Profile Pengasuh Pondok
Profile Pengasuh Pondok
Nama lengkap beliau adalah Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub
Rahmat Alam. Para santri, riadlah dan jamaah biasa menyebut Romo Kyai Ahmad. Beliau
lahir di Kabupaten Malang pada 14 Ramadhan 1362 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal
14 September 1943. Persisnya di Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
Ayah beliau bernama (almarhum) Kyai Shaleh. Sedang ibu beliau bernama (almarhumah)
Hajjah Amanatul Fadhliyah.
Latar Belakang Pendidikan
Semasa sekolah di bangku PGA Turen, Malang, Romo Kyai ngaji langsung dengan
(almarhum) Kyai Shaleh. Yaitu, orangtua kandung Romo Kyai sendiri yang juga adalah tokoh
penggerak dan perintis Islam di desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
Sedang Ayah Romo Kyai sendiri, menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Kabupaten
Jombang.
Menurut Pak Kisyanto, salah seorang panitia Pondok Pesantren Salafiyah Bi Baa Fadlrah,
semasa sekolah di PGA, hati Romo Kyai selalu merasa gelisah ketika menyaksikan orangorang sibuk ngurusi dunia. Beliau selalu berpikiran nasibku dan nasib teman-teman tidak
sama. Lha lek aku mati sak wayah-wayah, ya opo? Sak lawas-lawase, yo kunu umure dowo.
Karena itu beliau selalu bertanya-tanya. Bagaimana mungkin ada orang yang lebih
mementingkan dunia, sedang urusan akhirat jadi terbengkalai. Padahal, yang namanya urusan
akhirat itu, perkaranya sangat besar, kata Pak Kisyanto yang akrab disapa Pak Kis.
Ketika Romo Kyai dalam kondisi gelisah itulah, beliau kemudian melakukan istikharah,
meminta petunjuk kepada Allah. Aku ora mondok nandi-nandi lek ora oleh petunjuk. Aku
ora gelem sing nafsu, ujar Romo Kyai seperti yang ditirukan oleh Pak Kis.
Yang jelas, beliau melakukan istikharah untuk mencari jalan bagaimana caranya agar bisa
selamat di akhirat nanti itu dalam kondisi seperti setengah tidur setengah sadar. Termasuk
dalam persoalan mencari tempat dan guru yang dapat membawa kepada keselamatan akhirat.
Hasilnya, beliau mendapat petunjuk yang pas mengenai tempat yang dimaksud. Yaitu,
Pondok Pesantren Bahrul Ulm Sidorangu, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, ujar Pak Kis.
Karena itu, dari PGA, beliau kemudian diantar Abahnya untuk mondok di Pondok tersebut.
Di pondok inilah, beliau menimba ilmu dibawah bimbingan (almarhum) Hadhratu as-Syaikh
al-Mukarram Kyai Haji Sahlan Thlib ra. Yaitu pada tahun 1961-1963.
Tapi, meskipun sudah selesai, namun beliau masih sering berkunjung ke Pondok Pesantren
Bahrul Ulm Sidorangu, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, kata Pak Kis.
Yang jelas, lanjut Pak Kis, ketika belajar, beliau tidak banyak memperhatikan pelajaran.
Sebab, yang diperhatikan adalah masalah akhirat. Jadi, sejak kecil, perhatian beliau selalu
kepada akhirat. Nah, ketika belajar, yang dingat-ingat beliau adalah urusan akhirat. Beliau
selalu membanding-bandingkan dengan urusan akhirat. Tapi, maksudnya adalah untuk
khusnudzan, papar Pak Kis.
Terkait dengan perjalanan masa kecil itulah, imbuh Pak Kis, Romo Kyai bercerita tentang
alasan mengapa beliau selalu berpikir tentang akhirat. Ya, kuncoku, umure dowo-dowo. Nek
umurku pendek, lha siapa yang menolong aku nang akhirat? kata Romo Kyai, seperti yang
diungkapkan kepada Pak Kis.
Selain sangat memperhatikan masalah etika, seluruh perilaku beliau dalam kesehariannya,
selalu sesuai dengan aturan syariat. Misalnya dari segi makanan, berpakaian dan lain-lain.
Kasih sayang beliau terhadap semua makhluk ciptaan Allah Azza wa Jalla, bisa
digambarkan melalui kasih sayang beliau terhadap santri, jamaah dan para tamu yang datang
ke pondok, ujar Bapak Haji Mughni.
Bukti kalau Romo Kyai sayang kepada semua makhluk, imbuh Bapak Haji Mughni, bisa
dilihat dari sikap Romo Kyai dalam menghadapi berbagai permasalahan yang sedang terjadi.
Baik yang berhubungan dengan masalah pribadi, keluarga, santri, jamaah maupun yang
menyangkut urusan pondok, umat dan negara.
Contohnya dalam kasus ketika beliau difitnah telah menyebarkan ajaran sesat, membuat
Kabah sendiri atau dituding memelihara jin dan prewangan untuk membangun pondok.
Dalam menghadapi fitnah seperti itu, beliau tidak pernah marah. Secara lahir, beliau malah
menganjurkan para santri untuk melakukan introspeksi diri. Beliau malah memaafkan siapa
pun yang telah memfitnah dan membeci beliau, ungkap Bapak Haji Mughni.
Tidak hanya itu, lanjut Bapak Haji Mughni, Romo Kyai malah mendoakan orang-orang
yang telah memfitnah beliau. Bahkan, beliau malah sangat ingin menghajikan orang-orang
yang pernah membenci dan memfitnah beliau.
Yang jelas, tukas Bapak Haji Mughni, Romo Kyai sangat senang bisa memuliakan semua
tamu yang datang ke pondok. Sejak tahun 1963 sampai awal 1990-an, beliau selalu
membuka lebar pintu rumahnya untuk menerima dan menemui setiap tamu yang datang.
Mulai dari bada Shubuh hingga jam dua malam. Beliau istirahat hanya untuk shalat. Ketika
tamu sudah pulang sekalipun, Romo Kyai sering menangis. Istilahnya sekarang klayu, kata
Pak Kis.
Lho, kulo niku, nek enten tamu, senajan kulo sakit, ning kaya-kaya-o waras. Lalu langsung
saya temui tamunya. Ketika tamunya manthuk (pulang), saya ya jadi sakit lagi, ujar Romo
Kyai, seperti diungkapkan oleh Pak Kis.
Namun, dengan semakin berkembangnya pembangunan pondok dan makin banyaknya
jumlah tamu yang datang ke pondok, imbuh Bapak Haji Mughni, beliau sudah tidak bisa
menemui tamu lagi. Bahkan, jamaah dan santri sekalipun, mendapat perlakuan yang sama.
Jika mereka ingin bertemu secara fisik dan salim kepada beliau, hanya bisa dilakukan setelah
shalat Ied, tandas Bapak Haji Mughni.
Menyinggung tentang sikap hidup Romo Kyai, Bapak Haji Mughni mengatakan, dalam
kehidupan sehari-hari, beliau selalu menerima apa pun yang ada pada hari ini. Bagi beliau,
apa yang ada hari ini, adalah yang terbaik untuk beliau. Jadi, sebetulnya, beliau tidak
mempunyai keinginan atau rencana tertentu.
Termasuk dalam masalah membangun pondok ini. Aslinya, bukanlah keinginan beliau. Itu
adalah keinginan jamaah dan santri, tukas Bapak Haji Mughni. Tapi, yang mengarahkan dari
segala bentuk, motif, waktu dan tempatnya adalah Romo Kyai berdasarkan hasil istikharah
beliau.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------* ) Kata sampeyan adalah istilah yang dipakai masyarakat Jawa Timur untuk menyebut atau
memangil lawan bicaranya. Arti dari kata sampeyan itu sendiri adalah kata ganti untuk
menyebut pihak kedua (lawan bicara): Anda, Saudara atau Kamu. Di kalangan masyarakat
Jawa Timur, kata sampeyan biasanya digunakan oleh orang yang usianya lebih muda ketika
ia akan berbicara dengan orang yang usianya lebih tua. Kata tersebut dipakai sebagai bentuk
penghormatan atau pemuliaan terhadap orang yang usianya lebih tua. Sedang kepada orang
yang usianya lebih muda, sebagian besar masyarakat Jawa Timur, sering menggunakan istilah
ko-en, untuk menyapa lawan bicaranya. Adapun dalam adat istiadat yang berlaku di Jawa
Timur, istilah ko-en itu, jika digunakan oleh orang yang usianya lebih tua kepada orang muda,
dikenal dengan istilah ngoko. Yaitu berbicara kasar tanpa memperhatikan etika sopan
santun.