Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Asal mula istilah vitiligo tidak diketahui. Pada pertengahan abad ke-16, Hierinymous
Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu kata vitium atau vitellum
yang artinya cacat. 1
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan tidak adanya
melanosit pada epidermis, membrane mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik
lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik.
Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. 1, 2, 3, 4
Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering pada usia 10-30 tahun.
1,2,4,5,6

Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi


biasanya membutuhkan jangka waktu lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, orang
tua maupun dokter yang merawatnya. 1,2,3,4,5,6

EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1-2% populasi dunia, dimana 30% penderita
mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada
usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjai pada usia
lebih dari 42 tahun. Walaupun vitiligo relative jarang dijumpai pada bayi tetapi congenital
vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang didiagnosa sebagai piebaldism. 1,2
Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa)
dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anakanak, dijumpai perbandingan yang hamper sama pada ke dua jenis kelamin. Kemungkinan hal ini
disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan
laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. 1,2

ETIOLOGI
Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan
pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,3,4

PATOGENESIS
Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang
dikemukakan yaitu :
1. Autoimmune hipotesis
Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune system tubuh akan
menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibody terhadap antigen
system melanogenik yang disebut autoantibody anti melanosit, yang bersifat toksik
terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin.
2. Neurogenik hipotesis
Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y,
merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses
melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y memgang peranan dalam pathogenesis
vitiligo melalui mekanisme neuroimmunity dan neuronal terhadap melanosit.
3. Self-destruct teori oleh Lerner
Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin didalam melanosit,
menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik) yang menghancurkan
melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh
campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit.
4. Autocytotoxic hipotesis
Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang
bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan timbulnya
kerusakan struktur yang penting seperti mitochondria.
5. Genetik hipotesis
Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat genetic ini
menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah mengalami trauma,
sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit. 1,2,3,4,6

KLASIFIKASI
Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit.
Secara luas vitiligo dapat dibagi atas :
1. Tipe lokalisata
Fokal : terdapat satu atau bebrapa macula depigmentasi pada beberapa lokasi
yang tersebar.
Segmental : terdapat satu atau beberapa macula depigmentasi yang lokalisasinya
unilateral pada satu areal tubuh. Sering dijumpai pada anak-anak.

Mukosal : macula depigmentasi hanya terdapat pada membrane mukosa.

2. Tipe generalisata
Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa macula depigmentasi yang distribusinya
tersebar luas pada seluruh permukaan kulit. Pola yang sering dijumpai yaitu bilateral dan
simetris.
Acrofacial : macula depigmentasi yang terdapat pad adistal ekstremitas dan
wajah.
Vulgaris : macula depigmentasi yang menyebar.
Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan acrofasial dan atau
vulgaris.
3. Tipe universalis : proses depigmentasi yang luas mengenai hamper seluruh tubuh dan
hanya menyisakan sedikit daerah yang menmpunyai pigmentasi yang normal. Tipe ini
jarang ditemukan. 1,2,3,4,5

FAKTOR PENCETUS
Ada beberapa factor pencetus terjadinya vitiligo yaitu :
Trauma
Vitiligo sering timbul pada tempat yang sering mengalami trauma disebut Koebner
Phenomen (Isomorphic respon).
Sinar matahari
Pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo.
Emosi dan stress
Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih kurang 6 bulan sebelum
timbul atau berkembangnya lesi vitiligo. 1,3,5
GAMBARAN KLINIS
Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal dan sakit, walaupun
penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar akibat sinar matahari pada daerah yang
mengalami depigmentasi. 5
Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa macula atau bercak putih seperti susu,
berdiameter beberapa mm-cm dan berbentuk oval-bundar. Lesi biasanya berbatas tegas dengan
pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi lebih mudah lihat pada penderita yang berkulit gelap atau
agak kecoklatan. 1,2,3,4,5,6

Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit kepala dan
daerah yang sering mendapat trauma seperti ekstensor dari lengan, bagian ventral dari
pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai
pada bibir, genitalia, gingival, areola dan putting susu. 1,2,3,4,5,6,7
Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana rambut menjadi
berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari
rambut. Perubahan warna tersebut dapat juga terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan
axilla. 1,2,3,6
Dapat juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu :
o Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang berwarna coklat muda
o Quadrichrome vitiligo : adanya macula peri-follicular atau batas hiperpigmentasi yang
terlihat pada proses repigmentasi vitiligo.
o Inflammatory vitiligo : lesi eritematosa dengan tepi yang meninggi. 4,7

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Pada lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir lesi dan dilakukan
pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau
seluruh sel melanosit pada epidermis dan pada batas melanosit tampak dendrite yang besar dan
panjang. Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan histokimia
yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim khusus untuk melanosit dan
pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin. Pada pemeriksaan electron mikroskop, dijumpai
jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah
tengah epidermis. 1,3,4,5,6,8

DIAGNOSIS
Menegakkan diagnose vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas
yaitu adanya lesi depigmentasi berupa macula atau bercak berwarna putih, berbatas tegas dengan
pinggir yang hiperpigmentasi dan mempunyai distribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan
kulit yang terang (putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarny,
untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberiksan hasil yaitu macula yang
amelanosit akan tampak putih berkilau. Pemeriksaan histopatologi, juga diperlukan untuk
menetapkan diagnosis dan membedakan vitiligo dari penyakit depigmentasi yang lain. 1,2,3,4,5,6
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu :

1. Tinea versicolor
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaannya. Lesi biasanya
terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan
pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukkan adanya hypa dan spora. 1,2,3,4
2. Pityriasis alba
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat
pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis
atopic. 1,2,3,4
3. Tubercus sclerosis
Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak
lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas. 1,2,3,4
4. Piebaldism
Merupakan penyakit genetic yang diturunkan secara dominan autosomal. Yang timbul
sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan
rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan
sering berwarna putih, kemudian bercak depigmnetasi dapat meluas hingga ke dahi.
Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga slalu dijumpai pada
penyakit ini. 1,2,3,4
5. Albinism
Merupakan kelainan genetic yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumapi aanya
melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat
mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan menderita
kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus dan berkurangnya ketajaman
penglihatan. 1,2,3,4
6. Lupus erythematosus
Pada tipe sistemik maupun cutaneus, dapat dijumpai bercak depigmnetasi dengan pinggir
hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah dan bersisi. Penderita
mempunyai riwayat penyakit yaitu terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar
matahari. Lokasi sering pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit
kepala dan lengan. Pemeriksaan biopsy dan antinuclear antibody (ANA) dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnose. 1,2,3,4,5
7. Nevus depigmentosus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak
mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histology
dijumpai melanosit dan melanin tetapi denga jumlah sel dan pigmen yang berkurang
dibandingkan pada kulit yang normal. 1,2,3,4

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit, dimana
diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh kealam kulita yang mengalami
depigmentasi. 1,4
Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang terbentuk akan
mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi,
sehingga untuk melihat respon pengobatan dibutuhkan waktu minimal 3 bulan. 1,4
Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas :
1. Pengobatan secara umum yaitu :
o Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan
perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua. 1,2,5
o Penggunaan tabir surya (SPF 15-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit
merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yan tidak dijumpai pada penderita
vitiligo. Pengguanaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu :
Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari
(sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit.
Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas
daerah depigmentasi (Koebner phenomen).
Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi
gelap.
Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir
surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB. 1,2,3,5,6
Camouflage Cosmetik
Tujuan pengguanaan kosmetik yaitu menyamarkan bercak putih sehingga tidak terlalu
kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend. 1,3,5,6
2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari
penderita yaitu :
A. Usia dibawah 12 tahun
Topikal steroid
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap
autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Topikal steroid
merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan
pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3
bulan. Penggunaan topical steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama,

dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi.
1,2,3,4,5,6,7

Topikal Tacrolimus
Berdasarkan penelitian, topical Tacrolimus 0,1 % dapat digunakan sebagai alternative
pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari
hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang
poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang
menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan
penelitian, penggunaan topical tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada
daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan
topical steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun
biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan. 9,10
Topikal PUVA
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe
lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh.
Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8-Methoxypsoralen, Oxsoralen)
dengan konsentrasi 0,1-0,3 %. Dioleskan 15-30 menit sebelum pemaparan pada
lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis 0,12 joule
dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatakan sebanyak 0,12 joule
sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar
matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada
pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30
menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari
berturut-turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun
dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging,
reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya
resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan. 1,2,3,4,5,6,7
B. Usia lebih dari 12 tahun (remaja)
Sistemik PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo
tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP, Oxsolaren),
bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada
dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan
0,2-0,4 mg/kgBB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemeparan menggunakan
UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule.
Pada setiap pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang
depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan
dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga
terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari.

Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan


berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringa dan maksimum
selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi
tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.
Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar
dan meningkatkan resiko terjadinya kaker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan
dengan psoralen secara sitemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemparan
menggunakan kecamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk
menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan
untuk menilai respon pengobatan. 1,2,3,4,5,6,7
Terapi Bedah
Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitas nya stabil, dapat dilakukan
transplantasi secara bedah yaitu :
1. Autologous skin graft
Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas.
Tekhnik ini mengguanakn jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri
dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area
depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam
waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada
tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun
dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjai samasekali repigmentasi.
1,2,3,4,5

2. Suction blister
Produser tekhnik ini yaitu dibentuknya buka pada kulit yang pigmentasinya
normal menggunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun
menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan
dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalh timbulnya
jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak
sempurn. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko teimbulnya jaringan parut lebih sedikit
dibandingkan prosedur graft yang lain. 1,2,4
Depigmentation
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terpai PUVA atau pada vitiligo
yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% are permukaan tubuh atau mendekati
vitiligop tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20%
monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah
yang normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek
samping yang utama adalah timbulnya iritasi local pada kulit berupa kemerahn
ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu
lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjai iritasi
selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2 minggu

penolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan pada tempat
dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap melanosit dan
menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible. Kulit
penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya. 1,4,7
Tattoo (mikropigmentation)
Tatto merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusu
yang bersifat permanen. Tekhnil ini memberikan respon yang terbaik pada daerah
bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu dapat terjai herpes
simplex labialis. 1,2,4,5
PROGNOSIS
Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi
depigmentasi dapat menetap, melepas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan
penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup
kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi
depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti
dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada
10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik . 1,7

KESIMPULAN
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan hilangnya melanosit
pada epidermis, membrane mukosa, mata dan rambut. Penyebab hilangnya melanosit belum
diketahui dengan pasti dan banyak hipotesis yang mencoba untuk menjalaskannya. Vitiligo
terbanyak dijumpai pada usia 10-30 tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai tetepu
congenital vitiligo pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti
susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi, asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi
yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu wood, biopsy, pewarnaan khusus untuk
melanosit dan melanin, dapat membantu menegakkan diagnose vitiligo. Pengobatan vitiligo
sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan kecermatan dalam

memilih pengobatan dan terjadinya repigmentasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga
diperlukan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatntya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N, editor.Textbook of
Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000 ; 880-88
2. Hann S K. Vitiligo. http
3. Hurwitz S. Disorders of Pigmentation : Vitiligo. In : Clinical Peditric Dermatology (A
textbook of skin disorder of childhood and adolescence). 2nd ed, Saunders Company, 1993
; 458-465.
4. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo, In : Cutaneus Medicine and Surgery. Vol 2, W.B.
Sauders Company, 1996 ; 1210-16

5. Fleischer A B, Feldman S R. Vitiligo. In : 20 Common Problems In Dermatology.


McGraw-Hill, 200 ; 277-86
6. Berhrmand R E, Kliegman R M. Vitiligo. In : Nelson Textbook of Pediatrics, 16 thed, W.B.
Sauders Company, 2000 ; 1988.
7. Viti http
8. Lever W F. Pigmentary disorders : Vitiligo. In : Histophathology of the skin. 6 thed, J.B.
Lippincott Company, 1983 : 441-42
9. Viti http
10. Lepe V, Moncada B.A double-blind Randomized Trial of 0,1 % Tacrolimus vs 0,05%
Clobetasol for the Treatment of Childhood Vitilogi. In : Archives of Dermatology, vol
139, May, 2003.

Anda mungkin juga menyukai