Panji : aku tidak pernah membayangkan bagaimana aku bisa terlahir untuk menikmati kisah cinta serumit ini. seperti choccocino hangat yang saat ini menemani minggu pagiku. Rasa coklat dengan creme yang rasanya agak sedikit aneh dilidah. Yank, aku gak suka coklat. Rasanya aneh! ujarku ketika kami mengobrol di line telpon. Koq, gak suka? timpalnya heran. Rasanya aneh aja. Panji sukanya kopi susu. Sengaja kubuat dengan nada manja. Yaudah! tut.... tut... tut... telpon ditutup... Begitulah Bie, sifatnya masih gak jauh beda dengan adik perempuanku yang masih TK. Yups, bagiku dia masih anak anak. Manja, moody, gampang ngambek, dan masih banyak lagi sifat jeleknya yang kadang kadang bikin kesel. Salah satunya ya sifat gengsinya itu lho, naudzubillah gak ketulungan. Gak pernah mau jujur sama perasaannya sendiri. gak pernah mau ngaku bilang suka ataupun gak suka. Bayangin aja... Aku harus membolak balik kamus bahasa perempuan agar bisa menerjemah apa yang dia pengenin. Seperti waktu itu, kalo dia bilang gak ada apa apa, itu tandanya ada apa apa. Kalo dia bilang udah, itu artinya belom. Yup, semuanya serba berkebalikan. susah Aku sempat pengen menyerah, melihat respon Biru ya biasa biasa aja. Masih dingin dan kaku. Untuk ukuran perempuan normal harusnya dia dari awal udah sadar kalo ada yang mulai menaruh hati. Tapi nyatanya selama sembilan bulan kedekatan kami dia masih biasa biasa aja. Aku sempat berpikir apa waktu itu dia udah ada yang ngedeketin dia duluan, mungkin!