Anda di halaman 1dari 17

JURNAL

VENTILASI SOLAR CHIMNEY SEBAGAI ALTERNATIF DESAIN PASSIVE


COOLING DI IKLIM TROPIS LEMBAB
Yuswinda Febrita Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
yf_winda@yahoo.co.id

RESUME :
BAB I. PENDAHULUAN
Kenaikan biaya energi dan kesadaran lingkungan terutama di negara
berkembang, mendorong para peneliti di seluruh dunia khususnya di negara
berkembang untuk mencari alternatif ventilasi alami dan pendinginan bangunan baik
pada bangunan komersil maupun rumah tinggal. Kondisi iklim di daerah Tropis
mempunyai karakteristik; temperatur udara tinggi, kelembaban relatif tinggi dan
kecepatan angin yang rendah yang membuat kondisi lingkungan tidak nyaman.
Beberapa studi yang berkaitan dengan sistem thermal di daerah tropis lembab melihat
bahwa kecenderungan masalah yang dihadapi adalah sama yaitu besarnya beban
panas dalam bangunan yang berpengaruh terhadap pembentukan suhu udara dalam
ruang.
Desain Pasive Cooling pada rumah tinggal di daerah iklim tropis merupakan masalah
yang paling sulit dipecahkan. Sedangkan desain tempat tinggal yang baik yaitu dapat
memelihara lingkungan dalam rumah dengan baik dan nyaman tanpa penggunaan
peralatan mekanis.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Sistem ventilasi adalah strategi untuk mencapai kualitas udara di dalam ruang
yang merupakan dasar dari (based on) untuk mensuplai udara segar dalam ruang dan
untuk meminimalkan (dillution) konsentrasi polusi dalam ruang, jumlah bukaan
ventilasi diperlukan untuk menjaga kualitas udara tergantung dari kondisi alam dan
dominasi sumber polusi pada ruang tersebut (Allard, 1998). Santamouris menyatakan
bahwa natural ventilation digunakan tidak hanya untuk mensuplai udara segar untuk
kebutuhan pengguna (occupants) dan untuk kebutuhan menjaga level kualitas udara
(maintain acceptable air quality), tetapi juga untuk pendinginan (Santamouris, 1996).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Studi ini dilakukan dengan jalan membandingkan beberapa hasil penelitian


yang dilakukan oleh Jyotirmay (2006), Nugroho (2006) dan Chitsomboon (2004),
dimana pokok bahasan sama yaitu mengenai solar chimney ventilation. Dari beberapa
penelitian tersebut dilakukan studi perbandingan yang bertujuan untuk menentukan
sampai sejauh mana parameter desain solar chimney ventilation (tinggi,panjang,lebar
dan material) dapat meningkatkan kecepatan udara di dalam bangunan di daerah
tropis lembab. Perbandingan demikian akan menjelaskan unsur-unsur baru khas dari
solar chimney ventilation.

JURNAL
PENGARUH ELEMEN BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL
PENGHUNI BAGI
RUMAH KOLONIAL DI KALIANGET
Rahminindari Utami 1, Krisna Dwi Handayani 2
1 Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Negeri Surabaya
2 Dosen Teknik Sipil Universitas Negeri Surabaya
RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Faktor keamanan dan kenyamanan menjadi prioritas utama sebelum
membangun rumah karena rumah dapat menimbulkan masalah khusus bagi arsitektur
bangunan, terkait hubungannya dengan iklim dan berbagai macam penggunaan ruang
dalam kurun waktu 24 jam setiap harinya. Permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh elemen arsitektur bangunan kolonial
terhadap kenyamanan termal penghuni rumah kolonial di Kalianget.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tipologi

merupakan

sebuah

bidang

studi

yang

mengklasifikasikan,mengkelaskan, mengelompokkan objek dengan ciri khas struktur


formal yang sama dan kesamaan sifat dasar ke dalam tipe-tipe tertentu dengan cara
memilah bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Tipologi rumah kolonial berdasarkan
teori yang dikemukakan(Handinoto: 2010) adalah Indische Empire (abad 18-19),
arsitektur peralihan (1890-1915), arsitektur kolonial modern (1915-1940).

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif. Lokasi penelitian


yaitu rumah kolonial yang berada di sekitar PT.Garam Kalianget yang terletak di
Kecamatan Kalianget. Teknik yang digunakan dalam menentukan sampel penelitian
yaitu Teknik purposive sampling. Teknik pengambilan sampel dengan metode ini
berdasarkan penelitian di lapangan bahwa rumah kolonial yang ada di Kalianget
memiliki keberagaman yang tinggi.
Sumber data terdiri dari 2 yaitu sumber data primer dan sekunder. Adapun sumber
data dari penelitian ini adalah:
a. Data primer pada penelitian ini adalah:
1. Hasil wawancara dengan narasumber yang mengetahui sejarah rumah
kolonial.
2. Hasil penggalian data berupa observasi langsung rumah-rumah kolonial di
Kalianget.
b. Data sekunder berupa dokumen yang didapatkan dari BMKG berupa data
iklim. Sedangkan data dari PT. Garam sebagai pihak yang mengelola rumah
kolonial.

JURNAL
PENGARUH ORIENTASI BANGUNAN TERHADAP
KEMAMPUAN MENAHAN PANAS PADA RUMAH TINGGAL
DI PERUMAHAN WONOREJO SURAKARTA
Disusun Oleh :
A.BAMBAN YUUWONO

RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Kondisi orientasi bangunan yang sangat bervariatif pada kawasan perumahan
Wonorejo Surakarta secara otomatis telah menciptakan terjadinya suatu kesenjangan
kemampuan bagi bangunan didalam menahan panas dari radiasi matahari sebagai
akibat adanya kondisi yang ideal dan tidak ideal terhadap garis edar matahari,
sehingga yang menjadi permasalahan adalah seberapa besar orientasi bangunan akan
berpengaruh pada kemampuan untuk menahan panas pada arah orientasi bangunan
yang ideal dan tidak ideal pada rumah-rumah di kawasan perumahan Wonorejo
Surakarta ini.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Aspek iklim dan lingkungan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi produk
arsitektur (Amos Rapoport 1969). Sejarah perkembangan arsitektur pada mulanya
diawali dengan shelter yang digunakan manusia sebagai tempat berlindung dari
panas dan hujan dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa musuh utama manusia
pada waktu itu adalah kondisi iklim dan lingkungan, untuk melindungi dirinya dari
pengaruh iklim membentuk pola kebudayaan manusia, manusia membangun shelter

sebagai tempat berlindung melalui rangkaian proses trial dan error hingga sampai
pada bentuknya yang baku.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian pada dasarnya merupakan cara pengumpulan data dari sejumlah
unit atau individu dalam periode tertentu yang bersamaan (Winarno Surachmad,
1972:11). Dan dalam penelitian digunakan metode tertentu. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang
menspesifikasikan obyeknya secara eksplisit dieliminasikan dari obyekobyek lain
yang tidak diteliti. Metode penelitian kuantitatif membatasi sejumlah tata fikir logis
tertentu, yaitu korelasi, kausalitas dan interaktif, sedangkan obyek data ditata dalam
tata fikir katagorisasi, interfalisasi dan kontinuitas (Noeng, Muhadjir, 2000:12)
Metode penelitian kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang
menspesifikasikan obyeknya secara eksplisit dieliminasikan dari obyekobyek lain
yang tidak diteliti. Metode penelitian kuantitatif membatasi sejumlah tata fikir logis
tertentu, yaitu korelasi, kausalitas dan interaktif, sedangkan obyek data ditata dalam
tata fikir katagorisasi, interfalisasi dan kontinuitas (Noeng, Muhadjir, 2000:12)

JURNAL
ADAPTASI GUNA MENCAPAI KENYAMANAN
DI DALAM BANGUNAN KOLONIAL PADA LINGKUNGAN PADAT
Studi Kasus : Rumah Indis di Kampung Kemasan Kota Lama Gresik
Failasuf Herman Hendra
E-mail : failasuf_herman@yahoo.com
RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia merupakan salah satu produk
arsitektur masa lalu yang tinggi kualitas kebertahanannya. Arsitektur kolonial ini
mempunyai berbagai tingkatan dalam beradaptasi dengan iklim dan lingkungan.
Arsitektur Indis sebagai salah satu gaya arsitektur kolonial, merupakan arsitektur
yang kala itu berada dalam proses mencari wujud yang lebih adaptif dan kontekstual
dengan iklim dan lingkungan setempat. Ada konsep umum yang menyebabkan
beberapa kemiripan pola dasarnya, disamping itu karakteristik lingkungan setempat
diakomodasikan pula dalam berbagai perwujudan lokal yang secara spesifik menjadi
berbeda. Langgam arsitektur Indis sendiri merupakan perpaduan secara eklektik
antara arsitektur Neo Klasik atau Neo Renaissans Belanda dengan arsitektur
tradisional Jawa.
Pembahasan ini adalah untuk membuktikan apakah kualitas kebertahanan dari rumah
kolonial (Gaya Indis) tersebut juga diikuti dengan performa bangunan (dalam konteks
termal) yang tetap bagus serta mampu memberikan kenyamanan pada ruangruang di
dalamnya hingga saat ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Arsitektur Indis merupakan salah satu gaya arsitektur kolonial Belanda di Jawapasca
arsitektur Neo Klasik atau Neo Renaissans yang diadopsi dari Eropa, sebelum
datangnya era arsitektur modern di Jawa. Rumah Indis adalah rumah yang sepintas
tampak seperti bangunan rumah tradisional Jawa dengan atap berbentuk Joglo atau
Limasan. Bagian depan terdapat selasar terbuka (telundak) sebagai tempat untuk
proses sosialisasi seperti : menerima tamu, menggelar pesta dan sebagainya. Ruang
tidur terletak pada bagian tengah bangunan pada sisi kiri dan kanan, sedangkan ruang
yang terapit diantara ruang tidur (alley) difungsikan untuk ruang makan atau
perjamuan makan malam. Bagian belakang terdapat teras terbuka untuk minum teh
pada sore hari sambil membaca buku dan mendengarkan radio. Pengaruh budaya
Eropa terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan pada arsitektur gaya Yunani dan
Romawi. Pintu depan terletak tepat di tengah fasade yang diapit dengan jendela
jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara pintu dan jendela biasanya dipasang
cermin besar dengan patung porselen (Suptandar, 2001)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


Untuk menilai tingkat adaptasi bangunan maka dilakukan evaluasi kinerja
termal bangunan, disamping kenyamanan termal dengan menggunakan indeks pada
Standart Effective Temperature serta metode Bioclimatic Chart dari Olgyay.

Jenis dan strategi pembahasan adalah secara deskriptif dengan membuat


pencandraan/gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi untuk daerah tertentu pada saat pengamatan dilakukan serta
prediksi mendatang.
Proses penalaran secara induktif digunakan dengan pertimbangan bahwa
untuk mendapatkan pengetahuan umum tentang karakteristik suatu obyek dapat
diperoleh dengan mempelajari beberapa sampel obyek secara khusus.

JURNAL
Apakah Tropikalitas dalam Arsitektur Kolonial Kota Bandung Estetis? ( Studi
kasus : Gereja St. Petrus Katedral Bandung )
Krismanto Kusbiantoro *
RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Tropikalitas dapat dipahami sebagai suatu resultan dari respon-respon
manusia untuk hidup beradaptasi dengan iklim tropis. Respon-respon ini sangat
evolutif dan kaya akan kemungkinan-kemungkinan sehingga tropikalitas menjadi
begitu kompleks dan menarik sebagai suatu titik temu antara tantangan alam dengan
tuntutan kualitas hidup manusia.
Penelitian dengan metode observasi lapangan ini mau menunjukkan bahwa
adaptasi terhadap iklim tropis menghasilkan elemen-elemen desain yang sangat kaya
dan berpotensi untuk menjadi elemen estetis yang terintegrasi. Tulisan ini akan
mengulas komposisi elemen-elemen bentuk pada obyek studi yang merupakan
ekspresi adaptasi terhadap isu tropikalitas dengan kacamata estetika.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan
dengan keindahan.3 Obyek estetika sangat beragam, namun bisa digolongkan
menjadi 2 berdasarkan atas penciptanya yaitu alami (natural) dan buatan manusia

(artificial). Semua obyek ini ditangkap oleh indera manusia, kemudian diresapkan
dan diolah oleh bagian-bagian otak manusia hingga mengalami suatu pengalaman
yang spesifik yang disebut Romo Mudji Sutrisno sebagai pengalaman estetis.
Scruton mengatakan bahwa meskipun ada upaya untuk mengaplikasikan
standar estetika pada arsitektur, masih ada ke-asimetris-an antara arsitektur dengan
karya seni lainnya. Para fungsionalisme percaya bahwa keindahan sejati dari
arsitektur bermula dari suatu korespondensi antara bentuk dan fungsi; oleh karena itu
arsitektur harus berfungsi. Jadi estetika dalam arsitektur tidak semata-mata berkaitan
dengan keindahan secara visual saja tetapi keindahan yang memuat fungsi di
dalamnya.

JURNAL

ALTERNATIF DISAIN ARSITEKTUR DAERAH TROPIS


LEMBAB DENGAN PENDEKATAN KENYAMANAN
THERMAL
Eddy Prianto
Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang

RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Di daerah tropis lembab dengan rata-rata suhu udara tahunan dan kelembaban relatif
tinggi, menuntut terciptanya ventilasi silang dalam bangunan untuk mencapai kondisi
nyaman pagi penghuninya. Menurut pendapat Fanger, kombinasi suhu udara dan
kelembaban mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kualitas udara dalam ruangan,
dan hal ini menentukan standart ventilasinya [Fanger 01]. Besaran dan pola aliran
udara di dalam ruangan tidak hanya tergantung dari kecepatan udara luar tetapi juga
ditentukan oleh elemen-elemen disain arsitektur lainnya seperti posisi dan orientasi
bangunan, bentuk atap, perletakan balkon, disain jendela, susunan ruangan dalam dan
perletakan furniture dan bahkan bentuk disain partisinya
Bagaimana konsep perencanaan yang harus diterapkan terhadap suatu model
perumahan susun berlantai 2 yang mewakili kondisi di perkotaan didaerah tropis
lembab, apabila parameter sirkulasi udara dan kenyamanan thermal menjadi tolok
ukurnya

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Fanger mendefinisikan kenyamanan thermal sebagai kondisi seseorang yang
mengekspresikan rasa puas/nyaman terhadap lingkungan thermalnya [Fanger 72].
Terkait dengan kondisi kecepatan udara interiornya, kecepatan udara di dalam
ruangan untuk mencapai kenyamanan adalah sekitar 0.2-1.5m/s untuk aktivitas
sedang [Gandemer 92]. Studi terbaru dari Griefahn dkk [Griefahn et al 00]
menunjukkan bahwa seseorang yang sedang melakukan suatu aktivitas berat kurang
sensitif terhadap aliran angin dibanding dengan orang yang melakukan aktivitas
ringan .
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Model dasar dalam penelitian ini diambil dari hasil studi terdahulu [Prianto et al.
01a], yaitu suatu type perumahan perkotaan daerah tropis yang berlantai dua.. Model
berdimensi 2D terletak di bidang datar dan tanpa merepresentasikan kondisi alam
sekitarnya. Dengan simulasi numerik, angin datang seolah-olah dari sebelah kiri
terowongan numerik, dengan kecepatan udara sebagaimana kondisi nyata di
lapangan. (data diambil dari data meteorologi kota-kota di negara tropis lembab :
Semarang Indonesia dan Cayenne Guyana Perancis : 2,4m/detik pada ketinggian
10.00m) [Meteo 01], [WWW.BMG 01].

JURNAL
TANGGAPAN TERHADAP IKLIM SEBAGAI PERWUJUDAN NILAI
VERNAKULAR PADA RUMAH BUBUNGAN TINGGI
Mohammad Ibnu Saud dan Naimatul Aufa
Mahasiswa Program Pasca Sarjana, Prodi Arsitektur Universitas Gadjah Mada
ibnusaud@gmail.com

RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Pemanasan global dan keterbatasan energi merupakan tantangan terbesar di
abad ini. Seluruh aspek kehidupan mulai mempertimbangkan dua hal ini dalam
pengembangannya, tak terkecuali arsitektur. Arsitektur dituding sebagai pemakai
energi dan penyumbang pemanasan global terbesar (Priatman, 2003). Tidak dapat
dipungkiri

bahwa

usaha

arsitektur

dalam

memberikan

kenyamanan

pada

penggunanya justru mengorbankan bumi dimana arsitektur itu berada. Efisiensi


energi sebenarnya bukanlah kriteria baru dalam desain arsitektur. Konteks keberadaan
bangunan selalu ditentukan oleh batasan-batasan iklim dan material bangunan.
Sepanjang sejarah, iklim, energi dan kebutuhan sumber daya merupakan hal-hal
fundamental dalam arsitektur (Priatman, 2002).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Menurut Rapoport (1969) iklim menjadi salah satu aspek penting yang
mempengaruhi penentuan bentuk pada hunian vernakular, terutama mengingat pada
kondisi keterbatasan teknologi sistem pengendalian lingkungan, manusia tidak bisa

mendominasi alam tetapi harus beradaptasi. Lebih lanjut Rapoport menguraikan


bahwa aspek mendasar dalam mengatasi permasalahan iklim ada pada kemampuan
masyarakat vernakular melakukan pemilihan site, material yang sesuai dengan iklim
lokal, menggunakan sumber daya minimum untuk mendapatkan kenyamanan
maksimum dan adaptasi model tradisional terhadap kondisi iklim.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian rasionalistik, dengan melakukan kajian
terhadap literatur untuk membuat suatu landasan teori. Landasan teori ini kemudian
menjadi acuan dalam mengkaji data-data empirik. Pengambilan data dilakukan di
Rumah Bubungan Tinggi Teluk Selong, Martapura Kalimantan Selatan. Literatur
utama yang digunakan untuk kajian rumah bubungan tinggi adalah tulisan Syamsiar
Seman (2001) berjudul Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan dan tulisan
Bani Noor Muchamad (2007) berjudul Anatomi Rumah Bubungan Tinggi. Seman
mengulas bubungan tinggi dari sudut pandang budaya, sedangkan Muchamad
mengulas dari sudut pandang anatomi keruangan dan struktur. Untuk kajian mengenai
vernakular dan iklim, digunakan pendapat Rapoport (1969) dalam House, Form, and
Culture sebagai acuan utama.

JURNAL
TEKNOLOGI IKLIM PADA RUMAH TINGGAL KOLONIAL DI
KOTA MALANG SEBAGAI UPAYA MENCAPAI KENYAMANAN TERMAL
BANGUNAN
Lalu Mulyadi,
Dosen Prodi Arsitektur ITN Malang
Email : sasimurti@yahoo.co.id
Agung Murti Nugroho
Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, Malang

RESUME:
BAB I. PENDAHULUAN
Teknologi bangunan

yang beradaptasi iklim atau lebih dikenal dengan

teknologi iklim pada rumah kolonial ini masih relevan dengan kondisi saat ini. Hal
ini tidak saja mengurangi konsumsi energy namun pada penerapnanya dapat di
gabung dengan penghawaan buatan sehingga desain bangunan lebih optimal.
Identifikasi teknologi iklim pada kajian bangunan kolonial meliputi elemen
atap,dinding, tritisan, lantai dan lain-lain. Dalam disiplin ilmu arsitektur unsure iklim
yang paling dominan adalah cahaya matahari dan angin. Bangunanyang telah di kaji
berdasarkan iklim setempat baik pada waktu perencanaan maupun sudah dihuni
sehingga didapat contoh tegnologi iklim bangunan. Manfaat kajian teknologi iklim
bangunan adalah dapat menaungi penghuni

dari

kondisi alam dengan efektif,

mengoptimalkan energi dalam bangunan dan tidak merusak lingkungan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


Iklim mempengaruhi keadaan manusia dan segala hal yang hidup di bumi.
Menurut Lippsmeier (1994), unsur-unsur iklim yang dapat mempengaruhi
kenyamanan dan kemampuan mental dan fisik penghuni :radiasi Matahari, suhu,
curah hujan, kelembababn dan angin.Bila kita kembali tentang judul yaituiklim di
kota malang yang terletak di Indonesia adalah tropis lembab sedangkan Belanda
adalah moderat.
Arsitektur kolonial menyiratkan adanya akulturasi yang diiringi oleh proses
adaptasi antara dua bangsa yang berbeda yaitu bangsa penjajah dan yang di jajah
yang menyebabkan karakter bangunan kolonial Belanda di Indonesia dapat di bagi
dalam

beberapa

periode

berdasarkan

karakter

langgam

arsitektur

yang

mempengaruhinya,seperti pengaruh ghotic, Renaissance dan cina. Arsitektur kolonial


yang berkembang di Indonesia awal abad ke -19 umumnya di kenal dengan Indische
Empire Style atau Dutch Indische atau Dutch colonial Villa.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah penelitian yang di lakukan dalam metode ini adalah identifikasi
masalah, pengumpulan data, analisis data dan sintesis, identifikasi masalah ini
penting dalam menentukan dugaan sementara atau hipotesis. Tahap ini dilakukan
untuk menekankan fakta yang dilandasi oleh latar belakang yang dilandasi oleh latar
belakang sebgai dasar untuk menentukan pokok permasalahannya.

Anda mungkin juga menyukai