Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Komplek TB Primer
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Radiologi

Disusun Oleh :

Deni Ismail, S.Ked


Eka Puji Ayuningtyas, S.Ked
Teguh Sunartejo, S.Ked
Yohana Lourensia Matatula, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

REFERAT
Komplek TB Primer

Diajukan Oleh:
Deni Ismail, S.Ked
Eka Puji Ayuningtyas, S.Ked
Teguh Sunartejo, S. Ked
Yohana Lourensia M, S.Ked
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Ilmu Radiologi Program Pendidikan
Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari

tanggal

2013

Pembimbing:
dr. Harsono, Sp.Rad

Dipresentasikan dihadapan:
dr. Harsono, Sp.Rad
Disahkan Ka. Program Profesi:
dr. Donna Dewi Nirlawati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, penyakit Tuberculosis atau TBC sangat sulit diberantas.
Namun untuk pertama kalinya, organisasi kesehatan dunia atau WHO mencatat
penurunan cukup signifikan pada jumlah penderita maupun korban meninggal karena
TBC. Dalam laporan berjudul Global Tuberculosis Control Report 2011, WHO
menyampaikan bahwa jumlah kasus baru TBC di dunia pada 2010 tercatat 8,8 juta
dan jumlah korban meninggal 1,4 juta jiwa. Angka ini turun dibanding tahun-tahun
sebelumnya, misalnya 9,4 juta kasus baru pada 2009. Laporan WHO pada tahun
2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita
TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada
tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO
Global Tuberculosis Control 2010).
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian ke-2 diIndonesia setelah penyakit
jantung dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun ada 1,3 juta anak berumur kurang
dari 15 tahun yang terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450 ribu kematian anak
akibat penyakit ini. (depkes 2008)
Penyakit Primer Kompleks Tuberkulosis (PKTB) merupakan
penyakit yang relatif besar probabilitasnya pada anak-anak balita
dan pengobatannya memerlukan waktu yang cukup lama. Deteksi
penyakit PKTB dilakukan melalui gejala klinis, uji laboratorium dan
foto

paru-paru

dengan

x-ray.

Hasil

citra

paru

dari

x-ray

diinterpretasikan oleh medis sebagai diagnosa akhir. Pemeriksaan


radiologis pada pasien TB paru post primer memberikan gambaran
yang khas, dan dapat membedakan antara gambaran TB primer
dan post primer.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk
mengetahui

etiologi,

patofisiologi,

radiologis dan penanganan TB Primer.

pencegahan,

gambaran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis ( TB / Tubercle Bacillus ) adalah penyakit yang
umum

dan

mematikan,

disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosis, yang pada umumnya menyerang paru ( TB paru ) tapi


juga dapat menyerang sistem syaraf pusat, sistem limfatikus,
sistem sirkulasi, sistem genitouria, tulang dan persendian.
Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanus. Basil tersebut
masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection)

sampai

alveoli,

terjadilah

infeksi

primer

(Ghon).

Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan


terbentuklah Primer Kompleks ( Ranke ). Infeksi primer ( Ghon ) dan
Primer Kompleks ( Ranke ) dinamakan TB primer, yang dalam
perjalanan

lebih

lanjut

sebagian

besar

akan

mengalami

penyembuhan. TB Paru primer, keradangan terjadi sebelum tubuh


mempunyai

kekebalan

spesifik

terhadap

basil

Mycobacterium

tuberculosis, yang kebanyakan didapat pada usia anak 1 3 tahun.


Sedangkan yang disebut Tuberkulosa Post Primer ( reinfection )
adalah keradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan
ulang yang mana didalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil TB tersebut.

B. Anatomi
Paru-paru sendiri dibagi menjadi dua, yakni :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) yaitu

a. Lobus pulmo dekstra superior


b. Lobus medial
c. Lobus inferior

2.

Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus


a. pulmo sinister lobus superior
b. lobus inferior

Tiap lobus tersusun oleh lobules dan tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan
yang lebih kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu 5 buah segment pada lobus
superior dan 5 buah segment pada inferior. Sedangkan Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yakni 5 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segment pada lobus
medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap
lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabangcabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.
Letak Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oeh selaput
selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi dua :
1.

Pleura viseral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang


langsung membungkus paru-paru.

2.

Pleura parietal, yaitu selaput paru yang melapisi bagian dalam


dinding dada.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.

Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna unuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak

C. Etiologi

Infeksi mycobacterium tbc dimulai dari inhalasi kuman Mycobacterium


tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak
berkapsul melalui udara pernapasan dari orang yang menderita TB paru. Ini
diistilahkan dengan droplet infection. Setelah basil mencapai alveolus, ia akan
dibawa melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe pada hillus paru. Kemudian ia
bisa mencapai melalui aliran darah melalui ductus thorasicus.

D. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada
tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembabab udara. Dalam
suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga
masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang
terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk
sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan
paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran
getah bening hilus (limfadenitis regional). Komplek primer apabila

ditemukan Sarang primer, limfangitis local, limfadenitis regional


secara bersamaan.
Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Pada paru basil yang berkembang biak menimbulkan suatu
daerah radang yang disebut afek/fokus primer dari Ghon. Basil akan
menjalar melalui saluran limfe dan terjadi limfangitis dan akan
terjadi limfadenitis regional.

Pembentukan radang adalah melalui Reaksi Hipersensitivitas


Tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity). Di mana akan terbentuk
tuberkel-tuberkel atau disebut granuloma.

Gambar: Pembentukan granuloma pada TB primer

E. Tanda Dan Gejala


1.

Perbedaan TB pada anak dengan TB dewasa


a. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di
daerah apeks dan infra klavikuler
b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa
pembesaran kelenjar limfe regional
c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan
fibrosis
d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang.

2.

Manifestasi TB pada Anak


Penyakit TB pada anak memiliki beberapa manifestasi klinis. Di antaranya:
a. TB paru

TB paru merupakan manifestasi klinis yang umum dijumpai pada anak.


Dari yang paling ringan sampai yang paling berat dapat dijumpai pada
anak.
1). Bentuk yang paling ringan adalah pembesaran kelenjar hilus atau
munculnya Ghon kompleks.

Gambar: adanya kalsifikasi parahiler kanan (Ghon kompleks)


disertai pembesaran kelenjar hillus kanan. (Courtesy: Andrea T
Cruz).

2). Sedangkan salah satu bentuk TB paru berat adalah TB milier.

Gambar: TB milier dengan gambaran badai salju.

b. TB kulit (Scrofuloderma)
TB anak juga memiliki manifestasi TB kulit.
c. TB kelenjar
Di antara manifestasi ekstrathoracal adalah TB kelenjar.

Gambar: TB kelenjar disertai scrofuloderma. (Courtesy: Andrea


T Cruz)

d. TB tulang
Di antara manifestasi TB ekstratoracal adalah TB tulang.

Gambar: TB pada tulang vertebara atau disebut Gibbus.

3.

Gejala Klinis
a. Gejala umum
1). Berat badan menurun berturut-turut selama 3 bulan tanpa sebab jelas
atau tidak naik selama 1 bulan meskipun dengan intervensi gizi
2). Anoreksia dan gagal tumbuh (failure to thrive)
3). Demam lama/berulang tanpa sebab jelas
4). Pembesaran KGB superfisial seperti: KGB leher, inguinal dan
Sebagainya
5). Gejala saluran napas seperti batuk lama lebih dari 30 hari
6). Gejala GI tract seperti diare lama/berulang, masa di abdomen dan
sebagainya.
b. Gejala spesifik
1). TB kulit (scrofuloderma)
2). TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak
3). TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB
4). TB mata: konjungtifitis fliktenuaris, tubercle choroid .

F. Diagnosa
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
tuberculin tes,pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru
ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.
1. Gejala klinis
2. Tes Mantoux
Tes Mantoux merupakan salah satu jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnosis Tuberkulosis (TB) pada anak. es Mantoux dilakukan dengan cara
menyuntikkan protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah
anak. Agar hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang

dimasukkan harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di
bawah kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat
indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan
benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka
dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm
dinyatakan positif.

3. Reaksi cepat BCG


Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan
indurasi > 5 mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
4. Scoring TB
Parameter
Kontak TB
Uji Tuberkulin
Status Gizi

Demam
tanpa
sebab jelas
Batuk
Pmbesaran
Kelenjar
Limfe
Kolli,
Aksila,
Inguinal

Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak


1
2
Laporan keluarga,
Kavitas (+)
BTA (-) atau tidak
BTA tidak jelas
tahu
Negatif
BB/TB <90%
Klinis gizi
atau BB/U <80%
buruk atau
BB/TB <70%
atau BB/U
<60%
2 minggu
0
Tidak
jelas

3 minggu
1 cm, jumlah >1,
tidak nyeri

3
BTA
(+)
Positif

Pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut,
falang
Foto

Ada
pembengkakan
Normal/
Tidak
jelas

Infiltrat
Pembesaran
kelenjar
Konsolidasi
segmental/lobar
Atelektasis

Kalsifikasi +
infiltrat
Pembesaran
kelenjar
+infiltrat

Catatan:
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Jika dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis TB
Berat badan dinilai saat datang
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
Foto rontgen bukan alat diagnosis utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan system skorinh TB
anak
Didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih
bersifat tentatif/ sementara, nilai definitive menunggu hasil penelitian yang sedang
dikerjakan.
Pemberian profilakasi INH bila kontak BTA (+) dengan skor <6
Dikutip oleh: dr. Astri Pramarini
Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK Pulmonologi PP IDAI, 2005

5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat
badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat
kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai
adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara
nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah,
kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis, TB sering


asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada.
6. Pemeriksaan Radiologis TB Paru
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama
pada TB.Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB
paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) atau uji mantoux (+) dan
tanpa menunjukkan gejala.
a. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan
padafoto roentgen.
b. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto
roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan
tuberkulosis.
c. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada
tuberkulosis,sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang
-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
d. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis
yangterpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
e. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut
aktif.
f. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang
aktivitaspenyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui
kombinasi denganhasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
g. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses
dantanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan
foto-fototerdahulu.
h. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb.
i. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan
tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen
adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai

proyeksi-proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik


dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB,
yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi
berdiri,tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan
pada proyeksi PA,perlu ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang
kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir
inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanyakelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuatsetelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikansuatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan
pada posisi berdiri dengan arah sinarmenyudut 35-45 derajat arah
caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

G. Gambaran Radiologis TB Primer


Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling
sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi
bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan
TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak
ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto
toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih
sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen
anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah
limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa

dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah
Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran
hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena
perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anakanak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.

Gambar atas menunjukkan Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis


eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB. Gambar bawah menunjukkan Tuberculosis
dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral

Komplek primer TB (Komplek Ranke) terdiri dari :


1. Komplek Gohn
Merupakan bintik bintik kecil di suprahiler dan di sekelilingnya ada
infiltrat, sering tidak tampak kecuali ada kalsifikasi.
2. Limfangitis
Cabang cabang linfe yang keluar dari kompleks Gohn dan berjalan
sepanjang hilus.
3. Limfadenitis
Terjadi pembesaran limfonodi. Sering terjadi di :
a. Lnn. Hilus, tampak sebagai gambaran perpadatan di hilus
b. Lnn. Parabronkial

c. Lnn. Paratrakheal, di kanan dan kiri trakea, tampak sebagai gambaran


cerobong asap. (rusdy ghazali radiologi diagnostik)

H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH
minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis
dihentikan bila hasil uji tuberculin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
2. Pengobatan
a. Medikametosa
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama
6 atau 9 bulan, yaitu:
1)

2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2


bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau
2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).

2)

2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari


selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2
kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada
resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan

bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15


mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
1) TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

2) TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari

Dosis
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
prednison
b. Non Medikametosa
Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah
keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan
beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak
melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang
mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan
pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien
meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan
pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan
mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien
adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah
direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC.
Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan

strategi

DOTS

dapat

memberikan

angka

kesembuhan

yang

tinggi.

Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu :
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan
panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan
matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan,
Keluarga pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, guru. Tugas
pengawas minum obat adalah: 1) Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur
sampai selesai pengobatan, 2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, 3) Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa)
dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai
gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih
pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak
dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi
DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem
skoring

I. Pencegahan Penularan
dr. Wahyuni Indawati, Sp.A memaparkan beberapa cara untuk
mencegah TB anak berikut :
1. Vaksinasi BCG.

Vaksinasi merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan penyakit.


Vaksin merupakan mikroorganisme, baik sel utuh maupun bagian sel yang
bersifat toksik, yang sudah dilemahkan dan dimasukan ke tubuh untuk
merangsang tubuh membentuk antibodi. BCG merupakan jenis vaksin yang
secara spesifik merangsang pembentukan antibodi terhadap bakteri TB.
2. Pemberian makanan yang bergizi dan seimbang.
Makanan yang bergizi dan seimbang akan meningkatkan imunitas yang
membantu memerangi bakteri penyebab TB.
3. Jaga lingkungan tetap bersih, tidak lembab, dan sinar matahari dapat masuk ke
dalam rumah.
Lingkungan dengan kriteria tersebut dapat mencegah perkembangbiakan
bakteri penyebab TB sehingga menurunkan kemungkinan tertular.
4. Cari sumber penularan.
TB dapat mudah menular melalui udara. Sehingga dengan mengetahui
orang yang jadi sumber penularan, penularan penyakit dapat ditekan. Sumber
penularan dapat dari orang dewasa serumah, dan orang dewasa di lingkungan
sekolah.
5. Obati sumber penularan dengan tuntas.
Bila sudah mengetahui sumber penularan, maka upayakan untuk mengobati
orang tersebut. Cegah penularan dengan etika batuk serta menggunakan masker
selama 2 bulan pertama pengobatan.

J. Prognosis
Pada

pasien

dengan

sistem

imun

menggunakan OAT terkini memberikan


untuk

mencapai

pengobatan

kesembuhan.

lengkap,

sisa yang minimal.


memuaskan

hasil

Jika

kebanyakan anak

Terapi

yang

ulangan

prima,

yang

terapi

potensial

kuman sensitif

dan

sembuh dengan gejala

lebih

sulit

dan

kurang

hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada pasien

dengan imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai rejimen


obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi
lanjut.

Pasien dengan

jumlahnya meningkat

resistensi

dari

multiple

waktu ke waktu.

karena para dokter

meresepkan rejimen

adekuat

ketidakpatuhan

ataupun

terhadap
Hal

terapi

pasien

ini

OAT
terjadi

yang

tidak

dalam menjalanin

pengobatan.
Ketika
Isoniazid

terjadi

resistensi

atau

intoleransi

terhadap

dan Rifampisin, angka kesembuhan menjadi hanya 50%,

bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT (terutama isoniazid)

terjadi

perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB milier. Tanpa


terapi OAT pada TB milier maka angka kematian hampir mencapai
100%.
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis ( TB / Tubercle Bacillus ) adalah penyakit yang


umum

dan

mematikan,

disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosis, yang pada umumnya menyerang paru ( TB paru ) tapi


juga dapat menyerang sistem syaraf pusat, sistem limfatikus,

sistem

sirkulasi,

sistem

genitouria,

tulang

dan

persendian.Penegakan diagnosis pada TB primer adalah dengan


menggunakan scoring, berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Bukan dengan pemeriksaan BTA di sputum. Proyeksi
foto torak yang dapat digunakan yaitu Proyeksi Postero-Anterior
(PA), Proyeksi Lateral, Proyeksi Top Lordotik .
Gambaran komplek primer TB (Komplek Ranke) terdiri dari Komplek Gohn,
Limfangitis, Limfadenitis. DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah
strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan TBC. Prognosis TB bergantung pada kepatuhan pengobatan,
resistensi, serta daya tahan tubuh pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Aditama Y. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

Ajunk.

2009.

Anatomi

Paru-paru

((http://ajunkdoank.wordpress.com/2009/07/14/anatomi-paru-paru/,

(online)
diakes

Jumat, 25 Oktober 2013)


Kristiyanto,

Stanislaus,

2008.

Tuberkulosis

(http://epidemiologiblog.blogspot.com/2008_07_01_archive.html,

(online)
diakses

Jumat, 25 Oktober 2013)


Pramudiarja, AN Uyung. 2011. WHO: Untuk Pertama Kalinya, Jumlah Kasus TBC
di

Dunia

Turun

(online)

(http://health.detik.com/read/2011/10/12/074806/1741992/763/who-untukpertama-kalinya-jumlah-kasus-tbc-di-dunia-turun, diakses Jumat, 25 Oktober


2013)
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Rudolph A. 2007. Buku Ajar Pediatri Edisi 20. Jakarta: EGC
Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta :
EGC.
Latief A, dkk. 2003. Diagnosis Fisis Pada Anak. Ed ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto,
hal. 70-4

Anda mungkin juga menyukai