BAB II
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU
A. Landasan Teologis
Hakikat teoritis dari teori kepemimpinan yang akan penulis kupas terutama
didasarkan pada inti kepemimpinan yang tersurat dalam Alquran. Pemikiran ini
dilandasi keyakinan, bahwa manusia ditakdirkan sebagai khalifah di muka bumi
untuk mengatur alam semesta yang disediakan Allah SWT, untuk kemaslahatan
manusia di masa depan ,Sebagaimana termaktub dalam Alquran Surat
Albaqoroh ayat 30
) )
( 30
Artinya: Dan(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat."Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah
engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan
darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?"Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui ap yang tidak
kamu ketahui."
Prinsipnya
kepemimpinan dengan kata kata kunci mengambil keputusan ( visi, misi dan
program ), menginformasikan dan mengkomunikasikan, serta menggerakan
berbagai kekuatan sumber daya supaya mau dan mampu beradministrasi atau
bermanajemen untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa depan di
dunia dan akhirat kelak. Kepemimpinan semacam ini berlaku untuk semua
manusia, minimal memimpin dirinya sendiri. ( Meirawan, 2010: 2 )
Adapun prinsip-prinsip kepemimpinan yang harus diteladani sebagaimana
dicontohkan Nabi Muhamad SAW, adalah kepemimpinan yang sidik ( benar
dalam ucapan dan perbuatan ); tablig ( menyampaikan apa yang terkandung
dalam Alquran,Hadist dan Assunah,serta undang-undang dan peraturan yang
berlaku dengan sebaik-baiknya); amanah(dapat dipercaya baik ucapan maupun
tindakan ); patonah ( jujur dan tidak menghianati ); sajaah (berani karena benar
dalam menyampaikan pendapat dan keyakinan).
Begitupun dalam sebuah hadist diterangkan bahwa:
Setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggung jawab
terhadap kepemimpinan itu
- H.R. Tirmizi, Abu dawud, Shahih Bukhari dan Musli
Nabi Muhammad bersabda:
Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran, karena sesungguhnya
kebenaran itu memingpin pada kebaikan, dan kebaikan itu, membawa ke
surga (kebahagiaan); dan hendaklah tetap seseorang itu bersifat benar dan
memilih kebenaran hingga dia tertulis Allah sebagai orang orang yang
sangat benar; dan hendaklah kamu jauhi kedustaan, karena sesungguhnya
kedustaan, karena sesungguhnya kedustaan itu memimpin pada
kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka (kehancuran); dan
janganlah sesorang tetap berdusta dan memilih kedustaan tertulis di sisi
Allah sebagai pendusta
- Hr. Bukhari Muslim
Berpijak dari Landasan Teologis di atas maka pemimpin merupakan motor
penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana
tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya di realisasikan. Sehubungan
dengan itu kepemimpinan yang efektif yaitu harus mampu memberdayakan semua
aspek dalam organisasi untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, lancar dan
produktif juga dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang telah di tetapkan. Dan yang terpenting adalah bagaimana seorang pemimpin
itu dalam menjalankan kepemimpinannya
B. Landasan Filosofi
Ada beberapa landasan filosofi yang mendasari kepemimpinan kepala
sekolah,diantaranya adalah kontruktivisme. Dalam konteks filsafat pendidikan
kontruktivisme adalah suatu aliran yang memberikan kebebasan terhadap manusia
yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang
lain. Menurut aliran ini menekankan bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
Dari uraian diatas maka sangat jelas untuk menjadi seorang pemimpin harus
dapat mengkontruksi pengetahuanya menjadi pengalaman yang nyata .Penguasaan
terhadap seluruh kompetensi yang disyaratkan pada seorang pemimpin
dilaksanakan dilapangan sehingga pengalaman akan membentuk pengetahuan
baru yang lebih epektif dalam menjalankan kepemimpinanya, dan pemimpin
sebagai penggerak sebuah organisasi akan berjalan dengan adanya kreatifisme
dari seorang pemimpin sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi akan tercapai
dengan kerjasama pemimpin dengan seluruh unsur yang ada dalam organisasi
tersebut
Ada lima elemen kepemimpinan kontruktivisme. Pertama, energi emosional
dalam bentuk keinginan untuk menggunakan emosi secara jujur dan terbuka
dalam pekerjaan mereka dengan guru yang lain, siswa dan komunitas. Kedua,
kemampuan untuk memelihara pembelajaran dan perkembangan. Ketiga, dialog
satu sama lain di mana setiap orang saling mendengarkan titik pandang mereka.
Keempat, mutualitas yang dipertimbangkan dalam refleksi yang digunakan dalam
mengambil keputusan. Kelima, perubahan kolaboratif yang melibatkan orang lain
dalam transformasi sekolah. Elemen-elemen kepemimpinan itu terwujud dalam
berbagai bentuk kepemimpinan. Bentuk-bentuk kepemimpinan itu antara lain
terlihat dari autoritas yang melekat pada posisi dalam organisasi, kemampuan
untuk menguasai informasi, wewenang untuk mengontrol pekerjaan dan ganjaran
yang dihasilkannya, kepemimpinan koersif, kepemimpinan untuk menjalin
kerjasama dan jaringan kerja, kemampuan untuk mengontrol agenda organisasi,
kepemimpinan untuk mengontrol nilai-nilai yang diyakini oleh organisasi, dan
kepemimpinan pribadi yang mencakup karisma, keahlian, visi dan keutamaan
yang melekat dalam pribadi seseorang. Elemen-elemen dan bentuk-bentuk
kepemimpinan ini digunakan di dalam sekolah oleh seorang guru sebagai
pemimpin konstruktivis dalam tujuh ranah kepemimpinan untuk menciptakan
kondisi bagi perubahan yang sistemik.
pemimpin
konstruktivis
ini
berguna
untuk
membangun
dan
memenuhi kebutuhan
organisasi akan makna dan pemahaman kolektif atas keseluruhan sistem dan
C. Landasan Teoritis.
1.
orang yang memiliki harapan tinggi terhadap staf dan para siswa, pemimpin
sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tentang tugas-tugas mereka,
dan yang menentukan suasana untuk sekolah mereka.
Kepala Sekolah adalah seseorang yang memimpin, dengan jalan
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukan, mengorganisir
atau mengontrol usaha atau upaya orang lain. Secara teoritis, kepemimpinan
menurut Siagian (1998: 24) sebagai berikut : kemampuan dan keterampilan
seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin satuan kerja untuk
mempengaruhi prilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan
bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan
sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya Suradinata (1997: 11) mengemukakan pengertian tentang
kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai berikut : kepemimpinan Sekolah adalah
kemauan seorang pemimpin untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi
pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Pendapat-pendapat mengenai kepemimpinan Kepala Sekolah tersebut pada
dasarnya mengandung kesamaan, dimana kepemimpinan merupakan aktivitas
seseorang dalam organisasi yang mempunyai jabatan untuk mempengaruhi orang
lain sebagai bawahannya, dengan harapan orang lain tersebut dapat mengetahui
perintah dan petunjuknya sebagai langkah dalam mencapai tujuan organisasi.
Jelasnya kepemimpinan merupakan kemampuan pimpinan mengetahui
bawahannya.
Dalam manajemen modern seorang pemimpin adalah juga harus berperan
sebagai pengelola. Kepala sekolah dituntut untuk mampu memimpin sekaligus
mengorganisir dan mengelola pelaksanaan program belajar mengajar yang
diselenggarakan di sekolah, program pelayanan kepada semua pihak yang
berkepentingan, terutama siswa dan orang tua siswa.
Dalam pelaksanaannya, tugas dan pekerjaan kepala sekolah merupakan
pekerjaan berat, yang menuntut kemampuan ekstra. Dinas Pendidikan telah
menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya
sebagai educator; manajer; administrator; supervisor; leader, inivator dan
motivator (EMASLIM).
a. Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)
10
manusia secara optimal, mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan
sumber daya manusia secara optimal, mengelola sarana dan prasarana sekolah
dalam rangka pendayagunaan secara optimal, mengelola hubungan sekolah
masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan
pembiayaan sekolah, mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan
siswa baru, penempatan siswa, dan pengembangan kapasitas siswa, mengelola
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional, mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip
pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien, mengelola ketatausahaan
sekolah dalam mendukung kegiatan-kegiatan sekolah, mengelola unit layanan
khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan kesiswaan
di sekolah, menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam menciptakan inovasi
yang berguna bagi pengembangan sekolah, menciptakan budaya dan iklim kerja
yang kondusif bagi pembelajaran siswa, mengelola sistem informasi sekolah
dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan, Terampil
dalam
memanfaatkan
kemajuan
teknologi
informasi
bagi
peningkatan
Kompetensi Supervisi
Kompetensi supervise kepala sekolah dapat dilihat dari beberapa indicator
kemampuan antara lain; Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknikteknik yang tepat, mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program
pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat.
d.
Kompetensi Sosial
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu sekaligus social, dari
sejak lahir, dari sejak lahir hingga meninggal manusia perlu dibantu atau
kerjasama dengan manusia lain, Segala kebahagiaan yang dirasakan manusia
adalah berkat bantuan dan kerjasama dengan manusia lain. Seiring pemikiran itu
kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi social dalam menjalankan tugasnya,
11
kompetensi social kepala sekolah meliputi; terampil bekerja sama dengan orang
lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi
sekolah: mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, memiliki
kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
e.
Kompetensi Kewirausahaan
Kepala sekolah wajib memiliki kompetensi kewirahusahaan, kewirausahaan
tersebut dalam makna untuk kepentingan pendidikan yang bersifat social bukan
untuk kepantingan komersial. Kewirausahaan dalam bidang pendidikan yang
diambilnya adalah karakteristik (sifat), seperti inovatif,bekerja keras, motivasi
yang kuat, pantang menyerah dan selalu mencari solusiterbaik dan memiliki naluri
kewirausahaan, dalam mengembangkan dan mencapai tujuan sekolah.
Kompetensi kewirausahaan kepala sekolah dapat dilihat dari kemampuan
kepala sekolah dalam menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah, bekerja kerasuntuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi
pembelajar yang efektif, memiliki motivasi yang kuat untuk sukses, pantang
menyerah dan selalu mencari solusi terbaik, dan memiliki naluri kewirausahaan
dalam mengelola potensi bisnis.
2.
mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan
tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara
ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang
dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.
Kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin
sekolah, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan
di sekolah. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala
sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam
memimpin, yang dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Menurut Purwanto, gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik
seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Selanjutnya dikemukakan
12
bahwa gaya kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai norma perilaku yang
digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi
diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi
menjadi amat penting kedudukannya.
Kepala sekolah dalam melakukan tugas kepemimpinannya mempunyai
karakteristik dan gaya kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya.
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah mempunyai sifat, kebiasaan,
temperamen,watak dan kebiasaan sendiri yang khas, sehingga dengan tingkah
laku dan gayanya sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau
tipe hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Ada banyak teori gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan kepala sekolah.
Bila ditelaah dari perkembangan teori, ada banyak teori kepemimpinan yang bisa
ditelaah untuk mengkaji masalah kepemimpinan.
Teori kepemimpinan yang pertama-tama dikembangkan adalah teori sifat
atau trait theory. Pada dasarnya teori sifat memandang bahwa keefektifan
kepemimpinan itu bertolak dari sifat-sifat atau karakter yang dimiliki seseorang.
Keberhasilan kepe-mimpinan itu sebagian besar ditentukan oleh sifat-sifat
kepribadian tertentu, misalnya harga diri, prakarsa, kecerdasan, kelancaran
berbahasa, kreatifitas termasuk ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang. Pemimpin
dikatakan efektif bila memiliki sifat-sifat kepribadian yang baik. Sebaliknya,
pemimpin dikatakan tidak efektif bila tidak menunjukkan sifat-sifat kepribadian
yang baik
Penelitian tentang kepemimpinan berdasarkan trait theory ini telah banyak
dilakukan. Stogdil membedakan tiga karakteristik yang menunjukkan pemimpin
yang efektif, yaitu (1) kepribadian, (2) kemampuan, dan (3) ketrampilan sosial
(Feldmon & Arnold, 1983). Pada perkembangan selanjutnya, oleh Bass dan
Stogdil, diklasifikasi menjadi dua, yaitu traits yang antara lain mencakup karakter
tegas, bekerja sama, berpengaruh, memiliki keyakinan diri, energik, dan
bertanggung jawab, dan skill yang antara lain mencakup pandai, kreatif, lancar
13
menekankan
pada
karakter
personal
pemimpin.
Keberhasilan
14
merancang
tugas-tugas
dan
menetapkan
tujuan.
Dua
komponen
15
landasan
tersebut,
lalu
dikembangkan
pendekatan
16
17
18
19
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe kepemimpin otokritas tersebut diatas
dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe
ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern.
Gaya Laissez Faire ,Pada gaya kepemimpinan laissez faire ini pada
hakekatnya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya.
Karena semua pekerjaan dan tanggung jawab diserahkan kepada bawahannya
tanpa terkontrol, tanpa disiplin dan masing-masing bekerja sendiri dengan irama
dan tempatnya masing-masing mau menang sendiri. Dia tidak mempunyai
kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak buahnya dalam melaksanakan
koordinasi kerja, dan tidak berdaya sama untuk menciptakan suasan kerja yang
kooperatif, sehingga organisasi yang dipimpinnya menjadikacau balau atau kocarkacir.
Gaya Populistis, Professor Peter Worsley dalam bukunya The Third World
mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat
membangunkan solidaritas rakyat dan sikap yang berhati-hati terhadap
penindasan, penghisapan, dan penguasaan kekuatan-kekuatan asing (luar negeri).
Kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional,
lebih banyak dan kurang mempercayai batuan serta dukungan kekuatan-kekuatan
luar negeri (asing)
.Gaya
Administratif,
kepemimpinan
gaya
administratif
ialah
20
21
melimpahkan
sebagian
wewenang
kepada
bawahan
22
23
24
untuk
melakukan
tanggungjawab,
karena
ketidakmauan
atau
25
bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya
delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
adalah cara seorang pemimpin melakukan kegiatannya dalam membimbing,
mengarahkan an mempengaruhi para bawahnnya dalam rangka mencapai tujuan
tertentu Setiap pemimpin tentunya mempunyai gaya tersendiri, oleh karena itu,
seorang pemimpin harus paham betul dengan kondisi bawahanya atau yang
dipimpinnya agar mampu menerapkan gaya yang sesuai dengan apa yang
dipimpinnya dan akhirnya mampu membawa lembaganya ke arah yang lebih
maju.
Sebagaimana telah diuraikan di atas memang tidak mudah untuk menentukan
ciri-ciri dan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin dan tiap
pemimpin yang mempelajarinya memperoleh hasil pengamatan dan mempunyai
pendapat yang tidak sama. Menurut Dr. W. A. Gerungan dalam bukunya yang
berjudul Psikologi Sosial telah menyebut beberapa ciri-ciri yang dimiliki
kebanyakan pemimpin. Bahwa tiap-tiap pemimpin paling sedikit mempunyai tiga
macam ciri, yaitu:
1)
Pengamatan Sosial
Yaitu suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-gejala yang
timbul dalam masyarakat atau penghidupan sehari-hari, khususnya
mengenai perasaan-perasaan, tingkah laku, keinginan-keinginan dan
kebutuhan-kebutuhan para anggota sesama kelompok.
2)
26
2.
a.
Kinerja Guru
Hakikat Kinerja Guru
Kinerja adalah hasil kerja dari seseorang atau kelornpok organisasi, yang
27
28
29
meliputi,
antara
lain
kualifikasi
pendidikan,
pengalaman
dalam
b. Kompetensi Guru
Menurut Broke dan Stone dalam Mulyasa (2008: 25) mengemukakan bahwa
kompetensi guru sebagai .descriptive of qualitative nature of teacher behavior
appears to be entirely meaningful.. Kompetensi guru merupakan gambaran
kualitatif tentang hakekat perilaku guru yang penuh arti. Sementara Charles dalam
Mulyasa mengemukakan bahwa competency as rational performance which
satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan
suatu perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipercayakan sesuai
dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan dalam Undang-Undang Repubik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijelaskan bahwa :
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan.
30
a.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan
personal
yang
b.
31
memanfaatkan
prinsip-prinsip
kepribadian;
dan
peserta
didik
untuk
32
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi
kurikulum mata pelajran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap strukturdan metodologi
keilmuan. Setiap sub-kompetensi tersebut memiliki indikator esensial
sebagai berikut:
d.
33
34
1) Faktor Internal
Sebagaimana ditegaskan diatas bahwa faktor internal mencakup beberapa aspek.
Salah satu faktor internal yang dominan mempengaruhi kinerja pekerja termasuk guru
adalah motivasi. Motivasi disini dipahami secara luas termasuk minat guru walaupun
jelas kedua konsep ini memiliki arti tersendiri. Menurut Gomes dalam Johan Martono
(2003:177) menyatakan bahwa performansi kerja akan berkaitan dengan dua faktor
utama, yaitu kesediaan atau motivasi dari pegawai untuk bekerja,
yang menimbulkan usaha pegawai, dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan
nya. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa motivasi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kinerja.
35
36
2. Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan.
Menurut Pidarta (1999) bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa
seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus
diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk
kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan
37
pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan
profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan
keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung
jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan
hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan
keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3). Ilmu
pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi
dalam jangka waktu lama di perguruan tinggi. (4). Punya otonomi dalam
bertindak ketika melayani klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau
berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan
finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk mendapatkan klien.
(7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi tersebut menetukan
persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi
perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan
anggota.
Bila diperhatikan ciri-ciri profesi tersebut di atas nampaknya bahwa profesi
guru tidak mungkin dikenakan pada sembarang orang yang dipandang oleh
masyarakat umum sebagai pendidik. Pekerjaan profesi harus berorientasi pada
layanan sosial. Seorang profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota
masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang
memberikan pelayanan sudah tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi
halus. Sikap dan budi halus ini menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang
baik yang ikut menentukan keberhasilan profesi.
Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna
mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru.
Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister
(1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar memiliki
38
(1)
untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan
melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri.;
Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi
(2)
39
apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5). Guru seyogyanya
merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
3. Kemampuan Mengajar
Untuk
melaksanakan
tugas-tugas
dengan
baik,
guru
memerlukan
40
41
komponen yang ada dalam sistem sekolah. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan
guru akan berhasil jika ada hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa
sebagai komponen yang diajar. Kinerja guru akan meningkat seiring adanya
kondisi hubungan dan komunikasi yang sehat di antara komponen sekolah sebab
dengan pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi
seseorang untuk melakukan tugas dengan baik.
Menurut Forsdale (1981) bahwa communication is the process by which a
system is established, maintained, and altered by means of shared signals that
operate according to rules. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa komunikasi
manusia adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam
kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan,
dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain
(Brent D. Ruben, 1988).
Hubungan sosial antar manusia selalu terjadi di lingkungan kerja. Sebagai
peneliti Terence R. Mitchell 1982 (dalam Junaidin, 2006) menemukan bahwa
orang-orang di dalam organisasi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
interaksi interpersonal. Hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan,
bawahan dengan bawahan. Di sekolah hubungan dapat terjadi antara kepala
sekolah dengan guru, antara guru dengan guru serta guru dengan siswa. Hubungan
guru dengan siswa lebih sering dilakukan dibandingkan dengan hubungan guru
dengan guru atau hubungan guru dengan kepala sekolah. Setiap hari guru harus
berhadapan dengan siswayang jumlahnya cukup banyak yang terkadang sangat
merepotkan tetapi bagi guru interaksi dengan siswa merupakan hal sangat menarik
dan mengasyikkan apalagi dapat membantu siswa dalam menemukan cara
mengatasi kesulitan belajar siswa.
42
sekolah
itu
berdiri
di
daerahnya
untuk
meningkatkan
masyarakat
ini
sebagai
usaha
kooperatif
untuk
menjaga
dan
mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian
43
antara sekolah, personalia sekolah dengan masyarakat. Hal ini dipertegas Mulyasa
(2003) bahwa Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari
dua dimensi yaitu kepentingan sekolah dan kebutuhan masyarakat.
6. Kedisiplinan
The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut
Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam
suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa
senang.
Sedangkan Goods (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan
disiplin sebagai berikut
44
7. Kesejahteraan
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja
guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang
makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002)
menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan
menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia
sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di
Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila
dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru
umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru
sebaliknya.
45
8. Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang
membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam
sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi
menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu
dengan individu maupun dengan lingkungannya.
Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang
dari dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat
orang berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis
merupakan hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai
tujuan bersama.
Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan
satu dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan
tanggung jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang
melahirkan hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif
untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik.
46
47
Kinerja Individual
Faktor Kinerja :
Pengetahuan
Keterampila
n
Motivasi
Kinerja Kelompok
Faktor Kinerja :
Keeratan tim
Kepemimpina
n
Kekompakkan
Peran Tim
Kinerja organisasi
Faktor Kinerja :
Lingkungan
Kepemimpinan
Struktur
organisasi
Pilihan strategi
Teknologi
Kultur organisasi
Proses organisasi
1. Iim Rohana (2010) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Peran Kepala
Sekolah sebagai Manajer pada SMK Negeri Se-Kabupaten Kuningan
menyimpulkan bahwa peran interpersonal berpengaruh secara signifikan
terhadap efektivitas sekolah secara langsung sebesar 11,2% dan pengaruh
tidak langsungnya 19,59%. Peran informasional berpengaruh secara
48
49
50