Anda di halaman 1dari 13

ISSN 0215 - 8250

PROFIL KOMPETENSI KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA


SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BULELENG
oleh
I Wayan Suja
Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan keterampilan proses sains
(KPS) siswa SD di Kecamatan Buleleng pada tahun 2005 sebagai persiapan
implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Deskripsi
mencakup sembilan jenis KPS, yaitu: observasi (OBS), interpretasi (INT),
klasifikasi (KLA), prediksi (PRE), komunikasi (KOM), hipotesis (HIP),
merencanakan penyelidikan/penelitian (REN), aplikasi konsep/prinsip
(APL), dan mengajukan pertanyaan (TAN). Perangkat alat ukur yang
dipergunakan disusun berdasarkan rumusan indikator hasil belajar sains
menurut KBK dan telah divalidasi oleh tim pakar (dosen) dan praktisi (guru
sains senior). Penelitian ini mencakup 7 SD di Kecamatan Buleleng, yang
ditetapkan secara purposive random sampling, mempertimbangkan
perbedaan status dan keadaan sosial alamiah sekolah. Jumlah sampel yang
dilibatkan adalah 178 siswa kelas IV dan 198 siswa kelas VI. Untuk
menjaring tanggapan dan kesan siswa terhadap perangkat tes yang
diberikan dilakukan pemberian angket dan wawancara informal setelah
pelaksanaan tes. Temuan penelitian menunjukkan adanya kecendrungan
penguasaan KPS (OBS, INT, KLA) berkembang lebih awal dibandingkan
dengan yang lainnya, sedangkan KPS (TAN, HIP, REN) kurang
berkembang. Dari angket dan wawancara dengan siswa diperoleh masukan
bahwa, dengan mengerjakan soal-soal KPS, siswa dituntut berpikir kritis
dan sistimatis, serta merasakan seperti melakukan percobaan sendiri.
Kata kunci : profil keterampilan proses sains.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

ABSTRACT
The aim of the research was to describe the Science Process Skills
(SPS) of the Primary Schools Students at Buleleng subdistrict in 2005 as
prepared for the implementation of Competency-based Curriculum (KBK).
The description involved nine categories of SPS i.e. observation (OBS),
interpretation (INT), classification (KLA), prediction (PRE),
communication (KOM), hypothesizing (HIP), planning investigation
(REN), applying concepts (APL), and raising question (TAN). The
instrument was designed based-on the indicators of the science academic
achievement according to KBK and was validated by a team of lecturers
and senior science teachers. This research involved 7 Primary Schools that
were determined by purposive random sampling by considering natural
social environmental factor of each school. The total number of samples
consisted of 178 students of the fourth and 198 students of the sixth
graders. The data about students responses to the test equipment were
collected by questionnaire and interview guide. The result showed that
there were tendencies SPS achievement (OBS, INT, KLA) have developed
earlier than others, but SPS (TAN, HIP, REN) havent developed yet. The
students had to think critically, systematically and imagine doing the
experiment themselves when they considered completing the SPS test
items.
Keyword: profile of Science Process Skills.

1.

Pendahuluan
Keterampilan proses sains (KPS) dan sikap ilmiah merupakan
bagian dari sains itu sendiri, sehingga sangat strategis untuk dikembangkan.
Walaupun menduduki posisi strategis dalam setiap kurikulum yang pernah
diberlakukan di negeri ini, implementasinya di lapangan tidak sesuai
dengan harapan. Kondisi ini disebabkan oleh guru-guru pendidikan dasar
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

dan menengah kurang memahami hakekat pengembangan KPS dan enggan


melakukannya (Dahar, 1985; Rustaman, 1992; Wirta, 1996; Suja, 2006).
Masalah tersebut merupakan dampak pengukuran hasil belajar nasional
yang tidak berorientasi pada pengembangan KPS.
Ujian nasional selalu dimonopoli oleh produk sains, dan
mengabaikan proses sains. Ketidakkonsistenan antara tuntutan kurikulum
dan penilaian diduga menjadi penyebab utama kekurangbergairahan para
guru dan para pencetak guru (LPTK) dalam mengembangkan KPS di
Indonesia (Rustaman, 1992).
Jika tidak diantisipasi, kondisi ini
kemungkinan pula bisa terjadi pada implementasi Kurikulum 2004, yang
lebih dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), mengingat
kurikulum tersebut sangat kental dengan pendekatan KPS. Bahkan, katakata kerja operasional kompetensi dasar dan indikator hasil belajarnya
sebagian besar berkaitan langsung dengan KPS (Depdiknas, 2003).
Untuk menyukseskan pelaksanaan KBK, siswa harus diakrabkan
dengan pembelajaran berbasis inquiry dan pemberian tugas untuk
melakukan kerja ilmiah. Kedua cara tersebut merupakan wahana untuk
menumbuhkembangkan KPS pada siswa. Pembelajaran dan penugasan
yang dibekali dengan kemampuan untuk melakukan KPS, harus diikuti
dengan penilaian yang menekankan pada penguasaan proses sains. Hal ini
sejalan dengan pandangan Stephanie Pace Marshall, Presiden Association
for Supervision and Curriculum Development (ASCD) 1992-1993, yang
mengatakan bahwa penilaian harus kongruen dengan tujuan pembelajaran
dan mengases proses dan produk sains secara berimbang (Herman, et al,
1992).
Di sisi lain, menurut KBK, pengajaran sains di Sekolah Dasar
dirancang dengan tujuan (1) menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, (2) menanamkan rasa


ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat, (3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (4)
mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam
kehidupan sehari-hari, (5) ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan
melestarikan lingkungan alam, serta (6) menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (Depdiknas, 2003).
Sejalan dengan rumusan tujuan tersebut, pendekatan yang sangat cocok
digunakan dalam menyusun perangkat alat ukur KPS bagi siswa adalah
pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan (STML).
Menurut hasil penelitian Wirta (1996), penguasaan KPS guru-guru
IPA SD di Kecamatan Buleleng sangat kurang. Untuk mengantisipasi
masalah itu, Subrata (1997) melakukan upaya pembenahan dengan
intensifikasi pendekatan KPS dalam pembelajaran IPA SD di Singaraja.
Hasilnya, upaya tersebut dapat mengubah proses pembelajaran yang
berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa, dan
meningkatkan kualitas peran siswa selama pembelajaran. Penelitian
Sudana (2001) di SD Kecamatan Sukasada Buleleng mendapatkan temuan
awal berikut ini. Guru sangat jarang menggunakan pendekatan KPS dalam
pembelajaran IPA, walaupun karakteristik materi yang diajarkan sangat
cocok menggunakan KPS. Guru cenderung menggunakan pendekatan
ekspositori dengan metode ceramah dan menulis di papan tulis. Sementara
itu, siswa hanya mendengar dan menyalin tulisan guru. Inovasi
pembelajaran yang dilakukan oleh Sudana, berupa penerapan pembelajaran
sains dengan pendekatan KPS, ternyata dapat meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Subagia (2002) di
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

Kecamatan Buleleng menyimpulkan (1) perangkat pembelajaran sains yang


tersedia di sekolah dasar sangat terbatas, (2) proses pembelajaran di kelas
didominasi penggunaan model pembelajaran eksposisi, yang menjadikan
guru sebagai sumber belajar, dan (3) pengajaran sains lebih menekankan
penguasaan konsep. Terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Suja (2006)
menemukan bahwa keberadaan alat-alat (kit) IPA di sekolah-sekolah dasar
di Kecamatan Buleleng sebagian besar tidak lengkap, rusak, dan jarang
dipakai. Persiapan mengajar yang dibuat guru dan implementasinya
berpusat pada guru, berorientasi hanya pada sains sebagai produk, serta
memisahkan kegiatan pembelajaran dan penilaian. Seluruh hasil penelitian
tersebut sangat jauh dari kondisi yang diharapkan dalam pembelajaran sains
menurut KBK, terutama berkaitan dengan kompetensi KPS.
Mengingat beberapa jenis KPS memungkinkan berkembang secara
alami dalam kehidupan sosial siswa (Rustaman, 1992), perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui profil penguasaan KPS oleh siswa sebelum
dilakukan pembelajaran sains dengan penekanan pada penguasaan KPS.
Penelitian ini sangat bermanfaat sebagai langkah efisiensi dan optimalisasi
waktu dan fasilitas dalam pembelajaran sains menurut KBK. Permasalahan
yang dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah berikut ini. (1)
Bagaimanakah profil penguasaan KPS yang dikuasai oleh siswa SD di
Kecamatan Buleleng? (2) Bagaimanakah pandangan siswa terhadap
penilaian kompetensi sains dengan menekankan pada penguasaan KPS?
Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para
praktisi dan pengambil kebijakan sains dalam merancang pembelajaran dan
penilaian sains di SD. Hasil tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh IKIP
Negeri Singaraja dalam mengembangkan kurikulum PGSD dan

___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

implementasinya di ruang kuliah dengan mempertimbangkan kondisi nyata


di sekolah dasar.
2. Metode Penelitian
Fokus penelitian ini adalah deskripsi profil kompetensi KPS yang
dikuasai oleh siswa SD. Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 376
siswa dari 14.436 siswa SD yang ada di Kecamatan Buleleng pada tahun
2005. Sampel penelitian diambil dengan teknik purposive random
sampling, dengan mempertimbangkan status dan lingkungan sosial alamiah
setiap sekolah. Siswa yang dijadikan sampel berasal dari kelas IV dan VI
SDN 3,4,7 Banjar Jawa (di dalam kota), SDN 2 dan 8 Banyuning (di
pinggiran kota), serta SDN 2 Tukad Mungga dan SDN 1 Kalibukbuk (di
luar kota). Jumlah sampel sebanyak 376 (178 siswa kelas IV dan 198 siswa
kelas VI) telah melampaui batas minimal sampel dengan taraf kepercayaan
5%. Berdasarkan tabel Kregcie dan Nomogram Harry King, dari populasi
sebesar 15.000 orang diperlukan sampel minimal sebanyak 375 orang
(Sugiyono, 2003).
Objek penelitian meliputi profil kompetensi siswa SD untuk
melakukan proses sains, dan pandangan mereka terhadap penilaian
kompetensi sains dengan menekankan pada penguasaan KPS. Profil
kompetensi KPS siswa diukur dengan perangkat tes KPS (uraian), masingmasing 18 butir soal untuk kelas IV dan 22 butir soal untuk kelas VI, serta
dilengkapi dengan asesmen kinerja. Pandangan siswa terhadap penilaian
kompetensi sains dengan menekankan pada penguasaan KPS dikumpulkan
dengan angket dan wawancara terbatas. Seluruh alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini telah divalidasi oleh tim pakar dan praktisi (guru sains
senior). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif.
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif interpretatif,


dilengkapi dengan cross-check data.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kompetensi KPS siswa kelas IV dalam melakukan observasi,
menginterpretasikan, dan mengklasifikasikan data tergolong tinggi, dengan
rerata skor kinerja masing-masing 2,80; 2,64; dan 2,62 (skor maksimum
3,0), serta rerata skor tes KPS masing-masing 4,80; 3,30; dan 3,39 (skor
maksimum 5,0); kompetensinya dalam melakukan prediksi, berkomunikasi,
dan mengaplikasikan konsep/prinsip tergolong sedang, dengan rerata skor
kinerja masing-masing 1,91; 1,97 dan 1,85 (skor maksimum 3,0), serta
rerata skor tes KPS masing-masing 3,25; 3,39 dan 3,28 (skor maksimum
5,0); selanjutnya dalam menyusun hipotesis, merencanakan percobaan/
penyelidikan, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi yang menuntut
penyelidikan tergolong rendah, dengan rerata skor kinerja masing-masing
1,61; 1,45, dan 1,46 (skor maksimum 3,0), serta rerata skor tes KPS
masing-masing 2,53; 2,25; dan 2,46 (skor maksimum 5,0).
Agak sejalan dengan temuan pada kelompok siswa kelas IV,
kompetensi KPS siswa kelas VI adalah berikut ini. Kompetensi KPS siswa
tergolong tinggi dalam melakukan observasi, menginterpretasikan, dan
mengklasifikasikan data dengan rerata skor kinerja masing-masing 2,77;
2,52; dan 2,45 (skor maksimum 3,0) dan rerata skor tes KPS masingmasing 4,76; 3,59; dan 3,86; tergolong sedang dalam melakukan prediksi,
berkomunikasi,
merencanakan
percobaan/
penyelidikan;
dan
mengaplikasikan konsep/prinsip; dengan rerata skor kinerja masing-masing
1,84; 1,75; 1,80; dan 1,79 (skor maksimum 3,0), serta rerata skor tes KPS
masing-masing 3,45; 3,39; 3,43 dan 3,43 (skor maksimum 5,0); serta
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

tergolong rendah dalam menyusun hipotesis, dan mengajukan pertanyaan


tingkat tinggi yang menuntut penyelidikan, dengan rerata skor kinerja
masing-masing 1,49 dan 1,58 (skor maksimum 3,0), serta rerata skor tes
KPS masing-masing 2,39 dan 2,43 (skor maksimum 5,0). Perbedaan terjadi
pada keterampilan merencanakan percobaan/ penyelidikan yang tergolong
rendah di kelas IV, tetapi sedang di kelas VI. Hal itu menunjukkan ada
kecendrungan kompetensi jenis-jenis KPS berkembang sejalan dengan
perkembangan usia dan pengalaman siswa.
Secara umum, keterampilan untuk melakukan observasi dengan
menggunakan berbagai alat indera berkembang lebih baik dibandingkan
jenis KPS yang lainnya. Walaupun interpretasi, klasifikasi, dan komunikasi
sudah dialami siswa dalam hidup kesehariannya dan dikembangkan dalam
proses pembelajaran, tampaknya jenis keterampilan tersebut tidak
berkembang sepesat keterampilan melakukan observasi.
Bahkan,
komunikasi dengan menggunakan tabel dan grafik cukup bermasalah pada
banyak siswa karena mereka tidak mampu menafsirkan tabel dan membaca
grafik. Berikutnya, keterampilan membuat prediksi, menyusun hipotesis,
merencanakan percobaan, dan mengaplikasikan konsep, memang harus
dilatihkan secara terencana dan intensif, demikian juga keterampilan
mengajukan pertanyaan yang mengarah pada penyelidikan.
Keterampilan untuk melakukan observasi, menginterpretasikan, dan
mengklasifikasikan data telah berkembang dengan baik pada siswa kelas IV
(umur 910 tahun), sehingga menjadi semakin mantap pada anak kelas VI
(usia 1112 tahun).
Sebaliknya, keterampilan merencanakan
percobaan/penelitian belum berkembang dengan baik pada anak usia 910
tahun, tetapi mulai meningkat pada usia 1112 tahun. Akan tetapi,
keterampilan menyusun hipotesis dan mengajukan pertanyaan yang
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

mengarah pada penyelidikan belum berkembang dengan baik pada anakanak SD di Kecamatan Buleleng Bali. Kedua jenis KPS tersebut memang
sangat berhubungan, mengingat hipotesis merupakan tahap berpikir lebih
lanjut setelah mengajukan pertanyaan.
Hipotesis dibedakan dengan prediksi setidaknya dalam dua hal.
Pertama, prediksi disusun terutama berdasarkan kajian empiris, sedangkan
hipotesis dari teori atau pengetahuan yang sudah ada pada diri siswa.
Dengan berhipotesis, orang tersebut sudah mencoba menjelaskan apa yang
akan terjadi dengan latar belakang pengetahuannya pada waktu menghadapi
masalah.
Sebaliknya, dengan berprediksi orang tersebut hanya
menggunakan pola atau kecenderungan dari sekumpulan data atau hasil
pengamatan. Kedua, dengan merumuskan hipotesis orang tersebut telah
memikirkan jalan pemecahan masalah yang mungkin sangat berbeda
dengan cara pemecahan orang awam. Sebagai tindak lanjut dari prediksi,
orang tersebut akan melakukan cara serupa dengan sebelumnya untuk
memeriksa kebenaran prediksinya.
Sebaliknya, dengan berhipotesis
seseorang bisa menggunakan cara yang sama sekali baru (Rustaman, 1992).
Rendahnya kemampuan siswa SD di Kecamatan Buleleng dalam
menyusun hipotesis dan mengajukan pertanyaan yang mengarah pada
penyelidikan tampaknya ada kaitan dengan latar belakang budaya orang
Bali. Secara tradisi orang Bali dibentuk agar tidak banyak bertanya dalam
belajar, apalagi dilatih untuk mengajukan pertanyaan. Siswa yang banyak
bertanya dalam belajar masih dinilai negatif oleh teman-temannya, dan bisa
juga oleh gurunya. Kondisi itu menyebabkan siswa akan merasa lebih
nyaman jika tidak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran
berlangsung. Akibatnya, kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan
tingkat tinggi, yang menuntut dilakukakannya penyelidikan, menjadi tidak
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

10

berkembang dengan baik. Demikian juga kemampuan untuk mengajukan


hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan
dalam percobaan/penyelidikan.
Hasil analisis terhadap jawaban siswa menunjukkan banyak di
antara mereka mengalami miskonsepsi berkaitan dengan konsep-konsep
sains yang sedang dipelajarinya. Sebagai contoh, 87% siswa mengalami
miskonsepsi dalam menjelaskan terbentuknya embun pada sisi luar gelas
yang berisi es. Miskonsepsi juga banyak dialami siswa (79%) dalam
menjelaskan rasa lebih dingin yang ditunjukkan oleh gagang pintu
dibandingkan daun pintunya jika diraba pada malam hari. Miskonsepimiskonsepsi tersebut tampaknya bisa juga terjadi karena siswa kurang
dilatih untuk mengajukan hipotesis dan membuktikan kebenaran
hipotesisnya itu lewat seperangkat rancangan percobaan/penyelidikan.
Hasil angket dan wawancara terbatas yang dilakukan terhadap
beberapa siswa setelah mengikuti tes KPS yang diberikan menunjukkan
bahwa mereka memandang alat ukur KPS yang diberikan lebih menarik,
lebih menantang, dan lebih bermakna dibandingkan dengan berbagai
macam tes yang pernah mereka kerjakan selama ini. Ketertarikannya itu
dilatarbelakangi oleh pandangan mereka terhadap hal-hal berikut ini. 1)
Pembelajaran sains dengan praktek dan observasi lapangan (lingkungan)
lebih menarik dibandingkan hanya ceramah. 2) Belajar sains dari alam dan
kehidupan masyarakat lebih bermanfaat karena langsung berjumpa dengan
permasalahan yang biasa dijumpai siswa dalam hidup kesehariannya. 3)
Kegiatan praktikum dan pemberian soal-soal KPS menantang siswa agar
selalu berpikir kritis dan tidak membebani mereka dengan berbagai konsep
yang harus dihafalkan. 4) Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dan
Lingkungan yang dikembangkan dalam penyusunan setiap butir soal
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

11

membuat siswa semakin akrab dengan produk-produk teknologi yang ada


di lingkungannya karena menyangkut prinsip kerja, manfaat, dan dampak
yang ditanggung lingkungan jika manusia tidak mampu mengendalikan
penggunaan produk-produk teknologi tersebut (Binadja, 1998).
4. Penutup
Profil kompetensi KPS siswa untuk setiap jenis KPS cukup
bervariasi. Rata-rata kemampuan siswa SD di Kecamatan Buleleng
tergolong tinggi dalam melakukan observasi, menginterpretasikan, dan
mengklasifikasikan data; tergolong sedang dalam melakukan prediksi,
berkomunikasi, dan mengaplikasikan konsep/prinsip; serta tergolong
rendah dalam menyusun hipotesis, dan mengajukan pertanyaan tingkat
tinggi yang menuntut penyelidikan. Khusus untuk keterampilan
merencanakan percobaan/penyelidikan tergolong rendah pada siswa kelas
IV, tetapi tergolong sedang pada siswa kelas VI.
Data tersebut
menunjukkan jenis-jenis KPS berkembang sejalan dengan perkembangan
usia dan pengalaman siswa. Ditemukan pula, banyak siswa tidak bisa
membaca simbol, tabel, dan grafik. Di sisi lain, siswa memandang
penilaian kompetensi yang menekankan pada penguasaan KPS lebih
menarik, lebih menantang, dan lebih bermakna dibandingkan dengan
berbagai macam tes yang pernah mereka kerjakan selama ini. Akan tetapi,
alat ukur tersebut masih menunjukkan beberapa kelemahan berkaitan
dengan bentuk tampilan fisiknya dan panjangnya kalimat dalam uraian soal.
Sejalan dengan ditemukannya banyak miskonsepsi pada siswa,
perlu dirancang penelitian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya miskonsepsi tersebut. Siswa perlu dilatih jenis-jenis KPS tingkat
tinggi yang tidak bisa dipelajarinya secara alami dalam kesehariannya,
___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

12

seperti menyusun hipotesis, mengajukan pertanyaan tingkat tinggi yang


menuntut penyelidikan, dan merencanakan percobaan/ penyelidikan. Guruguru sains di SD juga masih perlu diberikan pelatihan berkaitan dengan
keterampilan praktikum sains, sehingga mereka mampu melakukan
pembelajaran sains dengan metode praktikum atau demonstrasi dan mampu
membuat perangkat asesmen KPS yang dapat mengukur kompetensi sains
siswa secara komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Binadja, A., 1998. Science in SETS (Science, Environment, Technology, and
Society) Context.
Paper Training on Improving Teaching
Proficiency of Indonesian Junior & Senior Secondary Science
Teachers 16 Pebruary 10 May 1998. Ministery of Education and
Culture The Republic of Indonesia in Coordination with Southest
Asia Minister of Education Organisation (SEAMEO) Regional
Centre for Education in Science and Mathematics (RECSAM).
Dahar, R.W., 1985. Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar
Ditinjau Dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains
(Suatu Studi Eluminatif tentang Proses Belajar Mengajar Sains di
Kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar). Disertasi Doktor. Bandung: FPS
IKIP Bandung.
Depdiknas, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Mata Pelajaran Sains
Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas
Herman, J.L.; Aschbacher, P.R.; Winters, L., 1992. A Practical Guide to
Alternative Assessment. California: Association for Supervision and
Curriculum Development.

___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

ISSN 0215 - 8250

13

Rustaman, N., 2002. Pengembangan Butir Soal Keterampilan Proses Sains.


Makalah Bahan Piloting Biologi. Tidak dipublikasikan. FPMIPA
UPI.
Subagia, I W., 2002. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains
Sekolah Dasar dengan Pendekatan Stater Eksperimen (PSE): Studi
Pembelajaran Sains untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Sains di Sekolah Dasar. Laporan Penelitian. IKIP Negeri Singaraja.
Subrata, N., 1997. Intensifikasi Pendekatan Keterampilan Proses Sains
Dalam Pembelajaran IPA di SD. Laporan Penelitian tidak
dipublikasikan. Singaraja: STKIP Singaraja.
Sudana, D.N., 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA dengan
Intensifikasi Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Bagi
Siswa Kelas IV Sekolah Dasar di Gugus 1 Kecamatan Sukasada
Kabupaten Buleleng. Aneka Widya No. 3 TH. XXXIV: 98-108.
Sugiyono, 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Suja,

I.W., 2006. Analisis Kebutuhan Pengembangan Perangkat


Pembelajaran dan Penilaian Keterampilan Proses Sains di SD
Menuju Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1
TH.XXXIX Januari 2006. ISSN 0215-8250. hlm. 39-53.

Wirta, I M., 1996. Analisis Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses


Guru-guru SD Dalam Proses Belajar Mengajar IPA di SD Negeri
Kecamatan Buleleng. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan.
STKIP Singaraja.

___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH.
XXXIX Oktober 2006

Anda mungkin juga menyukai