Anda di halaman 1dari 4

RESUME JURNAL

BIOLOGI UMUM
TAXONOMIC DIVERSITY OF MACROFLORA VEGETATION AMONG MAIN
STANDS OF THE FOREST OF WANAGAMA I, GUNUNG KIDUL
Widodo, Sutarno, Sri Widoretno, Sugiyarto
Jurnal Biodiversitas, Vol. 2 (2) April 2010. ISSN: 1412-033X (printed edition)
ISSN: 2085-4722 (electronic)

Disusun Oleh :
Ensina Sawor Dea Pratiwi
M0409018

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

TAXONOMIC DIVERSITY OF MACROFLORA VEGETATION AMONG MAIN


STANDS OF THE FOREST OF WANAGAMA I, GUNUNG KIDUL
Oleh: Widodo, Sutarno, Sri Widoretno, Sugiyarto
Jurnal yang berjudul Taxonomic Diversity of Macroflora Vegetation Among Main
Stands of the Forest of Wanagama I, Gunung Kidul adalah jurnal yang membahas mengenai
keragaman taksonomi vegetasi makroflora di tribun utama dari hutan Wanagama I di Gunung
Kidul.
Pendahuluan
Erosi genetik dan kepunahan spesies merupakan masalah mendasar

mengenai

hilangnya keanekaragaman hayati. Terdapat dua macam konservasi yaitu in-situ dan ek-situ.
Hutan Wanagama adalah sampel yang representatif dari konservasi ex-situ tanaman dan
keanekaragamn genetik. Hutan buatan ini berfungsi sebagai kawasan konservasi tanaman
lokal dan endemik di gunung kidul. Upaya konservasi tersebut membuuhkan data
keanekaragaman spesies. Mengukur keragaman yang direkomendasikan adalah mengukur
variasi genetik dengan menggunakan hirarki secara langsung atau tidak langsung. Menurut
banyak ilmuwan, cara tidak langsung lebih praktis. Tasonomi spesies paling sering digunakan
sebagai dasar untuk mengevaluasi dan menganalisis distribusi organisme. Tingkat takson
seperti genus dan famili yang paling dibutuhkan. Status taksonomi sangat penting dalam
proses evaluasi kelangkaan spesies atau studi ekologi.
Metode
Metode sampling yang pertama yaitu orientasi lapangan dilakukan dengan
menggunakan peta lokasi dan mendapatkan informasi tentang hutan. Pengamatan dilakukan
dengan menggunakan plot atau subplot dimana vegetasi hidup secara alami. Bidang tegakan
masing-masing yang telah ditentukan sebagai tempat observasi berfungsi sebagai observasi
stasiun dan digunakan sebagai sampel tempat tegakan utama dan vegetasi bawah hutan
terpadu dengan metode model ganda bersarang kuadrat (Soegianto 1994). Setiap petak
pengamatan ukuran 16x16 m2 dalam kasus tegakan utama, m2 8x8 dalam kasus semak, dan
4x4 m2 dalam kasus tanaman herbal, bibit, dan anakan. Gambar plot bersarang-kuadrat adalah
sebagai berikut:

Spesies
Hutan Wanagama I adalah hutan konservasi sekunder, hasilnya menunjukkan bahwa
jenis spesies untuk pelopor vegetasi hutan akibatnya akan menentukan jumlah spesies yang
akan hidup. Setiap tanaman atau jenis tegakan pohon memiliki karakter morfologi tertentu,
fisiologi, dan biokimia. Menurut Polunin (1990), vegetasi memiliki pengaruh tertentu pada
berbagai jenis perubahan tanah dan tanaman lain (pengaruh alogenik). Keberadaan spesies
tertentu akan mempengaruhi kehadiran atau tidak adanya spesies lainnya.
Genus
Jumlah genus antara tribun juga menunjukkan beberapa perbedaan. Ini berarti bahwa
ada pengaruh jenis tegakan pada profil vegetasi hutan secara keseluruhan. Pinus memiliki
jumlah keanekaragaman tertinggi. Tegakan pinus berbeda terhadap tegakan lainnya.
Glerecidae memiliki keragaman genus terendah dari pada tegakan lainnya. . Mahoni, kesambi
dan tegakan campuran menunjukkan keragaman gen. Sementara tegakan jati mirip dengan
tegakan kayu putih. Umumnya spesies tanaman yang ditemukan heterogen dan terdiri dari
berbagai genera. Hanya beberapa diantaranya berasal dari genus yang sama.
Famili
Jumlah famili pada tegakan mempengaruhi jumlah famili vegetasi hutan secara
keseluruhan. Tegakan pinus memiliki jumlah keanekaragaman famili tertinggi, sementara
tegakan Glerecidae yang terendah. Kenyataan ini karena sejumlah besar keluarga yang
ditemukan di hutan adalah monogeneric, yaitu hanya terdiri dari satu genus atau satu spesies.

Sebagai akibatnya, jumlah keanekaragaman famili sejajar dengan jumlah genus dan
keragaman spesies.
Urutan Takson
Jenis tegakan mempengaruhi jumlah keragaman di hutan. Tegakan pinus merupakan
jumlah tertinggi dalam keragaman ordo, sedangkan Glerecidae yang terendah. Mahoni, jati,
kayu putih, dan tegakan campuran memiliki jumlah yang sama dalam keanekaraganman.
Tegakan Kesambi merypakan urutan ke dua setelah tegakan pinus. Kehadiran tiap spesies,
genus, famili, ordo di suatu daerah berkaitan dengan komponen abiotik lingkungan seperti
tingkat curah hujan, kelembaban, perubahan suhu harian dan musiman, dan elevasi (Stuessy,
1990). Karakter geologis juga mempengaruhi distribusi tiap takson. Selain faktor tersebut,
faktor biotik berperan pada dinamika organisme hidup di daerah tersebut. Faktor-faktor
penentu proporsi takson suatu daerah tersebut adalah faktor geografis, lingkungan, reproduksi
internal, dan reproduksi eksternal (Stuessy, et. al., 1998).
Kesimpulan
Jumlah spesies, famili, genus, dan urutan vegetasi makroflora di hutan Wanagama I
dipengaruhi oleh jenis tribun utama. Tegakan pinus merupakan tegakan yang paling tertinggi
dari lainnya. Variasi yang terjadi tersebut karena adanya faktor-faktor biotik dan abiotik.
Daftar Pustaka
Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Stuessy, T.F., Crawford D., Carera C.M. 1998. Isolating Mechanism Perm of the Juan
Fernandez Island. London: Cambridge University Press.
Stuessy, T.F. 1990. Plant Taxonomy, the Systematic Evaluation of Comparative Data. New
York: Columbia University Press.
Widodo, Sutarno, Sri Widoretno, dan Sugiyarto. Taxonomic Diversity Of Macroflora
Vegetation Among Main Stands Of The Forest Of Wanagama I, Gunung Kidul.
Jurnal Biodiversitas, Vol. 2 (2) April 2010. ISSN: 1412-033X (printed edition) ISSN:
2085-4722 (electronic)

Anda mungkin juga menyukai