Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Mikrobia termasuk ke dalam kelompok jasad hidup yang sangat peka terhadap adanya

perubahan lingkungan. Adanya perubahan lingkungan yang terjadi maka kan cepat
mempengaruhi kehidupan dan aktivitas mikroba. Mikrobia juga termasuk kelompok jasad
yang cepat dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Cara penyesuian diri
ini didukung oleh adanya enzim yang adaptif yang lebih aktif didalamnya sehingga mikrobia
dalam waktu yang relatif singkat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Perubahan yang terjadi di dalam lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan sifat fisiologi mikrobia. Beberapa golongan sangat tahan terhadap perubahan
lingkungan, sehingga cepat dapat menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Adapula golongan
mikrobia yang sama sekali peka terhadap perubahan lingkungan sehingga tidak dapat
menyesuaikan diri.
Faktor lingkungan sangat penting artinya artinya dalam usaha mengendalikan kegiatan
mikroba baik untuk kepentingan proses ataupun pengendaliannya. Mikrobia memerlukan
kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dapat berupa faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik
diantaranya temperatur, pH, kebutuhan air, tekanan osmosis dan oksigen molekuler.
pH atau derajat keasaaman merupakan derajat tingakt keasaaman atau basa yang
dimiliki oleh suatu zat. pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Selama pertumbuhan miroba dapat
menyebabkan perubahan pH medium sehingga tidak sesuai dengan untuk pertumbuhan.
Tidak hanya pH, salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba yaitu tekanan osmotik. Tekanan osmotic akan mempengaruhi karena berkaitan
dengan ketersedian air bagi sel. Berdasarkan tekanan osmotiknya maka larutan tempat
pertumbuhan mikroba terbagi menjadi tiga yaitu larutan hipertonik, isotoni dan hiptonik.
B. BATASAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana mengetahui pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroba?
2. Bagaimana mengetahui pengaruh tekanan osmotik terhadap pertumbuhan mikroba?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1

1. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroba


2. Untuk mengetahui pengaruh tekanan osmotik terhadap pertumbuhan mikroba

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh pH Terhadap Pertumbuhan Mikroba
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan (Campbell, 2008). Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Konsep pH pertama kali diperkenalkan
oleh kimiawan Denmark Soren Peder Lauritz pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan
pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari
singkatan untuk powerp (pangkat), yang lainnya merujuk kata Bahasa Jerman Potenz (yang
juga berarti pangkat), dan ada pula yang merujuk pada kata potential.
Derajat keasaman merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH7). Beberapa
bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri nitrat,
rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat
toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi.
Bakteri yang bersifat asidofil misalnya Thiobacillus. Jamur umumnya dapat hidup pada
kisaran pH rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan
didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh
bakteri. pH optimum untuk pertumbuhan bakteri terletak antara 6,5-8. (Pelzar dan
Chan,1998).
Batas pH untuk pertumbuhan mikroba merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi
kegiatan enzim. Enzim pada membran sel bakteri sangat peka terhadap konsentrasi ion
hydrogen (pH). Bila pH lingkungan tidak sesuai untuk aktivitas enzim secara optimal, maka
mikrobia tidak dapat melakukan metabolisme dengan baik. Akibatnya mikrobia tidak dapat
tumbuh dengan optimal. Perubahan pH dapat mempengaruhi efektivitas sisi aktif enzim
dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan
terjadinya proses denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim.
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH atau derajat keasaman
sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim berubah bersama dengan
perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan enzim tetap stabil dan bekerja baik pada
kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada beberapa enzim tertentu yang bekerja dengan baik hanya di
lingkungan asam atau basa. Nilai pH yang menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya
tergantung pada sistem biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika nilai pH menjadi
3

terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka struktur dasar enzim dapat mengalami perubahan.
Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat mengikat substrat dengan benar, sehingga aktivitas
enzim menjadi sangat terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai benar-benar berhenti
berfungsi.
Berikut ini terdapatnya sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dini Y.P Ningsih,
Mades Fifendy dan RPP Megahati yang menyatakan bahwa pH sangat berpengaruh sekali
terhadap aktivitas enzim penisilin G asilase oleh isolate bakteri dari Air Batang Aru
LubuBegalung kota Padang.

Grafik. Hubungan antara pH dengan aktivitas enzim


Hasil uji aktivitas penisilin G asilase pada pH yang bervariasi yaitu rentangan pH 6,5
aktivitas enzimnya rendah yaitu 0,0076 U/ml, pada pH 7,0 aktivitas enzimnya mulai naik
yaitu 0,0114 U/ml, sedangkan pada pH 7,5 aktivitas enzimnya tinggi (optimum) yaitu 0,0609
U/ml, sedangkan pada pH 8,0 aktivitas enzimnya turun menjadi 0,0200 U/ml. Penurunan
aktivitas enzim ini disebabkan oleh salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
yaitu terjadinya denaturasi enzim karena konformasi enzim tidak berikatan dengan
konformasi substrat yang disebabkan oleh pH yang terlalu tinggi. Hubungan aktivitas enzim
dengan pH (konsentrasi ion hidrogen) mencerminkan keseimbangan antara denaturasi enzim
pada pH yang terlalu tinggi atau rendah dan efek pada keadaan muatan dari enzim, substrat
atau keduanya
pH lingkungan enzim yang bersifat basa akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
OH- dilingkungan enzim. OH- akan membentuk ikatan dengan ion H+ yang terdapat pada
gugus karboksil dari asam amino. sehingga asam amino bermuatan negatif ini akan
menyebabkan perubahan struktur tersier enzim yang selanjutnya menyebabkan perubahan
pada struktur enzim dalam mengkatalisis substratnya. Setiap enzim mempunyai karakteristik
pH optimum dan enzim tersebut aktif pada kisaran pH yang relatif (Soeka, 2009). pH
4

optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa
spesies dapat tumbuh dalam keadaan asam atau alkali
Berdasarkan pH, mikrobia dikelompokkan menjadi golongan asidofil (mikrobiayang
tumbuh dengan baik pada pH asam), netral (mikrobia yang tumbuh dengan baikpada pH
netral) dan alkalifil (mikrobia yang tumbuh dengan baik pada pH basa). KisaranpH untuk
pertumbuhan setiap kelompok mikrobia sangat bervariasi. Beberapa mikrobia mampu
tumbuh pada kisaran pH yang lebar. Pada umumnya pertumbuhan optimum mikrobia terjadi
pada pH 7 dan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5 8. Kecuali pada kelompok
bakteri asam cuka yang tumbuh optimal pada pH 5,4 6,3 dan bakteri asam laktat yang
tumbuh optimal pada pH 5,5 6,0. Pada umumnya jamur dan yeast mempunyai pH minimum
yang lebih rendah daripada bakteri, walaupun pH maksimumnya hampir sama. pH yang
sangat asam atau sangat alkali dapatmenghambat bahkan merusak pertumbuhan sel mikrobia.
Contoh pH minimum, optimum, dan maksimum untuk beberapa jenis bakteri adalah
sebagai berikut :
Nama Mikroba
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Escherica coli
Proteus vulgaris
Enterobacter aerogenes
Pseudomonas aureginosa
Clostridium sporogenes
Nitrosomonas spp
Nitrobacter spp
Thiobacillus thiooxidus
Lactobacillus acidophilus

pH
Minimum
4,4

Optimum
6,0-7,0

maksimum
9,0

4,4

6,0-7,0

8,4

4,4,

6,0-7,0

9,0

5,6

6,6-7,6

8,0

5,0-5,8

6,0-7,6

8,5-9,0

7,0-7,6

8,0-8,8

9,4

6,6

7,6-8,6

10,0

1,0

2,0-2,8

4,0-6,0

4,0-4,6

5,8-6,6

6,8

a. Mikroba Asidofil
Merupakan mikroorganisme yang dapat hidup pada pH antara 2,0-5,0. Salah satu
mikroba yang mampu bertahan atau toleran dalam kondisi yang sangat asam yaitu bakteri
Lactobacillus plantarum. Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh Ary Yusen Pratama
bahwa dengan penelitiannya pengaruh ragi roti, ragi tempe dan Lactobacillus plantarum
terhadap total asam laktat dan pH pada fermentasi asam laktat. Dalam proses fermentasi
mikroba yang baik digunakan adalah kelompok bakteri selulolitik, bakteri asam laktat dan
ragi. Asam laktat dapat bersifat mengawetkan bahan pangan. pH yang rendah dapat

menghambat kontaminasi mikroorganisme pembusuk, mokroorganisme pathogen serta


mikroorganisme penghasil racun akan mati.

Gambar 2. Grafik Perubahan pH dan Proses Terbentuknya Asam Laktat


Dari Gambar. 1 dapat diketahui bahwa nilai pH selama proses fermentasi semakin
lama semakin turun, hal ini disebabkan karena produksi asam laktat semakin lama semakin
meningkat sehingga kadar pH selama proses fermentasi semakin turun. Hasil akhir dari nilai
pH untuk ragi roti, ragi tempe dan Lacbacillus plantarum (4,37, 3,43 dan 3,93) pada 96 jam.
Penurunan nilai pH yang terjadi menunjukkan bahwa mikroorganisme pada fermentasi
singkong termasuk dalam mikroorganisme asidofilik, pH antara 2 5. Dari Gambar. 2 dapat
dilihat bahwa % asam laktat (larutan) tertinggi dihasilkan oleh bakteri Lactobacillus
platarum (0,895 % (wt/vol)) diikuti oleh ragi tempe (0,878 % (wt/vol)) dan ragi roti (0,552%
(wt/vol)) pada waktu fermentasi 96 jam.
Lactobacillus plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Asam laktat dapat
menghasilkan nilai pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam [6].
Lactobacillus plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada
substrat. Pemberian bakteri asam laktat dapat menurunkan nilai pH bahan pangan, Penurunan
nilai pH tersebut dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.

b. Mikroba mesofil
Mikroba mesofil merupakan mikroba yang mampu hidup pada pH 5,5-8,0. Jamur
merupakan mikroba yang mampu hidup pada pH netral. pH merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan jamur pada media tanam. Secara umum hampir semua miselium
jamur tumbuh optimal pada pH netral antara 6,5-7,0. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Ramza Seswati, Nurmiati dan Periadnadi melihat seberapa besarkah pengaruh keasaaman
media serbuk gergaji terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram cokelat (Pleurotus
cystodiosus O.K Miller). Hasil yang didapatkan sebagai berikut.

Gambar 3. Perbandingan Tubuh Buah Jamur Pada Masing-Masing Perlakuan


Pertumbuhan miselium yang paling baik pada penelitian ini yaitu pada perlakuan E
yaitu pH 8. Sehubungan dengan hasil ini Wiardani (2010) menjelaskan bahwa tingkat
keasaman media yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah menjadikan lama pertumbuhan
vegetatif semakin lama dan produksi jamur tiram cokelat makin rendah. Jamur tumbuh
optimum pada pH (derajat keasaman) media 6 sampai 7. Hal ini sesuai dengan pendapat
Maziero dan Zadrazil (1994) bahwa nilai pH media untuk pertumbuhan miselium jamur tiram
cokelat untuk suhu 250C adalah 7. Selama penelitian, suhu tercatat berkisar antara 250C-290C.
Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur akan terhambat.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Gregori, Svagelj, dan Pohleven (2007) bahwa
kondisi optimal untuk pertumbuhan miselium jamur tiram pada umumnya yaitu media
dengan pH 6. Oleh sebab itu, media dengan pH yang terlalu asam menjadikan pertumbuhan
miselium lebih lambat dan tidak optimal. Rata-rata diameter tudung tubuh buah jamur yang
dihasilkan dari perlakuan media pH 8 yaitu 7,06 cm. Sedangkan perlakuan media yang

menghasilkan data pengukuran diameter rata-rata tudung tubuh buah jamur yang paling kecil
diperoleh pada perlakuan media pH 4 yaitu 4,27 cm. Gunawan (2004) menyatakan bahwa
tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram.
Derajat keasaman sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sistem-sistem enzim, bila
terjadi penyimpangan pH maka proses metabolisme jamur dapat terhenti, sehingga untuk
pertumbuhan maksimal jamur diperlukan pH yang optimum.
c. Mikroba alkalofil.
Mikroba alkalofil merupakan sekelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,9.
Salah satu mikroba yang bersifat alkalofil adalah bakteri pengoksidasi ammonia. Derajat
keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan bakteri pengoksidasi amonia berkisar dari 7,5
sampai 8,5. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Dwi Agustiyani dkk untuk mengetahui
pengaruh pH substrat organik terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi
ammonia.

Gambar 4. Rerata Jumlah Sel Isolat Bakteri AOB1 Dan AOB2


Pada Berbagai Variasi pH
Hasil penghitungan jumlah sel bakteri pada perlakuan berbagai variasi pH dan uji
BNT dari ratarata jumlah sel bakteri isolat AOB1 dan AOB2 ditampilkan pada Tabel 4 dan
Tabel 5. Pada Tabel 4 dan 5 ditunjukkan bahwa jumlah sel bakteri meningkat sejalan dengan
8

meningkatnya pH. Jumlah sel isolat bakteri AOB1 mencapai nilai optimal pada pH 7-8,
sedangkan isolat bakteri AOB2 mencapai optimal pada kisaran pH 7-9. Dari data diatas,
diketahui bahwa pH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan isolat bakteri AOB1 maupun
AOB2. Pertumbuhan kedua isolate bakteri ini lebih baik pada media yang mengandung
senyawa organik asetat.
Pada pH 8, pertumbuhan sel isolat bakteri AOB1 dan AOB2 sangat baik. Seperti pada
umumnya bakteri nitrifikasi, bakteri pengoksidasi amonia lebih menyukai lingkungan yang
basa dengan tingkat pH optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 7,5 sampai 8,5 (Imas et
al., 1989 dan Ambarsari, 1999). Sedangkan pada pH 5, pertumbuhan maupun aktivitas
oksidasi amonium oleh isolat bakteri AOB1 dan AOB2 menurun, hal ini menunjukkan
terjadinya penghambatan. Pada pH yang rendah, membran sel menjadi jenuh oleh ion
hidrogen sehingga membatasi transport membran. Keracunan yang terjadi pada pH rendah
adalah karena sebagian substansi asam yang tidak terurai meresap ke dalam sel, sehingga
terjadi ionisasi dan pH sel berubah. Perubahan ini menyebabkan proses pengiriman asamasam amino dari RNA terhambat sehingga menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat
membunuh mikroba.

B. Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan Mikroba.


Tekanan osmosis ialah besarnya tekanan minimum yang diperlukan untuk mencegah
aliran air menyeberangi membran di dalam larutan. Konsentrasi zat terlarut akan menentukan
tekanan osmosis suatu larutan. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin tinggi pula
tekanan osmosislarutan tersebut, demikian pula sebaliknya (Thresesia, 2008). Tekanan
osmotic sangat akan mempengaruhi sel mikroba karena ini berkaitan dengan ketersedian air
di dalam sel.
Tekanan osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila
mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu
terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila
diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptipse, yaitu
pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah.
Keadaan lingkungan yang hipertonik banyak diterapkan pada pengawetan makanan
seperti, sirup, asinan, karena keadaan ini mengakibatkan air tertarik ke luar sel, yang
memberikan efek mikrobiostatik terhadap banyak organisme. Aksi larutan yang sangat
hipertonik dapat disamakan dengan pengeringan, yang mengeluarkan air seluruhnya dari
9

dalam sel atau dapat disamakan dengan pembekuan (freezing) yang mengakibatkan air dalam
sel immobil (Koes Irianto, 2006).
Banyak bakteri yang tidak begitu sensitif terhadap perubahan keseimbangan osmosis
pada konsentrasi kira-kira 0,5-3%. Hal ini disebabkan oleh dinding sel yang relatif kuat dan
membrane sitoplasma yang tipis untuk mempercepat penyesuaiannya. Konsentrasi garam
yang lebih tinggi membawa efek yang jelek bagi galur-galur yang lebih sensitif, kecuali
bakteri yang telah terbiasa hidup dalam air asin (lebih dari 3,5%) seperti bakteri laut.
Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi
1. mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi,
2. mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam yang
tinggi,
3. mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi
tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30
%.
Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu
tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % (aw = 0,94). Contoh mikroba
halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri
yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi
dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk
stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding
selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.
1. Mikroba osmofil
Mikroba osmofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi. Mikroba
yang bersifat osmofil ini dapat kita temukan pada manisan. Salah satu mikroba osmofil
adalah kapang. Kapang bersifat toleran terhadap kadar gula yang sangat tinggi. Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Ratih Dhamayanti dkk tentang keragaman jenis kapang pada
manisan buah salak (Salacca edulis Reinw).
Manisan buah salak merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk
dikembangkan. Kualitas manisan buah salak berhubungan erat dengan bahan tambahan yang
digunakan, cara pengolahan, dan lama penyimpanan. Menurut Desrosier (1988) dan Soetanto
(1996) prinsip pembuatan manisan adalah proses peresapan larutan gula sampai kadar gula di
dalam bahan pangan cukup tinggi. Kadar gula demikian akan menghasilkan tekanan osmotis
yang tinggi. Beberapa jenis kapang dan khamir toleran terhadap tekanan osmotis tinggi,
10

sebaliknya bakteri kurang toleran (Winarno dkk., 1980; Weiser, 1962). Dengan demikian,
kapang dan khamir merupakan pencemar utama manisan buah. Dari penelitian yang telah
dilakukan maka hasil yang didapatkan sebagai berikut.
Dalam manisan buah salak berkadar gula 200 g/l jenis-jenis kapang yang terisolasi
adalah Aspergillus versicolor, Aspergilus sp., Monilia sp., Penicillium sp. dan Rhizopus sp.
Dalam manisan buah salak berkadar gula 250 g/l jenis-jenis kapang yang terisolasi adalah
Aspergillus niger, A. versicolor, Aspergilus sp., Monilia sp., Penicillium sp., dan Wallemia sp.
Sedang dalam manisan buah salak berkadar gula 300 g/l jenis-jenis kapang yang terisolasi
adalah Aspergillus flavus, A. versicolor, A. fumigatus, Aspergilus sp., dan Wallemia sp.
Menurut Winarno dkk. (1980) setiap jenis kapang mempunyai toleransi yang berbedabeda
terhadap larutan gula, sehingga dengan adanya variasi kadar gula diperoleh keragaman jenis
kapang yang berbeda.

Gambar 5. Pengaruh Kadar Gula Terhadappertumbuhan Kapang.


Tabel 2 menunjukkan bahwa keragaman jenis kapang dalam manisan buah salak
sleman dan gading dengan kadar gula 300 g/l lebih kecil dari pada dalam kadar gula 200 g/l
dan 250 g/l, sehingga dapat diartikan bahwa sebagian kapang tidak toleran dalam larutan
berkadar gula 300 g/l. Hal ini terjadi karena tekanan osmotis yang tinggi menyebabkan air
dari dalam sel kapang keluar ke larutan gula sehingga sel kekurangan air, terhambat
pertumbuhannya, atau bahkan mengalami plasmolisis. Sedang dalam manisan buah salak
pondoh dengan kadar gula 300 g/l keragaman jenis kapang terlihat lebih banyak dibanding
kadar gula 200 g/l dan 250 g/l, hal ini dapat diduga bahwa jenis-jenis kapang tersebut
tergolong osmofilik yaitu mampu tumbuh cepat pada kadar gula tinggi.
Kenaikan kadar gula (200 g/l, 250 g/l, 300g/l) menurunkan keragaman jenis kapang
dalam manisan salak sleman dan gading, baik pada hari ke-0 maupun hari ke-7. Hal ini
terjadi karena rasa buah salak sleman dan gading tidak terlalu manis sehingga kapang yang
tumbuh pada buah salak tersebut hanya sebagian kecil saja yang bersifat osmofilik, atau
11

bahkan hanya bersifat osmotoleran. Dalam manisan buah salak pondoh, penambahan gula
dengan kadar tinggi (300 g/l) tidak menurunkan bahkan meningkatkan keragaman jenis
kapang. Salak pondoh memiliki rasa manis sehingga kapang yang tumbuh pada buah tersebut
pada umumnya jenis kapang osmofilik, dengan demikian bila dibuat manisan dengan
penambahan gula sampai 300 g/l, keragamaan jenis kapang tidak berkurang. Hasil
pengamatan memperlihatkan bahwa koloni kapang mulai tampak jelas pada hari ke-4.

2. Mikroba halofilik dan halodurik.


Mikroba halofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam yang tinggi.
Menurut Fardiaz (1989), klasifikasi mikroorganisme halofilik didasarkan pada konsentrasi
garam. Halofilik lemah tumbuh optimum pada konsentrasi garam 0,3-3,0%, halofilik sedang
tumbuh optimum pada kisaran kadar garam 3-15%, sedangkan halofilik kuat berada pada
kisaran 15-30%. Bakteri halotoleran dapat hidup tanpa garam maupun dengan garam. Garam
mampu menarik air dari bahan pangan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka semakin
tinggi penurunan nilai Aw. Aktivitas air juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba.
Berikut ini ada penelitian yang dilakukan oleh Indra Aristyan dkk mengenai pengaruh
perbedaan kadar garam terhadap mutu organoleptic dan mikrobiologis terasi rebon. Pada
penelitian yang dilihat adalah uji Aw dan hasil uji total bakteri halofilik yang terdapat pada
proses pengolahan terasi. Berikut ini hasil uji Aw pada proses pembuatan terasi rebon

Gambar 6. Hasil uji Aw pada proses pembuatan terasi rebon


Nilai Aw menunjukkan penurunan seiring bertambahnya jumlah garam yang
digunakan. Hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi kadar garam pada terasi semakin kecil
aktivitas airnya. Penurunan Aw disebabkan adanya penambahan garam. Garam mampu
mengurangi jumlah air dalam terasi. Nilai Aw pada produk terasi yang mendapat perlakuan
penambahan garam 2%, 8,5% dan 15% mendapatkan hasil secara berturut-turut yaitu 0,78,
0,75 dan 0,73. Hasil Uji statistik menunjukkan bahwa nilai Aw terasi dengan kadar garam
12

8,5% tidak memiliki hubungan yang berbeda dengan produk terasi kadar garam 15%.
Menurut Desinar, et al., (2009), garam mampu menarik air dari bahan pangan. Semakin
tinggi konsentrasi garam maka semakin tinggi penurunan nilai Aw. Kilinc, et al., (2006)
menambahkan bahwa selama fermentasi terjadi penurunan nilai Aw.
Ketika garam ditambahkan pada proses pembuatan terasi, garam menarik air dari
dalam bahan sehingga media pertumbuhan bakteri mengalami peningkatan tekanan osmotik,
lalu bakteri mengalami pemecahan sel dan mati. Menurut Tjahjadi (2011), sebagai bahan
pengawet, garam bekerja dengan cara menaikkan tekanan osmotik larutan sehingga
menyebabkan terjadinya plasmolisis. Akibatnya terjadi dehidrasi yang selanjutnya diikuti
dengan kematian mikroorganisme. Garam juga memengaruhi aktivitas air bahan, sehingga
dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.
Hasil uji total bakteri halofilik
Bakteri Halofilik merupakan bakteri yang tahan terhadap kadar garam, bakteri ini
tidak hanya meliputi bakteri patogen tetapi juga terdapat bakteri lain yang digunakan berguna
dalam proses fermentasi.

Dari data pada Tabel diatas diketahui bahwa jumlah bakteri halofilik hanya berbeda
antara kadar garam 2% dan 15%. Bakteri halofilik berada pada terasi udang tersebut
dimungkinkan kebanyakan berasal dari golongan bakteri halofilik lemah dan sedang karena
data mengindikasikan bahwa dengan semakin tingginya kadar garam semakin berkurangnya
jumlah bakteri. Menurut Fardiaz (1989), klasifikasi mikroorganisme halofilik didasarkan
pada konsentrasi garam. Halofilik lemah tumbuh optimum pada konsentrasi garam 0,3
3,0%, halofilik sedang tumbuh optimum pada kisaran kadar garam3 15%, sedangkan
halofilik kuat berada pada kisaran 15 30%. Bakteri halotoleran dapat hidup tanpa garam
maupun dengan garam.
Konsentrasi garam berpengaruh terhadap jumlah total bakteri halofilik, tetapi lama
waktu fermentasi juga akan mempengaruhi jumlahnya. Berkurangnya bakteri halofilik juga
diikuti berkurangnya nilai Aw. Menurut Desinar, et.al., (2009), semakin tinggi kadar garam
yang digunakan pada produk fermentasi maka TPC halofilik semakin berkurang, dan semakin
lama penyimpanan total bakteri halofilik juga ikut berkurang. Menurut Sprenger (1991)
dalam Sedjati (2006), Aw minimum untuk bakteri halofilik adalah 0,75.
13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai