT)
atau
TDF + 3 TC ( AZT)
AZT atau d4T + 3 TC + TDF atau EFV atau NVP ddI
ABC
3TC lamivudin, ABC abavir, AZT zidovudin (dikenal dengan ZDV), d4T
stavudin, ddI didanosin, NFV nelfinaver, NNRTI non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, NRTI nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NVP
nevirapin, PI protease inhibitor, /r: ritonavir dosis rendah, TDF tenofovir
disoprosil fumarat.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1
IDENTITAS PASIEN
DATA UMUM
No.MR
Nama Pasien
Jenis Kelamin
Umur
: 39.88.49
: Tn.A.G
Dokter
: dr. K, Sp.PD
Farmasis : Ersa Yuliza, S.Farm
: Laki-laki
: 79 tahun
KELUHAN UTAMA
Tidak nafsu makan sejak 2 minggu
BAB tidak lancar
Pusing sejak 3 hari yang lalu.
Mengaku sering pingsan di rumah
Riwayat Penyakit Sekarang
BAB hitam seperti aspal dan berdarah
: disangkal
Jamu Montalin
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Kemungkinan Diagnosa
Anemia et causa gastropati NSAID + AKI RIFLE I (injury)
DIAGNOSA
B. PEMERIKSAAN
1.
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 70 x / menit
Suhu
: 36 C
Pernapasan
: 20
TKK
: 14,1
KU
: Sedang
2. Hasil laboratorium
Hasil pemeriksaaan labor di kelas Interne RSAM
Test
WBC
RBC
HCT
HGB
Ureum
Kreatinin
Normal
5-10 x 103/ L
4,5-5,5x106/ L
40-48 %
13-16 g/dL
20-40 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
Tanggal
15,36+
1,34
25,05
1,99
17,7
5,5
191
1,9
3,8
154,7
3,6
Gula darah
129 mg/dL
puasa 2 jpp
PLT
LED
NEUT%
SGOT
SGPT
0-41 U/L
710+
268
14
11
Pemeriksaan Feses :
Tanggal: 09/01/2015
Fisik
Bab cair berwarna hitam
Sedimen
Eritrosit
: +3 >20/ LPB
Leukosit
: 0-1
Epitel
:+
Bakteri
:+
Pemeriksaan Urin :
Blood
: (+) 10 RBC/uL
Warna
: Kuning muda
Kimia urin
Eritrosit
: 0-2
Leukosit
: 0-1
Epitel
:+
pH
: 6,0
Hb
:+
Bj
: 1, 015
11 Januari 2015
12 Januari 2015
13 Januari 2015
JAM
(wib)
10.00
13.00
17.00
06.00
16.00
06.00
17.00
23.00
01.00
02.00
06.00
06.00
06.00
TEKANAN DARAH
(mmHg)
140/60
120/60
140/90
100/70
150/90
100/50
80/p
100/60
110/80
90/70
110/80
90/60
NADI
(x/menit)
80
64
72
87
80
81
87
PERNAFASAN
(x/menit)
10
16
20
21
20
20
20
SUHU
(oC)
36
36,5
36,9
36,6
36,2
36,5
36,5
60
78
82
20
22
24
36
36,7
36,5
FOLLOW UP
1.
08 Januari 2015
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Ahmad Mochtar dengan:
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 70 x / menit
Suhu
: 36 C
Pernapasan
: 20
Terapi obat yang diberikan saat di kelas Interne RSUD dr. Ahmad mochtar
NAMA OBAT
NaCl 0.9 %
RL
Kalnex
Vitamin K
Omeprazol
Sukralfat
Citrosol
Ca Glukonas
REGIMEN
20
tetes/menit
3x1inj.
3x1 inj.
2x1 inj.
3x1
8/1
9/1
10/1
11/1
12/1
13/1
I
3
III
BAB III
TINJAUAN OBAT
1. NaCl 0,9%
Komposisi
Sediaan
: Larutan infus
Indikasi
: .
Dosis
Kontra indikasi
Efek samping
lekas
marah,koma,
gangguan
pernapasan
bingung.
Simetidin
dapat
klobazam,meningkatkan
mengurangi
waktu
paruh
klirens
dan
plasma
kosentrasi
2. LAPIBION
Komposisi
: Vit B1 100 mg, Vit B6 200 mg, Vit B12 200 mg, Vit E 30
mg
Kelas terapi
: Multi vitamin
Mekanisme kerja
Sediaan
: Tablet
Indikasi
neuropati,
lelah,
polineuropati,
diabetikum,
morning sickness.
Dosis
3. RINGER LAKTAT
Komposisi
Kelas terapi
Elektrolit
Mekanisme kerja
Sediaan
Indikasi
Dosis
Kontra indikasi
Efek samping
ekstravasasi.
Larutan yang mengandung fosfat
Perhatian
Komposisi
Ceftriakson 1 gram/vial
Kelas terapi
Mekanisme kerja
4. CEFTRIAXONE
Injeksi
Indikasi
Dosis
Kontra indikasi
Efek samping
dan
sefalosporin
lainnya.
Neonatus
Hyperbilirubinemia.
Kulit : Rash (2%), Saluran cerna : diare (3%), Hepar :
peningkatan transaminase (3,1%-3,3%), Hematologi :
eosinophillia (6%); thrombositosis (5%); leukopenia (2%),
Lokal : Nyeri selama injeksi (I.V 1%); rasa hangat, tightnes
Interaksi Obat
Perhatian
Penggunaan
dalam
waktu
lama
mengakibatkan
superinfeksi.
Pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin khususnya
reaksi IgE (anafilaktik, urtikaria)
5. SUKRALFAT
Komposisi
Sukralfat
Kelas terapi
Mekanisme kerja
sehingga
memberikan
perlindungan
pada
Tablet, sirup
Indikasi
Dosis
Dosis dewasa
Pengobatan Tukak duodenal : 1 gram per oral sehari empat
kali atau 2 gram sehari dua kali selama 4-8 minggu.
Perawatan Tukak duodenal : 1 gram per oral sehari dua kali.
Perawatan Tukak peptik : 1 gram per oral sehari dua kali.
Perawatan Tukak peptik : 1 gram per oral sehari dua kali.
Efek samping
Interaksi Obat
Cimetidine,
Ranitidin,
Digoxin,
obat-obatan
tersebut
di
atas
sebaiknya
Informasi pasien
6. OMEPRAZOLE
Komposisi
Omeprazole
Kelas terapi
Mekanisme kerja
ATPase
pada
permukaan
sel
parietal.Efek
Sediaan
Injeksi
Indikasi
Zollinger-Ellison
syndrome,
Gastro-
gastritis kronis.
Dosis dewasa (peroral)
Tukak duodenal, 20 mg sekali sehari selama 4-8 minggu.
Eradikasi Helicobacter pylori : Dual therapy, 40 mg per hari
dikombinasikan dengan Clarithromycin selama 14 hari,
dilanjutkan dengan dosis 20 mg selama 14 hari.
Triple therapy, 20 mg sehari 2 kali selama 10 hari,
dikombinasikan dengan Clarithromycin 500 mg dan
Amoxicillin 1000 mg, dilanjutkan dengan dosis 20 mg
selama 18 hari.
Hipersekresi : dosis awal, 60 mg sekali sehari, dapat
ditingkatkan sampai 120 mg 3 kali sehari. Pemberian dosis
lebih dari 80 mg/ hari harus diberikan dalam dosis terbagi.
Gastric ulcer : 40 mg per oral sekali sehari selama 4-8
minggu.
Gastroesophumural reflux disease, 20 mg sekali sehari
hingga 4 minggu.
Stress ulcer, profilaksis, dosis awal 40 mg per oral atau
nasogastric. Stress ulcer, penjagaan, 20-40 mg per oral atau
Kontra indikasi
Efek samping
Interaksi Obat
cytochrome
P-450-mediated
oxidation
di
hati.
hipokalemia dan
gangguan hati.
Penggunaan Omeprazol jangka panjang dapat menyebabkan
risiko atrofik gastritis
Informasi pasien
7. PARACETAMOL
Komposisi
Paracetamol
Kelas terapi
Mekanisme kerja
Bekerja
langsung
pada
pusat
pengaturan
panas
di
Indikasi
Dosis
Kontra indikasi
Efek samping
boleh
digunakan
pada
penderita
Interaksi Obat
Perhatian
Informasi pasien
Fenotiazin
sehingga
kemungkinan
terjadi
hipotermia parah
Pasien alkoholik.
Jika nyeri atau demam sudah lebih dari 3 hari, hubungi
dokter
Pengaruh hasil lab:
Menyebabkan hasil positif palsu pada tes urin asam 5
hidroksiindoleasetik
Loperamide HCl
Kelas terapi
Mekanisme kerja
Sediaan
Tablet 2 mg
Indikasi
Dosis
Dosumur
Jangan diberikan tanpa perintah dari dokter
2 mg setelah buang air besar yang pertama,
6-8
(21.8-26.8
kg)
selama 24 jam )
2 mg setelah buang air besar yang pertama,
9-11
(27.3-43.2
kg)
selama 24 jam )
2 mg setelah buang air besar yang pertama,
12 umur
Efek samping
Interaksi Obat
toksik, pusing.
-
Perhatian
Informasi pasien
9. VITAMIN K
Komposisi
: Vitamin k
Kelas terapi
: Vitamin
Mekanisme kerja
menimbulkan
efek,
sebab
vitamin
harus
lebih dahulu.
: Injeksi 10 mg/ml
Indikasi
Dosis
Kontra indikasi
Interaksi Obat
Perhatian
Asam traneksamat
Kelas terapi
Antifibrinolotik
Mekanisme kerja
Aktivitas antiplasminik :
Aktivitas hemostatis :
Sediaan
Ampul 5 ml
Indikasi
Edema
angioneurotik
herediter,
perdarahan
abnormal
hemofilia.
Fibrinolisis
lokal
epistaksis,
Kontra indikasi
yang
hipersensitifitas
terhadap
salah
satu
Interaksi Obat
Perhatian
Kelas terapi
: Suplemen
Sediaan
: Syrup
Indikasi
Dosis
: sirup dws 1 sdt 3x/hari, sirup anak 6-12 thn 1 sdt 2x/hari
Kelas terapi
Anti infeksi
Mekanisme kerja
dan
mikroorganisme.
protein
yang
Cotrimoxazole
sangat
esensial
mempunyai
untuk
spektrum
misalnya
Streptococci,
Staphylococci,
Indikasi
Kaplet
-
vulgaris.
Otitis media akut yang disebabkan Streptococcus
Dosis
Haemophilus influenzae.
Enteritis yang disebabkan Shigella flexneri, Shigella
sonnei.
Pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii.
Diare yang disebabkan oleh E. coli.
sehari.
Anak usia 6 bulan 6 tahun
sehari.
Anak usia 6 12 tahun
sehari.
Dewasa dan anak diatas 12 tahun
sehari.
Kontra indikasi
trombositopenia,
aplastik, diskrasia
Walaupun
agranulositosis,
anemia
darah.
sifatnya
jarang
dapat
terjadi
reaksi
Steven
Johnson,
toxic
epidermal,
necrosis
waktu
paruh
Fenitoin
juga
dapat
menghambat
pembentukan
folat
misalnya
Pirimetamin.
Pemberian kotrimoksazol bersama dengan diuretik terutama
Tiazid
dapat
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
trobositopenia.
Perhatian
BAB V
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang ke IGD pada tanggal 13 januari 2014 dengan
keluhan demam sejak 4 hari yang lalu. Berdasarkan hasil laboratorium di Pakan Kamis
diketahui bahwa dalam hemoglobin, leukosit, trombosit pasien rendah. Dari IGD pasien
diberikan terapi infus RL, sukralfat sirup, ranitidin dan neurodex injeksi. Pasien masuk
IGD dengan tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 70 x / menit, suhu 36 C, pernapasan 20
x/menit dan di diagnosa sementara fatigue, anorexia dan febris hari ke lima.Kemudian
pasien di rujuk ke kelas interne, dengan penambahan terapi curvit syrup, lodia, dan
paracetamol. Pemberian parasetamol sudah tepat karena suhu badan pasien tinggi tetapi
dengan sifatnya yang menyebabkan hepatotoksik dapat memperparah kondisi pasien.
Sehingga pemilihan curvit syrup sudah tepat sebagai hepatoprotektor. Kemudian
pemberian clobazam pada pasien pada tanggal 18 Februari sudah sangat tepat karena
pasien sudah tidak tidur selama 3 hari dan pasien sering berhalusinasi. Clobazam
merupakan golongan benzodiazepine dan dapat mengatasi keadaan ansietas dan
psikoneurotik yang disertai ansietas.
Pada tanggal 17 Februari pemberian lodia dihentikan. Kemudian pasien pada
tanggal 19 Februari di konsul ke psikiatri dengan diagnosa suspect infeksi oportunistik.
Pemberian cotrimoksazol pada pasien merupakan terapi yang tepat karena
cotrimoksazol merupakan antibiotik yang dapat menyerang beberapa infeksi termasuk
infeksi opurtunistik pada ODHA. Pada tanggal 21 Februari pasien diberikan sukralfat
tablet, vitamin K, kalnex dan omeprazol injeksi karena dari sonde pasien keluar darah
dan pada malam harinya pasien meninggal.
Pemberian terapi sudah tepat, tetapi ada penyakit yang tidak di terapi yaitu HIV.
Hal ini di karenakan pasien sudah meninggal. Sehingga pemberian terapi tidak dapat
diberikan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Pasien didiagnosa ODHA (HIV)
DAFTAR PUSTAKA
Anomin. 2002. AHFS Drug Information. 2008
Adam, John MF. HIV/AIDS. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus
dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta : FK-UI, 2006. H:
1825-1830
Brooks, Geo. F., Butel, Janet S., dan Morse, Stephen A., 2005. AIDS dan Lentivirus.
Dalam: Sjabana, Dripa, ed. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika;
292-300.
Depkes RI. 2001. Pelayanan Informasi Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dipiro, J., Talbert, R., & Yee, G. 2008. Pharmacoterapy A Pathophiysiology Approach,
Ed 7
th
Fauci, Anthony S., dan Lane, H. Clifford, 2005. Human Immunodeficiency Virus
Disease: AIDS and Related Disorders. In: Kasper, Dennis S., ed. Harrisons
Principles of Internal Medicin 16th edition. United States of America: Mc Graw
Hill;1076, 2372-2390.
Tarto, D.S 2003. A to Z Drug Facts. Fransisco : Facts and Compatison