Komplek TB Primer
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Radiologi
Disusun Oleh :
2013
REFERAT
Komplek TB Primer
Diajukan Oleh:
Deni Ismail, S.Ked
Eka Puji Ayuningtyas, S.Ked
Teguh Sunartejo, S. Ked
Yohana Lourensia M, S.Ked
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Ilmu Radiologi Program Pendidikan
Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari
tanggal
2013
Pembimbing:
dr. Harsono, Sp.Rad
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Harsono, Sp.Rad
Disahkan Ka. Program Profesi:
dr. Donna Dewi Nirlawati
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, penyakit Tuberculosis atau TBC sangat sulit diberantas.
Namun untuk pertama kalinya, organisasi kesehatan dunia atau WHO mencatat
penurunan cukup signifikan pada jumlah penderita maupun korban meninggal karena
TBC. Dalam laporan berjudul Global Tuberculosis Control Report 2011, WHO
menyampaikan bahwa jumlah kasus baru TBC di dunia pada 2010 tercatat 8,8 juta
dan jumlah korban meninggal 1,4 juta jiwa. Angka ini turun dibanding tahun-tahun
sebelumnya, misalnya 9,4 juta kasus baru pada 2009. Laporan WHO pada tahun
2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita
TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada
tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO
Global Tuberculosis Control 2010).
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian ke-2 diIndonesia setelah penyakit
jantung dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun ada 1,3 juta anak berumur kurang
dari 15 tahun yang terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450 ribu kematian anak
akibat penyakit ini. (depkes 2008)
Penyakit Primer Kompleks Tuberkulosis (PKTB) merupakan
penyakit yang relatif besar probabilitasnya pada anak-anak balita
dan pengobatannya memerlukan waktu yang cukup lama. Deteksi
penyakit PKTB dilakukan melalui gejala klinis, uji laboratorium dan
foto
paru-paru
dengan
x-ray.
Hasil
citra
paru
dari
x-ray
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk
mengetahui
etiologi,
patofisiologi,
pencegahan,
gambaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis ( TB / Tubercle Bacillus ) adalah penyakit yang
umum
dan
mematikan,
disebabkan
oleh
Mycobacterium
sampai
alveoli,
terjadilah
infeksi
primer
(Ghon).
lebih
lanjut
sebagian
besar
akan
mengalami
kekebalan
spesifik
terhadap
basil
Mycobacterium
B. Anatomi
Paru-paru sendiri dibagi menjadi dua, yakni :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) yaitu
2.
Tiap lobus tersusun oleh lobules dan tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan
yang lebih kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu 5 buah segment pada lobus
superior dan 5 buah segment pada inferior. Sedangkan Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yakni 5 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segment pada lobus
medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap
lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabangcabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.
Letak Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oeh selaput
selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi dua :
1.
2.
Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna unuk
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernafas bergerak
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada
tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembabab udara. Dalam
suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga
masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang
terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk
sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan
paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran
getah bening hilus (limfadenitis regional). Komplek primer apabila
2.
b. TB kulit (Scrofuloderma)
TB anak juga memiliki manifestasi TB kulit.
c. TB kelenjar
Di antara manifestasi ekstrathoracal adalah TB kelenjar.
d. TB tulang
Di antara manifestasi TB ekstratoracal adalah TB tulang.
3.
Gejala Klinis
a. Gejala umum
1). Berat badan menurun berturut-turut selama 3 bulan tanpa sebab jelas
atau tidak naik selama 1 bulan meskipun dengan intervensi gizi
2). Anoreksia dan gagal tumbuh (failure to thrive)
3). Demam lama/berulang tanpa sebab jelas
4). Pembesaran KGB superfisial seperti: KGB leher, inguinal dan
Sebagainya
5). Gejala saluran napas seperti batuk lama lebih dari 30 hari
6). Gejala GI tract seperti diare lama/berulang, masa di abdomen dan
sebagainya.
b. Gejala spesifik
1). TB kulit (scrofuloderma)
2). TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak
3). TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB
4). TB mata: konjungtifitis fliktenuaris, tubercle choroid .
F. Diagnosa
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
tuberculin tes,pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru
ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.
1. Gejala klinis
2. Tes Mantoux
Tes Mantoux merupakan salah satu jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnosis Tuberkulosis (TB) pada anak. es Mantoux dilakukan dengan cara
menyuntikkan protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah
anak. Agar hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang
dimasukkan harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di
bawah kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat
indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan
benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka
dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm
dinyatakan positif.
Demam
tanpa
sebab jelas
Batuk
Pmbesaran
Kelenjar
Limfe
Kolli,
Aksila,
Inguinal
3 minggu
1 cm, jumlah >1,
tidak nyeri
3
BTA
(+)
Positif
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul,
lutut,
falang
Foto
Ada
pembengkakan
Normal/
Tidak
jelas
Infiltrat
Pembesaran
kelenjar
Konsolidasi
segmental/lobar
Atelektasis
Kalsifikasi +
infiltrat
Pembesaran
kelenjar
+infiltrat
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Jika dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis TB
Berat badan dinilai saat datang
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
Foto rontgen bukan alat diagnosis utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan system skorinh TB
anak
Didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih
bersifat tentatif/ sementara, nilai definitive menunggu hasil penelitian yang sedang
dikerjakan.
Pemberian profilakasi INH bila kontak BTA (+) dengan skor <6
Dikutip oleh: dr. Astri Pramarini
Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK Pulmonologi PP IDAI, 2005
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat
badan menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat
kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai
adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara
nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah,
kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah
Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran
hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena
perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anakanak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH
minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis
dihentikan bila hasil uji tuberculin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
2. Pengobatan
a. Medikametosa
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama
6 atau 9 bulan, yaitu:
1)
2)
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
prednison
b. Non Medikametosa
Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah
keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan
beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak
melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang
mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan
pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien
meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan
pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan
mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien
adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan.
DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah
direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC.
Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan
strategi
DOTS
dapat
memberikan
angka
kesembuhan
yang
tinggi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu :
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan
panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan
matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan,
Keluarga pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, guru. Tugas
pengawas minum obat adalah: 1) Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur
sampai selesai pengobatan, 2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur, 3) Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa)
dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai
gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih
pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak
dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi
DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem
skoring
I. Pencegahan Penularan
dr. Wahyuni Indawati, Sp.A memaparkan beberapa cara untuk
mencegah TB anak berikut :
1. Vaksinasi BCG.
J. Prognosis
Pada
pasien
dengan
sistem
imun
mencapai
pengobatan
kesembuhan.
lengkap,
hasil
Jika
kebanyakan anak
Terapi
yang
ulangan
prima,
yang
terapi
potensial
kuman sensitif
dan
lebih
sulit
dan
kurang
Pasien dengan
jumlahnya meningkat
resistensi
dari
multiple
waktu ke waktu.
meresepkan rejimen
adekuat
ketidakpatuhan
ataupun
terhadap
Hal
terapi
pasien
ini
OAT
terjadi
yang
tidak
dalam menjalanin
pengobatan.
Ketika
Isoniazid
terjadi
resistensi
atau
intoleransi
terhadap
terjadi
dan
mematikan,
disebabkan
oleh
Mycobacterium
sistem
sirkulasi,
sistem
genitouria,
tulang
dan
DAFTAR PUSTAKA
Aditama Y. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
Ajunk.
2009.
Anatomi
Paru-paru
((http://ajunkdoank.wordpress.com/2009/07/14/anatomi-paru-paru/,
(online)
diakes
Stanislaus,
2008.
Tuberkulosis
(http://epidemiologiblog.blogspot.com/2008_07_01_archive.html,
(online)
diakses
Dunia
Turun
(online)