Anda di halaman 1dari 2

Lagi, Dislokasi Media

Saat ini kita semua sudah tidak asing dengan situs situs Microblogging, seperti
Twitter. Istilah Microblogging sendiri berarti kegiatan membuat post dengan jumlah karakter
yang terbatas. Seperti menulis tentang berbagai informasi yang kita ketahui atau peristiwa
yang terjadi disekitar kita. Dan hal itu sangat membantu penyebaran berita diantara pemilik
account. Sekarang pun banyak media massa yang sudah membuat account. Bahkan kalangan
artis dan pejabat negara Internasional juga menggunakan situs Microblogging ini untuk
berbagai kepentingan.
Dan memang seperti itulah tujuan pembuatan situs microblogging. Penyebaran
informasi yang tak kenal waktu dan tempat, dapat di akses kapan saja, tidak perlu menunggu
hasil kerja tim redaksi yang melalui berbagai proses panjang sebelum bisa dinikmati. Namun
sepertinya situs microblogging, sebagai contoh Twitter, kurang begitu dimanfaatkan fungsi
awalnya di kalangan masyarakat Indonesia sekarang ini. Dislokasi, ya mungkin ini kata dari
istilah kedokteran yang cocok untuk menggambarkan masalah ini. Tidak pada tempatnya.
Masyarakat Indonesia khususnya para kalangan muda sekarang yang memiliki
account kebanyakan hanya menggunakannya sebagai sarana untuk mencurahkan masalah
pribadi yang sebenarnya tidak untuk konsumsi umum, dan menyindir pihak lain. Ya memang
bisa dibilang masyarakat Indonesia masih belum siap menerima situs-situs microblogging
seperti itu.
Curahan masalah pribadi. Entah mengapa banyak sekali user yang sering menuliskan
curahan tentang masalah pribadi. Baik dari masalah percintaan, kehidupan sekolah atau
perkuliahan, bahkan tak jarang kita temukan postingan mengenai masalah keluarga. Apa itu
layak untuk menjadi konsumsi para follower (orang yang menjadi pengikut sebuah account)?
Tidakkah hal itu seharusnya dijaga kerahasiaannya? Keluarga dan teman dekat, dirasa lebih
tepat untuk menerima cerita-cerita mengenai masalah yang kita hadapi.
Masalah selanjutnya adalah menyindir pihak yang sedang tidak disenangi. Sudah
terlalu kecut kah masyarakat kita untuk tidak mau menyelesaikan suatu masalah secara
langsung dan lebih memilih untuk menuliskannya pada Twitter tanpa menyelesaikannya?
Hanya meluapkan kekesalan melalui sindiran yang tentu akan menambah besar masalahnya.
Apalagi dengan sudah diterbitkannya UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik yang menyebutkan bahwa perbuatan yang dapat menimbulkan


kebencian ataupun perpecahan di media elektronik akan dikenai hukuman pidana (pasal 45
ayat 2).
Banyak juga postingan yang memancing kejahatan, seperti menuliskan keberadaan
user dalam kondisi rumah yang sepi. Mungkin mereka kurang memikirkan hal buruk akibat
tulisannya tersebut. Kejadian dislokasi ini sudah banyak sekali mendapat kritikan, tetapi
kebanyakan user yang bersangkutan menanggapinya dengan sinis. Mereka terus menyerukan
My tweet. My rules. Mereka sudah tidak mau tau dampak pada dunia nyata akibat apa yang
mereka post pada account Microblogging mereka.

Lazuardi Miftahul Falah/Institut Manajemen Telkom.

Anda mungkin juga menyukai