Anda di halaman 1dari 2

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KENTARA
Kebijaksanaan. Tindakan. Perkembangan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Indonesia Rabu, 3 Desember 2014 001/1/12/I


_______________________________________________________________________________________

MASYARAKAT SAMPAH
Oleh: Jaka Bedog

Layaknya sampah kini,


generasi datang dan pergi silih
berganti, namun jarang memberi
arti.
Dewasa ini, Republik
Indonesia merupakan salah satu
penghasil sampah terbesar di dunia
dengan angka 5-7 juta ton sampah
per tahun. Sialnya, sebagian besar
tidak didaur ulang dan sulit terurai
secara alami, contohnya sampah
plastik. Drainase perkotaan Indonesia
yang umumnya berukuran kecil pun,
tidak seperti gorong-gorong kota
London yang mampu menampung
satu mobil hatchback, pada akhirnya
tidak berfungsi lagi ketika tumpukan
sampah di jalanan tersapu masuk ke
saluran drainase dan menghambat
laju air hingga menyebabkan banjir
dan membawa penyakit. Dan apa-apa
yang saya utarakan ini bukan suatu
kemungkinan terburuk jauh di masa
depan, melainkan di masa kini. Ya!
Kita bukan lagi akan, namun tengah
menghadapinya!
Melihat kondisi tersebut,
maka tidak heran apabila semua
orang layak untuk divonis bersalah
karena ketidakpeduliannya. Apalagi
ternyata penyumbang terbesarnya
adalah sampah rumah tangga! Dan
akui saja bahwa kita semua pernah
membuang sampah sembarangan,
paling tidak bungkus permen. Maka
apa yang sebenarnya menjadi akar
permasalahan? Jangan lantas menjadi
busuk dengan berpikir bahwa diri
sendiri tidak pernah terlibat dalam
tindakan kriminal ini! Sifat boros
kita jelas menjadi faktor menonjol.
Ketika kita membicarakan negara
Jepang, banyak toko disana yang
tidak menyediakan kantong plastik,
sehingga mendorong warganya untuk
selalu membawa kantong belanjan

sendiri dan bahkan menggunakannya


berkali-kali. Sementara di Indonesia?
Kantong plastik dibagikan gratis!
Lalu peran pemerintah pula yang
masih tumpul bila terkait isu sampah.
Peraturan yang ada pun malah tidak
tersampaikan keseantero negeri,
bagaimana mau terlaksana dengan
baik? Hukum yang ada juga kurang
menanam kesadaran pada warganya.
Tidak seperti di New York yang
mendenda $100 bagi rumah yang
sekedar mencampur sampah plastik
dan kertas sebelum membuangnya.
Disini, pengelolaan sampah akhirnya
hanya bergantung pada inisiatif tiaptiap pemerintah daerah. Lantas
solusinya? Banyak! Salah satunya
ialah mempekerjakan pemungut
sampah seperti Gerakan Pungut
Sampah di Kota Bandung.
Pertanyaanya, mengapa kita lantas
tidak menggunakan truk sampah
berteknologi tinggi? Karena hal
tersebut tidak mampu memberi
dampak psikologis kepada
manusianya. Jelas berbeda ketika
mereka melihat sesama manusia
saling memunguti sampah
disekitarnya, maka timbul kesadaran
untuk tidak membuang sampah
walaupun efeknya sementara, dan
merangsang untuk ikut terlibat secara
sukarela kedepannya. Bagaimana
dengan teknologi insinerator? Ada
yang bilang berbahaya & sebagainya.
Kenyataannya Denmark mengimpor
sampah sebagai bahan bakar PLTSa
nya dan masih baik-baik saja sampai
sekarang. Kita tidak mampu membeli
insinerator yang paling mutakhir?
Gunakan saja insinerator skala kecil
untuk tiap kecamatan, yang sedang
dikembangkan oleh ITB dan bahkan
sedang proses sertifikasi kualitas
hasil pembakaran oleh lembaga di
Jerman.

Jauh lebih murah dan mudah


dioperasikan. Listrik yang dihasilkan
memang kecil, namun setidaknya
mendidik orang Indonesia bahwa
sampah bisa berguna bahkan
berharga. Lalu solusi terakhir ialah
adanya perusahaan pengelola sampah
sehingga sampah yang ada terkelola
secara profesional dan menghasilkan
manfaat yang lebih besar, entah
sebagai pupuk, barang daur ulang,
maupun listrik. Perusahaan nantinya
bisa bekerja sama dengan masyarakat
dalam pemenuhan kebutuhan sampah
termasuk pembinaan mengenai guna
sampah dan cara mengelola, atau
paling tidak cara menyortirnya. Bisa
juga dalam bentuk penyediaan Bank
Sampah seperti yang ada di Kota
Cimahi. Kenyataannya, di Indonesia
belum ada perusahaan seperti ini,
sehingga jelas merupakan peluang
bisnis yang besar mengingat potensi
sampah di Indonesia begitu besar.
Bahkan perusahaan Biomax di
Singapura yang mengubah sampah
menjadi pupuk pun diakui majalah
Forbes sebagai salah satu perusahaan
besar.
Maka apakah kita tidak
memiliki harapan? Atau justru solusi
diatas sudah lebih dari cukup?
Pertama-tama maka ayo merasa malu
dengan keadaan ini dan mulai mau
belajar dari pengalaman negara lain
dan bahkan bekerjasama. Masa iya
Amerika Serikat yang digadanggadang negeri setan jauh lebih bersih
dari negara yang katanya dibimbing
Tuhan?
Penulis hanyalah petani kopi
Priangan di era Kolonial Hindia
Belanda....

...sebagai bangsa mungkin (Hindia) satu-satunya yang tercakap di muka bumi ini dalam memunggungi kenyataan,
membius diri dalam impian, dalam penghiburan, dalam bayangan sebagai bangsa yang tak pernah kalah.
Miriam de la Croix ~ Anak Semua Bangsa (Pramoedya Ananta Toer)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KENTARA
Kebijaksanaan. Tindakan. Perkembangan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Indonesia Rabu, 3 Desember 2014 001/1/12/I


_______________________________________________________________________________________

PEMBIASAAN MELALUI SEBUAH KEBIJAKAN: TAMAN KOTA


Oleh: Asep Taring

Kang Emil, Wali Kota


Bandung periode 2014-2019, seorang
mantan akademisi, berprestasi luar
dan dalam negeri, seorang anak
bangsa panutan serta penggagas ide
kreatif yang menjadi dambaan wargi
Bandung. Merealisasikan janji-janji
kampanyenya secara progressif dan
nyata. Terutama taman-tamannya
yang kini telah mnejamur menghiasi
berbagai titik di kota Bandung, baik
yang sudah ada diperbaharui dengan
tema ataupun baru dibangun dengan
pemanfaatan lahan-lahan yang
terabaikan.
Sesuai dengan fungsinya,
taman menjadi paru-paru bagi kota,
sirkulasi emisi karbon yang
dihasilkan oleh berbagai kegiatan
manusia, sarana hiburan dan rekreasi
bagi orang-orang disekitarnya.
Kemudian dengan adanya pemberian
tema pada beberapa taman
menjadikannya lebih magnetis,
mewadahi komunitas-komunitas
yang terkait untuk menyalurkan dan
mengembangkan bakatnya. Terlebih
dengan pengembangan taman ke arah
modernitas, yaitu dengan adanya wifi menjadikannya sebagai tempat
yang paling favorit untuk dikunjungi.
Sebuah investasi kualitas hidup yang
sangat menjanjikan untuk beberapa
waktu yang akan datang.
Sekarang sudah berdiri 406
taman di kota Bandung dengan
diantaranya 40 taman tematik yang
siap pakai dengan keunikan dan
cirinya masing-masing. Namun
masih saja antusiasme untuk hadir
menikmati hari di di taman kota
masih sangat minim, taman-taman
yang kosong pengunjung hanya
menjadikannya sebuah pencerah
mata, bukan jiwa sekaligus tanpa
kepuasan. Ironisme lainnya kian
bertumbuh, niatan meningkatkan
kesejahteraan warga setempat

dari aspek ekonomi malah


menjadikan kekesalan bagi
pengunjung. Pengunjung yang hadir
membawa kendaraan dipunguti biaya
parkir dengan biaya abnormal untuk
beberapa taman tematik, sikap para
pengelola inisiatif yang kurang
ramah pun menjadi momok tersendiri
untuk berkunjung ke taman. Belum
selesai dengan masalah pramenikmati taman muncul lagi
dengan pernyataan-pernyatan yang
menumbuhkan kemalasan untuk
berkunjung dengan ketiadaan sumber
arus listrik untuk menikmati koneksi
internet gratis lebih lama maka
warung kopi atau mini market
kembali menjadi destinasi utama
anak muda yang menjadi target
pembentukan kebiasaan
memanfaatkan taman kota.
Ketidaksiapan system
pengelolaan menjadikan beberapa
taman tematik tidak memberikan
kesegaran seperti tujuan awalnya
dibentuk, para pemuda setempat
yang tidak resmi mengelola
menetapkan aturan yang
menguntungkan golongannya
sendiri. Seperti pada taman yang
berada di samping jalan supratman,
taman yang fungsinya diarahkan
kepada mereka yang memiliki
ketertarikan pada olah raga futsal
berharap bisa menggunakannya
secara rutin dan tertib namun realita
yang terjadi ialah pemungutan biaya
yang nominalnya cukup besar jika
dialokasikan untuk alasan kebersihan
serta biaya parkir kendaraan sebesar
dua ribu rupiah cukup mengerutkan
hati para pengunjung sekaligus
pemain. Jika saja kita coba untuk
melakukan penghitungan secara
kasar terhadap sirkulasi kendaraan
yang keluar masuk terhadap delapan
jam kerja dan jumlah lapangan yang
beroperasi lalu pengasumsian

minimal enam motor dalam setiap


jamnya maka nominal yang
didapatkan dari parkir saja bisa
sampai lebih kurang enam ratus ribu
per harinya, nominal yang cukup
fantastis untuk sebuah penghasilan
harian, belum lagi dari 'kebersihan'
maka munculah pertanyaan,
kemanakah uang itu pergi? Ini
bukanlah sinisme terhadap sebuah
pemberdayaan melainkan kemirisan,
sebuah tujuan besar yang ternyata
tersepelekan oleh sebuah perkara
yang sebenarnya sangat klasik.
Seharusnya kondisi ini menjadi
sebuah momentum pemberdayaan
para pengangguran yang berada di
Bandung untuk mengelola sekaligus
pemberian pendidikan
kewirausahaan bagi mereka secara
nyata ketika proses pengelolaan
mereka tangani dengan harapan
mereka bisa mengembangkan dan
bisa melakukan perekrutan ulang
bagi mereka yang kurang beruntung.
Selain bukti nyata adanya perhatian
Pemerintah Kota terhadap keasrian
kota, hal tersebut bisa menunjukan
peranan kota terhadap para
warganya, khususnya pemuda
sebagai penerus bangsa.

Belajarlah jujur pada diri sendiri.


Sigmund Freud
@mingguankentara

Anda mungkin juga menyukai