Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK
No. ID Peserta
Nama Peserta
No. ID Wahana
Nama Wahana
Topik
Tanggal Kasus
Nama Pasien
Tanggal Presentasi

:
: dr. Olive Pric Irawadi
:
: RSUD Cilegon
: Stroke Hemoragik
: 20 Juli 2014
: Ny. A
:

No. Rekam Medis

: 151345

Nama Pendamping 1

: dr. Lendy Delyanto

Nama Pendamping 2

: dr. Eko Indra

Tempat Presentasi
: RSUD Cilegon
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi
: Membahas manajemen pada kasus otitis media supuratif kronis
Tujuan
: Mengetahui prinsip penanganan otitis media supuratif kronis
Bahan Bahasan
: Tinjauan
Riset
Kasus Audit
Cara Membahas

Pustaka
Diskusi

Presentasi dan Diskusi

DATA PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 56 tahun
Nama Klinik : RSUD Cilegon
Telp :
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Keluhan Utama :

E-mail

Pos

No RM : 151345
Terdaftar Sejak :

Pasien wanita berumur 56 tahun datang dengan penurunan kesadaran sejak dua jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan mulai terjadi ketika pasien sedang beraktivitas membersihkan
rumah, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan muntah. Tidak lama setelah pasien
mengeluhkan nyeri kepala dan muntah, pasien jatuh dan tidak sadarkan diri. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu namun tidak terkontrol dan berobat tidak teratur.
Daftar Pustaka:
1. Rumantir, U, C; 1986; Ilmu Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung
2. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victors Principles Of Neurology 7 th Ed. McGraw
Hill. 2001
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi Stroke
2. Faktor Resiko Stroke
3. Patofisiologi Stroke
4. Klasifikasi Stroke
1

5. Diagnosis Stroke
6. Komplikasi Stroke
7. Penatalaksanaan pada Stroke Akut
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
1. Subyektif:
Pasien wanita berumur 56 tahun datang dengan penurunan kesadaran sejak dua jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan mulai terjadi ketika pasien sedang beraktivitas membersihkan
rumah, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan muntah. Tidak lama setelah pasien
mengeluhkan nyeri kepala dan muntah, pasien jatuh dan tidak sadarkan diri.
Keluhan tidak disertai dengan kejang. Keluhan baal-baal sebelah tubuh tidak diketahui.
Keluhan bicara pelo dan mulut mencong tidak diketahui. Keluhan pandangan ganda /gelap
sesaat/ telinga berdenging/ pusing berputar tidak diketahui. Riwayat hipertensi sebelumnya
diketahui sejak 10 tahun yang lalu. Minum obat dan kontrol tidak teratur. Riwayat penyakit
jantung / penyakit ginjal/DM sebelumnya tidak diketahui.
2. Objektif:
Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: GCS : E1M3V1 (Coma)

Tekanan Darah

: 250/130 mmHg

Nadi

: 88x/ menit

Pernafasan

: 20x/ menit

Suhu

: 36,7o C

Status Generalis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik

THT

: dalam batas normal

Leher

: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba

Dada

: Bentuk dan gerak simetris

Paru

: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

: BJ S1, S2 murni reguler, Murmur (-)

Abdomen

: Datar, lembut, Hepar dan Lien ttb, BU (+) N

Extremitas

: Sianosis (-), Edema (-)


Capilary refill < 2 detik

Status Neurologis :
2

Meningeal Sign : Kaku Kuduk (+), Brudzinski I/II/II (-)


Saraf Optikal

: Pupil bulat anisokor 3mm/5mm, RC +/-

Sensori : Sulit Dinilai


Reflex Fisiologis : BTR (+/+), KPR (+/+), APR(+/+)
Reflex Patologis : (-/+) Babinsky
Laboratorium :
Darah : Hb:12,6 mg/dL, Leuko: 14600 , Ht:40 %, Trom:312000, Ureum:16,
Kreatinin : 0,6, Na+:143 , K+:3,9, GDS: 106
Foto Thoraks:Pembesaran jantung (LV)
CT Scan
: Perdarahan di frontobasal yang masuk ke intraventrikuler
3. Assessment :
Pada anamnesis, didapatkan mengalami penurunan kesadaran ketika pasien sadang
beraktivitas membersihkan rumah, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan muntah.
.Pasien memiliki riwayat Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu namun tidak kontrol dan
berobat dengan teratur.Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan :

GCS : 3 (Coma)
Tanda Vital : Tekanan Darah : 250/130 mmHg
Cor : Batas kiri jantung 2 jari LMCS
Status Neurologis :
Meningeal Sign : Kaku Kuduk (+), Brudzinski I/II/II (-)
Saraf Optikal

: Pupil bulat anisokor 3mm/5mm, RC +/-

Sensori

: Sulit Dinilai

Reflex Fisiologis : BTR (+/+), KPR (+/+), APR(+/+)


Reflex Patologis : (-/+) Babinsky
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran pembesaran jantung kiri dilihat dari
hasil rontgen thorax. Pada Hasil CT Scan didapatkan gambaran perdarahan intraseberal
pada daerah frontobasal yang masuk ke intraventrikuler. Kesimpulan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik ditambah dengan pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosis
mengalami Stroke e.c Perdarahan IntraserebralFrontobasal dengan Faktor Resiko
Hipertensi dan Perdarahan Subarachnoid Sekunder. Sedangkan penyebab kematian pasien
adalahkarena Herniasi Serebri.

4. Plan :
Bed rest, Semi Fowler 300
3

O2 lembab 3-5 L/ menit


IVFD RL 20 gtt/menit
Manitol 20% 4x125cc
Amlodipin 1x 10 mg per NGT
Piracetam 3x 3 gr IV
Citicholin 3x 500 mg IV
Pasang NGT, Kateter
Rujuk SpBS

Follow Up
Tgl
20/7
pk.
14.00

Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis

Os apneu -->RJP 5 siklus--> tidak bereaksi--> RR-nadi karotid tidak teraba, pupil
midriasis maksimal -->EKG asistol --> Pasien dinyatakan meninggal

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara mendadak, baik fokal
atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak dengan defisit
neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi serebral
sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient Ischemic
Attack)
II. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
A. Stroke infark
a. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis
dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan
mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada
arteri ginjal, keduanya dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat.
4

Sedangkan hipertensi akan mendorong atherosklerosis ke dinding arteri cabang


kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta,
arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif,
berkembang tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh
hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL
(High Density Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL (Low Density
Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak
atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar
HDL kolesterol darah dan aliran darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan
dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:

A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.

A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a.


basiler

Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial

Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah

A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum

Gambaran Klinis

Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan


diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan
reversibel.

Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang
mungkin timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata,
hemiplegia, hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lainlain.

Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,


diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.

Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang wakt beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
5

Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:


a

Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa


jam, setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode
awal dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke
yang lengkap.

b Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga, pasien
lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari tempat
tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
c Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga
menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk
menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu
harus didapat dengan lengkap.

Trombosis arterial basanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan
rlebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun
perdarahan subarachnoid.

Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan


apda pasien dengan stroke infark atherotrombotik.

b. Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di
jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai
pada percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:

Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,


atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)

Infark miokard dengan trombus mural

Endokarditis bakterial akut dan sub aut

Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,


miokarditis)

Komplikasi bedah jantung

Katup jantung buatan


6

Vegetasi trombotik endokardial non bakterial

Prolaps katup mitral

Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent


foramen ovale)

Myxoma

Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:

Atherosklerosis aorta dan a. carotis

Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler

Trombus pada v. pulmonalis

Lemak, tumor, udara

Komplikasi bedah leher dan thoraks

Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left


cardiac shunt

Gejala Klinis

Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang


paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak,
seperti saat di kamar mandi.

Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia

Pada pencitraan otak :


o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri
medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan

c. Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil
yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu
pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal
ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya
melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom

sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia, sindrom


sensorimotor.

B Stroke Perdarahan Intraserebral


Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai
oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang
terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri
penetrans ini terjadi aneurisma kecil kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar
1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat
pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam
parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya
bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan
bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadangkadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai
tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting
sebagai

penyebab

lemahnya

dinding

pembuluh

darah

dan

pembentukan

mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya


perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa
aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain,
amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya
riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu
menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.

Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya


darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang
telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang
meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran

klinis

tergantung

dari

.
lokasi

dan

ukuran

hematoma.

Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada


saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas
dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan
otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam
beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
C Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.
Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan
muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih
banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya.
Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke
dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma
mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya
ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor
dan Kernigs sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic
pada pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga
subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset
dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang
kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka
9

kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama
kali muncul.

Onset
Jenis Kelamin
Etiologi
Lokasi
Gambaran klinik

Pemeriksaan
Penunjang

Perdarahan Intraserebri
Usia pertengahan - usia tua
>>
Hipertensi
Ganglia basalis, pons,
thalamus, serebelum
Penurunan kesadaran, nyeri
kepala, muntah
Defisit neurologis (+)
-

Perdarahan Subarachnoid
Usia muda
>>
Ruptur aneurisma
Rongga subarachnoid

Penurunan kesadaran, nyeri


kepala, muntah
Deficit neurologist (-)/ ringan
Rangsang meningen (+)
CSS seperti air cucian - Perdarahan
subhialoid
daging/ xantochrome
(Funduskopi)
(Pungsi lumbal)
- CSS gross hemorrhagic
Area hiperdens pada
(Pungsi lumbal)
CT Scan
- Perdarahan dalam rongga
subarachnoid (CT Scan)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1

CT scan

10

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke


infark dengan stroke perdarahan.

Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.

Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif).

Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.

Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.

Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada
stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging

atau berwarna

kekuningan.Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark
tidak didapatkan perdarahan (jernih).
6

Pemeriksaan Penunjang Lain.


Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar),
elektrolit darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.

11

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12

Nilai SSS
>1
< -1
-1 < SSS < 1

Diagnosa
Perdarahan otak
Infark otak
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)

12

KOMPLIKASI STROKE
1. Komplikasi neurologik :
A. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena perdarahan.
Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan
extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti dengan
mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi pergeseran garis
tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi transtentorial pun terjadi
dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak bagian rostral.

13

B. Infark berdarah (pada emboli otak)


Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar
ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk
dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan mengenai
intima,

awalnya

terdapat deposit

dari fatty streak,

lalu

diikuti

oleh plak

fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya
memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi
pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat
tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan
terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai oleh
anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis.
Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan pungsi
lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.
C. Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri
yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai
akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk
keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala vasospasme
berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi, drowsiness) dan defisit
neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan
dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih
berat.Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung
terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin,
prostaglandin dan katekolamin.
D.Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke
dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut
akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami
penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala akan
membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal, atau pada
beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat
14

blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan inkontinen.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
Akibat proses di otak :
A. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik
kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak
atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang
otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan
pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi
vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi
katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi kardiovaskuler secara
primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan susunan saraf pusat; atau
edema paru akibat langsung dari pusat edemagenic seebral. Proses terjadinya edema
paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung melalui sistem saraf
otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan, bahwa edema paru
merupakan akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi sistemik dan
hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler pada paru.
Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial, hipoksia otak
atau lesi di hipothalamus.

15

D. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi
pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan
lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh
sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan
subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya
pada penderita strok fase akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar
enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
E. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf
pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau
terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG
sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat
dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya
timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.
F.Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes insipidus
atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual,
muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium, bahkan koma).
G. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia
dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada
hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan
intrakranial.
H. Retensi cairan tubuh.
I . Hiponatremia.

16

Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :


A. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai
gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru
yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan
meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.
B.Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada
paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu.
Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang
lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan disertai
nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini terjadi pada
penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14 hai sesudah onset
strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada
penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha
dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan
bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.
C. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilioingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara
mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50%
penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
D. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah
tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang
kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya
depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya,
pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam
perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang
17

ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang
ada sebelumnya.
E. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan
biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang
lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
Kontraktur akibat spastis
shoulder-hand syndrome atau post-hemiplegic reflex sympathetic dystrophy.
Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.
Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromioklavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
Fraktur kollum humerus.
Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
F. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
G. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
H. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi
yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus
komunis dan N. Iskhiadikus.
I. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang
bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan

18

spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan


tangan.
J. Dekubitus
PENATALAKSANAANSTADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
A. Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 15002000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannyabaik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik
220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130
19

mmHg (pada 2 kalipengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan


infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika
terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL
selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
B. Stroke Hemoragik
Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30
mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP>130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
20

mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per


6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan

stroke

iskemik),

dan

hiperventilasi

(pCO2

20-35

mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi
saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum
luas.
Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VPshunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneu- risma atau malformasi arterivena (arteriovenous
malformation, AVM).

21

Anda mungkin juga menyukai