Kejang Demam
Kejang Demam
PENDAHULUAN
Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang
demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling
sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani , baru
pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy. 1,2
Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera
diatasi.2 Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang
dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal,
kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.1,2. Kejang
demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan
yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (ekstrakranial : ekstra =
di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial : di luar rongga
tengkorak).1
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak
sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan
kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi
pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang.2
Di Asia dilaporkan penderita kejang demam sekitar 20% diantara
jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak lakilaki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau
saudara kandung) penderita kejang demam.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5
tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam
pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
2.2. Epidemiologi
A. Frekuensi
Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang
ke 5. Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara
lain berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam,
0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
B. Mortalitas/Morbiditas
Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang
demam kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga,
dan hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut
mempunyai kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
C. Ras
Kejang demam terjadi pada semua ras.
D. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
E. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.
2.3. Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam
sering disebabkan oleh :
infeksi saluran pernafasan atas,
otitis media,
pneumonia,
gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.3 Penyebab lain kejang disertai
demam adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin,
antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air-elektrolit.4
2.4. Faktor Resiko
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah :11
1. Umur
a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4
tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5
tahun.
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan
kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi
serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi
suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang.
Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3C
41,4C. Dari gejala klinis ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang
demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan
penyebab
hingga
terjadinya
kerusakan
neuron
otak
selama
2.6. Klasifikasi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan
sampai 5 tahun, insidens tertinggi pada umur 18 bulan.
Kejang demam dibagi atas :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure).5,6
gerakan fokal.
Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam.
kejang parsial.
Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didauhului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih
dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi
pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam.
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 30 0 C atau lebih. Kejang khas
menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan
periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih
lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau
toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi
ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling
penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan
meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan
meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS)
terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut
adalah penyebab kejang demam yang paling sering.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat
anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
suhu tubuh
tanda rangsang meningkat
tanda peningkatan tekanan intracranial seperti: kesadaran menurun, muntah
proyektil, fontanel anterior menonjol, papiledema tanda infeksi di luar SSP.
Tanda ifeksi diluar SSP misalnya otitis media akut, tonsilitis, bronkitis,
furunkulosis, dan lain-lain1
C. Pemeriksaan Nervi Kranialis
Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi kranialis
2.8. Kriteria Diagnosis
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang
disertai demam pada bayi <> 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang didahului oleh demam
Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit
Pemeriksaan punksi lumbal normal
Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor, termasuk umur
penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan
neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk
kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa
puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan discharge
(rabas) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostik
epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal
tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar-kejang
normal pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivasi yang meliputi
hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi,
penghentian tidur dan perempatan elektrode khusus (misal hantaran
zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif, discharge (rabas) kejang lebih
mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja atau dewasa.
A. Pemeriksaan laboratorium
disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah
Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan satusatunya tanda meningitis. Faktor resiko meningitis pada pasien yang datang
dengan kejang dan demam meliputi berikut ini:
Oleh karenanya
tidak
direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas;
misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
EEG tidak diperlukan pascakejang demam sederhana karena
rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan
temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi
untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk
berkembang epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang
menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam
atau hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang
demam berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang
berkali-kali. Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai
komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif,
kejang demam awal sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau
atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan
neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila
beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak
yang menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.
Meningitis
Ensefalitis
Infeksi subdural dan epidural
Abses otak
Trauma kepala
Stroke dan AVM
Cytomegalic inclusion disease
2. Gangguan metabolik
-
Hipoglikemi
Defisiensi vitamin B-6
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria
Keracunan
3. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala,
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.
2.11. Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu
(1) pengobatan fase akut ;
(2) mencari dan mengobati penyebab ; dan
(3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3 -0,5
mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgbb IV perlahan-lahan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang tidak berhenti juga maka
pasien harus dirawat diruang intensif. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
dapat menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
resikonya.
Pemberian Antipiretik :
Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini
mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun
para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level
III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kg/kali diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom
Reye pada anak kurang dari 18 bulan.
Pemberian Antikonvulsan :
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulang kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC (level I,
rekomendasi A)
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam (level II, rekomendasi E)
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu :
(1) profilaksis intermiten saat demam dan
(2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,30,5mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat
epilepsi
di
kemudian
hari.
Digunakan
fenobarbital
4-5
mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis atau obat lain seperti asam valproat dengan
dosis 15-40 mg/kgbb/hari. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan
selama 1-2 tahun setalah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2
bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan
jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.
VAKSINASI :
Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT asalah 6-9 kasus
per 100.000 anak yang divaksinasi sedangakan setelah vaksinasi MMR 25-34
per 100.000. dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau MMR.
Beberapa dokter maka merekomendasikan parasetamol padasaat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.
2.12. Komplikasi10
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam antara lain:18
o sewaktu terjadi serangan kejang demam :
trauma akibat jatuh atau terhantuk objek sekitar
mengigit tangan orang lain
aspirasi cairan ke dalam paru yang dapat menimbulkan pneumonia
o efek samping obat antikonvulsan yang digunakan seperti hiperaktivitas,
iritabilitas, letargi, rash, dan penurunan intelegensia
o komplikasi meningitis sebagai etiologi kejang demam
o kejang berulang tanpa disertai demam
2.13. Prognosis 3,6,13
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
KDS
kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Suhu rendah saat kejang demam
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor Resiko terjadinya epilepsi :
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4%- 6%;
kombinasi faktor risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%49%. Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat/profilaksis pada kejang demam.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan cara antara lain:
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberi informasi tentang risiko kejang berulang
4. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
3. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah
tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.
4. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang
5. Tetap bersama anak selama kejang
6. Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung 5 menit.
2.15. Pemantauan 6
Tumbuh kembang. Walaupun secara umum benign, tapi sangat
mencemaskan orang tua, akibat kejadian berulangnya tinggi, meningkatkan
kejadian epilepsy dan dapat merusak jaringan otak.
BAB III
PENUTUP
Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas
380c) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak diatas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya.4
Klasifikasi dari kejang demam :
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam kompleks. 3,4,5
Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat.3 Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan
terjadinya kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai
Penerbit FK-USU,1999:144.
2. Lumbantobing SM. Kejang demam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1995;1
52.
3. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggolo