Anda di halaman 1dari 12

1.

Kondisi Oseanografi Perairan


Perairan PKT Bontang terdiri dari daerah subtidal dan daerah intertidal.
Daerah subtidal senantiasa tertutupi air meskipun pada surut terendah dengan
kedalaman bervariasi dari 1m sampai dengan 55m. Daeral subtidal ini meliputi
area kolam putar dan alur penghubung dermaga Tursina,alur pelayaran saat ini,
rencana alur pelayaran baru, Zona darurat I dan II, dan lokasi pembuangan
(dumping). Sedangkan dearah intertidal yaitu daerah yang tertutupi air pada saat
pasang namun terpapar (terekspos) pada saat surut meliputi area perairan Karang
Segajah, perairan Karang Kiampau dan Batu Tambun.
Perairan PKT Bontang relatif tenang sepanjang tahun karena gelombang
yang merambat dari laut lepas (Selat Makassar) menuju perairan PKT Bontang
sebagian besar terdisipasi (tinggi gelombang dan energinya berkurang) pada saat
melewati reef flat dan perairan dangkal (intertidal) seperti Karang Segajah dan Batu
Tambun. Sebagian besar gelombang yang datang dari laut lepas akan mengalami
penurunan tinggi gelombang atau bahkan pecah di daerah reef flat yang dangkal.
Selain itu pulau pulau kecil yang berada di depan Perairan PKT Bontang seperti P.
Agar-agar, P. Badak, P Semusuk dan P. Melahing turut berperan dalam menahan
gempuran gelombang dari laut lepas. Hasil survei yang dilakukan oleh PPLHUniversitas Mulawarman tahun 2003 menunjukkan bahwa gelombang air laut
relatif tenang di perairan PKT Bontang yaitu 0,1 0,3 m dan hanya kadang-kadang
saja dapat mencapai 0,5 1,5m.

1.1. Pasang Surut


Pengukuran Pasang Surut dilakukan selama 15 hari dari tanggal 11 Februari
jam 00.00 WITA hingga 25 Februari 2012 jam 23.00 WITA yang dilakukan di
dermaga PKT Bontang dengan interval pengamatan setiap jam. Hasil pengukuran
menunjukkan kedudukan muka air saat pasang tertinggi selama pengukuran
1

adalah 261 cm di rambu pasut dan muka air saat surut terendah adalah 29 cm
dengan tidal range pengukuran adalah 232 cm (Gambar 13)

Gambar 13. Grafik Pasang Surut Perairan Pupuk Kaltim Bontang Hasil
Pengukuran Periode 11 25 Februari 2012.
Data tersebut di atas merupakan kondisi kedudukan muka air selama
pengukuran dan belum mewakili kondisi elevasi muka air dalam setahun, dimana
terdapat pasang tertinggi dan surut terendah tahunan dalam waktu tertentu.
Untuk itu, dilakukan analisis lanjutan untuk mendapatkan konstanta harmonis
pasang surut perairan PKT Bontang dan sekitarnya dengan menggunakan metode
admiralty yang melalui beberapa tahapan skema perhitungan.
Hasil

analisis

metode

Admiralty

tersebut

mendapatkan

amplitudo

komponen pasang surut harian utama (K1 dan O1) tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan komponen pasang surut ganda utama (M2 dan S2) yakni

masing-masing 20 cm dan 16 cm berbanding dengan 59 cm dan 38 cm,


selengkapnya disajikan dalam Table 5.
Tabel 5. Komponen harmonik pasut perairan Pupuk Kaltim Bontang
Komponen Harmonik

So

M2

S2

N2

K1

O1

M4

MS4

K2

P1

Amplitudo (cm)

137

59

38

20

16

10

160

211

156

281

266

437

123

211

281

Phase

Berdasarkan konstanta harmonik pasang surut di atas, dapat diketahui


karakteristik pasang surut baik tipe maupun tunggang pasang surut dan elevasi
muka air laut maksimum, rata-rata saat pasang purnama dan rata-rata saat pasang
perbani.

Pada umumnya sifat pasut di suatu perairan ditentukan dengan

menggunakan rumus Formzahl, yang berbentuk:

A A
F K1 O1
AM 2 AS 2
dimana :
F
A01

=
=

AK1

AM2

AS2

Bilangan Formzahl
Amplitudo pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
Amplitudo pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan dan matahari
Amplitudo pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan
Amplitudo pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
matahari

Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:


1. Pasang ganda

jika F

2. Pasang campuran (ganda dominan)

jika F 1

3. Pasang campuran (tunggal dominan) jika 1 F 3


jika F 3

4. Pasang tunggal

Hasil analisis bilangan Formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai F dari


pasang surut adalah 0,37 yang berarti tipe pasang surutnya adalah campuran
cenderung ke harian ganda (mixed, prevailing semi diurnal), yaitu dalam sehari
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi dengan amplitudo dan waktu
yang berbeda. Selanjutnya, untuk tunggang pasang surut (tidal range) terbesar
adalah sekitar 2,66 meter, tunggang pasang surut rata-rata saat pasang purnama
adalah 2,30 meter, dan saat pasang perbani adalah 1,54 meter.
Perbandingan antara garfik pasang surut yang dihasilkan dari pengukuran
langsung dengan hasil peramalan/prediksi pasut yang dikeluarkan Dishidros TNI
AL disajikan pada Gambar 14. Seperti yang terlihat pada Gambar 14, pola pasut
hasil pengukuran memiliki kemiripan yang sangat tinggi dengan pola pasut hasil
peramalan pasut Dishidros AL.

Gambar 14. Perbandingan grafik pasang surut hasil pengukuran


dan peramalan Dishidros AL Perairan Pupuk Kaltim
Bontang Periode 11 25 Februari 2012.
4

Hal yang menarik dicatat adalah tinggi muka air laut hasil pengukuran
langsung cendrung lebih tinggi dibandingkan hasil peramalan baik pada saat
pasang maupun surut. Secara rata-rata tinggi muka air laut hasil pengukuran
lebih tinggi sekitar 7 cm dibandingkan dengan hasil peramalan.

Tingginya

permukaan air laut hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil peramalan


kemungkinan disebabkan oleh adanya limpasan air buangan limbah pendingin
Pabrik yang keluar dari Outfall PKT 3,4 & Popka dan outfall PKT 1 & 2 dan Outfall
Metanol. Hal ini mungkin terjadi mengingat lokasi pengukuran pasut pada kajian
ini tidak terlalu jauh jaraknya dengan Outfall PKT (sekitar 470 m dari Outfall PKT
3,4 & Popka).

1.2. Arus
Pengukuran arus secara langsung menggunakan Flowatch flow meter
dilakukan pada tanggal 9 10 Februari 2012 pada 37 titik di depan Outfall PKT
1&2, Outfall PKT 3&4 & Popka, dan Outfall Metanol, dan Alur Tursina. Posisi
pengukuran arus disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Posisi pengukuran arus.


5

Karena keterbatasan alat, hanya kecepatan arus yang bisa diukur


sedangkan arah arus tidak bisa ditentukan dengan alat Flowatch flow meter yang
digunakan pada kajian ini.

Hasil pengukuran arus menunjukkan bahwa

kecepatan arus normal perairan berkisar antara < 0,1 m/det sampai dengan 0,3
m/det. Di depan outfall kecepatan arus lebih tinggi dibandingkan kecepatan arus
di perairan sekitarnya yaitu 0,4 m/detik di depan outfall PKT 3&4&Popka dan 0,7
1,0 m/detik di depan outfal PKT 1&2 (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil pengukuran kecepatan arus.
Titik Pengukuran
Outfal Kaltim3&4&Popka
041
042
043
044
045
046
047
048
049
050
051
052
053
054
055
056
057
058
059
060
061
062
063
064
065
066
067
068
069

Posisi (LU;BT)

Kec Arus (m/detik)


0,4

(00O 10,739; 117O29,111)


(00O 10,698; 117O29,136)
(00O 10,646; 117O29,176)
(00O 10,596; 117O29,191)
(00O 10,561; 117O29,230)
(00O 10,505; 117O29,312)
(00O 10,719; 117O29,421)
(00O 10,731; 117O29,391)
(00O 10,744; 117O29,370)
(00O 10,7760;117O29,343)
(00O 10,693; 117O29,380)
(00O 10,657; 117O29,407)
(00O 10,594; 117O29,431)
(00O 10,515; 117O29,448)
(00O 10,441; 117O29,440)
(00O 10,737; 117O29,108)
(00O 10,671; 117O29,156)
(00O 10,583; 117O29,219)
(00O 10,488; 117O29,315)
(00O 10,439; 117O29,427)
(00O 10,487; 117O29,461)

(00O 10,635; 117O29,420)


(00O 10,717; 117O29,387)
(00O 10,722; 117O29,409)
(00O 10,728; 117O29,332)
(00O 10,416; 117O29,555)
(00O 10,412; 117O29,601)
(00O 10,374; 117O29,618)
(00O 10,313; 117O29,646)
6

0,3
0,3
0,3
0,3
0,2
0,1
0,5
0,3
0,2
0,2
0,1
<0,1
0,1
0,1
<0,1
0,1
0,1
0,1
<0,1
0,1
0,2
0,2
0,2
0,7 - 1
0,1
0,1
0,3
0,2
< 0,1

Titik Pengukuran

Posisi (LU;BT)

Kec Arus (m/detik)

070
071
072
073
074
075
076

(00O 10,253; 117O29,675)


(00O 10,206; 117O29,638)
(00O 10,256; 117O29,571)
(00O 10,345; 117O29,380)
(00O 10,351; 117O29,293)
(00O 10,361; 117O29,274)
(00O 10,479; 117O29,266)

0
0,1
0,2
0,2
0,1 0,2
0,1
0,3

1.2.1. Pemodelan Pola Arus Sebelum Pengerukan


Untuk mendapatkan gambaran dan infromasi pola arus secara keseluruhan
di wilayah perairan PKT Bontang saat ini (sebelum dilakukan pengerukan) maka
dilakukan pemodelan pola sirkulasi arus menggunakan model RMA-2 dari
Program Surface Water Modeling System (SMS) 8.1.
Hasil simulasi (model) pola arus pada saat surut disajikan pada Gambar 16.
Pada saat surut, arus di Alur Pelayaran bergerak keluar dari pantai menuju ke laut
lepas dengan kecepatan bervariasi dari 0,006 m/detik sampai dengan 0,05m/detik.
Di perairan luar (laut lepas) arus bergerak dari utara ke selatan dengan kecepatan
yang lebih besar yaitu 0,1 0,2 m/detik.
Di perairan yang dangkal dimana ditemui hamparan terumbu karang atau
reef seperti di Batu Tambun, Karang Kiampau, dan Karang Segajah kecepatan dan
arah arus lebih bervariasi yang bergantung pada topografi, substrat dasar perairan
serta pulau dan reef yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, arah arus dominan ke
timur laut pada daerah Karang Kiampau pada saat surut dengan kecepatan 0,02
0,06 m/detik. Sedangkan di daerah Karang Segajah arus bergerak dominan ke
arah tenggara pada saat surut dengan kecepatan 0,04 0,17 m/detik.

Gambar 16. Model pola arus pada saat Surut


Hasil simulasi pola arus pada kondisi pasang di perairan PKT Bontang
disajikan pada Gambar 17.

Pada saat pasang, arah pergerakan arus di Alur

Pelayaran menunjukkan pola yang berbeda dibandingkan pada kondisi surut.


Pada saat pasang arus dari laut lepas bergerak menuju pantai atau dari arah timur
menuju ke barat melalui alur pelayaran dengan kecepatan antara 0,02 dan 0,09
m/detik. Satu hal yang menarik dari pola arus yang terlihat pada kondisi pasang
adalah terdapat arus yang bergerak dengan arah yang berlawanan bergerak dari
daerah outfal PKT 3,4& Popka dan outfall PKT 1&2 menjauhi outfall dengan
kecepatan 0,005 sampai dengan 0,07 m/detik.
Di perairan luar (laut lepas) pada kondisi pasang arus bergerak dari utara
ke selatan dengan kecepatan rata-rata 0,1 m/detik. Pola arus ini mirip dengan pola
arus pada kondisi surut. Di daerah Karang Kiampau dan Batu Tambun arus
dominan bergerak dari timur ke barat.

Sedangkan di Karang Segajah arus

bergerak dari arah timur laut ke arah barat daya pada kondisi pasang dengan
kecepatan 0,02 0,15 m/detik.
8

Gambar 17. Model pola arus pada saat Pasang.

1.2.2. Pemodelan Pola Arus Setelah Pengerukan


Kegiatan Pengerukan kolam labuh dan kolam putar, dermaga 9 dan 10 serta
alur penghubung dermaga Tursina, zona darurat I & II dan rencana alur pelayaran
baru

dilakukan

untuk

mendukung

rencana

pembangunan

pelabuhan

khusus/dermaga dan menyediakan alur pelayaran alternatif sebagai tambahan


dari alur pelayaran saat ini.
Untuk memodelkan pola arus setelah pengerukan maka dilakukan input
data bathimetry yang telah disesuaikan dengan kedalaman perairan setelah
pengerukan yaitu kedalamanan perairan di kolam labuh dan kolam putar
dermaga 9 dan 10 yang kurang dari 12 m dirubah menjadi 18 m, lokasi perairan
yang kurang dari 6 m di Zona Darurat 1 dirubah menjadi 16 m, kedalaman
perairan yang awalnya 6 12 m di Zona Darurat 2 diubah menjadi 16 m, dan
kedalaman perairan di rencana alur pelayaran baru yang awalnya 6 12 m diubah
menjadi 16 m. Sedangkan data pasang surut dan debit air yang keluar dari outfall
9

PKT dan outfal Metanol tetap sama dengan input data pada pemodelan pola arus
sebelum dilakukan pengerukan.
Hasil simulasi (model) pola arus setelah pengerukan pada kondisi surut
disajikan pada Gambar 18.

Terlihat bahwa secara umum pola arus setelah

pengerukan pada kondisi surut tidak jauh berbeda dengan pola arus sebelum
dilakukan pengerukan yaitu arus di Alur Pelayaran bergerak keluar dari pantai
menuju ke laut lepas dengan kecepatan bervariasi dari 0,004 m/detik sampai
dengan 0,05 m/detik. Di perairan luar (laut lepas) arus bergerak dari utara ke
selatan dengan kecepatan yang lebih besar yaitu antara 0,08 m/detik sampai
dengan 0,2 m/detik. Sedangkan di Karang Kiampau arah arus dominan ke arah
timur laut dengan kecepatan 0,01 0,09 m/detik. Di sekitar bagian utara Karang
Segajah (dumping area) arus bergerak ke arah barat daya dan arahnya berubah ke
selatan dan tenggara setelah tiba di Karang Segajah dengan kecepatan 0,03 0,16
m/detik.

Gambar 18. Model pola arus pada saat Surut setelah dilakukan
pengerukan.
10

Arus pada kondisi pasang juga memperlihatkan pola yang tidak jauh
berbeda dengan pola arus sebelum dilakukan pengerukan (Gambar 19), yaitu pada
saat pasang arus dari laut lepas yang bergerak dari utara ke selatan setelah tiba di
Alur Pelayaran berbelok ke arah barat menuju ke pantai dengan kecepatan mulai
dari 0,04 sampai dengan 0,08 m/detik.

Seperti halnya pada kondisi sebelum

dikeruk, terdapat arus yang bergerak dengan arah yang berlawanan bergerak dari
daerah outfal PKT 3,4& Popka dan outfall PKT 1&2 menjauhi outfall menuju ke
laut dengan kecepatan 0,008 0,1 m/detik. Di daerah Karang Kiampau dan Batu
Tambun arus dominan bergerak dari timur ke barat.

Sedangkan di Karang

Segajah arus bergerak dari arah timur laut ke arah barat daya pada kondisi pasang
dengan kecepatan 0,03 0,14 m/detik.

Gambar 19. Model pola arus pada saat Pasang setelah dilakukan
pengerukan.

11

Gambar 20. Detil model pola arus di Kolam Labuh Dermaga 9 dan
Dermaga10 pada kondisi pasang sebelum pengerukan (A)
dan setelah pengerukan (B).

12

Anda mungkin juga menyukai