Blok 30 PBL 4 Leni
Blok 30 PBL 4 Leni
Skenario 4
Anda kebetulan sedang berdinas jaga di laboratorium di sebuah rumah sakit tipe B.
Seorang anggota polisi membawa sebuah botol ukuran 2 liter yang disebutnya sebagai botol dari
sebuah alat
suction curret milik seorang dokter di kota anda. Masalahnya adalah bahwa
dokter tersebut disangka telah melakukan pengguguran kandungan yang ilegal dan didalam botol
tersebut terdapat campuran darah dan jaringan hasil suction. Polisi menerangkan dalam surat
permintaannya, bahwa darah dan jaringan dalam botol berasal dari tiga perempuan yang saat ini
sedang diperiksakan ke bagian kebidanan di rumah sakit anda. Penyidik membutuhkan
pemeriksaan laboratorium yang dapat menjelaskan apakah benar telah terjadi pengguguran
kandungan dan apakah benar bahwa ketiga perempuan yang sedang diperiksa di kebidanan
adalah perempuan yang kandungannya digugurkan oleh dokter tersebut. Hasil pemeriksaan
tersebut penting agar dapat dilanjutkan ke proses hukum terhadap dokter tersebut.
Anda tahu bahwa harus ada komunikasi antara anda dengan dokter kebidanan yang
memeriksa perempuan - perempuan diatas, agar pemeriksaan medis dapat memberi manfaat
yang sebesar- besarnya bagi penyidikan dan penegakan hukum.
PENDAHULUAN
Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran kandungan) yakni
abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah
yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya
dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya
berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi.
Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu upaya yang
disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin
(hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar. Abortus buatan, jika
ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
a. Abortus buatan legal, yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan caracara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus
therapeuticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk
menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu1.
b. Abortus buatan illegal, yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk
menyelamatkan / menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta
tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya
mengandung unsur kriminal atau kejahatan1.
PANDANGAN UMUM TENTANG ABORTUS BUATAN
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Ahli agama
melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan adalah
perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak
dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan.
Pada umumnya para ahli tersebut menentang dilakukannya abortus buatan meskipun jika
berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu) mereka dapat memahami
dilakukannya abortus buatan. Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya
setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan meskipun
pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak1.
Lihat saja misalnya di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam
kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat
sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu.2,3 Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat
merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bisa merupakan tindakan legal yang dibenarkan
undang-undang. Bagaimanakah abortus buatan legal dan ilegal, dikaitkan dengan proses
pembuktiannya (penyidikan)?. Inilah yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini.
ABORTUS
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
(hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur1.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
a. Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau
sebab-sebab alami.
b. Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja.
Termasuk di dalamnya adalah:
(1)
mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah
pemerkosaan.
(2)
(3)
Abortus imminens, yaitu peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Pada abortus imminen terdapat bercak perdarahan yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan. Pada abortus imminen dapat teerjadi perdarahan pervaginam
pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
Etiologinya dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu : 1. Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor
yang menyebabkan kelainan ini adalah : a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan
monosoma X b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna c. Pengaruh teratogen
akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol 2. kelainan pada plasenta, misalnya
endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun 3. faktor maternal seperti pneumonia,
typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis. 4. kelainan traktus genetalia, seperti
inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan
kelainan bawaan uterus. C. Gambaran Klinis 1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20
minggu 2.
Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
ABORTUS PROVOKATUS
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan
cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi
dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28
minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi
dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan abortus provokatus secara lebih spesifik:
(1) Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, adalah abortus yang dilakukan dengan
disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
a. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
b. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
c. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
3. Paritas ibu. Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas,
lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
4. Riwayat Kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi
pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.
Maternal
Penyebab dari segi Maternal
Penyebab secara umum:
Infeksi akut
1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.
Infeksi kronis
1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat, penyakit jantung,
toxemia gravidarum, gangguan fisiologis, misalnya syok, ketakutan, trauma fisik.
Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat
yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa
jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan
Pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya
perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu,
dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar.
Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga
menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi
pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila
larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan,
atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
Komplikasi yang dapat timbul pada janin
sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka
nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun
bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar
mengalami cacat fisik.
Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa
menyebabkan kematian pada keduanya.
kekerasan yang berpengaruh terhadap janinnya. Aktivitas hiruk pikuk, mengendarai kuda
biasanya tidak efektif dan beberapa wanita mencari kekerasan dari suaminya. Meninju dan
menendang perut sudah umum dan kematian akibat ruptur organ dalam seperti hati, limpa atau
pencernaan, telah banyak dilaporkan. Ironisnya, uterus biasanya masih dalam kondisi baik.
walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada ujung kateter
yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac dan mengakibatkan
abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika penghisapan tidak lengkap dan
masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.4
Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak maka
secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat mengakibatkan
dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua alat dapat digunakan dari
pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda. Paramedis yang melakukan abortus suka
menggunakan kateter yang kaku. Jika digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan
mempunyai pengetahuan anatomi dan menggunakan alat yang steril maka resikonya semakin
kecil. Akan tetapi orang awam tidak mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering
digunakan dengan cara didorong ke belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks
di depan vagina. Permukaan dari vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus
bahkan hepar. Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks
dimasuki oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping.
Permukaan luar dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha
mengeluarkan benda yang terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses melewati
saluran dari uterus, mungkin langsung didorong ke fundus, yang akan merusak peritoneal cavity.
Bahaya dari penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi. Perforasi dari dinding vagina atau
uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis
dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril atau kuman berasal dari vagina dan kulit.
Bahaya yang lebih ringan(termasuk penggunaan jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat
membuat dilatasi cerviks, dalam keadaaan pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan
vagal refleks, yang melalui sistem saraf parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest.
Ini merupakan mekanisme yang berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada
orang yang melakukan abortus kriminalis.5
digunakan untuk menggugurkan kandungan. Beberapa zat mempunyai efek yang baik sedangkan
beberapa lainnya berbahaya. Zat yang digunakan secara lokal contohnya fenol dan lysol, merkuri
klorida, potassium permagnat, arsenik, formaldehid, dan asam oxalat. Semua mempunyai bahaya
sendiri, baik dari korosi lokal maupun efek sistemik jika diserap. Pseudomembran yang nekrotik
mungkin berasal dari vagina dan kerusakan cerviks mungkin terjadi. Potasium permangat adalah
zat yang muncul selama perang yang terakhir dan berlangsung beberapa tahun, 650 kasus
dilaporkan hingga tahun 1959, yang parah hanya beberapa. Ini dapat menyebabkan nekrosis pada
vagina jika diserap yang dapat mempunyai efek sistemik yang fatal termasuk kerusakan ginjal.
Permanganat dapat menyebabkan pendarahan vagina dari nekrosis, yang mana dapat
membahayakan janin.
Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus antara lain:
a. Emmenagogum yaitu obat untuk melancarkan haid. Cara kerjanya: indirect congesti +
engorgement mucosa Bleeding Kontraksi Uterus Foetus dikeluarkan. Direct: Bekerja
langsung pada uterus/saraf motorik uterus, misal: Aloe, Cantharides (racun irritant),
Caulopylin, Borax, Apiol, Potassium permanganate, Santonin, Senega, Mangan dioksida, dll.
b. Purgativa / Emetica: obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract. Misalnya Colocynth:
Aloe Castor oil: Magnesim sulfate, Sodium sulfate.
c. Ecbolica: menimbulkan kontraksi uterus secara langsung. Misal : Apiol, Ergot, Ergometrine,
Extract secale, Extract pituatary, Pituitrine, Exytocin. Cara kerja ergot: merangsang alpha 1
receptor pada uterus sehingga kontraksi uterus yang kuat dan lama.
d. Garam dari logam: biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah membahayakan
keselamatan ibu. Dengan tujuan menimbulkan tonik kontraksi pada uterus. Misal :
Arsenicum, HgCl, Potassium bichromate, Ferro sulfate, ferri chloride.
Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi:
a. Dilatasi Dan kuret (D & C)
b. MR (Kuret dengan penyedotan)
c. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
d. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
e. Operasi bedah kaisar/histerotomi
f. D&X (Intact dilatation & extraction =partial birth abortion)
ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL
Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia
dikategorikan sebagai tindakan kriminal2,3. Menurut KUHP, aborsi merupakan:
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari
500 gram atau kurang dari 20 minggu).
Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai
arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.
Tindakan aborsi yang dibenarkan oleh undang-undang sampai saat ini, yaitu sebagaimana
termuat dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 15, hanya dalam keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil. Dan ini pun hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk ini, serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli, dan harus ada persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya,
dan harus dilakukan di sarana kesehatan tertentu (rumah sakit).
Tindakan aborsi atas indikasi-indikasi lain seperti sosial, humaniten dan eugenetik, seperti di
negara-negara lain, yang bukan hanya untuk menolong si ibu, melainkan juga dengan
pertimbangan demi keselamatan si anak, baik jasmaniah maupun rohaniyahnya, sampai saat ini
di Indonesia belum ada undang-undangnya. Memang dengan alasan kemajuan dalam bidang
diagnostik prenatal, dengan dapat ditemukannya berbagai penyakit bawaan yang berat dan
penyakit genetik yang tidak memungkinkan bayinya dapat hidup normal, sudah banyak tuntutan
untuk dibuat undang-undang yang memperbolehkan dilakukannya tindakan aborsi dengan
indikasi yang lebih luas.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun2.
Pasal 348
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun2.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal
346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana
yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan2.
Pasal 299
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu
kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru-obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.
Pasal 535
Barangsiapa terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara
terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah2,3.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan Pasal 77
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti
standar profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan
materi dari pada indikasi medis.
Pasal 15 Undang-Undang No.23 Tahun 1992
(1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
(2) Butir a:
Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis
tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya
maut.
Butir b:
Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c:
Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari
suami atau keluarganya.
Butir d:
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang
memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehaan mempunyai keahlian dan kewenangan, bentuk persetujuan, dan sarana kesehatan
yang ditunjuk.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam
hukuman empat tahun penjara
b. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu
hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati,
diancam 15 tahun penjara.
c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu
hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan
atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak
untuk berpraktek dapat dicabut.
e. Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Membedakan Abortus Buatan Legal dan Ilegal, Kaitannya Dengan proses Pembuktian
Dari penjabaran di atas secara gamblang kita dapat membedakan antara abortus buatan legal
dan ilegal. Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus
memenuhi anasir sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi atau sebagian tidak terpenuhi, maka abortus yang
dilakukan termasuk golongan abortus buatan ilegal. Persoalannya adalah bagaimanakah
membuktikan bahwa syarat-syarat terpenuhi atau tidak?
Dalam praktek/kesehatan sangat sedikit sekali kasus-kasus abortus buatan yang sampai pada
tahap penyidikan. Hal ini antara lain disebabkan karena pihak, baik ibu hamil maupun yang
membantu melakukannya sebelumnya pasti sudah melakukan pemufakatan (jahat) untuk saling
tidak melaporkan perbuatannya, karena pasti akan merugikan diri sendiri. Meskipun bukan delik
aduan, tanpa laporan dari para pihak, aparat penyidik sangat sulit untuk mengetahui adanya
praktek abortus buatan tersebut.2,3
PEMERIKSAAN
Abortus provokatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengundang
resiko kesehatan baik bagi sang ibu maupun bagi sang janin. Seorang dokter perlu mengenali
kelainan yang dapat timbul akibat berbagai cara yang dilakukan untuk melakukan pengguguran
kriminal ini agar benar-benar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik.1
Anamnesis
Pada tindakan anamnesis, dokter harus dapat melacak apakah tersangka pernah hamil
atau melahirkan. Soalan yang ditanyakan juga diharapkan bersifat terarah agar dapat membantu
dalam melakukan pemeriksaan dan menginterpretasi hasil pemeriksaan.5
Antara soalan yang dapat ditanyakan adalah seperti:
Kapan mens terakhir?
Berapa lamakah siklus?
Kapan mennarche?
Sebagian dari pertambahan darah mengalir ke kulit. Kulit menjadi lebih hangat dan
sering berkeringat. Warnanya pun menjadi agak gelap yang disebabkan oleh meningkatnya
pasokan darah.Sebagian besar kulit kembali ke warna aslinya setelah melahirkan, kecuali area
sekitar puting susu, genitalia, dan perut.
2. Pemeriksaan ginekologi
Diperiksa ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan
: apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium.
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau
busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau
tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri
Inspeksi :
(1). Chloasma gravidarum.
(2). Keadaan kelenjar thyroid.
(3). Dinding abdomen ( varises, jaringan parut,).
(4). Keadaan vulva dan perineum
Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus yang dilakukan oleh
orang yang tidak ahli, sering terjadi infeksi. Tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi
cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan, leukositosis. Pada
pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang
dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran
kecil dari seharusnya.5
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Terhadap Tersangka
Dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium, apakah seorang wanita itu hamil atau tidak adalah
dengan memeriksa :
a. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Dengan pemeriksaan ini dapat menunjukkan penurunan kadar hematokrit, hemoglobin
rendah yang dapat memicu pasca pendarahan setelah terjadinya aborsi.
b. Pemeriksaan trombosit
Dapat meningkat karena mekanisme pembekuan darah yang terjadi sebagai mekanisme
kompensasi setelah terjadinya pendarahan yang banyak setelah aborsi
c. Fibrinogen
Pemeriksaan ini dapat membedakan sama ada sama ada aborsi ini tergolong dalam
spontaneous atau pun missed abortion. Pemeriksaan ini lebih spesifik kepada missed
abortion.6
d. Test urine
Pada pemeriksaan urin juga dapat di ketahui bahwa wanita tersebut sedang hamil jika
adanya peningkatan bhCG yang sangat bermakna dalam mendeteksi bahwa wanita ini
sebelumnya pernah hamil dan melakukan pengguguran. Ini adalaha karena bhCG dapat
menurun setelah 2- 3 minggu setelah melahirkan, dan uji ini member nilai yang sangat
bermanfaaat.
e. Pemeriksaan pregnanediol
Preganediol merupakan
bertanggungjwab dalam
hasil
metabolit
progesterone.
Progesterone
sanagt
akehamilah dan dapat menuru jika terjadi aborsi dan disfungsi plasenta.6
f. Kadar Prolactin dalam serum
Kadar prolactin serum berbeda beda mengikut jangka waktu kehamilan ,pada trimester
pertama < 80ng/ml, pada trimester kedua < 160ng/mL dan trimester ketiga < 400 ng/mL.
Hormon ini meningkat sesuai jangka waktu kehamilan untuk menyediakan kepada
pengembangan mammae semasa laktasi terjadi. Jika adanya peningkatan kepada hormone
ini bermakna ibu ini pernah hamil.
g. Pemeriksaan dengan USG
Dengan USG dapat mengetahui uterus seseorang sama ada telah di aborsi atau tidak
dengan melihat kepada permukaan dinding rahim setelah terjadinya curratage.4,5
BARANG BUKTI
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk melakukan identifikasi hubungan
antara tersangka dengan jaringan dan darah yang ada di dalam botol. Pemeriksaan tes kehamilan
masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya
colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora,
labia minora dan serviks. Tanda-tanda tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena kehamilan
masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang
pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka, peradangan,
bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan abortivum. Pada masa kini bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian hubungan ibu dan janin.4,6
Untuk mengidentifikasi hubungan antara tersangka dengan barang bukti kita perlu
melakukan beberapa pemeriksaan diantaranya:
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir
semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna
untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada forensik
sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut. Sebelum
dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus dapat
memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :
Bercak tersebut benar darah
Darah dari manusia atau hewan
Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam
dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila
menempel pada pakaian. Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk
membedakan apakah bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang
hasilnya positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 1,4
golongan darah yang di periksa ini adalah darah jika di jumpai pita pita absorbs yang
khas dari hemoglobin atau turunannya.
o Pemeriksaan Serologis. Berguna dalam menentukan species dan golongan darah
berdasarkan reaksi antigen dan antibody , yaitu reaksi aglutinasi.
Penentuan Spesies
Terdapat dua cara yatu:
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda
kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas atau tanda usaha penghentian
kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas. Tentukan
pula umur janin atau usia kehamilan, karena sekalipun undang-undang tidak
mempermasalahkan usia kehamilan, namun penentuan usia kehamilan kadang kala
diperlukan oleh penyidik dalam rangka penyidikan perkara secara keseluruhan. 2
Pemeriksaan toksikologi
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat atau zat yang
dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha
penghentian kehamilan, misalnya berupa IUFD, kematian janin di dalam rahim dan
pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan. Abortus yang dilakukan oleh ahli
yang terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari
atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin
mengaburkan tanda-tanda abortus criminal. 6
Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan DNA pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini sangat akurat dan memberikan nilai yang sangat tepat hampir 99.9%.
Bahan sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja, karena DNA dapat diperoleh dari
semua sel berinti. Sel yang tidak memiliki DNA hanyalah sel darah merah karena sel
darah merah tidak memiliki inti. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus
diberi perlakuan sebagai berikut:
Jaringan
Untuk bahan sampel yang segar, sampel terbaik adalah jaringan limpa, kelenjar
getah bening dan hati.
Darah
Darah cair diberikan pengawet EDTA, dan disimpan dalam termos es atau lemari
es. Alternatif lain, bahan diserap dengan kain kasa lalu dikeringkan. Bercak kering
dapat dikerok dengan scalpel, dibawa dengan bendanya atau diusap dengan kain
kasa basah lalu dikeringkan.
Tulang, Gigi dan Rambut
Dibungkus dengan kertas alumunium dan disimpan pada suhu di bawah 20C.
Bahan yang telah dikeringkan dapat disimpan pada suhu kamar. Sampel rambut
diambil 10 15 helai beserta akarnya. Sampel gigi dipilih paling sedikit empat,
molar jika mungkin. Sampel gigi sebaiknya tidak rusak oleh endodontia. Sampel
tulang sebaiknya dari femur.
Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik polimorfisme yang
dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA
akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi
fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan
memanfaatkan enzim retriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu
dengan cara mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Setelah selesai, pola RFLP tampak
seperti kode batang (bar code). Dan dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel
tersebut berasal dari sumber yang sama.1
2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode analisa DNA yang selanjutnya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu
suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan enzim
polymerase DNA. Teknik ini didesain agar yang diperbanyak hanya segmen tertentu dari sampel
dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat diperoleh informasi dari sampel yang
jumlahnya sedikit atau bahkan pada sampel DNA yang sudah mulai terdegradasi.1
3. STRs (Short Tandem Repeats)
Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang berdasar
pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat) adalah suatu
istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 5 pasangan basa)
yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak
dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang
tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar
karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 500
pasangan basa. Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang
memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan.
Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda
pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan menghemat sampel. Analisis
pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau
pengulangan basa STRs. Teknis ini banyak di gunakan sekarang ini dalam penentuan DNA.1
4. mtDNA (Mitochondrial DNA)
Sebelum operasi dimulai, perlu dibuat persetujuan tertulis lebih dahulu oleh pasien atau dan
keluarga (informed consent). Sesuai peraturan Menteri Kesehatan tentang informed consent,
batas umur yang dapat memberi informed consent adalah 18 tahun. Semua usaha tersebut
merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup
makhluk insani. Ini berarti bahwa baik menurut agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik
Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan:
Mengakhiri hidup seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan
sembuh lagi (euthanasia).
Sudah banyak buah pikiran dan pendapat tentang abortus provocatus yang diumumkan oleh
berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial, hukum,
eugenetika dan sebagainya. Ikatan Dokten Indonesia sendiri telah mengadakan simposium
tentang abortus yang meninjau masalah dan berbagai sudut. Abortus provocatus dapat
dibenarkan sebagai pengobatan, apabila menupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu
dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, diperjelas tentang hal ini.
Bahkan Indikasi medik ini dapat berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran.
Beberapa penyakit seperti hipertensi, tuberkulosis dan sebagainya tidak lagi dijadikan indikasi
untuk melakukan abortus. Sebaliknya ada pula negara yang membenarkan indikasi sosial,
humaniter dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss yaitu bukan semata-mata untuk
menolong ibu, melainkan juga mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah
maupun rohaniah. Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat
oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dan wanita hamil yang
bersangkutan, suaminya dan atau keluarganya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu
rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk melakukannya.
Dalam mengamalkan kewajiban "melindungi hidup makhluk insani" ini seorang dokter harus
senantiasa mengingat hal-hal sebagai berikut:
Bahwa hidup mati seseorang adalah merupakan kekuasaan Tuhan, dan bahwa pada
hakekatnya manusia dalam menghadapi permasalahan hidup dan mati ini harus berpedoman
pada agama yang dianutnya masing-masing.
Bahwa betapapun majunya dan tingginya ilmu dan teknologi (iptek) kedokteran yang telah
kita capai namun semua ini memiliki keterbatasan, hingga pada batas tertentu seorang dokter
harus mengakui bahwa dia tidak lagi akan dapat berbuat sesuatu kecuali menyerahkan
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bahwa nilai-nilai moral dan agama lebih merupakan pedoman bagi seorang dokter dalam
bersikap dan bertindak sesuai kebenaran yang diyakininya, dan yang harus dipertanggug
jawabkan kepada hati nuraninya sendiri dan Tuhan yang sesuai dengan keyakinannya
masing-rnasing, sehingga lebih bersifat subyektif. Sementara yang lebih obyektif ialah
sumber hukum berupa perundang-undangan mengatur permasalahan "hidup mati" seseorang,
khususnya yang berkaitan dengan saat-saat kritis dalam rangkalan pengembangan di masa
mendatang. Demikian pula bahwa Kode Etik Kedokteran sering tidak berdaya lagi dalam
menghadapi isu-isu baru sebagal akibat perubahan yang cepat dan drastis dari iptek
kedokteran
Maka dalam menghadapi semua kenyataan ini pertama-pertarna seorang dokter sejak awal
harus menjalin hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasien. Setiap pengambilan
keputusan baik untuk tujuan diagnostik, terapi maupun berbagil tindakan lainnya, harus selalu
dengan persetujuan pasien dan atau keluarganya.
Dalam mengamalkan pasal 7d KODEKI, yang berbunyi "Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani", maka yang jelas dilarang baik
oleh Kode Etik Kedokteran, juga dilarang oleh Agama maupun Undang-Undang Negara adalah
perbuatan-perbuatan4,5:
1. Menggugurkan kandungan (abortus) tanpa indikasi yang benar.
2. Mengakhiri kehidupan seseorang pasien dengan alasan bahwa menurut ilmu kedokteran
penyakit yang dideritanya tidak mungkin lagi bisa disembuhkan (euthanasia).
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode
etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekuen dilakukan pengurangan
kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapat dikurangi. Dalam deklarasi Oslo
(1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar yang
dijiwai seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi : Saya akan
menghormati hidup insani sejak saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan
indikasi medik, hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis
oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui oleh
suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia melakukan pengguguran
tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik
itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu
pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya. Melalui pemahaman agama yang
benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan
tindakannya kepada tuntunan agama.7
INTERPRETASI HASIL
Pada kasus di atas, sebuah botol yang berisi campuran darah dan jaringan milik tiga
perempuan yang diduga melakukan pengguguran kandungan yang dilakukan oleh seorang dokter
sedang diperiksa di bagian kebidanan sebuah rumah sakit. Pada kasus seperti ini, tidak semua
aborsi berdampak terhadap hukum. Oleh karena itu, harus diperhatikan dengan seksama dan
dilakukan pemeriksaan yang memastikan apakah tindakan tersebut sesuai indikasi medis atau
termasuk dalam kasus kriminalitas. Pada kasus aborsi provokatus, hasil pemeriksaan dapat
ditemukan:
Pada pemeriksaan medis, ditemukan tanda-tanda kekerasan mekanik lokal pada organ
reproduksi (uterus, vagina, serviks, dsb) sebagai tanda adanya usaha aborsi provokatus.
Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya zat/obat yang digunakan untuk
kerusakan jaringan akibat usaha penghentian kehamilan), sel PMN (tanda intravitas)
Adanya peningkatan hormon hCG (human chorionic gonadothropin)
Adanya kecocokan DNA tersangka dengan janin.
VISUM et REPERTUM
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau
bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan
penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas
sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.2
Visum et repertum adalah alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184
KUHAP. Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik
pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahasia jabatan bagi dokter serta
ketentuan kearsipan.
Ada beberapa jenis visum et repertum, antara lain visum et repertum perlukaan (termasuk
keracunan), visum et repertum kejahatan susila, visum et repertum jenasah dan visum et
repertum psikiari. Tiga jenis visum yang pertama adalah visum et repertum mengenai tubuh/ raga
manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangka jenis yang terakhir
adalah mnegenai jiwa/ mental tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana.
Secara ringkasnya, pada umumnya visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu: 8
1. Bagian Pembukaan: Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas yang menjelaskan
bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan.
2. Bagian Pendahuluan: Merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi
pemeriksa, tempat dan waktu dilakukannya pemeriksaan, instansi peminta visum et
repertum, nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas yang diperiksa sesuai
dengan yang tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut.
3. Bagian Pemberitaan: Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap barang
bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak
berlatar belakang pendidikan kedokteran. Dan terbagi tiga bagian, yaitu Pemeriksaan
luar, Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) dan Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
pendukung lainnya.
4. Bagian Kesimpulan: Dituliskan kesimpulan pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya.
5. Bagian Penutup: Berupa uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et
repertum ini dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan keilmuan serta mengingat sumpah
dan sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tata cara permintaan Visum et Repertum : 2,8
1. Pasal 133 ayat (2) KUHAP : Permintaan Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
2. Surat Permintaan Visum et Repertum (SPVR) harus dibuat dengan menggunakan format
sesuai dengan jenis kasus yang sedang ditangani.
3. SPVR harus ditanda tangani oleh penyidik
yang
syarat
kepangkatan
dan
PROJUSTITIA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, winda. Dokter pada bagian forensik
rumah sakit UKRIDA di Jakarta atas permintaan dari kepolisian Resort Grogol
dalam suratnya nomor/VeR/1/2011/LL/Res. Tng tertanggal 11 Januari 2011, maka
dengan ini menerangkan bahwa, pada tanggal sebelas januari tahun dua ribu
sebelas pukul tiga sore Waktu Indonesia Barat, bertempat di RS UKRIDA, telah
melakukan pemeriksaan atas korban dengan nomor registrasi 97011990 yang
menurut surat tersebut adalah:-------------------------------Nama
: Nyonya B -----------------------------------------------------------------
Umur
:-----tahun------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin
: Perempuan ----------------------------------------------------------------
Warga Negara
: Indonesia --------------------------------------------------------------
Alamat
Hasil pemeriksaan
1. Dari anamnesis pada Nyonya B, harus ditanyakan mengenai hari terakhir menstruasi,
lama menstruasi, menarche, sudah punya pacar/menikah.
2. Pada korban ditemukan : ---------------------------------------------------------------a. Dilihat dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah/menurun, tekanan
darah menurun/normal, denyut nadi normal/cepat dan kecil serta suhu badan
normal/meningkat.
b. Pada pemeriksaan daerah kelamin didapatkan pendarahan. Disertai keluhan
mules/keram perut di perut serta nyeri pinggang.
3. Di lakukan pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah didapatkan kadar darah yang
rendah, pemeriksaan golongan darah adalah __, pemeriksaan hormon kehamilan positif,
pemeriksaan radiologi kelihatan permukaan keadaan dinding rahim, pemeriksaan hasil
curettage; hasil positif darah manusia, golongan darah adalah __ sesuai dengan wanita
tersangka. Hasil pemeriksaan DNA terhadap jaringan serta wanita tersangka cocok.
(Mencari hubungan antara jaringan yang ditemukan dengan tersangka melalui
pemeriksaan golongan darah, DNA)
4. Pengobatan yang telah di lakukan( terapi untuk mengurangkan pendarahan rahim). Dan
korban di pulangkan dalam keadaan yang baik.
Kesimpulan
Pada korban perempuan ini yang berusia ___ tahun, berdasarkan hasil temuan yang telah di
dapatkan tanda-tanda kehamilan, ( payudara yang membesar, strecthmark pada perut).
Seterusnya di simpulkan adanya keguguran atau kematian kandungan pada perempuan
ini------------------------------------------------------------Demikian saya uraikan dengan sejujurnya atas sumpah dokter sesuai dengan lembaran
Negara 1973 nomor 350 untuk dipergunakan dimana perlu penyidikan lebih lanjut. Harap
digunakan sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum
acara pidana.-----------------------------------------------Dokter yang memeriksa,
dr.Winda
KESIMPULAN
Tindakan aborsi atau pengguguran kandungan sesuai dengan hukum yang berlaku adalah
tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat
usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut
lahir bayi hidup atau mati.
Tindakan pengguguran kandungan tidak semuanya berdampak pada hukum. Seorang
dokter dapat melakukan tindakan medis tertentu sesuai dengan pasal 15 UU Kesehatan, dimana
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya
dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan medis tertentu dapat dilakukan sesuai indikasi
medis, oleh tenaga kesehatan yang ahli dan berwenang sesuai tanggung jawab profesinya,
dengan persetujuan ibu hamil atau keluarganya, dan pada sarana kesehatan tertentu. Oleh karena
itu, harus diperhatikan dan diteliti dengan seksama supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Abortus
provocatus yang dilakukan menggunakan pelbagai cara selalu mengandung resiko kesehatan
baik bagi si ibu atau janin.seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat timbul akibat
berbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran criminal ini agar benarbenar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik. Untuk membantu proses penyidikan,
dokter dapat membantu dalam pemeriksaan medis dan laboratorium.
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan
kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Apapun alasannya selain untuk tindakan medis
tertentu yang dapat membahayakan nyawa ibu dan ataupun janin, tindakan aborsi tidak boleh
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Hertian S, et al. Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2.
Selekta Kedokteran edisi ke tiga, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2009.
7.
Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja. Didalam: Bioetik dan
8.