Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH CASE CONFRENCE DI RUANG

PERAWATAN STROKE RSPAD GATOT SOEBROTO


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN STROKE
NON HEMORAGIK

DI SUSUN OLEH:
ADELIA INGGAR DEWATI
AMINATUS SADIAH
DESI SUCI ANGRAENI
DEWI RAHMATIKA
ENDAH SARWENDAH

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai
penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama
kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang (Saidi,
2010). WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler (WHO, 2006).
Berdasarkan data WHO (2010-b), setiap tahunnya terdapat
15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya
ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta
orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit
stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab
utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu
penyebab terbanyak di dunia .
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak
ditemukan tidak hanya pada negara-negara maju tapi juga pada
negara-negara berkembang. Menurut Janssen, et al., (2010),
stroke merupakan penyebab utama kecacatan di negara-negara
barat. Di Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga sebagai
penyebab DALYs (Disability Adjusted Life Years = kehilangan
bertahun-tahun usia produktif).
Berdasarkan

data

NCHS

(National

Center

of

Health

Statistics), stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian


di Amerika setelah penyakit jantung dan kanker (Heart Disease
and Stroke Statistics2010 Update: A Report from American
Heart Association). Dari data National Heart, Lung, and Blood
Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat

mengalami stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang


mendapat serangan stroke untuk pertama kalinya dan 185.000
orang dengan serangan stroke berulang (Heart Disease and
Stroke Statistics_2010 Update: A Report From the American
Heart Association). Setiap 3 menit didapati seseorang yang
meninggal akibat stroke di Amerika Serikat. Stroke menduduki
peringkat utama penyebab kecacatan di Inggris (WHO, 2010-a).
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama
kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negaranegara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang
85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua
pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap
tahun, di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12
bulan (WHO, 2006). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai
angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi
stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per
1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000
penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersamasama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit
jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama
penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di
Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar
stroke

dapat

dibagi

menjadi

stroke

iskemik

dan

stroke

hemoragik. Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang


terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya
merupakan jenis stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia
kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan
stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di
Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat dipublikasi, ternyata

pada 12 rumah sakit di Medan pada tahun 2001, dirawat 1263


kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke
hemoragik, di mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari
98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik
(Nasution, 2007).
Adapun

faktor

risiko

yang

memicu

tingginya

angka

kejadian stroke adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan
riwayat Transient

Ischemic

Attackatau

stroke

sebelumnya.

Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk


factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes,
obesitas,

penggunaan

oral

kontrasepsi,

alkohol,

hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004). Identifikasi faktor risiko


stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di
suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor
risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan
angka kejadian stroke
B.

RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah yang dapat penulis simpulkan,
yakni:
1. Apa yang dimaksud dengan Stroke?
2. Sistem organ apa yang terkait dengan penyakit Stroke?
3. Bagaimana perjalanan penyakit Stroke?
4. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan
dalam mendiagnosa penyakit Stroke
5. Apa komplikasi yang terjadi dari Stroke?
6. Apa diagnosa dan intervensi keperawatan yang dapat
diberikan kepada penderita Stroke?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Penulis mengetahui gambaran umum tentang penyakit Stroke
dan penatalaksanaannya

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Stroke;
b. Mengetahui sistem organ yang terkait Stroke;
c. Mengetahui Pemeriksaan diagnostik pada Stroke;
d. Mengetahui diagnosa serta intervensi yang dibutuhkan klien
dengan Stroke;
D. METEDOLOGI PENULISAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengggunakan
metode

study

literatur

serta

pengumpulan

informasi

dari

berbagai media pengetahuan. Selain itu, dengan menggunakan


analisis kasus yang diberikan oleh tutor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
Susunan Saraf pusat
1 Medula Spinalis
a Otak besar
b Otak kecil
2 Otak
3 Batang otak
Susunan saraf perifer
1 Susunan saraf somatic
Susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik
untuk mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.
2 Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting
memengaruhi pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti
jantung, hati, pancreas, jalan pencernaan, kelenjar dan
lain-lain.
a Susunan saraf simpatis

b Susunan saraf parasimpatis


Otak
Otak terletak dalam rongga
kranium

(tengkorak)

berkembang
tabung

dari

sebuah

yang

memperhatikan

mulanya
tiga

gejala

pembesaran otak awal.


a Otak depan menjadi hemisfer
serebri,

korpus

striatum,

thalamus, serta hipotalamus.


b Otak
tengah,
tegmentum,

krus

serebrium,

korpus

kuadrigeminus.
c Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebelum.
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1 Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak
di depan sulkus sentralis.
2 Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan
dibelakang

oleh

korako-oksipitalis.
3 Lobus
temporalis,
terdapat
lateral

dibawah
dari

serebralis

fisura

dan

depan

di

lobus

oksipitalis.
4 Oksipitalis yang mengisi
bagian

belakang

serebrum.

dari

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi


menurut fungsi dan banyaknya area. Campbel membagi
bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks
serebri dibagi menjadi empat bagian:
1 Korteks

sensoris.

Pusat

sensasi

umum

primer

suatu

hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah


korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung

pada

fungsi

alat

yang

bersangkutan.

Di

samping itu juga korteks sensoris bagian fisura lateralis


menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2 Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi
sendiri

merupakan

kemampuan

otak

manusia

dalam

bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang


diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan
daya

yang

lain.

Bagian

anterior

lobus

temporalis

mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut


psikokorteks.
3 Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris,
fungsi utamanya adalah kontribusi pada traktur piramidalis
yang mengatur bagian tubuh kontralateral.

Korteks

pre-frontal

terletak

pada

lobus

frontalis

berhubungan dengan sikap mental dan kepribadian.

Fungsi serebrum
1 Mengingat pengalaman yang lalu.
2 Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
3 Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.

Batang otak
Batang otak terdiri dari:

1 Diensefalon,
ialah bagian otak
yang
rostral,
tertanam
antara
belahan

paling
dan
di
ke-dua
otak

besar
(haemispherium
cerebri). Diantara diensefalon dan mesencephalon, batang
otak membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah
ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan
a
b
c
d
2

sudut menghadap kesamping. Fungsi dari diensefalon:


Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
Respiratori, membantu proses persarafan.
Mengontrol kegiatan refleks.
Membantu kerja jantung.
Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat
bagian yang menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut
korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah
disebut

korpus

kuadrigeminus

inferior.

Serat

saraf

okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat


nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis
tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak
mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3 Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan
mesensefalon dengan pons varoli dengan serebelum,
terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan
medula

oblongata.

Disini

terdapat

premotoksid

yang

mengatur gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:


a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga
antara medula oblongata dengan serebelum atau otak
besar.

b. Pusat saraf nervus trigeminus.


4 Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang
paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan
medula

spinalis.

Bagian

bawah

medula

oblongata

merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian


atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis
sentralis
a
b
c
d

di

daerah

tengah

bagian

ventral

medula

oblongata. Fungsi medula oblongata:


Mengontrol kerja jantung.
Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
Pusat pernapasan.
Mengontrol kegiatan refleks

Serebelum
Serebelum
kecil)

(otak

terletak

bagian

bawah

belakang

pada
dan

tengkorak

dipisahkan

dengan

serebrum oleh fisura


transversalis
dibelakangi oleh pons
varoli

dan

medula
Organ

ini

banyak

menerima

serabut

di

atas

oblongata.

aferen

sensoris,

merupakan pusat koordinasi dan integrasi.


Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral
disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer.
melalui

Serebelum
pendunkulus

permukaan

luar

berhubungan
serebri

serebelum

dengan

inferior

batang

(korpus

berlipat-lipat

otak

retiformi)

menyerupai

serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur.


Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri


dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan
granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar
dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
1 Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari
telinga dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk
keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak.
2 Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls
dari reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N.
trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan bawah serta otot
pengunyah.
3 Neoserebelum

(pontoserebelum).

Korteks

serebelum

menerima

informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan


dan mengaturgerakan sisi badan.

Saraf otak
Urutan
saraf

Nama

Sifat Saraf

Saraf

Memberikan
saraf

untuk

dan

Sensorik

fungsi
Hidung, sebagai alat

II

olfaktorius
Nervus optikus

Sensorik

penciuman
Bola
mata,

III

Nervus

Motorik

penglihatan
Penggerak bola mata

Nervus

IV

untuk

okulomotoris

dan

Nervus

kelopak mata
Mata, memutar mata

Motorik

troklearis

mengangkat

dan

penggerak

bola

kepala

dan

mata
V

Nervus
trigeminus

Motorik

dan

sensorik
Kulit

N. Oftalmikus

Motorik

dan kelopak mata atas

sensorik

Rahang atas, palatum

N. Maksilaris

dan hidung
Sensorik

Rahang

N. Mandibularis

VI

Nervus

sensorik
Motorik

VII

abdusen
Nervus fasialis

Motorik

dan
Mata, penggoyang sisi
mata
dan Otot

Sensorik

IX

auditorius
Nervus vagus

selaput

lidah
lendir

rongga mulut
Telinga,
rangsangan

Sensorik

pendengaran
dan Faring,
tonsil,

Sensorik
motorik

lidah,

menggerakkan
dan

Nervus

dan

lidah
Motorik

VIII

bawah

lidah,

dan

rangsangan

citarasa
dan Faring, laring,

Nervus vagus

Sensorik

XI

Nervus

motorik
Motorik

paru dan esophagus


Leher, otot leher

XII

asesorius
Nervus

Motorik

Lidah,

hipoglosus

citarasa,

otot lidah

B. DEFINISI STROKE
Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan
penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negaranegara

yang

Indonesia,

sedang

diperkirakan

berkembang
setiap

(Feigin,

tahun

2006).

terjadi

Di

500.000

penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau


125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan
maupun berat.

paru-

dan

Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat


setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua,
tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan
produktif hal ini akibat gaya dan pola hidup masyarakat
yang

tidak

sehat,

seperti

malas

bergerak,

makanan

berlemak dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara


mereka

mengidap

penyakit

yang

menjadi

pemicu

timbulnya serangan stroke. Saat ini serangan stroke lebih


banyak dipicu oleh adanya hipertensi yang disebut sebagai
silent killer, diabetes melittus, obesitas dan berbagai
gangguan

kesehatan

yang

terkait

dengan

penyakit

degeneratif. Secara ekonomi, dampak dari insiden ini


prevalensi dan akibat kecacatan karena stroke akan
memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas
dan

kemampuan

ekonomi

masyarakat

dan

bangsa

(Yastroki, 2009).
Gangguan

peredaran darah diotak (GPDO) atau

dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah


gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran

darah

dalam

otak

yang

dapat

timbul

secara

mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat


( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal
67)
Stroke

menurut World Health Organization (WHO)

adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh


gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
sesuai dengan tanda dan gejala daerah lokal pada otak
yang terganggu.
Sindrom

neurologi

akut

yang

disebabkan

oleh

gangguan aliran darah yang timbul secara hemiparesis


sekunder semacam gangguan aliran darah. Stroke atau

cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering

ini

adalah

kulminasi

penyakit

serebrovaskuler

selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne,2002, hal


2131)
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab
kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat
umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 85
tahun.
C. KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Stroke hemoragik: salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah
kongenital) pecah atau robek
b. Stroke non hemoragik/ iskemik stroke:Terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar
pada sirkulasi serebrum

Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah serebral diotak dan terjadinya
pendarahan

diotak

disaat

seseorang

aktifitas. Stoke hemoragik dapat dibagi 2 :

sedang

melakukan

1. Perdarahan intra serebral (PIS)


Pendarahan

intra

serebral

mempunyai

gejala

prodromal,kecuali nyeri kepala pada hipertensi. Serangan


sering kali pada siang hari.mual dan muntah sering
terdapat

pada

serangan

hemiparesis/hemiplegi

terjadi

permulaan
pada

sejak

serangan
kesadaran

menurun dan cepat coma (65% terjadi kurang dari


setengah jam dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19
hari.
2. Perdarahan serebral anachroid (PSA)
Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering
terganggu

dan

sangat

bervariasi.ada

gejala,

tanda

rangsangan meningeal. edema pupil bila ada pendarahan


subhilaloid karena pecahnya aneurisma.

Stroke Non Hemoragik (SNH)


Dapat

berupa

iskemia,

emboli

dan

trombosis

serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru


bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang
menyebabkan hipoksia

dan selanjutnya

dapat timbul

edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.


Klasifikasi Stroke Iskemik/non hemoragik
Berdasarkan

perjalanan

klinisnya

stroke

non-hemoragik

dikelompokkan menjadi 4, yaitu (Junaidi,2004) :


1

Transient Ischemic Attack (TIA) membaik dalam 24 jam tidak

menyebabkan infak jaringan.


Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND); Variasi TIA dengan

3
4

tanda neurologis lebih dari 24 jam


Progressing Stroke atau Stroke in evolution
Completed Stroke atau stroke komplit

D. Etiologi Stroke Non Hemoragik


Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis

seringkali

thrombosis.Beberapa

memburuk
keadaandibawah

pada

48

ini

dapat

jam

sete;ah

menyebabkan

thrombosis otak :
-

Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus)


Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian

robek dan terjadi perdarahan.


Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas
/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

- Arteritis( radang pada arteri )


2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.
(RHD) dan Myokard infark

b. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk


pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
c. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
E. Faktor resiko pada stroke
1. Tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a. Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan
menderita stroke dibanding wanita.
b. Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko
terkena stroke.
c. Keturunan : Adanya

riwayat keluarga

yang

terkena stroke
2. Dapat dirubah (Reversible)
a.
b.

Hipertensi
Penyakit

e.

Melitus
f.
Polisitemia
g.
Stress

jantung
c.
Kolesterol
Tinggi
d.

Diabetes

Emosional
Obesitas

3. Kebiasaan Hidup
a. Merokok
b. Peminum Alkohol
c. Obat-obatan terlarang.
d. Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga,
makanan berkolesterol
F. Patofisiologi
4.
Penyebab utama stroke berdasarkan urutan adalah
aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang dapat
menimbulkan

perdarahan

intraserebral

dan

rupture

aneurisme sakuler (Price & Wilson, 2002). Trombosis serebral


(bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher),
aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
merupakan penyebab utama terjadinya thrombosis.
5.
Menurut Hudak & Gallo alairan darah disetiap otak
terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen
pada

awalanya

mungkin

akibat

iskemia

imun

(karena

berhentinya jantung atau hipotrnsi) hipoxia karena proses


kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner
dapat

mengakibatkan

kematian

jaringan

atau

infark.

Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura


arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau
subarachnoid, sehingga jaringan yang terletakk didekatnya
akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer
otak, bekuan yang semuanya lunak akhirnya akan larut dan
mengecil, otak yang terletak disekitar tempat bekuan dapat
membengkan dan mengalami nekrosis.

6. PATOFISIOLOGI STROKE NON HEMORAGIK

Bervariasi
sesuai dengan
lokasi
sumbatan
hemiplegic/pare
stesia setengah
tubuh
Afasia

Kerusakan
komunikasi
verbal

7.
Faktor Resiko
8.
9.
10.
Aterosklerostis
,
11.
Katup jantung rusak,
12.
Hiperkoagulasi
,Arteri
miokard infark, fibrilasi,
13.
tis
endokarditis
Ganggu
14.
an
15.
perfusi
16.
Penyumbatan pembuluh
Trombosis Cerebri
17.
jaringan
darah otak, udara, bekuan
18.
19.
20.
Terjadi tiba-tiba
Penyempitan pembuluh
Emboli
Sumbatan aliran
21.
Deficit neurologis tibadarah atau stenosis
serebral
darah dan Suplai
22.
tiba,
Hemiparesis/hemipleg
23.Menurun 25 30 ml/100 gr
Menurun > =18 ml/100gr
ia tiba-tiba, afasia,
24.
otak/mnt
otak/menit
Suplai darah ke otak menurun
kehilangan kesadaran
25.
(related to causa
26.
Iskemik otak
Kerusakan neuron
jantung),
27.
irreversible
Serangan biasanya
28.
terjadi saat beraktifitas
Dalam waktu 6-8
24 jam 21 hari
<2429.
jam
mnt
30.
31.
32.
Infark
Transient Ischemic
Attack

Kelainan neurologik
Sembuh total < 24
sementara
jam

Stroke In Evolution (dalam


perkembangan)
Gejala neurologik
bertambah
Sembuh
total beberapa
hari

33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.

Pengobatan
dan
perawatan
tidak akurat
Batang
Pola
Otaknapas

Cerebrum (otak
besar)

tidak
Penurunan
tk
kesadaran
Apatis s.d

46.
Gg fs
motorik

47.

Gg fs
vegetatif

Gg persepsi
sensori

kematian

Menekan
medula
oblongat

bicara

49.
-

50. Disfasia

Kelemaha
n angg
gerak

Kelemahan
otot spicter

Hemiple
gi
Parapleg
i
Gg mobilitas
fisik

Penglihatan:
Diplopia
Hilang separuh
lapang
pandang
Pandangan

Peraba:

Defisit
motori
kReflek
menelantu
run
Reflek
patologi

Ganggua
n pola

48.

51.

bersihan
jalan napas
tidak

Reflek
batuk
menuru
n
bersihan
Cerebelum
jalan (otak
napas
tidak
kecil)

Defisit
motorik

Gerakan
involunter/in
koordinasi

Parastesi

Kerusaka
n
komunika

inkontin
ensia

Konsti
pasi
Retens
i urin

Pendengar
Pengecap:
Gg pemenuhan
an:
nutrisi : kurang
vertigo
Hilang

Reflek
menelantu
run

Kerusaka
n
mobilitas
fisik

52.
53.

Resiko
atrofi

54.
55.
56.
57.

PERBEDAAN

STROKE

HEMORAGIK

DAN

STROKE NON-HEMORAGIK
58. Gejala
Klinis

59. Stroke Hemoragik


62. PIS

63. PSA

65. 1.
Gejala
defisit lokal

66. Berat

67. Ringan

68. Berat/ringa
n

69. 2.
SIS
sebelumnya

70. Amat
jarang

71. -

72. +/ biasa

73. 3.
Permula
an (onset)

74. Menit/ja
m

75. 1-2
menit

76. Pelan
(jam/hari)

77. 4.
kepala

78. Hebat

79. Sangat
hebat

80. Ringan/ tak


ada

81. 5.
Muntah
pada awalnya

82. Sering

84. Sering

83.

85.

86. Tidak,
kecuali lesi
batang otak

87. 6.
si

Hiperten

88. Hampir
selalu

89. Biasany
a tidak

90. Sering kali

91. 7.
an

Kesadar

92. Bisa
hilang

93. Bisa
hilang
sebentar

94. Dapat
hilang

95. 8.
kuduk

Kaku

97. Jarang

99. Bisa
ada
pada
permulaan

100. Tidak ada

103. Sering
sejak awal

104. Tidak
ada

105. Sering
awal

106. 10. Deviasi


mata

107. Bisa ada

108. Tidak
ada

109. mungkin
ada

110. 11. Ganggua


n bicara

111. Sering

112. Jarang

113. Sering

114. 12. Likuor

115. Sering
berdarah

116. Selalu
berdarah

117. Jernih

Nyeri

98.

96.
102. 9.
esis

Hemipar

60. Stroke
Non
Hemoragik

di

101.
dari

118. 13. Perdaraha


n Subhialoid

119. Tak ada

120. Bisa ada

121. Tak ada

122. 14. Paresis/ga


ngguan N III

123. -

124. Mungkin
(+)

125. -

126.

Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan

kritis. Jakarta : EGC


127.
128.
G. MANIFESTASI KLINIS
129.

Oklusi yang disebabkan oleh trombus atau emboli

mempunyai perbedaan. Pada trombus gejala lebih bertahap. Biasanya terdapat


gejala prodormal yang minor. Stroke akibat trombus biasanya terjadi pada
saat tidur, baik pada malam hari maupun pagi hari. Gejala baru dirasakan saat
bangun dari tidur dan penderita yang langsung terjatuh karena belum
menyadari kelainan yang terjadi. Sementara stroke akibat emboli dapat terjadi
kapan saja, bangun dari tidur untuk ke kamar mandi adalah saat-saat yang
berbahaya.
130.

Trombosis pada arteri jarang sekali menyebabkan sakit

kepala. Namun bila sakit kepala timbul biasanya sesuai dengan lokasi
trombus, pada oklusi arteri karotis, sakit kepala terjadi sesuai pada sisi yang
tersumbat. Penurunan kesadaran yang terjadi akibat trombus disebabkan oleh
paralisis fungsi secara keseluruhan. Penurunan kesadaran juga dapat
disebabkan oleh kejang yang terjadi akibat edema sekunder danancaman
herniasi batang otak.
a.
1)

Lobus Frontal
Deficit Kognitif:
perhatian

kehilangan

singkat,

memori,

peningkatan

rentang

distraktibilitas

(mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu


menghitung,
2)

memberi

alasan

atau

berpikir

abstrak.
Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria
(kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan
otot-otot menelan).

3)

Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain:


labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan
hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah,
kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,

isolasi, depresi.
b.
Lobus Parietal
1) Dominan :
a.
Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak
visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri),

hilangnya

respon

terhadap

sensasi

superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan


dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
b.

(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).


Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah
suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
-

dipahami)
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata

yang diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi

pada setiap tingkat)


Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti

kata yang dituliskan)


Agrafasia
(ketidakmampuan

untuk

mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).


131. 2)
-

Non Dominan
Defisit

perseptual

merasakan

dalam

tepat

dan

menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:


Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau
menyangkal

dengan

(gangguan

terhadap

ekstremitas

yang

mengalami paralise)
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan

untuk

menggunakan objek-objak dengan tepat)

Agnosia

mengidentifikasi lingkungan melalui indra)


Kelainan dalam menemukan letak obyek

dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak

spasial obyek atau tempat


Disorientasi kanan kiri

(ketidakmampuan

untuk

132. c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan


penurunan

ketajaman

penglihatan,

diplobia(penglihatan ganda), buta.


a. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan
133.

keseimbangan tubuh.
2. Penurunan Kesadaran

134.
H. PEMERIKSAAN STROKE NON HEMORAGIK
a. Anamnesis
135.

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang

mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau


penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat
membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah
seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih
sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang terjadi
pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo,
afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut
dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor
dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.


Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke
seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
b. Pemeriksaan Fisik
136.

Tujuan pemeriksaan

fisik adalah untuk mendeteksi

penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain


yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher
untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
terhadap

faktor

kardiovaskuler

penyebab

stroke

membutuhkan

pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung


(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial,
dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan
mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.
c. Pemeriksaan Neurologi
137.

Tujuan

pemeriksaan

neurologi

adalah

untuk

mengidentifikasi gejalah stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain


yang memiliki gejalah seperti stroke, dan menyediakan informasi
neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik,
fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana
pada Bells palsy biasanya

ditemukan

pasien

yang

tidak

mampu

mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.


d. Pemeriksaan Laboratorium
138.

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar

pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti


polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan
ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita
saat ini seperti anemia.

139.

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi

kelainan yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia)


atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini
(diabetes, gangguan ginjal).
140. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan
koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
141. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan
antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung
dengan hasih yang buruk dari stroke.
e. pemeriksaan Radiologi
- CT scan kepala non kontras
142.

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan

stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena


pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik
sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses).
143. Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri
akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk
daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di
otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di
otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke.
-

CT perfussion
144.

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang

berguna untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik.


Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari
region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
-

CT angiografi (CTA)

145.
dengan

CT

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan


angiografi

(CTA).

Pemeriksaan

ini

dapat

mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan


lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang
mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
-

MR angiografi (MRA)
146.

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi

vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya,


pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya
yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
147. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk
pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan
dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI)
dan perfussion-weighted

imaging (PWI)

untuk

meningkatkan

sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut.


DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan
MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan
cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan
beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
-

USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


148.

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG.

Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat


dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler
berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan
arteri

vertebrobasiler.

Pemeriksaan

ECG

(ekhokardiografi)

dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang


dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG
diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada

atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi


kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
I. PENATALAKSANAANSTROKE NON HEMORAGIK
149. Stroke merupakan kondisi emergensi yang

membutuhkan

penanganan segera. Begitu stroke menyerang, maka akan terjadi kerusakan


mayor dalam 3 jam pertama. Oleh karena itu, sebagian besar obat-obatan
yang efektif tidak bisa bermanfaat bahkan tidak diberikan sama sekali setelah
3 jam.
150.

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-

60 ml/100gram otak/menit. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat area


infark yang terdiri dari ischemic core (inti iskemik) dan penumbra atau area
yang mengelilingi ischemic core. Pada area ischemic core, aliran darah amat
rendah (0-20 ml/100g/menit). Sedangkan di daerah sekelilingnya, atau
penumbra, aliran darah berkurang di bawah normal (20-50 ml/100
g/menit).Konsep

tentang

area

penumbra

merupakan

dasar

dalam

penatalaksanaan stroke iskemik.Terdapat periode yang dikenal sebagai


"window therapy" (jendela terapi), yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani
dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan
sehingga infark tidak bertambah luas.
1. Penatalaksanaan Umum
151.
a. Airway and breathing

152.

Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak

adekuat atau paten memerlukan intubasi (memasukkan pipa jalan nafas


buatan kedalam trachea melalui mulut.). Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah
32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse
oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke
non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi,
atelektasis ataupun GERD.
153.
b. Circulation
154. Pasien dengan stroke non hemoragik membutuhkan terapi
intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko
tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
155.
c. Pengontrolan gula darah
156. Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat
terkait dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi
pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan
cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena
dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral
eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan
pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140
mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga
pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.

157.

d. Posisi kepala pasien


158. Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi

serebral lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya,


berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu,
pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 3045 derajat.
159.
e. Pengontrolan tekanan darah
160. Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada
stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki
kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial
pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran
darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan
darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan
semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian
terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
161. AHA/ASA merekomendasikan pengontrolan tekanan darah
pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut:
Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik
Tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan
darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya
gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus
diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke (terapi
simptomatik) serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau
diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat
diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika
tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau
diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal
300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek
yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5
menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan

terakhir (TD diastolik > 140)dapat diberikan nitroprusside


0,5

mcg/kgBB/menit/IV

via syringe

pump.

Target

pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang

10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik
TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110
mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian
trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah
labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang
satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah
nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis
162.

maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting.

Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama,


setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam
terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal.
163.

Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka

agen berikut dapat diberikan.


TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan

lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.


TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5

164.

mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.


Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
165. Antipiretik diindikasikan pada pasien

stroke

yang

mengalami demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah


onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian
eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor.
166.
g. Pengontrolan edema serebri

167.

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke

non hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset
stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
168.
h. Pengontrolan kejang
169. Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam
pertama setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat
antiepileptik tetap direkomendasikan
170.
2.Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
171.
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya.
b. Antikoagulan
172.
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke
yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
c.

heparin tersebut.
Terapi Neuroprotektif
173. Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial
untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif
telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.

J. PENCEGAHAN
174.

Mengetahui faktor-faktor resiko Anda dan mengadopsi

gaya hidup sehat merupakan langkah terbaik yang dapat Anda ambil untuk
mencegah stroke.

Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi). Salah satu hal paling


penting yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi resiko stroke
adalah untuk menjaga tekanan darah terkendali. Jika anda pernah
mengalami stroke, menurunkan tekanan darah anda dapat membantu
mencegah serangan transient ischemic berikutnya atau stroke.
Berolahraga, mengelola stres, menjaga berat badan yang sehat, dan
membatasi asupan natrium dan alkohol adalah cara-cara untuk
menjaga tekanan darah tinggi di cek. Selain rekomendasi untuk
perubahan gaya hidup, dokter mungkin meresepkan obat untuk
mengobati tekanan darah tinggi, seperti diuretik, angiotensin-

converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin reseptor blocker.


Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan. Makan kurang
kolesterol dan lemak, terutama lemak jenuh, dapat mengurangi plak
di arteri Anda. Jika Anda tidak dapat mengendalikan kolesterol
melalui perubahan pola makan sendirian, dokter Anda mungkin akan

meresepkan obat penurun kolesterol.


Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi resiko stroke.
Beberapa tahun setelah berhenti, seorang mantan perokok resiko

stroke adalah sama dengan bukan perokok.


Kontrol diabetes. Mengelola diabetes dengan diet, olahraga,
pengendalian berat badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah

dapat mengurangi kerusakan otak jika penderita mengalami stroke.


Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan lain yang
memberikan kontribusi pada faktor-faktor resiko stroke, seperti

tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes.


Berolahragalah secara teratur. Latihan aerobik mengurangi resiko
stroke dalam banyak cara. Olahraga dapat menurunkan tekanan
darah, meningkatkan tingkat-tinggi density lipoprotein (HDL)
kolesterol,

dan

meningkatkan

kesehatan

secara

keseluruhan

pembuluh darah dan jantung. Hal ini juga membantu Anda


menurunkan berat badan, mengendalikan diabetes dan mengurangi
stres. Olah raga secara bertahap sampai 30 menit kegiatan - seperti
berjalan, joging, berenang atau bersepeda jika tidak setiap hari, 1
7

hari dalam seminggu.


Kelola stres. Stres dapat menyebabkan peningkatan sementara dalam
tekanan darah - faktor resiko untuk pendarahan otak - atau hipertensi

bertahan lama. Juga dapat meningkatkan kecenderungan darah


membeku, yang dapat meningkatkan resiko stroke iskemik.
Menyederhanakan hidup Anda, berolahraga dan menggunakan
teknik relaksasi semua pendekatan yang dapat Anda belajar untuk
8

mengurangi stres.
Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali.
Alkohol dapat menjadi faktor resiko dan tindakan pencegahan
stroke. Pesta minum dan berat konsumsi alkohol meningkatkan

resiko tekanan darah tinggi dan stroke iskemik dan perdarahan.


Jangan gunakan obat-obatan terlarang. Banyak jalan obat, seperti
kokain dan kokain, yang menjadi faktor resiko untuk TIA atau
stroke.

K. DIET
175.

Selain itu, makan makanan sehat. Sebuah diet sehat otak

harus mencakup:
1. Lima atau lebih porsi harian buah dan sayuran, yang mengandung zat
gizi seperti kalium, folat dan antioksidan yang dapat melindungi Anda
terhadap stroke.
2. Makanan kaya akan kalsium, mineral yang ditemukan untuk
mengurangi resiko stroke.
3. Produk kedelai, seperti tempe, miso, tahu, dan susu kedelai, yang
dapat mengurangi low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
4. Makanan kaya omega-3 asam lemak, termasuk ikan air dingin, seperti
salmon, makarel dan tuna.
176.
177.
178.
179.
180.
181.

182.
183.
184.
185.
186.

DAFTAR PUSTAKA

187.

Buleehek, GM, dkk. Nursing Intervention Classification


(NIC). Missouri. Mosby Elsevier. 2008

188.

Buleehek, GM, dkk. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Missouri. Mosby Elsevier. 2008

189. Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku


Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Saku

Diagnosa

190. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan


Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006
191.
192. Harsono. 1996. Buku Ajar : Neorologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press
193.
194.
Herdman,
TH.
NANDA
International
Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta:EGC. 2012
195. Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis,
Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
196.
Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan
197. Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika
198. Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis prosesproses penyakit Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC
199.
200.Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
201. Sjahrial Rasad.2008. Radiologi Diagnostik. Edisi dua
202.
203.Simon, Harvey. Stroke Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Diakses
pada
13
Juni
2014.
Darihttp://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_p
atients_prevent_recurrence_000045_8.htm

204.http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.html
pada 13 Juni 2012
205.
http://www.medicinenet.com/labetalol/article.htm
pada 13 Juni 2014

diakses
diakses

206.http://emedicine.medscape.com/article/1916852-treatment diakses pada 15


Juni 2014
207.

Anda mungkin juga menyukai